HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENINGKATAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PAGUYUBANERA GENDIS SEHAT KABUPATEN TUBAN TAHUN 2014 ( The Correlation Stress Levels with Increased Blood Glucose Levels In Type 2 Diabetes Mellitus Patients in Era Gendis Sehat Society Tuban Regency 2014 ) Bedjo Prodi SI Keperwatan STIKES NU Tuban ABSTRAK Stres adalah ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, spiritual manusia dan dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia. Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Tuban sejumlah 36 responden. Teknik pengambilan sampel secara Accidental Sampling, instrumen pengumpulan data menggunakan kuisioner. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 36 responden sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Tuban yang mengalami stres sedang dengan peningkatan kadar glukosa sebesar 10 (100%), sebagian kecil mengalami stres ringan dengan peningkatan kadar glukosa darah sebesar 8 (47,1%) dan sebagian tidak stres dengan peningkatan kadar glukosa darah sebesar 2 (22,2%). Berdasarkan uji Chi Square dengan p=0,002 dimana p<0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima sehingga terdapat hubungan antara tingkat stres dengan peningkatan kadar glukosa darah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres dapat mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah, sehingga diharapkan bahwa para diabetisi dapat menjaga kondisi saat menghadapi stres yang disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah. Kata Kunci: Stres, Kadar Glukosa ABSTRACT Stress is the inability to manage the threats faced by the mental, physical , emotional , spiritual and can affect a person's physical health . Blood Glucose is the sugar found in the blood that form carbohydrates in the diet and is stored as glycogen in the liver and skeletal muscle. This study uses cross sectional analytic approach. A population consist 36 respondent with type 2 diabetes mellitus in Era Gendis Sehat Society Tuban. Accidental Sampling techniques sampling, data collection instruments is the questionnaire. Based on the results of the respondents, the majority of patients with type 2 diabetes mellitus in Era Gendis Sehat Society Tuban experiencing moderate stress with increased glucose levels of 10 (100%), a fraction mild stress with increased blood glucose levels by 8 (47,1%) and the majority do not stress with increased blood glucose levels by 2 (22.2%). Based on chi-square test with p=0.002 where p < 0.05 so H0 is rejected and H1 is accepted that there is a relationship between stress levels with increased blood glucose levels. From the above it can be concluded that stress can affect blood glucose levels, so it is expected that people with diabetes can maintain the current state of stress that is accompanied by an increase in blood glucose levels . Keywords : Stress , Glucose Levels kandungan gula dalam darah, sehingga gula dalam darah atau yang biasanya diangkut menuju sel-sel tubuh sebagai sumber energi justru tercecer dalam PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan kondisi tubuh yang tidak mampu mengatur 71 aliran darah dan bahkan ikut terbuang dalam air seni. Diabetes Mellitus dapat mengganggu metabolisme karbohidrat, protein dan lemak akibat defesiasi atau ketidakefektifan fungsi insulin, yang dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh, sehingga dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang dan menurunnya kualitas hidup penderita (Yunia, 2007). Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. (Joyce LeeFever, 2007). Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak, tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung glukosa, dan proses ini juga menghasilkan metabolit-metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan menumpuk, sehingga kadar glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keadaan puasa. ( Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004). Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan keadaan hiperglikemi kronik yang ditandai oleh gangguan metabolik ganda progresif yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Soewondo, 2006). Kekerapan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia disebabkan oleh berbagai hal Salah satunya peningkatan faktor risiko (Suyono, 2007). Beberapa ahli menyatakan bahwa salah satu faktor risiko tersebut adalah stres (Soewondo, 2006;Suyono, 2007). Pada tahun 2000 penderita Diabetes Mellitus diseluruh dunia mencapai 175,4 juta penderita. Sedangkan di Indonesia diperkirakan minimal terdapat 4 juta. penderita Diabetes Mellitus. Diperkirakan pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menjadi minimal 5 juta dan di dunia 239,3 juta. Penelitian Departemen Kesehatan pada tahun 2001, Indonesia menempati urutan ke empat di dunia setelah India, Cina, Amerika Serikat. Jumlah tersebut akan meningkat secara signifikan, hal ini dipicu oleh faktor-faktor seperti demografi, gaya hidup, dan gizi (Hardjosubroto, 2007), Jumlah penderita diabetes mellitus di Jawa Timur tergolong sangat besar yaitu diperkirakan sekitar 222.430 penderita, di Kotamadya Surabaya diperkirakan terdapat 27.105 penderita diabetes Mellitus (Cokroaminoto, 2008). Data yang diperoleh dari Paguyuban Era Gendis Sehat pada tahun 2013 terdaftar penderita diabetes mellitus sebanyak 151 penderita, diantaranya dengan diabetes mellitus tipe 1 sebanyak 0 penderita dan diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 151 penderita. Dari survey pendahuluan di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban pada tanggal 27 oktober 2013 terhadap 10 (100%) orang klien diabetes melitus, 6 (60%) penderita mengalami stres pada penyakit diabetes karena berbagai macam masalah, salah satunya adalah kondisi kesehatannya yang menurun. Dari 6 (100%) penderita diabetes mellitus mengalami stres, 2 (33,33%) penderita mengalami stres sedang, dan 4 (66,66%) penderita mengalami stres ringan. Sedangkan sisanya 4 (40%) orang bersikap santai, cuek dan tidak mengalami keluhan akibat stres terhadap diabetes mellitus dan perawatannya. Sementara itu, Medical Record klien menunjukkan 8 (80%) orang mengalami peningkatan kadar 72 glukosa darah dan 2 (20%) orang memiliki kadar glukosa darah dalam batas normal. Penelitian Yuliana (2008) menemukan klien diabetes mellitus tipe 2 mengalami gejala stres yang diakibatkan oleh penyakit diabetes mellitus tipe 2. Sebagai penyakit kronis, diabetes mellitus sering menimbulkan perasaan tidak berdaya pada diri penderitanya (Soeharjono,Tjokro prawiro dan Adi, 2002). Stresor akibat penyakit kronis ini merupakan tantangan terhadap kemampuan klien untuk tetap mempertahankan keseimbangan emosi dan kepuasan diri. Gangguan pada keseimbangan ini menyebabkan stres (Bisschop, 2003 dikutip dari Banjari, 2009). Stres adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahanyakan, tak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis (respon) dan melakukan usaha-usaha penyusuaian diri terhadap situasi tersebut (proses). Skala adaptasi stres Perubahan Hidup Holmes dan Rahe adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat stres pada individu yang terdiri dari 31 peristiwa perubahan hidup yang dialami selama 1 tahun. Penilaian yang dilakukan dengan seoring. Skor > 150 menunjukkan adanya stres dan skor < 150 menunjukkan tidak adanya stres (Al Banjary, 2009). Stres adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu, suatu penomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yang terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stress dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmus, 2004). Yang dimaksud dengan stress (Hans Selye) adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respons tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stress. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih oraga tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distress. (Dadang, 2004). Stres akan mempercepat seseorang mendapatkan diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe 2 dapat muncul setelah seseorang sakit atau mengalami pengalaman yang penuh dengan stres (Soewondo,2006). Hipotesis yang dapat diterima terkait dengan hubungan tersebut adalah adanya reaksi fisiologi terhadap stres yang dapat mempengaruhi aksis hipotalamus hipofisis, sehingga dapat mempengaruhi fungsi endokrin seperti meningkatnya kadar kortisol yang ternyata memberikan dampak antagonis terhadap fungsi insulin, serta dapat memberikan pengaruh yang buruk terhadap kontrol glukosa darah klien diabetes mellitus, hingga pada akhirnya stres dapat mempengaruhi pola hidup seorang klien diabetes mellitus (Widjojo,2008). Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. (Joyce LeeFever, 2007). Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa. 73 Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak, tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung glukosa, dan proses ini juga menghasilkan metabolit-metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan menumpuk, sehingga kadar glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keadaan puasa. ( Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004). Setelah pencernaan makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang adekuat baik dalam keadaan normal maupun sebagai respon terhadap stres. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, menandakan terjadinya gangguan homeostatis dan sudah semestinya mendorong tenaga analis kesehatan melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologinya. (Ronald A.Sacher, Richard A. McPherson, 2004). Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 hendaknya menurunkan berat badan yang berlebih, menurunkan asumsi alkohol, latihan fisik atau olahraga, hentikan merokok, cara pencegahan lainnya yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah dengan cara menghindari stres. Sedangkan untuk tenaga kesehatan hendaknya mengadakan penyuluhan tentang pentingnya menghindari stres yang bertujuan untuk menghindari peningkatan kadar glukosa darah. Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan tingkat stres klien diabetes mellitus tipe 2 dengan peningkatan kadar glukosa darah di paguyuban Era Gendis Sehat. Tujuan umum penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan hubungan tingkat stres klien diabetes mellitus tipe 2 dengan peningkatan kadar glukosa darah di paguyuban Era Gendis Sehat Tuban. Tujuan khususnya adalah Mengidentifikasi tingkat stres klien diabetes mellitus tipe 2 di paguyuban Era Gendis Sehat Tuban, Mengidentifikasi peningkatan kadar gula darah pasien penyakit diabetes mellitus tipe 2 di paguyuban Era Gendis Sehat Tuban, Menganalisis adakah hubungan tingkat stres klien diabetes mellitus tipe 2 dengan peningkatan kadar glukosa darah di paguyuban Era Gendis Sehat Tuban. BAHAN DAN METODE Desain penelitian merupakan soal strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penentuan penelitian pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2008). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini desain penelitian Analitik Korelasional (Hubungan/Asosiasi) yaitu mengkaji hubungan antara variabel, dengan pendekatan waktu cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pegukuran dilakukan terhadap status karakter atau 74 variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua objek diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2002). Yaitu variabel sebab atau resiko akibat kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). Pengumpulan data untuk jenis penelitian ini, baik untuk variabel sebab (Independent variable) maupun variabel akibat (Dependen variable) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus, sehingga tiap variabel diobservasi 1 (satu) kali saja (Notoatmodjo, 2005). Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan cross sectional. Cross sectional merupakan rancangan penelitian yang pengukurannya dilakukan secara simultan pada satu saat atau sekali waktu (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2007). Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel yang lain (nursalam, 2008). Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat stres. Variabel Dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel Yang lain atau variabel bebas (Nursalam, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah peningkatan kadar glukosa. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang ada di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien diabetes mellitus yang ada di paguyuban era gendis sehat kabupaten tuban dengan jumlah pasien 49 orang. Sampling pada penelitian ini dengan menggunakan metode Accidental sampling. (Alimul A.A, 2007). Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item, penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-14 (normal), 15-18 (ringan), 19-25 (sedang), 26-33 (berat), >34 (Sangat berat). Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008). Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder: 1) Data primer Data primer adalah data yang didapatkan dari pengisian lembar kuesioner yang dilakukan oleh responden atau pasien diabetes mellitus. Data primer meliputi tingkat stres dan data peningkatan kadar glukosa darah. 2) Data sekunder Data sekunder adalah pendukung dari data primer yang meliputi data tingkat stres dan data peningkatan kadar glukosa darah yang dikutip dari data paguyuban era gendis sehat kabupaten tuban. Data akan dikumpulkan terlebih dahulu diedit baik pada waktu dilapangan maupun pada saat memasukkan data kedalam komputer. Hal ini dimaksudkan untuk menilai kebenaran data setelah itu akan dilakukan koding kemudian data dimasukkan kedalam tabel dan diolah secara elektronik dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0. Data dianalisa 75 melalui presentase dan perhitungan dengan cara sebagai berikut: 1) Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini akan menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang diteliti. 2) Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen dalam bentuk tabulasi silang antara kedua variabel tersebut. No. Jenis Kelamin 1 2 Laki-laki Perempuan Jumlah 13 23 36 36,1% 63,8% 100% Karakteristik Berdasarkan Umur Tabel 5.2 Gambaran Lokasi Penelitian No 1 2 3 4 Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban berdiri pada tahun 2011, berada pada Jl. Mastrip 1 no. 11 tuban, anggota pada paguyuban ini adalah penderita diabetes mellitus tipe 2, yang mana setiap bulan pada minggu ketiga paguyuban ini mengagendakan acara senam untuk para diabetisi yang mempunyai ASKES. Tempat senamnya sendiri berada di Gedung Juang dan langsung dipimpin sendiri oleh dr. Erwin Era Prasetya. Anggota dari paguyuban ini berjumlah 151 orang, dan yang aktif mengikuti kegiatan hanya sebagian kecil. Diabetisi Distribusi Diabetisi Berdasarkan Umur di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Pada Bulan April 2014 Umur 40-50 Tahun 51-60 Tahun 61-70 Tahun 71-80 Tahun Jumlah f 5 7 19 5 36 % 13,8% 19,4% 52,7% 13,8% 100% Berdasarkan tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (52,7%) diabetisi berusia 61-70 tahun. Data Khusus Distribusi Frekwensi Tingkat Stres Distribusi frekwensi tingkat stres pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tahun 2014 disajikan pada tabel 5.1 Data Umum Karakteristik Diabetisi Berdasarkan Jenis Kelamin 5.1 % Berdasarkan tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (63,8%) diabetisi berjenis kelamin perempuan. HASIL Tabel f Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Stres Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tahun 2014 Distribusi Diabetisi Berdasarkan Jenis Kelamin di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Pada Bulan April 2014 76 Stres Pada Diabetisi Stres Berat Stres Sedang Stres Ringan Tidak Stres Jumlah f 0 10 17 9 36 Tabel (%) 0,00% 27,7% 47,2% 25% 100% Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan hampir setengah responden mengalami stres sedang sebesar 10 (27,7%), hampir setengah responden mengalami stres ringan sebesar 17 (47,2%) dan sebagian kecil responden tidak mengalami stres sebesar 9 (25%) 5.4 Distribusi Frekwensi Peningkatan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tahun 2014 Peningkatan Kadar Glukosa Ya Tidak f (%) 20 16 55,6% 44,4% Jumlah 36 100% Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan sebagian besar responden mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 20 (55,6%) dan hampir setengah responden tidak mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 16 (44,4%). Distribusi Frekwensi Peningkatan Kadar Glukosa Distribusi frekwensi peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tahun 2014 disajikan pada tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Tingkat Stres dengan Peningkatan Kadar Glukosa Darah Tabel 5.5 Tabel Silang Hubungan Tingkat Stres dengan Peningkatan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tingkat Stres Tidak Stres Stres Ringan Stres Sedang Total Peningkatan Kadar Glukosa Tidak Ya 7 (77,8%) 2 (22,2%) 9 (52,9%) 8 (47,1%) 0 (0%) 10 (100%) 16 (44,4%) 20 (55,6%) Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan hasil bahwa seluruh responden yang mengalami stres sedang dengan peningkatan kadar glukosa darah sebesar 10 (100%), hampir setengah responden yang mengalami stres ringan dengan peningkatan kadar glukosa darah sebesar 8 (47,1%), dan sebagian kecil responden yang tidak mengalami stres dengan peningkatan Total 9 (100%) 17 (100%) 10 (100%) 36 (100%) kadar glukosa darah sebesar 2 (22,2%). Dengan hasil uji statistik secara Chi square didapatkan hasil terdapat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan p=0,002 dimana p < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan antara tingkat stres dengan peningkatan kadar 77 glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Ada beberapa tanda bahaya yang menujukan kerja destruktif dari stres. Tanda-tanda ini bersifat fisiologis dan psikologis. Penyakit psikologis, meskipun senyata dan sedestruktif penyakit fisik, bisa lebih sulit dideteksi dan disembuhkan. Ada pembagi penyakit emosional dan psikologis yang ditimbulkan oleh stres, dari yang ringan sampai yang meningkat, dari yang sementara sampai yang kronis. Serangannya bisa pelahan-lahan atau mendadak. Berbagai penyakit ini dapat dipicu oleh sebab biologis dan sebab psikologis. Ini merupakan sebuah topik besar, dan saya disini hanya menyebutkan beberapa tanda yang mengindikasikan terjadinya stres, keletihan yang tak diketahui sebabnya : 1) Gangguan makan, seperti kehilangan nafsu makan atau makanan berlebihan. 2) Gangguan tidur, seperti tak bisa tidur, tidur tapi sebentar-bentar bangun, dan mimpi buruk berulang. 3) Keluarnya air mata tanpa bisa dikendalikan. 4) Pikiran untuk bunuh diri. 5) Hilangnya ketertarikan pada halhal semisal berpenampilan rapi dan berbagai aktifitas sosial. 6) Tak bisa berkonsentrasi. 7) Sering merasa mengerut ketika demam dan terkena infeksi. 8) Tegang atau sakit kepala yang tak diketahui sebabnya. 9) Minum alkohol secara berlebihan atau merasa panik. 10) Lekas marah atau mudah terprovokasi 11) Selalu ingin melakukan sesuatu yang radikal. PEMBAHASAN Identifikasi Tingkat Stres Pada Diabetisi di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tahun 2014 Dari 36 responden sebagian besar diabetisi di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban didapatkan hampir setengah responden mengalami stres sedang sebesar 10 (27,7%), hampir setengah responden mengalami stres ringan sebesar 17 (47,2%) dan sebagian kecil responden tidak mengalami stres sebesar 9 (25%). Stres adalah ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang ada pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia (National Safety Council, 2003). Stres jangan dianggap remeh sebab akan mengganggu sistem metabolisme didalam tubuh. Bisa saja karena stres, mudah lelah, berat badan turun drastis, bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolisnya mengganggu hormon insulin (klinik sehat, 2008). Dari hasil penelitian, dalam kenyataannya saat ini menujukkan bahwa banyak diabetisi yang mengalami stres. Kebanyakan dari mereka mengaami stres karena masalah anak maupun menantu, selain itu pengaruh dari suatu penyakit yg telah telah lama diderita juga dapat mempengaruhi stres. Tetapi stres pada diabetisi dapat dihindari dengan melakukan berbagai kegiatan seperti mendengarkan musik, jalan-jalan, menari dan melaksanakan hobi bersama teman 78 terjadinya gangguan homeostatis dan sudah semestinya mendorong tenaga analis kesehatan melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologinya. (Ronald A.Sacher, Richard A. McPherson, 2004). Peran keluarga sangat berpengaruh dalam mensukseskan penurunan kadar glukosa darah. Oleh sebab itu penanganan dan perbaikan kadar glukosa darah sangatlah penting. Gangguan kadar glukosa darah dalam jangka panjang apabila tidak ditangani akan menyebabkan komplikasi yang dapat memperburuk jiwa, oleh karena itu diadakan perkumpulan anggota Paguyuban Era Gendis Sehat pada setiap bulan yang bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan cara senam dan pemeriksaan kadar glukosa darah tiap 1 bulan sekali. Pada penderita Diabetes Mellitus sering dijumpai adanya ulkus yang disebut dengan ulkus diabetikum. Ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit Diabetes Mellitus dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi karena arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula berlebih pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta Identifikasi Peningkatan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetisi Tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tahun 2014 Dari 36 responden sebagian besar diabetisi Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban yang mengalami peningkatan glukosa sebesar 20 (55,6%) dan hampir setengah responden tidak mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 16 (44,4%). Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah, yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. (Joyce LeeFever, 2007). Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak, tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung glukosa, dan proses ini juga menghasilkan berbagai metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan menumpuk, sehingga kadar glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keadaan puasa. (Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004). Setelah pencernaan makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang adekuat baik dalam keadaan normal maupun sebagai respon terhadap stres. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, menandakan 79 ini sangat sesuai dengan teori dari (anggriyana, 2010) yang mengatakan bahwasanya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, latihan jasmani memiliki peran utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Pada saat berolahraga, keadaan permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga resistensi insulin berkurang, dengan kata lain sensivitas insulin meningkat. Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak, tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung glukosa, dan proses ini juga menghasilkan metabolit-metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan menumpuk, sehingga kadar glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keadaan puasa. ( Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004). Setelah pencernaan makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang adekuat baik dalam keadaan normal maupun sebagai respon terhadap stres. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, menandakan terjadinya gangguan homeostatis dan sudah semestinya mendorong tenaga analis kesehatan melakukan pemeriksaan untuk mencari Analisis Hubungan Tingkat Stres dengan Peningkatan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban Tahun 2014 Dengan hasil uji statistik secara Chi square didapatkan hasil terdapat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan p=0,002 dimana p < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan antara tingkat stres dengan peningkatan kadar glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban. Stres adalah ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia yang ada pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia (National Safety Council, 2003). Terdapat 2 orang diabetisi yang tidak stres tetapi mengalami peningkatan kadar glukosa darah, peningkatan kadar glukosa darah tidak hanya disebabkan oleh stres tetapi ada faktor lain yang mempengaruhi peningkatan itu antara lain infeksi, hormonal, dan pola makan. Sementara itu, ada berbagai faktor yang juga mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah aktifitas fisik misalnya senam. Pada Paguyuban Era Gendis Sehat Kabupaten Tuban terdapat latihan dalam mengolah aktifitas fisik yang dilakukan dalam bentuk kegiatan senam bersama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saiful pada bulan Mei 2014 didapatkan bahwa 10 responden yang aktif mengikuti senam, 7 diantaranya mengalami penurunan gula darah, sementara 3 orang responden masih mengalami peningkatan kadar glukosa yang dibandingkan dengan pemeriksaan bulan sebelumnya. Hal 80 etiologinya. (Ronald A.Sacher, Richard A. McPherson, 2004) Bagi Institusi Diharapkan dapat menjadikan semangat untuk memacu peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang manajemen stres berdasarkan tingkatannya, stes ringan, sedang, berat dan peningkatan kadar glukosa darah. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Didapatkan bahwa sebagian besar sampel diabetisi di paguyuban era gendis sehat kabupaten tuban mengalami tingkat stres sedang dan sebagian kecil sampel diabetisi mengalami tingkat stres ringan. 2) Didapatkan bahwa sebagian besar sampel diabetisi paguyuban era gendis sehat kabupaten tuban mengalami peningkatan glukosa dibandingkan dari riwayat pemeriksaan bulan sebelumnya dan sebagian kecil sampel diabetisi tidak mengalami peningkatan glukosa darah. 3) Didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan peningkatan kadar glukosa darah pasien diabetes mellitus di paguyuban era gendis sehat kabupaten Tuban. Bagi Tempat Penelitian Dari penelitian yang telah dilakukan diharapkan institusi dapat membantu meningkatkan kualitas pengetahuan mahasiswa tentang hubungan tingkat stres dengan peningkatan kadar glukosa darah DAFTAR PUSTAKA Dr. Budiman Chandra (2009). Biostatistik untuk kedokteran & kesehatan. Jakarta: EGC Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. (2007). Buku ajar keperawatan medikal-bedah vol 2. Jakarta: EGC. Sudoyo, W. Arru @All. (2006). Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4 Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang diberikan oleh peneliti antara lain: Bagi Peneliti Diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta dapat meningkatkan cara berfikir ilmiah khususnya penelitian tentang hubungan tingkat stres dengan peningkatan kadar glukosa darah. 81