BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP dan LANDASAN TEORI 2.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP dan LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Kajian merupakan hasil dari penelitian terdahulu yang memaparkan pandangan dan analisis
yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti. Kajian pustaka merupakan hasil dari
meninjau, pandangan, pendapat sesudah mempelajari, (KBBI 1990:951).
(Nyerli.2013). Dalam Skripsi “Peran Saikong dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa
di kota Medan mengatakan, Sesajian merupakan persembahan kepada dewa umumnya terdiri
dari buah-buahan, sedangkan sesajian untuk roh umumnya berupa nasi, mie, dan teh. Sesajian
ini diletakkan di altar dewa dan altar roh.
(Alan Fung. 2007). Dalam jurnal “ Ritual persembahan makanan dalam adat Hakka”Jurnal
ini mengatakan bahwa persembahan makan adalah makanan yang di persembahkan kepada Roh
yang sudah meninggal dan mempunyai kekuatan spritual
2.2 Konsep
Konsep merupakan rancangan yang diabstraksikan dalam istilah konkret, gambaran
mental dari objek atau apapun yang di luar bahasa yang di gunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain, Pada inti permasalahan. Konsep merupakan semacam peta perencanaan
sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melangkah ke depan.
2.2.1 Tradisi
Tradisi adalah suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam
waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang.
Tradisi menurut etimologi adalah kata yang mengacu pada adat atau kebiasan
yang
turun
temurun,
Tradisi merupakan
.Tradisi
adalah
atau
sinonim
hasil
karya
masyarakat,
peraturan
dari
begitu juga
yang
dijalankanmasyarakat.
kata
dengan
“budaya”
budaya
keduanya
saling mempengaruhi.
Abdul Syani. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat(1995:53) mengemukakan bahwa Tradisi
merupakan segala sesuatu yang berupa adat, kepercayaan dan kebiasaan. Kemudian adat
kepercayaan dan kebiasaan itu menjadi ajaran-ajaran atau paham-paham yang turun temurun
dari para pendahulu kepada generasi-generasi berikutnnya, berdasarkan dari mitos-mitos yang
tercipta atas kebiasaan yang menjadi rutinitas yang selalu dilakukan oleh orang orang.
Secara pasti, tradisi lahir bersama dengan kemunculan manusia dimuka bumi. Tradisi berevolusi
menjadi budaya. Itulah sebab sehingga keduanya merupakan personifikasi. Budaya adalah cara
hidup yang dipatuhi oleh anggota masyarakat atas dasar kesepakatan bersama.Kedua kata ini
merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia, dalam perwujudan ide, nilai, norma, dan
hukum.
2.2.2 Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. ( Koentjaraningrat, 2002:181).
E.B Taylor dalam (Warsani 1978:53) mengatakan : “Kebudayaan itu adalah keseluruhan
yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta yang didapat oleh manusia sebagai
angota masyarakat”.
Selanjutnya, Herskovit dalam (Warsani1987:53) juga mengatakan bahwa : kebudayaan adalah
bagian dari kebutuhan hidup yang di ciptakan manusia sebagai sesuatu yang superorganik sebab
meskipun sesuatu telah punah, kebudayaan selalu hidup turun menurun dari generasi ke generasi.
Salim dalam Warsani, (1978:53) juga mengatakan bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan
pengetahuan sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan
oleh suatu angota masyarakat tertentu.
Kebudayaan diperoleh dari tradisi masyarakat dan cara-cara hidup dari anggota
masyarakat, termasuk pola-pola hidup mereka, cara berfikir, perasaan, perbuatan, tingkahlaku.
Kebudayaan juga merupkan sistem nilai (value) dan arti ( meaning) yang dimiliki bersama oleh
sekelompok orang atau masyarakat dari nilai-nilai dan arti dalam objek materi. Sekelompok
orang atau masyarakat memiliki ide bersama mengenai apa yang benar atau yang salah, atau apa
yang baik atau yang buruk, mereka juga memiliki pengetahuan tentang lingkungan dan cara-cara
mengerjakan sesuatu, (Warsani 1978:54).
Manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak dapat berdiri sendiri atau individu.
Manusia membutuhkan makhluk sesama untuk bisa berinteraksi dan bertahan hidup.
2.2.3 Masyarakat Tionghoa
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adatistiadat tertentu yang bersifat kontiniu yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama
( Koenjaraningrat, 2002:146).
Masyarakat Tionghoa merupakan salah satu kelompok masyarakat yang ada di Indonesia.
Tionghoa adalah sebutan untuk orang-orang dari suku-suku atau ras Tiongkok. Kata ini dipakai
sebagai penganti kata “Cina” yang sering diartikan memiliki konotasi negatif.
Beberapa ahli mendefinisikan masyarakat, seperti Smith, Stanley, dan Shores mendefinisikan
masyarakat sebagai “...suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta berfikir
tentang diri mereka sendiri sebagi suatu kelompok yang berbeda”.
Berdasarkan pengertian di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan dari masyarakat, bahwa
masyarakat merupakan kelompok yang terorganisasi, dan masyarakat juga merupakan suatu
kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok lainnya.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berkumpul dan bermukim di satu tempat yang
belajar dan menghasilkan kebudayaan (Koentjaranigrat, 2002:23).
Masyarakat Tionghoa sudah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1860-an, tetapi belum
ramai. Namun, semakin ramai ketika banyak buruh-buruh dariChina di datangkan sebagai
buruh kuli kontrak sejak abad ke19.Sejak itu lah Medan ramai ditempati Masyarakat Tionghoa.
Masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia terdiri dari beberapa sukubangsa yang berasal
dari dua propinsi yaitu Provinsi Fukien bagian selatan dan Provinsi Guandong. Setiap imigran
ke Indonesia membawa kebudayaan suku-bangsanya sendiri-sendiri bersama dengan perbedaan
kesukuan mereka. Di Medan ada terdapat beberapa suku Tionghoa ialah Hokkien, Teo-Chiu,
Hakka , Kwong Fu, dan Ai lo hong. yang memiliki perbedaan bahasa yang besar. Masyarakat
Tionghoa di kota Medan terdiri dari berbagai kelompok suku bangsa dan satu hal yang dapat
membedakan kesukuan mereka adalah bahasa pergaulan yang mereka gunakan.
Awal kedatangan masyarakat Tionghoa ke Sumatera Utara adalah menjadi kuli kontrak,
dan buruh kebun bagi orang belanda melalui penyalur yang berasal dari Cina dan disalurkan ke
Indonesia, khususnya Kota Medan. Hingga akhir bangsa Belanda mengakui kekalahannya dan
meninggalkan Indonesia.
Kedatangan Masyarakat Tionghoa ke Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai kegiatan
yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi yaitu perdagangan. Sebagaimana yang di ketahui,
masyarakat Tionghoa merupakan masyarakat yang cukup pintar dalam berdagang. Hal ini
sudah turun temurun diwariskan oleh nenek moyang etnis Tionghoa itu sendiri. Kemudian
masyarakat Tionghoa itu menyebar dan persebarannya meliputi pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi. Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah masyarakat patrilineal
yang terdiri atas marga atau suku yang tidak terkait secara geometris dan teritorial yang
selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku lainnya di Indonesia.
Masyarakat Tionghoa merupakan masyarakat yang cukup terkenal dengan kebudayaan
yang beragam. Seperti seni tulis atau kaligrafi, seni menggunting kertas, pengobatan, seni bela
diri, seni opera atau teater, seni musik tradisional, hingga tradisi pemujaan leluhur yang sampai
saat ini masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Tionghoa.
2.2.4 Kematian
Kematian adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua
makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti
penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk
hidup mengalami pembusukan.
Kematian pada dasarnya semua orang tahu adalah kewajaran dalam hidup. Namun
demikian, banyak orang berpendapat bahwa hidup ini bersifat ironis, karena manusia sebanarnya
tidak pernah meminta agar ia dilahirkan, tetapi begitu ia lahir, mencintai hidup dan
kehidupannya ia dihadapkan pada realitas yang senang atau tidak senang harus dijalaninnya
sebagaimana kelahirannya sendiri, (Louis 1996 :14).
Goethe dalam Louis (1996:1) mengatakan bahwa: kematian adalah sesuatu yang aneh
walaupun kita akan mengalaminya, kita tidak berfikir bahwa kematian itu mungkin adalah
sesuatu yang untuk kita hargai, kematian selalu mengejutkan kita karena itu merupakan sesuatu
yang tidak dapat dipercayai.
2.2.5 Upacara Kematian
Kematian adalah bagian dari setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin
dihindari. Kematian pasti akan dialami oleh setiap manusia. Kematian begitu menyengat nyawa,
tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan agama. (Bruce Milne 1992:16) mengatakan “..
kematian merupakan salah satu bentuk hukuman “ilahi”. Menurut pandangan filsafat Tionghoa
tentang kematian, kematian bukanlah hal yang menakutkan. Kematian dianggap sebagai
perjalanan kembali ke asal. Kembali keasal yaitu kembali dengan jiwa yang baru, karena
mayarakat Tionghoa mempercayai adanya reinkarnasi setelah kematian. Menurut konsep budaya
Tionghoa maupun filsafatnya, ada tiga hal yang terpenting dalam kehidupan manusia yaitu, lahir,
menikah dan meningal.
Upacara kematian adalah upacara yang dilakukan untuk menghantarkan jenazah
keperistirahatannya yang terakhir. Hertz seorang ahli antropologi mengungkap bahwa upacara
kematian selalu dilakukan manusia dalam rangka adat-istiadat dan struktur sosial dari
masyarakatnya, yang berwujud sebagai gagasan kolektif. Ia melihat bahwa gagasan kolektif
mengenai gejala kematian yang terdapat pada banyak suku bangsa di dunia adalah gagasan
bahwa mati itu berarti suatu proses peralihan dari suatu kedudukan sosial yang tertentu ke
kedudukan sosial yang lain, maksudnya dari kedudukan sosial dalam dunia ini ke kedudukan
sosial dalam dunia makhluk halus, (Koentjaraningrat 1980:71). Masyarakat Tionghoa percaya
apabila upacara kematian dilakukan dengan benar maka kelak keturunannya tidak akan diganggu
oleh roh orang yang meninggal.
2.2.6 Persembahan Makanan
Persembahan makanan merupakan tradisi yang dilakukan Etnis Tionghoa sejak dulu,
Yakni tradisi di mana persembahan makanan wajib diberikan dari hari pertama kematian hingga
hari ketujuh.Sampai ke 49 hari. Caranya mereka menyediakan berbagai jenis makanan dan
minuman seperti nasi, sayur, buah-buahan, dan kue yang dianggap biasanya dimakan oleh
anggota keluarga yang meninggal,persembahan diberikan dengan carameletakan makanan di
depan foto anggota keluarga yang meninggal, lengkap dengan api dupa untuk kelengkapan
dalam
memberikan
Upacara
memberikan
mempersilahkannya
persembahan
makanan
menyantap
kepada
makanan
kepada
orang
anggota
keluarga
yang
yang
yang
disediakananak
keluarga,Kemudian masing-masing melakukan doa untuk
meninggal.
meninggal serta
ataupun
anggota
memberikan makanan kepada
anggota keluarga yang sudah meninggal. Yaitu dengan cara memegang dupa yang telah berapi,
kemudian mengayun beberapa kali sambil mulut mereka berdoa dengan gaya yang khas,
meskipun di antara mereka beragama lain.
Bagi mereka tidak ada masalah melakukan upacara tersebut karena bagi mereka tujuannya
hanyalah melakukan bakti penghormatan pada orang tua mereka. Tradisi ini kata mereka akan
tetap dipertahankan karena memiliki nilai luhur dalam hal penghormatan pada orang tua yang
sudah melahirkan dan membesarkan mereka.
2.3 Landasan Teori
Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Tampa teori
hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan.
Teori merupakan rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian dalam ilmu pengetauan.
Adapun teori yang penulis gunakan adalah teori fungsionalisme dan teori semiotik.
2.3.1 Teori fungsionalisme
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Fungsionalisme.Tokoh terpenting dalam
teori fungsionalisme adalah Bronislaw Malinowski.
Menurut Malinoski fungsi dari suatu unsur
budaya adalah kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan dasar atau kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan
sekunder. Seperti kebutuhan manusia akan makan, menyebabkan munculnya unsur kebudayaan
yaitu berupa mata pencaharian hidup dan alat-alat produksi. Kebutuhan manusia akan keindahan
menyebabkan lahirnya sistem pengetahuan dalam masyarakat. Pada intinya setiap unsur
kebudayaan itu masih ada hingga saat ini karena masih berfungsi atau bermanfaat dalam
kehidupan masyarakat, (Koentjaraningrat 1980:171)
2.3.2 Teori Semiotik
Semiotik berasal dari Bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda tersebut
diangap mewakili sesuatu objek secara represntatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama
dengan istilah semiologi, (Endaswara 2003:64).
Dalam membahas makna persembahan makanan kepada orang meninggal bagi masyarakat
Tionghoa secara lebih mendetail, penulis menggunakan teori semiotik. Semiotik adalah model
penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut diangap mewakili suatu
objek secara representative.
Menurut Barthes (Kusumarini, 2006:26) denotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit,
langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda
dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak
pasti.
Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks
pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik
pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada
orang yang berbeda situasinya. Oleh karena itu, penulis juga mengunakan teori semiotik untuk
membahas makna persembahan makanan kepada orang meninggal bagi Masyarakat Tionghoa di
kota Medan.
Download