BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Signalling Theory Manajer sebagai orang yang menyampaikan informasi kepada para mempunyai informasi investor dan harus informasi yang disampaikan dapat berupa good news atau bad news. Terdapat beberapa contoh informasi seperti pembagian dividen yang rendah, keterlambatan dalam pengungkapan laporan keuangan, pergantian pimpinan dan melakukan merger (penggabungan antar perusahaan). Manajer secara sukarela memberikan informasi kepada investor untuk membantu pengambilan keputusan. Manajer melakukan peran ini karena memiliki keunggulan komparatif dalam penyebaran informasi. Menurut Wardjono (2010, 85) signalling theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. mengenai apa merealisasikan yang sudah keinginan perbedaan informasi Sinyal ini dilakukan oleh berupa informasi manajemen untuk pemilik. Informasi asimetris yaitu adanya yang dimiliki pelaku pasar ketika seseorang memperoleh informasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan orang lain. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetris yang terjadi. Menurut Walk et al. (2000) 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 dalam Wardjono (2010, 85) salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetris adalah dengan mernberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan mengurangi ketidakpastian. Menurut Susilowati dan Turyanto (2011, 21) signalling theory rnengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal tersebut berupa informasi rnengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun pihak yang berkepentingan. Sinyal yang diberikan dapat juga dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Menurut Wardjono (2010, 85) perusahaan harus rnemberikan informasi laporan keuangan terhadap pihak ekstemal karena adanya informasi asirnetris dimana perusahaan mengetahui informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak luar seperti investor dan kreditur. 2. Return Saham a. Pengertian Return Saham Return adalah tingkat pengembalian yang merupakan salah satu faktor yang memicu seorang investor untuk berinvestasi yang nantinya akan di nikmati oleh para investor. Return juga merupakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 imbalan yang diberikan oleh perusahaan untuk para investor dalam menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Dalam melakukan perhitungan return melibatkan harga saham. Menurut Wijaya (2008, 139) pada dasamya harga saham dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran saham. Untuk rnelakukan penilaian harga saham dengan baik maka diperlukan data operasional perusahaan seperti laporan keuangan yang telah diaudit, kinerja perusahaan di masa yang akan datang dan kondisi ekonomi. Menurut Susilowati dan Turyanto (2011, 23) return realisasi (realted return) merupakan return yang terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan berfungsi sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return histories juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) di masa datang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor di masa mendatang. b. Komponen Return Saham Beberapa komponen dalam Return Saham yaitu: 1. Current Income (keuntungan lancar) adalah keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat pembayaran yang bersifat periodik seperti pembayaran bunga deposito, bunga obligasi, dividen dan sebagainya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 2. Capital gain yaitu keuntungan yang diterima karena adanya selisih antara harga jual dan harga beli suatu instrumen investasi, yang berarti bahwa instrumen investasi harus diperdagangakan di pasar. Besarnya capital gain dilakukan dengan analisis return historis yang terjadi pada periode sebelumnya, sehingga dapat ditentukan besarnya tingkat kembalian yang diinginkan. Bila harga saham pada akhir periode lebih tinggi dari harga awalnya maka dikatakan investor memperoleh capital gain sedangkan bila yang terjadi sebaliknya maka investor dikatakan memperoleh capital loss. c. Jenis-jenis return saham dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Return Realisasi Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return histori ini juga berguna sebagai dasar penentu return ekspektasi (expected return) dan risiko dimasa datang. 2. Return Ekspektasi Return ekspektasi (expected return) merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 d. Perhitungan Return Saham Menurut Tandelilin (2010) return saham dirumuskan sebagai berikut: Rit = Keterangan: Rit = Return saham pada periode ke-t Pt = Harga saham periode pengamatan Pt-1 = Harga saham periode sebelum pengamatan 3. Faktor Fundamental a. Pengertian Faktor Fundamental Fundamental adalah faktor penentu (penyebab) terjadinya pergerakan harga. Secara harfiah fundamental merupakan suatu pernyataan atau kebenaran umum tentang suatu hal. Namun jika diterjemahkan ke dalam konteks forex, fundamental adalah kebenaran umum akan faktor-faktor global pada suatu negara atau wilayah yang dampaknya dapat mempengaruhi pergerakan harga mata uang, baik mata uang negaranya sendiri maupun negara lain. Analisis fundamental sangat berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan. Menurut (Darmadji dan Fakhrudin, 2006:189) “analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan, termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 perusahaan”. Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham. Secara umum terdapat dua pendekatan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisis dan menilai saham di pasar modal, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Faktor fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai perusahaan yang menitik beratkan pada datadata kunci dalam laporan keuangan perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara akurat (Yeye, 2011). Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan apakah nilai saham berada pada posisi underpriced atau overpriced. Saham dikatakan underpriced bilamana harga saham di pasar modal lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya (nilai intrinsik), dan harga saham dikatakan overpriced apabila harga saham di pasar modal lebih besar dari nilai intrinsiknya. Faktor fundamental adalah faktor yang mendominasi terciptanya sebuah trend pergerakan mata uang. Dibandingkan faktor teknikal, faktor fundamental lebih berpengaruh terhadap pergerakan harga secara keseluruhan karena memiliki unsur-unsur ekonomi di dalamnya. b. Unsur-unsur Faktor Fundamental Unsur-unsur ekonomi tersebut dikelompokan ke dalam kategori-kategori sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 1. Faktor Politik Keadaan politik suatu negara/wilayah dapat dijadikan sebagai salah satu referensi atau indikator dalam memprediksi pergerakan nilai tukar mata uang negara/wilayah tersebut. Keadaan politik seringkali mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah. Kebijakan tersebut pada nantinya akan sangat mempengaruhi keadaan pasar domestik. Kebijakan tersebut pula lah yang secara tidak langsung dapat menentukan masuk/keluarnya investor, baik lokal maupun asing, dari bursa/pasar negara yang bersangkutan. Namun, adakalanya keadaan politis tidak berdampak terhadap pergerakan nilai tukar suatu mata uang. 2. Faktor Keuangan Keadaan keuangan suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan fiskal yang ditetapkan pemerintahnya. Kebijakan moneter dan fiskal yang tidak tepat akan berdampak signifikan terhadap keadaan ekonomi dalam negeri. Misalnya, penetapan tingkat suku bunga (interest rate). Tingkat suku bunga suatu negara merupakan tolok ukur nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Tingkat suku bunga yang tinggi biasanya akan diikuti dengan penguatan nilai tukar mata uangnya. Dalam memperhitungkan dan menetapkan tingkat suku http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 bunga, pemerintah sudah menyertakan unsur atau variabel seperti tingkat inflasi di dalamnya. 3. Faktor Eksternal Faktor eksternal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai tukar mata uang suatu negara. Namun, ketika sudah memasuki era global, yang mana para investor, fund manager, dan hadge funds tidak lagi menaruh modalnya di satu negara saja melainkan meluas hingga ke berbagai negara, faktor ini menjadi sangat mempengaruhi negara/wilayah. keadaan Perubahan pasar keadaan domestik suatu ekonomi suatu negara/wilayah dapat membawa dampak yang beragam pada negara lain. Ini dikarenakan perputaran modal, perubahan arus kas, dan perpindahan portofolio yang dilakukan para investor tadi. Di samping itu, pada era global ini, tidak lagi mengenal batas-batas wilayah dalam melakukan investasi, sehingga seringkali keadaan ekonomi suatu negara/wilayah yang buruk berdampak pula pada negara/wilayah lain yang masih berada satu kawasan dengan negara tersebut. Hal ini dikenal dengan istilah dampak regional (regional impact). Dampak regional adalah dampak yang terjadi dikarenakan alokasi aset dan pemindahan portofolio yang dilakukan oleh para investor mancanegara sehingga membuat keadaan pasar negara yang bersangkutan bermasalah. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 4. Faktor Ekonomi Indikator ini merupakan indikator terpenting dalam analisis fundamental karena ini merupakan gambaran keseluruhan dari semua faktor fundamental yang ada. Semua faktor yang sudah disebutkan tadi akan tergambar ke dalam keadaan ekonomi suatu negara/wilayah. Selain itu, faktor ekonomi mengandung semua unsur penting dalam fundamental khususnya dari sektor ekonomi diantaranya pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat inflasi dan kurs valuta asing. Menurut Yunanto dan Medyawati (2009, 29) faktor fundamental sering digunakan untuk memprediksi harga saham adalah rasio keuangan. Rasio keuangan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: 3.1. Return on Asset (ROA) Return on asset adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aktiva, atau dapat dikatakan perbandingan antara laba bersih dengan total aset. Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dan semakin baik posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Begitu juga sebaliknya bila ROA kecil maka tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan akan kecil dan posisi perusahaan akan kurang baik. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 Menurut Mamduh Hanafi (2008:42) pengertian ROA adalah “mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.” Menurut Brigham dan Houston (2010:148) mengatakan bahwa ROA adalah “rasio laba bersih terhadap total aset mengukur pengembalian atas total aset.” Menurut Irham Fahmi (2012:98) “Return on asset sering juga disebut sebagai return on investment, karena ROA ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan dan investasi tersebut sebenarnya sama dengan aset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan.” Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa return on asset merupakan rasio yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan yang dilihat dari segi aset perusahaan tersebut. Menurut Brigham & Houston (2010:148) dapat dirumuskan sebagai berikut: ROA = Net Income After Tax x 100 Total Asset 3.2. Debt to Equity Ratio Debt to equity ratio merupakan suatu rasio yang mengukur http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 sejauhmana kemampuan perusahaan dalam menutupi besar hutang dengan modal sendiri. Debt to equity ratio adalah rasio perbandingan antara total hutang dengan total modal sendiri, Menurut Susilowati dan Turyano (2011, 20) debt to equity ratio memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang perusahaan dijamin oleh modal sendiri. Hasil perbandingan antara total hutang dengan total modal menunjukkan bahwa jika total hutang perusahaan semakin besar maka akan menghasilkan debt to equity ratio yang semakin besar juga. Hal ini disebabkan total hutang berbanding lurus dengan debt to equity ratio. Debt to equity ratio yang semakin rendah menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban dalam membayar hutang semakin meningkat begitu juga sebaliknya. Semakin tinggi debt to equity ratio menunjukkan semakin menurun kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dikarenakan adanya peningkatan hutang. Ketika terjadi peningkatan hutang secara absolute maka akan menurunkan tingkat solvabilitas perusahaan yang selanjutnya akan berdampak pada menurunnya nilai return saham perusahaan. Bertambah besarnya debt to equity ratio suatu perusahaan menunjukkan risiko distribusi laba suatu perusahaan akan sebagian besar digunakan untuk melunasi kewajiban perusahaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 sehingga laba yang tersisa untuk pemegang saham sernakin sedikit. Dengan semakin tingginya DER, maka akan menunjukkan semakin besarnya ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) sehingga tingkat resiko perusahaan semakin besar (Rio, 2013). Untuk itu, semakin tinggi DER maka akan menunjukkan komposisi total utang yang semakin besar dibandingkan dengan total modal sendiri sehingga akan meningkatkan tingkat resiko investor karena hal tersebut akan berdampak pada menurunnya harga saham (Rio, 2013). Menurut Brigham & Houston (2010:10) dapat dirumuskan sebagai berikut: DER = Total Debt Total Shareholder’s Equity 3.3. Book Value Menurut Harnzah dan Astuti (2007, 5) nilai buku adalah nilai yang dicatat saat terjadinya suatu transaksi penjualan saham yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Gitman dan Zutter (2012, 287): "Book value per share is simply the amount per share of common stock that would be received if all of the firm's assets were sold for their exact book (accounting) value and the proceeds remaining after paying all liabilities (includingpreferred stock) were divided among the common stockholders." Dalam Wulandari (2010, 4) book value per share menunjukkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 aktiva bersih yang dimiliki pemegang saham dengan merniliki satu lembar saharn. Nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi book value per share rnaka harapan terhadap nilai pasar saham juga tinggi sehingga dapat memprediksi return saham perusahaan. Menurut Gitman dan Zutter (2012, 287) book value per share dirumuskan sebagai berikut: BVS 4. Risiko Sistematis (Beta Saham) a. Pengertian Resiko Sistematis Menurut Andrianto (2010, 278) "Systematic risk is commonly measured by the stock fluctuation in the market and this is known as beta." Beta merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan seperti perubahan tingkat bunga, kurs valuta asing dan kebijakan pemerintah. Menurut Harahap dan Pasaribu (2007, 69) beta saham mengukur sensitivitas pengembalian saham dengan perubahan pengembalian dalam portofolio pasar. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 Menurut Wulandari (2009, 3) resiko saham disebut sebagai resiko sistematis dimana resiko tersebut berhubungan erat dengan perubahan harga saham kelompok tertentu yang disebabkan antisipasi investor terhadap perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan. Return dapat terjadi sebagai kemungkinan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return). Van Horne dan Wachowics (1992) dalam Natariasari (2009, 78) mendefinisikan risiko atau beta sebagai variabilitas return terhadap tingkat pengembalian yang dfharapkan (expected return). b. Jenis-jenis Resiko Sistematis Menurut Tandelilin (2010) resiko investasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Resiko sistematis merupakan resiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi atau dengan kata lain, resiko yang tidak dapat didiversifikasi. 2. Resiko tidak sistematis merupakan risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Resiko perusahaan lebih terkait pada perubahan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas. Dalam manajemen portofolio disebutkan bahwa resiko http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 perusahaan dapat diminimalkan dengan melakukan diversifikasi aset dalam suatu portofolio. Menurut Suharli (2005, 104) resiko sistematis atau resiko yang tidak dapat didiversifikasi (dihindarkan) disebut juga dengan resiko pasar. Resiko ini berkaitan dengan kondisi yang terjadi di pasar secara umum, misalnya perubahan dalam perekonomian secara makro, resiko tingkat bunga, resiko politik, resiko inflasi, resiko nilai tukar dan resiko pasar. Resiko ini mempengaruhi semua perusahaan dan karenanya tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi. Hampir semua investasi mengandung resiko karena investor tidak tahu dengan pasti hal apa yang akan diperoleh atas investasi yang dilakukannya. c. Perhitungan Resiko Sistematis Menurut Gitman (2012) resiko sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Ri = α + β Rm Keterangan: Rm = Return pasar Ri = Return saham α = Konstanta β = Beta saham http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 Untuk mencari return pasar menggunakan rumus berikut: IHSGt – IHSGt-1 Rm = IHSGt-1 Keterangan: IHSGt IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan pada periode ke-t = Indeks harga saham gabungan pada periode sebelum pengamatan 5. Dividend Yield a. Pengertian Dividen Yield Menurut Weygandt et al. (2011, 5 I 3) dividen adalah distribusi uang tunai atau saham yang dibagikan kepada para pemegang saham secara proporsional. Menurut Hirt (2006) dalam Margaretha dan Damayanti (2010, 153) dividend yield merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi return saharn. Menurut Margaretha dan Damayanti (2010, 153) kekuatan yang dapat diprediksi dividend yield berasal dari peranan kebijakan dividen dalam membagikan hasil return yang telah diperoleh perusahaan kepada para pemegang saham. Dividend yield juga menjelaskan return atas nilai indeks tertimbang pada masing-masing perusahaan. Menurut Lewelen (2004) dalam Margaretha dan Damayanti (2010, 152) dividend yield dapat memperkirakan return saham. Dividend yield sering digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 dalam membagikan hasil keuntungan atas pendapatan saham yang di pasar modal. Dividend yield yang tinggi lebih menjanjikan untuk memperoleh return saham yang besar karena pada saat market price per share lebih besar daripada nilai buku saham berarti tingkat return saham juga meningkat. Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dividen adalah pembagian keuntungan kepada pemegang saham yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimiliki. Apabila perusahaan penerbit mampu menghasilkan laba yang besar, maka terdapat kemungkinan dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham akan besar juga. Tidak ada yang membatasi penentuan besarnya dana yang dialokasikan untuk pembayaran dividen, namun hal ini tergantung pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menentukan apakah laba yang besar tersebut akan dialokasikan untuk pembayaran dividen atau sebagai saldo laba. b. Perhitungan Dividend Yield Dividend yield dirumuskan sebagai berikut: DY http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 6. Penelitian Terdahulu Yunanto dan Medyawati (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh return on asset, debt to equity ratio, book value per share dan beta terhadap return saham 14 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2001-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debt to equity ratio memiliki pengaruh terhadap return saham sedangkan return on asset, book value per share dan beta tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Natariasari (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh price to book value dan beta terhadap return saham di Bursa Efek Jakarta selama tahun 1999-2003. Hasil penelitian terhadap 12 perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun 1999-2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beta memiliki pengaruh terhadap return saham sedangkan price to book value tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Widyani Anik dan Dian Indriana T.L (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh ROA, EPS, Current Rasio, DER, dan inflasi terhadap return saham. Hasil dari penelitian tersebut adalah ROA, EPS dan Inflasi berpengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan CR dan DER tidak signifikan terhadap return saham. Yeye (2011) melakukan penelitian mengenai Reaksi signal rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap return saham. Hasilnya dari http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 penelitian tersebut adalah DER berpengaruh signifikan terhadap return saham variabel lainnya tidak ada pengaruh terhadap return saham Kumiasih dan Andriana (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh dividend yield dan price earning ratio terhadap return saham pada 13 sampel perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2004-2008 secara kuartalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dividend yield dan price earning ratio tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Susilowati dan Turyanto (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh faktor fundamental terhadap return saham pada 104 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debt to equity ratio memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan earning per share, net profit margin, return on asset dan return on equity tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. I Wayan Adi Suarjaya dan Henny Rahyuda (2013), mengenai pengaruh faktor fundamental terhadap return saham pada perusahaan makanan dan minuman di BEI. Hasil penelitian tersebut adalah DER dan EPS berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham. Kemudian, NPM dan PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan hasil penelitian terdahulu: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Tahun 2010 Peneliti Yunanto Medyawati Variabel Penelitian 1.danVariabel Independen: a. Return on asset b. Debt to equity ratio c. Book value per share d. Beta 2. 2010 Natariasari 1. Variabel Dependen: a. Return saham Variabel Independen: a. Price book value b. Beta Hasil Penelitian Debt to equity berpengaruh signifikan terhadap return saham. Return on asset, book value per share dan beta tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Price book value dan Beta berpengaruh signifikan terhadap return saham. 2. Variabel Dependen: a. Return saham 2010 Widyani Anik dan Dian Indriana T.L 1. Variabel Independen: a. Return on asset b. Earning per share c. Current Rasio d. Debt to equity ratio e. Inflasi 2. 2011 Yeye Variabel Dependen: a. Return saham 1. Variabel Independen: a. Signal rasio profitabilitas b. Rasio solvabilitas 2. 2011 Kumiasih Andriana Variabel Dependen: b. Return saham 1.danVariabel Independen: a. Dividend yield b. Price earning ratio 2. 2011 2013 Susilowati dan Turyanto 1. Variabel Dependen: a. Return saham Variabel Independen: a. Faktor fundamental 2. Variabel Dependen: a. Return saham I Wayan 1. Adi Suarjaya dan Henny 2. Rahyuda Variabel Independen: a. Faktor fundamental Variabel Dependen: a. Return saham Return on asset, earning per share dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap return saham. Current ratio dan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Debt to equity berpengaruh terhadap return saham sedangkan variable lainnya tidak berpengaruh terhadap return saham. Dividend yield dan Price earning ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap return saham. Earning per share, net profit margin, return on asset dan return on equity tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Debt to equity ratio dan earning per share berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham. Net profit margin dan price to book value bepengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 B. Rerangka Pemikiran 1. Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Return Saham Menurut Ang (1997), Return On Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan semua aktiva yang dimilikinya. ROA mengukur keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan profit dengan aset yang tersedia (Peter dan Robin, 2011). Profitabilitas yang tinggi merupakan suatu keberhasilan perusahaan dalam memperoleh laba berdasarkan aktivanya (Desi Arista, 2012). Dengan profitabilitas yang tinggi yang tercermin dalam rasio ROA, maka akan menimbulkan daya tarik investor untuk berinvestasi, hal tersebut akan membuat harga saham menjadi tinggi dan return saham juga akan meningkat. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian dari I.G.K.A Ulupui (2005) serta Amir Haghiri dan Soleyman Haghiri (2012) yang menunjukkan bahwa ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. 2. Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Return Saham. Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. DER merupakan perbandingan antara seluruh hutang perusahaan baik hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 dengan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan semakin besar total utang terhadap total ekuitasnya. Semakin besar DER juga akan menunjukkan komposisi total utang yang semakin besar dibandingkan dengan total modal sendiri sehingga akan meningkatkan tingkat resiko investor, karena hal tersebut akan berdampak pada menurunnya harga saham (Rio, 2013). Perusahaan dengan hutang yang tinggi akan memiliki resiko yang besar, bahkan perusahaan bisa mengalami kebangkrutan. Hal tersebut akan menyebabkan investor enggan menginvestasikan dananya dan menimbulkan penurunan harga saham, kemudian return saham juga akan turun. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Desi Arista (2012) yang menyatakan bahwa DER tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. 3. Pengaruh Book Value (BV) terhadap Return Saham. Nilai buku per lembar saham (book value per share) mengindikasikan jumlah ekuitas pemegang saham yang berkaitan dengan masing-masing lembar saham umum yang beredar (Munawir, 2002:265). Nilai buku berbeda dengan nilai pasar. Jika nilai buku merupakan nilai yang dicatat pada saat saham dijual oleh perusahaan, maka nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku asar. Nilai pasar ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa. (Jogiyanto, 2000:88) Nilai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 buku per lembar saham menunjukkan aktiva bersih (net assets) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham. 4. Pengaruh Resiko Sistematis terhadap Return Saham. Resiko sistematik berpengaruh signifikan negatif terhadap harga saham. Meningkatnya resiko sistematik suatu saham akan mengurangi minat investor. Resiko sistematik suatu saham ditunjukan oleh beta (β). Semakin besar beta maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang diharapkan. Dengan kata lain, semakin berisiko suatu investasi semakin rendah harga sahamnya (Roskrarina Setianingrum, 2009). Sehinggga apabila beta naik, maka investor mengharapkan return yang semakin tinggi untuk menutupi tambahan resiko yang ditanggung, atau sebaliknya jika beta turun maka tingkat pengembalian saham yang akan turun. 5. Pengaruh Risiko Dividen Yield terhadap Return Saham. Dividen Yield merupakan tingkat pengembalian kepada pemegang saham dari segi pembagian dividen tunai. Hasil dividen dihitung dengan membagi dividen tahunan per lembar saham biasa dengan harga pasar per saham pada tanggal tertentu. Tingginya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham. Dengan pengembalian dividen yang tinggi, para investor yakin prospek perusahaan di masa yang akan datang akan bagus. Selain itu, dengan perolehan dividen yang tinggi membuktikan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 bahwa kinerja perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan baik dan mampu menghadapi gejolak ekonomi. Dengan demikian jika dividen yang dibagikan tinggi maka akan berpengaruh terhadap return saham. Berdasarkan landasan teori, pengaruh antara variabel dan hasil penelitian sebelumnya maka untuk merumuskan hipotesis, berikut menyajikan rerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar: Return On Asset H1 Debt to Equity ., Book Value H2 H3 H4 Risiko Sistematis H5 Dividend Yield Gambar 2.1 Model Konseptual http://digilib.mercubuana.ac.id/ Return Saham 34 C. Hipotesis Menurut Sugiyono (2012 : 93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan kajian pustaka dan rerangka pemikiran, maka dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: H1 : Return on Asset berpengaruh terhadap return saham. H2 : Debt to Equity tidak berpengaruh terhadap return saham. H3 : Book Value berpengaruh terhadap return saham. H4 : Resiko sistematis berpengaruh terhadap return saham. H5 : Dividen Yield berpengaruh terhadap return saham. http://digilib.mercubuana.ac.id/