10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Signalling Theory
Manajer sebagai orang yang
menyampaikan informasi kepada para
mempunyai
informasi
investor dan
harus
informasi yang
disampaikan dapat berupa good news atau bad news. Terdapat beberapa
contoh informasi seperti pembagian dividen yang rendah, keterlambatan
dalam pengungkapan laporan keuangan, pergantian pimpinan dan
melakukan merger (penggabungan antar perusahaan). Manajer secara
sukarela memberikan informasi kepada investor untuk membantu
pengambilan keputusan. Manajer
melakukan
peran
ini
karena
memiliki keunggulan komparatif dalam penyebaran informasi.
Menurut Wardjono (2010, 85) signalling theory mengemukakan
tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal
kepada pengguna laporan keuangan.
mengenai
apa
merealisasikan
yang
sudah
keinginan
perbedaan informasi
Sinyal ini
dilakukan
oleh
berupa
informasi
manajemen
untuk
pemilik. Informasi asimetris yaitu adanya
yang dimiliki pelaku pasar ketika seseorang
memperoleh informasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan
orang lain. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan
mengurangi informasi asimetris yang terjadi. Menurut Walk et al. (2000)
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
dalam Wardjono (2010, 85) salah satu cara untuk mengurangi informasi
asimetris adalah dengan mernberikan sinyal pada pihak luar, salah
satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan mengurangi
ketidakpastian. Menurut Susilowati dan Turyanto (2011, 21) signalling
theory rnengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal tersebut
berupa informasi rnengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun
pihak yang berkepentingan. Sinyal yang diberikan dapat juga dilakukan
melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan,
laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan
keinginan pemilik atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain
yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada
perusahaan lain. Menurut Wardjono (2010, 85) perusahaan harus
rnemberikan informasi laporan keuangan terhadap pihak ekstemal karena
adanya informasi asirnetris dimana perusahaan mengetahui informasi
yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak luar seperti investor dan
kreditur.
2. Return Saham
a. Pengertian Return Saham
Return adalah tingkat pengembalian yang merupakan salah satu
faktor yang memicu seorang investor untuk berinvestasi yang
nantinya akan di nikmati oleh para investor. Return juga merupakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
imbalan yang diberikan oleh perusahaan untuk para investor dalam
menanggung
risiko
atas investasi yang dilakukannya. Dalam
melakukan perhitungan return melibatkan harga saham.
Menurut Wijaya (2008, 139) pada dasamya harga saham
dipengaruhi
oleh permintaan
dan penawaran
saham. Untuk
rnelakukan penilaian harga saham dengan baik maka diperlukan data
operasional perusahaan seperti laporan keuangan yang telah diaudit,
kinerja perusahaan di masa yang akan datang dan kondisi ekonomi.
Menurut Susilowati dan Turyanto (2011, 23) return realisasi
(realted return) merupakan return yang terjadi yang dihitung
berdasarkan data historis dan berfungsi sebagai salah satu pengukur
kinerja perusahaan. Return histories juga berguna sebagai dasar
penentuan return ekspektasi (expected return) di masa datang. Return
ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh
investor di masa mendatang.
b. Komponen Return Saham
Beberapa komponen dalam Return Saham yaitu:
1. Current Income (keuntungan lancar) adalah keuntungan yang
diperoleh melalui pembayaran yang bersifat pembayaran yang
bersifat periodik seperti pembayaran bunga deposito, bunga
obligasi, dividen dan sebagainya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
2. Capital gain yaitu keuntungan yang diterima karena adanya selisih
antara harga jual dan harga beli suatu instrumen investasi, yang
berarti bahwa instrumen investasi harus diperdagangakan di pasar.
Besarnya capital gain dilakukan dengan analisis return historis
yang terjadi pada periode sebelumnya, sehingga dapat ditentukan
besarnya tingkat kembalian yang diinginkan. Bila harga saham
pada akhir periode lebih tinggi dari harga awalnya maka
dikatakan investor memperoleh capital gain sedangkan bila yang
terjadi sebaliknya maka investor dikatakan memperoleh capital
loss.
c. Jenis-jenis return saham dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Return Realisasi
Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah
terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return
realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur
kinerja dari perusahaan. Return histori ini juga berguna sebagai
dasar penentu return ekspektasi (expected return) dan risiko dimasa
datang.
2. Return Ekspektasi
Return ekspektasi (expected return) merupakan return yang
diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang.
Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return
ekspektasi sifatnya belum terjadi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
d. Perhitungan Return Saham
Menurut Tandelilin (2010) return saham dirumuskan sebagai
berikut:
Rit =
Keterangan:
Rit
= Return saham pada periode ke-t
Pt
= Harga saham periode pengamatan
Pt-1 = Harga saham periode sebelum pengamatan
3. Faktor Fundamental
a. Pengertian Faktor Fundamental
Fundamental
adalah
faktor
penentu
(penyebab)
terjadinya
pergerakan harga. Secara harfiah fundamental merupakan suatu
pernyataan atau kebenaran umum tentang suatu hal. Namun jika
diterjemahkan ke dalam konteks forex, fundamental adalah kebenaran
umum akan faktor-faktor global pada suatu negara atau wilayah yang
dampaknya dapat mempengaruhi pergerakan harga mata uang, baik
mata uang negaranya sendiri maupun negara lain. Analisis fundamental
sangat berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan. Menurut
(Darmadji dan Fakhrudin, 2006:189) “analisis fundamental merupakan salah
satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati
berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu
perusahaan, termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
perusahaan”. Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis
yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi
nilai suatu saham.
Secara umum terdapat dua pendekatan yang sering digunakan oleh
investor untuk menganalisis dan menilai saham di pasar modal, yaitu
analisis fundamental dan analisis teknikal. Faktor fundamental adalah
studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan untuk
memperhitungkan nilai perusahaan yang menitik beratkan pada datadata
kunci
dalam
laporan
keuangan
perusahaan
untuk
memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara akurat
(Yeye, 2011).
Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan apakah nilai
saham berada pada posisi underpriced atau overpriced. Saham dikatakan
underpriced bilamana harga saham di pasar modal lebih kecil dari harga
wajar atau nilai yang seharusnya (nilai intrinsik), dan harga saham dikatakan
overpriced apabila harga saham di pasar modal lebih besar dari nilai
intrinsiknya.
Faktor fundamental adalah faktor yang mendominasi terciptanya
sebuah trend pergerakan mata uang. Dibandingkan faktor teknikal,
faktor fundamental lebih berpengaruh terhadap pergerakan harga
secara keseluruhan karena memiliki unsur-unsur ekonomi di dalamnya.
b. Unsur-unsur Faktor Fundamental
Unsur-unsur ekonomi
tersebut dikelompokan ke dalam
kategori-kategori sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
1.
Faktor Politik
Keadaan politik suatu negara/wilayah dapat dijadikan sebagai
salah satu referensi
atau indikator dalam memprediksi
pergerakan nilai tukar mata uang negara/wilayah tersebut.
Keadaan politik seringkali mempengaruhi kebijakan-kebijakan
yang dihasilkan oleh pemerintah. Kebijakan tersebut pada
nantinya akan sangat mempengaruhi keadaan pasar domestik.
Kebijakan tersebut pula lah yang secara tidak langsung dapat
menentukan masuk/keluarnya investor, baik lokal maupun asing,
dari bursa/pasar negara yang bersangkutan. Namun, adakalanya
keadaan politis tidak berdampak terhadap pergerakan nilai tukar
suatu mata uang.
2. Faktor Keuangan
Keadaan keuangan suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter dan fiskal yang ditetapkan pemerintahnya.
Kebijakan moneter dan fiskal yang tidak tepat akan berdampak
signifikan terhadap keadaan ekonomi dalam negeri. Misalnya,
penetapan tingkat suku bunga (interest rate). Tingkat suku
bunga suatu negara merupakan tolok ukur nilai tukar mata uang
negara yang bersangkutan. Tingkat suku bunga yang tinggi
biasanya akan diikuti dengan penguatan nilai tukar mata
uangnya. Dalam memperhitungkan dan menetapkan tingkat suku
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
bunga, pemerintah sudah menyertakan unsur atau variabel
seperti tingkat inflasi di dalamnya.
3. Faktor Eksternal
Faktor eksternal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai
tukar mata uang suatu negara. Namun, ketika sudah memasuki
era global, yang mana para investor, fund manager, dan hadge
funds tidak lagi menaruh modalnya di satu negara saja
melainkan meluas hingga ke berbagai negara, faktor ini menjadi
sangat
mempengaruhi
negara/wilayah.
keadaan
Perubahan
pasar
keadaan
domestik
suatu
ekonomi
suatu
negara/wilayah dapat membawa dampak yang beragam pada
negara lain. Ini dikarenakan perputaran modal, perubahan arus
kas, dan perpindahan portofolio yang dilakukan para investor
tadi. Di samping itu, pada era global ini, tidak lagi mengenal
batas-batas wilayah dalam melakukan investasi, sehingga
seringkali keadaan ekonomi suatu negara/wilayah yang buruk
berdampak pula pada negara/wilayah lain yang masih berada
satu kawasan dengan negara tersebut. Hal ini dikenal dengan
istilah dampak regional (regional impact). Dampak regional
adalah dampak yang terjadi dikarenakan alokasi aset dan
pemindahan portofolio yang dilakukan oleh para investor
mancanegara sehingga membuat keadaan pasar negara yang
bersangkutan bermasalah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
4. Faktor Ekonomi
Indikator ini merupakan indikator terpenting dalam analisis
fundamental karena ini merupakan gambaran keseluruhan dari
semua faktor fundamental yang ada. Semua faktor yang sudah
disebutkan tadi akan tergambar ke dalam keadaan ekonomi
suatu negara/wilayah. Selain itu, faktor ekonomi mengandung
semua unsur penting dalam fundamental khususnya dari sektor
ekonomi
diantaranya
pertumbuhan
ekonomi,
tingkat
pengangguran, tingkat inflasi dan kurs valuta asing.
Menurut Yunanto dan Medyawati (2009, 29) faktor fundamental
sering digunakan untuk memprediksi harga saham adalah rasio
keuangan. Rasio keuangan yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah:
3.1.
Return on Asset (ROA)
Return on asset adalah perbandingan antara laba sebelum pajak
dengan total aktiva, atau dapat dikatakan perbandingan antara laba
bersih dengan total aset. Semakin besar ROA semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dan semakin baik
posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Begitu juga
sebaliknya bila ROA kecil maka tingkat keuntungan yang dicapai
oleh perusahaan akan kecil dan posisi perusahaan akan kurang
baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Menurut Mamduh Hanafi (2008:42) pengertian ROA adalah
“mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat aset yang tertentu.”
Menurut Brigham dan Houston (2010:148) mengatakan bahwa
ROA adalah “rasio laba bersih terhadap total aset mengukur
pengembalian atas total aset.”
Menurut Irham Fahmi (2012:98) “Return on asset sering juga
disebut sebagai return on investment, karena ROA ini melihat sejauh
mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan
pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan dan
investasi tersebut sebenarnya sama dengan aset perusahaan yang
ditanamkan atau ditempatkan.”
Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa return on
asset merupakan rasio yang dapat mengukur kemampuan perusahaan
dalam memperoleh keuntungan yang dilihat dari segi aset
perusahaan tersebut. Menurut Brigham & Houston (2010:148) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
ROA
=
Net Income After Tax
x
100
Total Asset
3.2.
Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio merupakan suatu rasio yang mengukur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
sejauhmana kemampuan perusahaan dalam menutupi besar hutang
dengan modal sendiri. Debt to equity ratio adalah
rasio
perbandingan antara total hutang dengan total modal sendiri,
Menurut Susilowati dan Turyano (2011, 20) debt to equity
ratio memberikan jaminan
tentang
seberapa
besar hutang
perusahaan dijamin oleh modal sendiri.
Hasil perbandingan antara total hutang dengan total modal
menunjukkan bahwa jika total hutang perusahaan semakin besar
maka akan menghasilkan debt to equity ratio yang semakin besar
juga. Hal ini disebabkan total hutang berbanding lurus dengan
debt to equity ratio.
Debt to equity ratio yang semakin rendah menunjukkan bahwa
kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban dalam
membayar hutang semakin meningkat begitu juga sebaliknya.
Semakin tinggi debt to equity ratio menunjukkan semakin
menurun kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya
dikarenakan
adanya
peningkatan
hutang.
Ketika
terjadi
peningkatan hutang secara absolute maka akan menurunkan
tingkat solvabilitas perusahaan yang selanjutnya akan berdampak
pada menurunnya nilai return saham perusahaan.
Bertambah besarnya debt to equity ratio suatu perusahaan
menunjukkan risiko
distribusi laba suatu perusahaan akan
sebagian besar digunakan untuk melunasi kewajiban perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
sehingga laba yang tersisa untuk pemegang saham sernakin
sedikit. Dengan semakin tingginya DER, maka akan menunjukkan
semakin besarnya ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar
(kreditur) sehingga tingkat resiko perusahaan semakin besar (Rio,
2013). Untuk itu, semakin tinggi DER maka akan menunjukkan
komposisi total utang yang semakin besar dibandingkan dengan
total modal sendiri sehingga akan meningkatkan tingkat resiko
investor karena hal tersebut akan berdampak pada menurunnya
harga saham (Rio, 2013). Menurut Brigham & Houston (2010:10)
dapat dirumuskan sebagai berikut:
DER
=
Total Debt
Total Shareholder’s Equity
3.3.
Book Value
Menurut Harnzah dan Astuti (2007, 5) nilai buku adalah nilai
yang dicatat saat terjadinya suatu transaksi penjualan saham yang
dilakukan oleh perusahaan. Menurut Gitman dan Zutter (2012,
287):
"Book value per share is simply the amount per share of
common stock that would be received if all of the firm's
assets were sold for their exact book (accounting) value and
the proceeds remaining after paying all liabilities
(includingpreferred stock) were divided among the common
stockholders."
Dalam Wulandari (2010, 4) book value per share menunjukkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
aktiva bersih yang dimiliki pemegang saham dengan merniliki satu
lembar saharn. Nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas
dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi book
value per share rnaka harapan terhadap nilai pasar saham juga
tinggi sehingga dapat memprediksi return saham perusahaan.
Menurut Gitman dan Zutter (2012, 287) book value per share
dirumuskan sebagai berikut:
BVS
4. Risiko Sistematis (Beta Saham)
a. Pengertian Resiko Sistematis
Menurut Andrianto (2010, 278) "Systematic risk is commonly
measured by the stock fluctuation in the market and this is known
as beta." Beta merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan
dengan
melakukan
diversifikasi,
karena fluktuasi
risiko
ini
dipengaruhi faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar
secara keseluruhan seperti perubahan tingkat bunga, kurs valuta asing
dan kebijakan pemerintah.
Menurut Harahap dan Pasaribu (2007, 69) beta saham mengukur
sensitivitas pengembalian saham dengan perubahan pengembalian
dalam portofolio pasar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Menurut Wulandari (2009, 3) resiko saham disebut sebagai resiko
sistematis dimana resiko tersebut berhubungan erat dengan perubahan
harga saham kelompok tertentu yang disebabkan antisipasi investor
terhadap perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan. Return
dapat terjadi sebagai kemungkinan tingkat pengembalian yang
diharapkan (expected return). Van Horne dan Wachowics (1992)
dalam Natariasari (2009, 78) mendefinisikan risiko atau beta sebagai
variabilitas return terhadap tingkat pengembalian yang dfharapkan
(expected return).
b. Jenis-jenis Resiko Sistematis
Menurut Tandelilin (2010) resiko investasi dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu :
1. Resiko sistematis merupakan resiko yang berkaitan dengan
perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan
pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu
investasi atau dengan kata lain, resiko yang tidak dapat
didiversifikasi.
2. Resiko tidak sistematis merupakan risiko yang tidak terkait dengan
perubahan pasar secara keseluruhan. Resiko perusahaan lebih
terkait pada perubahan kondisi mikro perusahaan penerbit
sekuritas. Dalam manajemen portofolio disebutkan bahwa resiko
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
perusahaan dapat diminimalkan dengan melakukan diversifikasi
aset dalam suatu portofolio.
Menurut Suharli (2005, 104) resiko sistematis atau resiko
yang tidak dapat didiversifikasi (dihindarkan) disebut juga
dengan resiko pasar. Resiko ini berkaitan dengan kondisi yang
terjadi di pasar secara umum, misalnya perubahan dalam
perekonomian secara makro, resiko tingkat bunga, resiko politik,
resiko inflasi, resiko nilai tukar dan resiko pasar. Resiko ini
mempengaruhi semua perusahaan dan karenanya tidak bisa
dihilangkan
dengan diversifikasi. Hampir semua investasi
mengandung resiko karena investor tidak tahu dengan pasti
hal apa yang akan diperoleh atas investasi yang dilakukannya.
c. Perhitungan Resiko Sistematis
Menurut Gitman (2012) resiko sistematis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Ri
=
α + β Rm
Keterangan:
Rm = Return pasar
Ri = Return saham
α = Konstanta
β
= Beta saham
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Untuk mencari return pasar menggunakan rumus berikut:
IHSGt – IHSGt-1
Rm =
IHSGt-1
Keterangan:
IHSGt
IHSGt-1
= Indeks harga saham gabungan pada periode ke-t
= Indeks harga saham gabungan pada periode sebelum
pengamatan
5. Dividend Yield
a.
Pengertian Dividen Yield
Menurut Weygandt et al. (2011, 5 I 3) dividen adalah distribusi
uang tunai atau saham yang dibagikan kepada para pemegang saham
secara proporsional. Menurut Hirt (2006) dalam Margaretha dan
Damayanti (2010, 153) dividend yield merupakan salah satu indikator
yang dapat mempengaruhi return saharn.
Menurut Margaretha dan Damayanti (2010, 153) kekuatan yang
dapat diprediksi dividend yield berasal dari peranan kebijakan dividen
dalam membagikan hasil return yang telah diperoleh perusahaan
kepada para pemegang saham. Dividend yield juga menjelaskan
return atas nilai indeks tertimbang pada masing-masing perusahaan.
Menurut Lewelen (2004) dalam Margaretha dan Damayanti
(2010, 152) dividend yield dapat memperkirakan return saham.
Dividend yield sering digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
dalam membagikan hasil keuntungan atas pendapatan saham yang di
pasar modal. Dividend yield yang tinggi lebih menjanjikan untuk
memperoleh return saham yang besar karena pada saat market price
per share lebih besar daripada nilai buku saham berarti tingkat
return saham juga meningkat.
Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dividen
adalah pembagian keuntungan kepada pemegang saham yang
sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimiliki. Apabila
perusahaan penerbit mampu menghasilkan laba yang besar, maka
terdapat kemungkinan dividen yang dibayarkan kepada para
pemegang saham akan besar juga. Tidak ada yang membatasi
penentuan besarnya dana yang dialokasikan untuk pembayaran
dividen, namun hal ini tergantung pada keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang menentukan apakah laba yang besar
tersebut akan dialokasikan untuk pembayaran dividen atau sebagai
saldo laba.
b. Perhitungan Dividend Yield
Dividend yield dirumuskan sebagai berikut:
DY
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
6. Penelitian Terdahulu
Yunanto dan Medyawati (2010) melakukan penelitian mengenai
pengaruh return on asset, debt to equity ratio, book value per share dan
beta terhadap return saham 14 perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek
Jakarta selama tahun 2001-2006. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa debt to equity ratio memiliki pengaruh terhadap
return saham sedangkan return on asset, book value per share dan beta
tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.
Natariasari (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh
price to book value dan beta terhadap return saham di Bursa Efek
Jakarta selama tahun
1999-2003. Hasil penelitian terhadap 12
perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun
1999-2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beta memiliki
pengaruh terhadap return saham sedangkan price to book value tidak
memiliki pengaruh terhadap return saham.
Widyani Anik dan Dian Indriana T.L (2010) melakukan penelitian
mengenai pengaruh ROA, EPS, Current Rasio, DER, dan inflasi terhadap
return saham. Hasil dari penelitian tersebut adalah ROA, EPS dan Inflasi
berpengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan CR dan DER
tidak signifikan terhadap return saham.
Yeye (2011) melakukan penelitian mengenai Reaksi signal rasio
profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap return saham. Hasilnya dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
penelitian tersebut adalah DER berpengaruh signifikan terhadap return
saham variabel lainnya tidak ada pengaruh terhadap return saham
Kumiasih dan Andriana (2011) melakukan penelitian mengenai
pengaruh dividend yield
dan price
earning ratio terhadap return
saham pada 13 sampel perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama
tahun 2004-2008 secara kuartalan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dividend yield dan price earning ratio
tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.
Susilowati dan Turyanto (2011) melakukan penelitian mengenai
pengaruh faktor fundamental terhadap return saham pada
104
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
tahun 2006-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debt to equity
ratio memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan
earning per share, net profit margin, return on asset dan return on
equity tidak memiliki pengaruh terhadap return saham.
I Wayan Adi Suarjaya dan Henny Rahyuda (2013), mengenai
pengaruh faktor fundamental terhadap return saham pada perusahaan
makanan dan minuman di BEI. Hasil penelitian tersebut adalah DER dan
EPS berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham.
Kemudian, NPM dan PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap
return saham.
Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan hasil penelitian terdahulu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
Tahun
2010
Peneliti
Yunanto
Medyawati
Variabel Penelitian
1.danVariabel Independen:
a. Return on asset
b. Debt to equity ratio
c. Book value per share
d. Beta
2.
2010
Natariasari
1.
Variabel Dependen:
a. Return saham
Variabel Independen:
a. Price book value
b. Beta
Hasil Penelitian
Debt to equity berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
Return on asset, book value per share
dan beta tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
Price book value dan Beta berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
2. Variabel Dependen:
a. Return saham
2010
Widyani
Anik dan
Dian
Indriana
T.L
1.
Variabel Independen:
a. Return on asset
b. Earning per share
c. Current Rasio
d. Debt to equity ratio
e. Inflasi
2.
2011
Yeye
Variabel Dependen:
a. Return saham
1. Variabel Independen:
a. Signal rasio profitabilitas
b. Rasio solvabilitas
2.
2011
Kumiasih
Andriana
Variabel Dependen:
b. Return saham
1.danVariabel Independen:
a. Dividend yield
b. Price earning ratio
2.
2011
2013
Susilowati
dan
Turyanto
1.
Variabel Dependen:
a. Return saham
Variabel Independen:
a. Faktor fundamental
2. Variabel Dependen:
a. Return saham
I Wayan 1.
Adi
Suarjaya
dan Henny 2.
Rahyuda
Variabel Independen:
a. Faktor fundamental
Variabel Dependen:
a. Return saham
Return on asset, earning per share dan
inflasi berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
Current ratio dan debt to equity ratio
tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
Debt to equity berpengaruh terhadap
return saham sedangkan variable
lainnya tidak berpengaruh terhadap
return saham.
Dividend yield dan Price earning ratio
tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
Debt to equity ratio berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
Earning per share, net profit margin,
return on asset dan return on equity
tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
Debt to equity ratio dan earning per
share berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap return saham.
Net profit margin dan price to book
value bepengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
B. Rerangka Pemikiran
1. Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Return Saham
Menurut Ang (1997), Return On Assets (ROA) merupakan salah
satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas
perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan semua
aktiva yang dimilikinya. ROA mengukur keseluruhan keefektifan
manajemen dalam menghasilkan profit dengan aset yang tersedia (Peter
dan Robin, 2011). Profitabilitas yang tinggi merupakan suatu keberhasilan
perusahaan dalam memperoleh laba berdasarkan aktivanya (Desi Arista,
2012). Dengan profitabilitas yang tinggi yang tercermin dalam rasio ROA,
maka akan menimbulkan daya tarik investor untuk berinvestasi, hal
tersebut akan membuat harga saham menjadi tinggi dan return saham juga
akan meningkat.
Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian dari I.G.K.A Ulupui
(2005) serta Amir Haghiri dan Soleyman Haghiri (2012) yang
menunjukkan bahwa ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham.
2. Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Return Saham.
Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk mengukur tingkat
leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholders equity yang
dimiliki perusahaan. DER merupakan perbandingan antara seluruh hutang
perusahaan baik hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
dengan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER
menunjukkan semakin besar total utang terhadap total ekuitasnya. Semakin
besar DER juga akan menunjukkan komposisi total utang yang semakin
besar
dibandingkan
dengan
total
modal
sendiri
sehingga
akan
meningkatkan tingkat resiko investor, karena hal tersebut akan berdampak
pada menurunnya harga saham (Rio, 2013).
Perusahaan dengan hutang yang tinggi akan memiliki resiko yang
besar, bahkan perusahaan bisa mengalami kebangkrutan. Hal tersebut akan
menyebabkan
investor
enggan
menginvestasikan
dananya
dan
menimbulkan penurunan harga saham, kemudian return saham juga akan
turun. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan
oleh Desi Arista (2012) yang menyatakan bahwa DER tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
3. Pengaruh Book Value (BV) terhadap Return Saham.
Nilai
buku
per
lembar
saham
(book
value
per
share)
mengindikasikan jumlah ekuitas pemegang saham yang berkaitan dengan
masing-masing lembar saham umum yang beredar (Munawir, 2002:265).
Nilai buku berbeda dengan nilai pasar. Jika nilai buku merupakan
nilai yang dicatat pada saat saham dijual oleh perusahaan, maka nilai pasar
adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang
ditentukan oleh pelaku asar. Nilai pasar ini ditentukan oleh permintaan dan
penawaran saham bersangkutan di pasar bursa. (Jogiyanto, 2000:88) Nilai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
buku per lembar saham menunjukkan aktiva bersih (net assets) yang
dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham.
Karena aktiva bersih adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham.
4. Pengaruh Resiko Sistematis terhadap Return Saham.
Resiko sistematik berpengaruh signifikan negatif terhadap harga
saham. Meningkatnya resiko sistematik suatu saham akan mengurangi
minat investor. Resiko sistematik suatu saham ditunjukan oleh beta (β).
Semakin besar beta maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang
diharapkan. Dengan kata lain, semakin berisiko suatu investasi semakin
rendah harga sahamnya (Roskrarina Setianingrum, 2009). Sehinggga
apabila beta naik, maka investor mengharapkan return yang semakin tinggi
untuk menutupi tambahan resiko yang ditanggung, atau sebaliknya jika
beta turun maka tingkat pengembalian saham yang akan turun.
5. Pengaruh Risiko Dividen Yield terhadap Return Saham.
Dividen Yield merupakan tingkat pengembalian kepada pemegang
saham dari segi pembagian dividen tunai. Hasil dividen dihitung dengan
membagi dividen tahunan per lembar saham biasa dengan harga pasar per
saham pada tanggal tertentu. Tingginya dividen yang dibayarkan akan
mempengaruhi harga saham. Dengan pengembalian dividen yang tinggi,
para investor yakin prospek perusahaan di masa yang akan datang akan
bagus. Selain itu, dengan perolehan dividen yang tinggi membuktikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
bahwa kinerja perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan baik dan
mampu menghadapi gejolak ekonomi. Dengan demikian jika dividen yang
dibagikan tinggi maka akan berpengaruh terhadap return saham.
Berdasarkan landasan teori, pengaruh antara variabel dan hasil
penelitian sebelumnya maka untuk merumuskan hipotesis, berikut
menyajikan rerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian
pada gambar:
Return On Asset
H1
Debt to Equity
.,
Book Value
H2
H3
H4
Risiko Sistematis
H5
Dividend Yield
Gambar 2.1
Model Konseptual
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Return Saham
34
C. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2012 : 93) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah
penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Berdasarkan kajian pustaka dan rerangka pemikiran, maka
dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Return on Asset berpengaruh terhadap return saham.
H2 : Debt to Equity tidak berpengaruh terhadap return saham.
H3 : Book Value berpengaruh terhadap return saham.
H4 : Resiko sistematis berpengaruh terhadap return saham.
H5 : Dividen Yield berpengaruh terhadap return saham.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download