Pengaruh Dosis dan Lama Waktu Perendaman

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu aspek peningkatan produktivitas budidaya udang adalah dengan
memanfaatkan sifat biologis udang windu betina, yang cendemng tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan yang jantan. Menurut Primavera (1989), dalam kelompok umur
yang sama, udang windu betina umumnya tumbuh lebih besar dibandingkan dengan
jantan. Menurut Yamazaki (1983) dan Sumantadinata (1997), jenis kelamin jantan
dan betina pada ikan memiliki perbedaan dalam pertumbuhan saat mencapai dewasa
dan ukuran maksimum individu. Diduga udang windu pun memiliki sifat biologis
yang sama dengan ikan. Oleh karena itu berdasarkan sifat biologis tersebut maka
pemeliharaan udang windu yang bejenis kelamin betina akan menguntungkan.
Pada ikan tilapia produksi secara mortoseks dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu menggunakan hormon steroid (estrogen dan androgen) untuk
mempengaruhi proses diferensiasi kelamin secara langsung serta menggunakan
rekayasa kromosom (Donaldson dan Benfey, 1987). Secara genetik, jenis kelamin
suatu individu ditentukan oleh kromosom kelamin. Namun secara fisiologis jenis
kelamin tersebut dapat diarahkan dengan menggunakan hormon steroid (Yamazaki,
1983). Hal ini dimungkinkan karena menurut Carman, Sastrawibawa dan Alimudin
(1998), pada ikan terdapat fase diferensiasi kelamin yaitu pada saat awal
pembentukan zigot hingga larva yang pembentukan jenis kelaminnya masih labil.
Sedangkan Edward ddam Malecha et al. (1992) menduga bahwa jaringan gonad
pada udang galah (Macrobrachium rosenbergii) yang belum terdiferensiasi masih
labil untuk jangka pendek, tetapi perkembangannya akan meningkat sejalan dengan
umur seperti pada vertebrata. Menurut Strussmann, Takashima dan Toda (1996),
perlakuan hormonal h m s dilaksanakan pada periode labil yaitu sebelum gonad
berdiferensiasi, karena periode ini sensitif terhadap perlakuan hormon. Sedangkan
menurut Piferrer (2001), sensiti-itas hormon steroid terhadap perkembangan
diferensiasi seks sangat tergantung pada fase perkembangan gonad yang tejadi.
Dalam ha1 ini puncak sensitivitasnya tejadi setelah fase pembelahan sel jaringan
gonad atau sebelum jaringan gonad terdiierensiasi. Fenomena ini menurut Carman et
nl. (1998), karena hngsi kromosom kelamin dalam menentukan jenis kelamin belum
aktif
Pada ikan, hormon yang digunakan untuk mengarahkan diferensiasi
kelamin terbagi atas dua kelompok, yaitu hormon androgen yang digunakan untuk
mengarahkan diferensiasi menjadi kelamin jantan dan hormon estrogen yang
digunakan untuk mengarahkan diferensiasi kelamin menjadi betina. Keberhasilan
penggunaan hormon untuk proses pengarahan diferensiasi kelamin bergantung
kepada beberapa faktor yaitu jenis hormon, dosis yang digunakan, serta cara dan
lama penggunaan, jenis dan umur spesies serta faktor lingkungan terutama suhu
air media (Hunter dan Donaldson, 1983). Dalam mengubah fenotipe jenis
kelamin, dosis hormon dan lama waktu perendaman yang optimum perlu
diketahui untuk mendapatkan betina monoseks yang maksimal dan mengurangi
penyimpangan yaitu terjadinya individu hermaprodit dan individu steril
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis dan lama waktu perendaman
hormon 17a-estradiol pada stadia nauplius udang windu terhadap keberhasilan
perubahan jenis kelamin dari jantan menjadi betina.
Kegnnaan Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
(1) Sebagai landasan dalam mewujudkan produksi masal benih udang windu berjenis
kelamin betina.
(2) Diharapkan dapat memberikan andil yang nyata bagi usaha pembenihan dan
pembesaran udang windu.
Hipotesis
Apabila dosis dan lama waktu perendaman nauplius dalam larutan hormon
17p-estradiol optimal, maka proses pengarahan diferensiasi kelamin berlangsung
efisien. sehingga didapatkan nisbah kelamin betina fungsional yang optimal.
Download