5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kulit Pisang

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kulit Pisang Raja Nangka
Pisang raja nangka merupakan jenis pisang komersial dan hanya
berbobot 150 – 180 gram per buah (Lestari dan Susanto, 2015). Pisang
raja nangka ini merupakan pisang yang berasal dari provinsi Yogyakarta.
Pisang raja nangka termasuk ke dalam pisang buah golongan tiga, yaitu
pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah
terlebih dahulu (Satuhu dan Supriyadi, 1993).
Pisang raja nangka memiliki ciri-ciri, yaitu bentuk buah dan
ukurannya agak panjang yaitu sekitar 15 cm. Kulit buah agak tebal dan
berwarna hijau walaupun sudah matang, namun pada buah yang sangat
matang kulit buahnya berwarna hijau-kekuningan. Daging buah dari
pisang raja nangka berwarna kuning-kemerahan dan memiliki rasa manis
agak asam serta beraroma harum. Dalam satu tandan biasanya terdapat 78 sisir dengan berat per tandan 11-14 kg (Cahyono, 1995).
Kulit pisang mengandung 40% dari berat buah dan kaya akan
karbohidrat, protein dan mineral (Barman, 2014). Bobot kulit pisang
mencapai 40% dari buahnya. Dengan demikian kulit pisang menghasilkan
limbah dengan volume yang besar. Kulit pisang raja mengandung 59%
pektin (Hanum, 2012). Sementara itu menurut Safitri (2015), kulit pisang
raja nangka mengandung kadar pektin sebesar 68,47%. Kulit pisang
merupakan sumber dari lignin (6-12%), pektin (10-21%) dan asam
galakturonat (Mohapatra, 2010). Durairajan and Sankari (2014)
mengatakan bahwa kulit pisang merupakan substrat terbaik dalam
memproduksi enzim poligalakturonase (EC 3.2.1.15) jika dibandingkan
dengan substrat dari kulit jeruk dan kulit nanas.
Kulit pisang dengan tingkat kematangan 1 mempunyai rendemen
pektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematangan 6.
5
6
Rendemen kulit pisang dengan tingkat kematangan 1 yaitu sebesar 8,42%
berbeda signifikan dengan rendemen kulit pisang dengan tingkat
kematangan 6 yaitu 7,09% (Akili et al., 2012). Tingkat kematangan pada
kulit pisang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tingkat Kematangan Kulit Pisang
2. Enzim Pektinase
Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan
mengatur perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologi. Zat ini
dihasilkan oleh organ-organ hewan dan tanaman, yang secara katalitik
menjalankan reaksi. Enzim merupakan suatu protein yang bermolekul
besar yang mengikat zat lain yang bukan protein (Sumardjo, 2008).
Pektinase merupakan enzim yang mendegradasi zat pektin dan
merupakan kebutuhan yang sangat baik dalam industri pangan.
Dilaporkan bahwa jumlah mikroba pektinase sebesar 25% dari penjualan
7
enzim pangan secara global (Ruiz et al., 2012). Pektinase atau enzim
pektinolitik merupakan salah satu enzim yang banyak digunakan dalam
sektor komersial, terutama digunakan sebagai biokatalis pada proses
penghancuran buah dan penjernihan sari buah. Pektinase merupakan
enzim yang memecah pektin, suatu substrat polisakarida yang diperoleh
dari dinding sel tumbuhan (Mufarrikha, 2014). Terdapat tiga jenis
pektinase, yaitu pektin metil esterase, pektin liase, dan poligalakturonase
(Paudel et al., 2015).
a.
Pektin metil esterase (PME)
Pektin metil esterase atau pektinesterase (EC 3.1.1.11)
mengkatalis deesterifikasi dari metoksil pada kelompok pektin yang
membentuk asam pektin dan methanol. Enzim PME bekerja spesifik
pada kelompok metil ester pada bagian galakturonat sampai bagian
galakturonat non-esterifikasi. PME diklasifikasikan ke dalam
keluarga karbohirat esterase 8 (Pedrolli et al., 2009).
b.
Pektin liase (PL)
Pektin liase mengkatalis pembelahan pektin secara acak, lebih
menyukai
pada
pektin
esterifikasi
tinggi,
memproduksi
metiloligogalakturonase tidak jenuh melalui transeliminasi dari
rantai glikosidik (Jayani et al., 2005). Semua pektin liase
dideskripsikan sebagai endo-PLs (EC 4.2.2.10) (Sinitsyna et al.,
2007). Semua kelompok liase diklasifikasikan kedalam keluarga
polisakaridaliase 1. Liase dari fungi menunjukkan aktifitas optimum
di media asam dan netral, sementara itu apabila menggunakan
bakteri
maka
akan
lebih
aktif
pada
media
alkali
(Pedrolli et al., 2009).
c.
Poligalakturonase (PG)
Poligalakturonase termasuk enzim hidrolase yang dapat
berperan sebagai endo atau ekso. Endo-PG (EC 3.2.1.15) berperan
mengkatalis substrat secara acak, sedangkan ekso-PG (EC 3.2.1.67)
mengkatalis pembelahan hidrolitik substrat nonreducing end pada
8
produksi monogalakturonat atau digalakturonat dalam beberapa
kasus (Kashyap et al., 2001). Hidrolase diproduksi oleh fungi,
menjadi lebih aktif pada media asam maupun netral di temperatur
antara 40 oC dan 60 oC (Pedrolli et al., 2009).
Ketiga jenis pektinase tersebut terbagi berdasarkan potongan-potongan
pada struktur dari pektinase seperti pada Gambar 2.2.
Keterangan : (a) R = H untuk Poligalakturonase (PG) dan CH 3 untuk
Polimetilgalakturonase (PMG); (b) Pektinesterase (PE); (c) R = H
untuk Pektat Liase (PGL) dan CH3 untuk Pektin Liase (PL)
Gambar 2.2 Tipe pektinase berdasarkan titik pemotongannya
(Pedrolli et al., 2009)
3. Enzim Poligalakturonase
Enzim
PG
atau
poli-α-1,4-galakturonida
glikano-hidrolase
(EC 3.2.1.15) menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik antar unit-unit asam
galakturonat
yang
berdekatan
dengan
gugus
karboksilat
bebas
(Fennema, 1996). Ini menyebabkan pektin mengalami depolimerisasi dan
terjadi
penurunan
kekuatan
tekstur
atau
viskositas
larutan
(Putra dkk., 2007). Adanya gugus karboksilat bebas yang terbentuk oleh
9
aktivitas enzim PME pada substrat pektin juga akan meningkatkan
aktivitas enzim PG (Putra dkk., 2007)
Poligalakturonase dapat bertindak sebagai endo ataupun ekso. Enzim
yang berperan sebagai endo mampu mengkatalis ikatan hidrolisis pada
bagian dalam rantai polisakarida (Kongruang and Penner, 2003).
Berdasarkan dari tipe substrat (seperti pektin, poligalakturonat, atau
polimetilgalakturonat) dan cara perlakuan (aktivitas endo atau ekso),
aktivitas poligalakturonase dapat diklasifikasikan, dan oleh karena itu
ditampilkan dalam unit yang berbeda, apakah berdasarkan pada
penurunan viskositas pada reaksi campuran atau oleh pelepasan pada
pengurangan gugus selama proses reaksi enzimatis. Poligalakturonase
secara alami terdapat pada tumbuhan dan diproduksi oleh beberapa
mikroorganisme (Deshmukh et al., 2012).
Hasil katalis hidrolisa dari poligalakturonase asam poligalakturonat
yang memproduksi D-galakturonat diklasifikasikan ke dalam 28 anggota
glikosil-hidrolisis (Pedrolli et al., 2009). Poligakturonase digunakan
dalam bidang makanan, biofuel, dan industri tekstil dikarenakan sifat
thermostable pada poligakturonase yang mampu bertahan hingga suhu
50-60 oC. Poligakturonase merupakan enzim paling banyak digunakan
pada industri makanan (Wang et al., 2015).
4. Fermentasi
a. Fermentasi Cair
Fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui
katabolisme senyawa organik. Sementara itu dalam dunia pangan,
fermentasi diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah bahan
dasar
menjadi
suatu
produk
oleh
massa
sel
mikrobia
(Sardjono dan Wibowo 1999).
Fermentasi cair (submerged fermentation) merupakan metode
yang
menguntungkan
dan
komersial
dalam
produksi
enzim
(Hashemi et al., 2012). Fermentasi cair memiliki beberapa kelebihan,
10
yaitu jenis dan konsentrasi komponen-komponen medium dapat diatur
sesuai dengan yang diinginkan, dapat memberikan kondisi yang
optimum untuk pertumbuhan, dan pemakaian medium lebih efisien.
Kondisi yang optimum pada proses fermentasi tergantung pada jenis
mikroorganismenya. Pengendalian faktor-faktor fermentasi berguna
untuk menciptakan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan
mikroba (Rahman, 1992).
b. Sumber Karbon
Sumber karbon yang digunakan dalam proses fermentasi pada
penelitian ini adalah glukosa, galaktosa, dan laktosa.
1) Glukosa
Glukosa merupakan suatu aldoheksosa dan sering disebut
dektrosa. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu
lebah. Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara
karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil
daun yang disebut dengan fotosintesis (Poedjiadi, 1994). Rantai
karbon untuk glukosa terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Rumus Struktur D-glukosa
Glukosa sebagai sumber karbon, akan diubah menjadi
biomassa oleh mikroorganisme pada proses fermentasi. Glukosa
akan diubah oleh mikroorganisme menjadi produk fermentasi
berupa biomassa dan senyawa-senyawa organik. Sebanyak 55-
11
70% konsumsi mikroba yang diubah menjadi etanol, CO2, dan
senyawa
organik
lainnya
(Pramudyanti
dkk,
2004).
Kumar et al. (2012) menyebutkan bahwa dengan penambahan
glukosa dapat meningkatkan aktivitas enzim poligalakturonase
menjadi 2,4 U/ml. Dalam penelitian Siddiqui, et al. (2013) mampu
menghasilkan aktivitas enzim poligalakturonase sebesar 26,78
U/ml dengan penambahan glukosa pada media fermentasi.
2) Galaktosa
Galaktosa merupakan monosakarida yang jarang terdapat
bebas di alam. Galaktosa akan berikatan dengan glukosa yang
terdapat dalam bentuk laktosa yang biasanya terdapat pada susu.
Galaktosa bersifat kurang larut dalam air (Poedjiadi, 1994).
Penambahan
galaktosa
pada
media
fermentasi
mampu
menghasilkan aktivitas enzim poligalakturonase sebesar 31,29
U/ml (Siddiqui et al., 2013). Gambar 2.4 menunjukkan struktur
rantai karbon dari D-galaktosa.
Gambar 2.4 Rumus Struktur D-galaktosa (Poedjiadi, 1994)
3) Laktosa
Laktosa atau gula susu merupakan gula utama yang ada di
dalam susu sapi dan susu ibu. Laktosa terdiri dari satu unit Ggalaktosa yang digabungkan dengan mata rantai beta ke posisi 4
dari α- atau β-D-glukosa. Di dalam tubuh, laktosa di hidrolisa
dengan enzim menjadi D-glukosa dan D-galaktosa yang nantinya
12
galaktosa akan diubah menjadi glukosa yang digunakan oleh
tubuh (Fessenden dan Joan, 1997). Struktur dari laktosa dapat
dilihat
pada
Gambar
2.5.
Penelitian
yang
dilakukan
Kumar et al. (2012) menyebutkan bahwa dengan penambahan
laktosa, dapat meningkatkan aktivitas enzim poligalakturonase
menjadi 2,8 U/ml.
Gambar 2.5 Rumus Bangun Laktosa
c. Pektin
Pektin merupakan salah satu struktur yang sangat penting dalam
pembentukan dinding sel polisakarida pada hampir semua jenis
tanaman. Pektin merupakan sepertiga dari makro molekul pada
dinding sel primer dan banyak terdapat pada lamella tengah, dimana
pektin bertindak sebagai bahan perekat untuk mengikat antar batas sel
(Palanivelu, 2006). Komposisi dan struktur pektin sampai saat ini
belum dapat dimengerti meskipun pektin telah ditemukan sejak 200
tahun
yang
lalu.
Struktur
pektin
sangat
sulit
untuk
diuraikan karena pektin dapat berubah selama proses isolasi
(Novosel’skaya et al., 2000).
Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk
suatu rantai molekul panjang. Pektin yang digunakan dalam makanan
merupakan polimer yang tersusun atas kurang lebih 65% unit asam
galakturonat (IPPA, 2002). Selain asam D-galakturonat sebagai
komponen utama, pektin juga memiliki D-galaktosa, L-arabinosa, dan
L-rhamnosa dalam jumlah yang bervariasi. Komposisi kimia pektin
13
sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai
dalam isolasinya (Willats et al, 2006).
Gambar 2.6 Rantai Molekul Pektin (Sriamornsak, 1998)
5. Produksi Enzim dengan Low-Cost Medium
Selama beberapa waktu, enzim merupakan bahan yang dianggap tidak
stabil, memiliki harga yang mahal, dan hanya digunakan sebagai katalis
pada proses kimia sintetis. Dengan kemajuan teknologi pada saat ini,
enzim dapat diproduksi dengan biaya yang murah (Schreier, 1997). Media
produksi enzim dengan biaya murah (low cost medium fermentation)
dapat menurunkan biaya produksi enzim yang biasanya menghabiskan
30-40% dari biaya produksi untuk media (Haddar et al., 2010). Bahanbahan dari limbah pertanian dan bahan alami yang dapat digunakan
sebagai media tumbuh bagi mikroorganisme dapat dijadikan media
alternatif
untuk
produksi
enzim
dengan
biaya
yang
murah
(Macedo et al., 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi enzim
seperti sumber karbon dan nitrogen serta konsentrasi substrat merupakan
media yang sangat menarik untuk dibahas dan diteliti oleh industri
terutama untuk metode media produksi enzim yang murah (low-cost
medium) (Juwon and Emmanuel, 2012).
14
6. Produksi Enzim Oleh Mikroorganisme
Produksi
enzim
dapat
diambil
dari
mikroorganisme,
yang
dikembangkan lebih luas karena memiliki kelebihan dibandingkan sumber
lainnya. Kelebihan penggunaan mikroorganisme sebagai sumber produksi
enzim diantaranya adalah produksi enzimnya tidak membutuhkan ruang
yang besar, sel-sel mikroorganisme lebih mudah diternakkan dalam
lingkungan yang telah terkontrol dan waktu pengembangbiakan sel
mikroorganisme relatif lebih singkat sehingga produksi enzim lebih cepat
(Anggraini dkk, 2012).
Enzim
dapat
diproduksi
oleh
bakteri,
yeast
dan
kapang
(Barman, 2014). Produksi enzim dari mikroba mempunyai ciri dimana
mikroba tersebut sengaja ditumbuhkan. Teknologi penumbuhan dan
faktor lingkungan yang memproduksi enzim harus betul-betul dikuasai
juga pengetahuan akan kebutuhan nutrien, formulasi media, pH, suhu,
kemungkinan adanya penghambatan, penambahan senyawa pemacu dan
faktor-faktor lain yang spesifik bagi mikroba dalam meningkatkan
produksi enzim (Rosyana, 1995).
Bakteri,
yeast
dan
kapang
pektinolitik
penghasil
enzim
poligalakturonase antara lain Bacillus sp. NT-33, Penicillium frequentans,
Sclerotium rolfsii, Saccharomyces cerevisiae, Kluyveromyces marxianus
(Sieiro et al., 2012). Poligalakturonase dapat diproduksi dari Candida,
Aspergillus niger, Streptomyces, Aspergillus carbonarius dengan substrat
kulit gandum, Fusarium moniliforme dengan substrat pulp jeruk,
Penicillium viridicatum dengan substrat ampas jeruk dan kulit gandum,
Thermoascus auriantacus, Lentinus edodes dari ampas stroberi,
Moniliella sp. dengan substrat ampas tebu. Aspergillus awamori dengan
substrat ampas buah anggur, Chaetomium sp, Aspergillus japonicus
dengan substrat pektin dan glukosa. Candida utilis dengan substrat ampas
apel, Penicillium occitanis dengan substrat citrus pektin, Aspergillus
oryzae, Penicillium dierckxii dengan substrat pektin gula bit. Trichoderma
15
reesei, Penicillium griseoroseum, Sporotrichum thermophile dengan
substrat kulit jeruk (Torres et al., 2006).
Strain bakteri dinilai lebih mudah dalam proses fermentasi dan
penerapan
teknik
perbaikan
strain
atau
teknik
meningkatkan hasil produksi enzim dibandingkan
modern
untuk
dengan fungi
(Kumar and Sharma, 2012). Pemilihan sumber mikroorganisme untuk
produksi poligalakturonase tergantung pada beberapa sisi, seperti jenis
kultur media (solid-state atau submerged), jumlah dan jenis pektinase
yang diproduksi, pH dan stabilitas termal enzim, dan karakteristik genotip
dari strain (Favela-Torres et al., 2006).
Isolat bakteri pektinolitik AR2 merupakan isolat bakteri yang telah
diisolasi dari sampah sayur pada suhu inkubasi 55°C dengan karakteristik
isolat AR2 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Isolat AR2 terdeteksi
menghasilkan enzim kasar poligalakturonase dengan aktivitas enzim kasar
tertinggi diantara 13 isolat bakteri pektinolitik lainnya yakni sebesar 0,123
U/ml. Setelah tahap dialisis, enzim poligalakturonase memiliki aktivitas
sebesar 0,209 U/ml dengan karakteristik antara lain memiliki kestabilan
pH 4-7 dan optimum pada pH 6, kestabilan suhu 50-60°C dan optimum
pada suhu 60°C, nilai KM sebesar 0,0959 (mg/ml), Vmax 0,0203 (U/ml)
(Kalistyatika, 2014).
16
Tabel 2.1 Karakterisasi Morfologi Sel, dan Koloni Serta Uji Katalase
Karakterisasi Morfologi Sel
Batang
Bentuk Sel
Rantai
Koloni
0,5
Ukuran Sel (cm)
Gram
Isolat AR 2
Endospora
Tipe
Ukuran
Katalase
Karakterisasi Morfologi Koloni
Bentuk
Tepian
Elevasi
Struktur Dalam
Warna
Diameter (µm)
+
Circulair
Entire
Effuse
Translucent
Putih
0,3
Sumber: Kalistyatika (2014)
B.
Kerangka Berpikir
Poligakturonase
merupakan enzim
paling banyak
digunakan pada
industri makanan
Isolat bakteri
pektinolitik AR2
mempunyai
aktivitas enzim
poligalakturonase
sebesar 0,209
unit/ml
Jumlah limbah
makanan dari kulit
buah-buahan
meningkat dengan
perkembangan
industri
pengolahan
Kulit pisang raja
nangka terdapat
kadar pektin
sebesar 68,47%
Kulit pisang
merupakan
substrat terbaik
dalam
memproduksi
enzim
poligalakturonase
Limbah kulit
pisang raja nangka
di UPKKS Bakti
Kencana sebagai
media produksi
Penambahan pektin
5% pada produksi
enzim
poligalakturonase
hanya menghasilkan
enzim
poligalakturonase
dengan aktivitas
0,134 U/ml
Penambahan
glukosa, galaktosa,
dan laktosa
sebagai sumber
karbon dan
penambahan
konsentrasi pektin
Media produksi
poligalakturonase
biaya terjangkau
dari pemanfaatan
limbah kulit
pisang raja
nangka dengan
variasi
penambahan
sumber karbon
dan pektin
17
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah dengan penambahan variasi jenis
karbon dan variasi konsentrasi pektin pada media fermentasi cair limbah kulit
pisang raja nangka berpengaruh terhadap meningkatnya aktivitas enzim
poligalakturonase.
Download