BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana adalah perawatan kesehatan utama yang sesuai untuk kaum ibu dalam masa usia subur (Azis, 1997). Hampir seluruh negara berkembang memiliki program keluarga berencana termasuk Indonesia. sudah Program menyebar keluarga luas berencana termasuk ke di Indonesia daerah terpencil seperti daerah lereng gunung yang biasanya merupakan daerah endemik gondok. Menurut Indonesia hasil (SDKI) Survei tahun 2012 Demografi terkait dan Kesehatan dengan program keluarga berencana (KB), menunjukkan hasil hampir semua perempuan usia 15-49 tahun sebanyak 98% mengetahui alat/cara kontrasepsi modern. Sebanyak 62% wanita usia subur berstatus suatu kawin, alat/cara kontrasepsi wanita, kontrasepsi sedangkan dan Kontrasepsi pil, suntik, kontrasepsi modern tradisional. usia Alat implan, 4% 15-49 tahun menggunakan 58% menggunakan menggunakan kontrasepsi yaitu modern Kontrasepsi kondom, darurat, kontrasepsi Metode meliputi Dalam sterilisasi Rahim (AKDR), intravagina/diafragma, Amenore sederhana Laktasi meliputi (MAL), pantang 1 2 berkala, dan sanggama terputus (BPS, 2012). Di antara cara kontrasepsi modern yang digunakan, kontrasepsi suntik merupakan alat kontrasepsi terbanyak digunakan oleh wanita berstatus kawin (32%), diikuti oleh pil KB sebanyak hampir 14% (BPS, 2012). Menurut BKKBN dan Kemenkes R.I. (2012) jenis metode KB pasca persalinan terbagi menjadi dua yaitu non hormonal dan hormonal. Jenis kontrasepsi non hormonal yaitu MAL, kondom, AKDR dan kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi), sedangkan jenis kontrasepsi hormonal terbagi dua yaitu progestin (pil, injeksi dan implan) dan kombinasi (pil dan injeksi). Terdapat berbagai macam pendapat tentang pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap fungsi tiroid, terutama terhadap kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH), Triiodotironin (T3) dan Tiroksin (T4) (Suryati et al., 2004). Progesteron, mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid dengan tidak mengubah kadar TSH, tetapi menurunkan kadar T4, walaupun masih dalam batas normal (Croxato, 1985 cit Suryati et al., 2004). Selain itu, progesteron juga memicu terjadinya peningkatan ekskresi iodium urin (Benson, 1978; Talwar, 1986 cit Suryati et al., 2004). Wanita yang menggunakan kontrasepsi pil akan mengalami peningkatan kadar tiroksin dan Thyroid Binding 3 Globuline (TBG), sedangkan ambilan T3 oleh resin menurun (Cunninghan, 1995 cit Suryati et al., 2004). Estrogen, merupakan meningkatkan hormon steroid sensitivitas yang tirotrof dapat terhadap Thyrotropine-releasing hormone (TRH) (Greenspan, 1998 cit Suryati et al., 2004). Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, terutama yang secara oral, akan mengalami peningkatan TBG dan kadar T4 total, tetapi terjadi penurunan ambilan T3 oleh resin (WHO cit Suryati et al., 2004). Walaupun demikian, peningkatan TBG terlihat secara laboratorium, tetapi secara klinis tidak terjadi perubahan pada fungsi tiroid (Tatum, 1978 cit Suryati et al., 2004). Berdasarkan penjelasan di atas, penggunaan kontrasepsi hormonal dapat memperberat kejadian gondok. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan sentifitas sekresi tirotrof hormon terhadap tiroid. TSH akan meningkatkan Peningkatan TSH akan menstimulasi kelenjar gondok untuk memproduksi hormon tiroid lebih banyak. Kebutuhan hormon tiroid tubuh yang tidak terpenuhi akan memicu peningkatan TSH yang lebih banyak lagi sehingga keras. Jika kondisi menimbulkan kelenjar ini pembesaran tiroid berlangsung kelenjar bekerja lama tiroid maka lebih akan (Greenspan, 4 2007). Daerah dengan kekurangan iodium dapat meningkatkan kejadian GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), sehingga penggunaan kontrasepsi hormonal kemungkinan dapat memperberat kondisi tersebut (Suryati et al., 2004) Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah satu spektrum defisiensi gangguan iodium yang dalam luas sebagai makanan yang akibat berakibat menurunnya kapasitas intelektual dan fisik serta dapat bermanifestasi sebagai gondok, retardasi mental, defek mental dan fisik serta kretin endemik. Semua gangguan tersebut dapat dicegah dengan asupan iodium yang cukup (Djokomoeljanto, 2009). Da l a m skala global, GAKI telah menjadi masalah di lebih kurang 118 negara, yang mencederai 1572 juta orang. Sekitar 12% penduduk dunia (atau sekitar 655 juta orang) menderita gondok, 11,2 juta mengalami kretin dan 43 juta menderita gangguan mental dengan berbagai tingkatan (Arisman, 2009). Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang juga memiliki masalah GAKI. Gangguan Akibat Kekurangan masyarakat Iodium merupakan Indonesia, karena masalah memiliki krusial dampak bagi secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kualitas 5 sumber daya manusia, dengan mencakup 3 aspek, yaitu aspek perkembangan kecerdasan, aspek perkembangan sosial, dan aspek perkembangan ekonomi (Depkes, 2004). Spektrum aspek GAKI klinis meliputi yang aspek mudah demografik dilihat (kematian), (gondok, kretin endemik, hipotiroid, dan aspek lain), berupa gangguan perkembangan saraf dan mental yang memerlukan perhatian maupun pemeriksaan khusus (Djokomoeljanto, 2002). Survei nasional GAKI tahun 1980, menyatakan bahwa prevalensi GAKI dengan pembesaran kelenjar tiroid (Total Goiter Rate/TGR) adalah 37,2%. Terjadi penurunan pada tahun 1990 menjadi 27,7%, dan semakin menurun pada tahun 1998 menjadi 9,8%. Namun, angka ini naik kembali pada tahun iodium 2003 dalam pembesaran menjadi jangka 11,1%. waktu kelenjar lama tiroid, Akumulasi merupakan sehingga kekurangan indikator oleh WHO dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beriodium di rumah tangga (Depkes, 2004). Hasil Propinsi pemetaaan Jawa Tengah GAKI tahun oleh Dinas 2003, kesehatan menunjukkan 15 kabupaten dari 35 kabupaten yang ada di Jawa Tengah merupakan Purworejo. daerah Data endemik tersebut GAKI, termasuk ditindaklanjuti Kabupaten dengan kegiatan evaluasi penanggulangan GAKI pada tahun 2004, 6 dengan hasil menunjukkan angka TGR sebesar 9,7%, kadar iodin urin terdapat rendah 142 (<100μg/L) kecamatan yang sebesar termasuk 24,72%, daerah dan endemik GAKI. Penyakit tiroid secara klinis maupun subklinis diperkirakan mengenai 10% populasi, kebanyakan adalah wanita. Insidensi penyakit tiroid ini meningkat seiring pertambahan usia kemungkinan menderita 2009). Menurut kebanyakan antara dan sebanyak hipotiroid Volpe terjadi wanita:pria 20% (Tahboub (1983), pada adalah wanita 10:1. wanita menopause & Arafah, hipotiroid primer dengan perbandingan Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, namun paling sering terjadi pada usia diikuti 30 dengan dan 65 tahun. rendahnya Terjadinya kadar hormon hipotiroid, tiroksin dan peningkatan kadar TSH serum, dengan peningkatan kadar TSH serum dapat mencapai 50% pada orang yang tinggal di daerah defisiensi iodium berat. Berdasarkan penelitian ini latar dilakukan belakang untuk di atas, mengetahui maka hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar TSH serum pada wanita usia subur Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. (WUS) hipotiroid di 7 I.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut, timbul masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan kadar TSH serum antara pengguna kontrasepsi hormonal dan tanpa hormon pada WUS hipotiroid, di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah? 2. Apakah terdapat hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar TSH serum pada WUS hipotiroid, di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah? I.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Utama Mengetahui hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar TSH serum pada WUS hipotiroid di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. 2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui perbedaan kadar TSH serum antara pengguna kontrasepsi hormonal dan tanpa hormon pada WUS hipotiroid di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. 2. Mengetahui hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar TSH serum pada WUS hipotiroid di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. 8 I.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1. Bagi masyarakat, dapat memberi gambaran mengenai perlunya pemeriksaan fungsi tiroid sebagai screening dan monitoring terhadap kejadian hipotiroid dalam penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur. 2. Bagi akademik, mahasiswa dan diharapkan kalangan mampu akademis menambah wawasan lainnya mengenai hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan TSH serum pada wanita usia subur hipotiroid. 3. Bagi perkembangan penelitian, diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dan pustaka untuk penelitian selanjutnya. I.5 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini, adalah: 1. Penelitian oleh Suryati et al. (2004), tentang hubungan kontrasepsi hormonal dengan nilai thyroidstimulating hormone (TSH) dan tiroksin (T4) pada wanita usia subur (WUS) di daerah gondok endemik Sawangan, Kabupaten Magelang. Hasilnya adalah tidak ditemukan perbedaan kadar TSH serum antara 3 kelompok yaitu kelompok kontrasepsi pil, suntik dan 9 kontrasepsi non hormonal; ditemukan perbedaan bermakna kadar T4 serum antara kelompok kontrasepsi pil dan suntik dengan kelompok kontrasepsi non hormonal. 2. Penelitian oleh Mirdatillah (2012), tentang hubungan kontrasepsi hormonal, pola konsumsi iodium dan goitrogenik dengan nilai thyroid stimulating hormone (TSH), studi pada wanita usia subur di klinik Badan Penelitian GAKI Kabupaten Magelang. Hasilnya adalah tidak terdapat hubungan antara kadar TSH serum dengan kontrasepsi hormonal, pola konsumsi iodium dan pola goitrogenik.