KOMUNIKASI ANTARPRIBADI LESBIAN (Studi Kasus Mengenai

advertisement
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI LESBIAN
(Studi Kasus Mengenai Pengalaman Komunikasi Antarpribadi Lesbian
dengan Keluarga dan Teman di Kota Medan)
NATHALIA PRISCILLA S.
100904125
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Lesbian (Studi Kasus
Mengenai Pengalaman Komunikasi Antarpribadi Lesbian dengan Keluarga
dan Teman di Kota Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana komunikasi antarpribadi lesbian dengan teman dan keluarganya,
hambatan-hambatan apa saja yang mereka temui saat berkomunikasi dengan
keluarga dan temannya, serta untuk mengetahui faktor atau penyebab
seseorang menjadi lesbian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Teori Interaksionisme Simbolik, Self
Disclosure, Teori Penetrasi Sosial, Lesbian, Teori Disonansi Kognitif, dan
Teori Queer. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yaitu
menjelaskan dan memahami suatu objek sebagai sebuah „kasus‟ dan
mempelajarinya secara integratif dan komprehensif agar diperoleh
pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang
dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh
perkembangan diri yang baik. Informasi dan data diperoleh peneliti melalui
observasi dan wawancara secara mendalam terhadap tiga orang informan.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa kegiatan komunikasi antarpribadi
lesbian dengan teman dan keluarganya tidak berbeda jauh dengan orang pada
umumnya. Penolakan dari keluarga, terutama orangtua yang memperburuk
komunikasi diantara mereka. Hambatan terbesar yang ditemui para lesbian
dalam berkomunikasi berasal dari diri mereka sendiri. Sedangkan faktor
penyebab seseorang menjadi lesbian juga beragam, namun kebanyakan karena
faktor biologis, yaitu kelainan hormon dan juga lingkungan.
Kata kunci: lesbian, komunikasi antarpribadi, teman, keluarga
1
PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan aktivitas yang tidak dapat lepas dari kehidupan
kita sehari-hari. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki naluri untuk
berhubungan dengan manusia lainnya. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur
lagi, kita tetap melakukan komunikasi. Menurut Dr. Everett Kleinjan dari East
West Center Hawaii (Hafied Cangara, 2006), komunikasi sudah merupakan
bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia
ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi.
Harold D. Lasswell menyebut tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab
mengapa manusia perlu berkomunikasi. Pertama, adalah hasrat manusia untuk
mengontrol lingkungan. Kedua, adalah upaya manusia untuk dapat beradaptasi
dengan lingkungannya. Ketiga, adalah upaya untuk melakukan transformasi
warisan sosialisasi. Dalam proses komunikasi diharapkan ada perubahan berupa
penambahan pengetahuan, mengubah pendapat, memperkuat pendapat serta
mengubah perilaku komunikan (dalam Cangara 2006:2).
Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi antarpribadi. Hampir
sebagian besar kegiatan kita adalah komunikasi antarpribadi. Contohnya, saat kita
curhat atau berbicara dengan teman, orangtua atau siapapun dalam sehari-hari, ini
sudah merupakan bentuk dari komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi
sebagai pembentukan makna melalui pesan verbal dan nonverbal melalui
pertukaran oleh setiap individu dalam suatu hubungan. Prosesnya dinamis,
sistematis dan terjadi pada tingkatan dalam suatu hubungan (Wood 2004).
Komunikasi antarpribadi merujuk kepada komunikasi dengan orang lain.
Lazimnya, komunikasi antarpribadi terjadi diantara manusia, baik antara laki-laki
dengan perempuan, sesama laki-laki atau sesama perempuan (normal). Namun,
ada juga komunikasi antarpribadi antara kaum minoritas di masyarakat (mereka
yang homoseksual, dalam hal ini lesbian) dengan lingkungan sekitarnya, baik itu
keluarga mereka, teman atau masyarakat sekitarnya. Komunikasi antarpribadi
orang normal dengan lingkungan sekitarnya (misal: antara Ibu/ orangtua dan anak,
antara pasangan suami-istri) sudah sering dijadikan penelitian. Sementara,
komunikasi antarpribadi homoseks (lesbian) dengan lingkungannya (keluarga dan
teman) itu masih jarang diteliti.
Istilah homoseksualitas di Indonesia sudah bukan merupakan hal yang
baru lagi, tapi sudah ada sejak zaman dahulu. Buktinya itu terdapat di dalam Serat
Tjentini, klasik sastra Jawa abad ke-19, ada banyak dipaparkan adegan seks
sesama jenis. Walaupun yang lebih banyak itu adalah adegan diantara sesama
lelaki. Sedangkan untuk hubungan sesama jenis pada perempuan kurang disorot
karena gerak perempuan pada masa lampau masih sangat dibatasi. Negara Barat
sebelum tahun 1960-an juga tidak menganggap kaum homoseksual, hingga
terjadinya peristiwa Stonewall, yang terkenal dengan sebutan “Peristiwa
Pembebasan Gay”. Sejak peristiwa Stonewall inilah mulainya pengakuan akan
kaum homoseksual dan sudah dianggap menjadi identitas seksual yang baru
(Oetomo 2003).
2
Fenomena homoseksualitas ini terus berkembang dan terintegrasi dalam
masyarakat Indonesia. Sebagian orang menerima dan ada juga yang menolak.
Umumnya, penolakan datang dari masyarakat tradisional yang masih memegang
teguh nilai-nilai agama dan norma-norma. Masyarakat modern cenderung lebih
mudah menerima kehadiran kaum lesbian. Kehadiran kaum lesbian di Indonesia
sekarang ini sudah semakin meningkat jumlahnya. Namun, keberadaannya masih
belum terdeteksi secara jelas, karena masih belum mau membuka diri. Berbeda
dengan di berbagai negara di Eropa dan Amerika. Lesbian di negara Barat sudah
tidak ragu mengakui identitas mereka yang sebenarnya. Secara terang-terangan
tersedia bar atau café khusus untuk para homoseksual/ lesbian, seperti di Amerika
Serikat, Kanada, Irlandia, Thailand dan Inggris (sumber:wikipedia).
Kota Medan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia. Kota Medan
adalah salah satu kota metropolitan yang gaya hidup masyarakatnya pun sudah
terpengaruh budaya asing dan hampir menyerupai gaya hidup di Kota Jakarta.
Walau kehadiran kaum lesbian tidak ditunjukkan secara terang-terangan karena
masih kuatnya nilai-nilai adat. Ini juga yang menyebabkan tidak adanya data
mengenai kepastian berapa jumlah lesbian yang ada di kota Medan. Karena
mereka malu mengakui identitas mereka yang sebenarnya, istilahnya mereka
belum berani untuk coming out dan kalaupun ada komunitas-komunitas lesbian,
mereka berkumpul secara diam-diam di tempat-tempat tertentu.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial
perlu melakukan komunikasi. Bagaimanakah seorang lesbian dapat
berkomunikasi dengan pandangan masyarakat yang demikian? Berdasarkan uraian
diatas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana terjadinya komunikasi
antarpribadi antara lesbian dengan keluarga dan teman. Yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui komunikasi antarpribadi lesbian
dengan keluarga dan teman (2) untuk mengetahui hambatan yang ditemui lesbian
saat berkomunikasi dengan teman dan keluarga (3)untuk mengetahui factor atau
penyebab menjadi lesbian.
KAJIAN LITERATUR
Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal dan non verbal. Menurut sifatnya, komunikasi
antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu Komunikasi Diadik (Dyadic
Communication) dan Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group
Communication). (Cangara, 2006:32)
Pentingnya komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya yang
dialogis, bukan monologis. Komunikasi secara dialogis biasanya selalu lebih baik
daripada monologis. Komunikasi secara dialogis adalah komunikasi diantara dua
orang yang berinteraksi secara aktif. Artinya, ada proses timbal-balik. Baik
komunikator dan komunikan sama-sama berkomunikasi secara aktif. Sesekali
menjadi pendengar, kemudian menjadi pembicara. Bila dibandingkan dengan
3
bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai yang paling
efektif untuk merubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku seseorang. Hal ini
disebabkan karena komunikasi antar pribadi berlangsung secara tatap muka.
Dengan saling bertatap muka, maka akan terjadi kontak pribadi (personal contact):
pribadi anda menyentuh pribadi komunikan anda (Effendy 2003:62).
Self Disclosure
Menurut Johnson (1981), teori self disclosure atau pembukaan diri adalah
mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita
hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang
berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini tersebut (dalam
Supratiknya 1995:14). Membuka diri berarti membagi perasaan kita kepada orang
lain terhadap apa yang sudah dilakukannya atau dikatakannya. Self disclosure
adalah jenis dari komunikasi dimana informasi mengenai diri kita yang biasanya
disimpan/ rahasia kita bagikan kepada orang lain.
Teori Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolik merupakan teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi antarindividu melibatkan penggunaan simbol-simbol.
Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, kita berusaha mencari makna yang
cocok dengan yang dimaksudkan oleh orang tersebut. Selain itu, kita juga
menginterpretasikan apa yang dimaksud orang lain melalui simbolisasi yang ia
bangun. Interaksi simbolik dapat dikatakan perpaduan dari perspektif sosiologis
dan perspektif komunikologis, oleh karena interaksi adalah istilah dan garapan
sosiologi, sedangkan simbolik adalah istilah dan garapan ilmu komunikasi
(Effendy 2003:390).
Lesbian
Kata „lesbian‟ berasal dari nama sebuah pulau di Yunani, Pulau Lesbos,
yang mana dari pulau inilah berasal seorang penyair wanita, Sappho (abad ke-6
SM), yang banyak sekali menulis tentang hubungan emosionalnya dengan wanita
muda. Sappho juga mengepalai sekolah gadis di Mytilene di Pulau Lesbos. Orang
Yunani kala itu menyebut homoseksualitas pada wanita tribade, dari kata tribein:
„menggosok‟ (Oetomo 2003:8). Lesbian adalah perempuan yang secara psikologis,
emosi dan seksual tertarik kepada perempuan lain. Saat ini lesbian disebut sebagai
gay wanita. Beberapa istilah yang sering dihubungkan dengan menjadi seorang
lesbian: butch/butchy, femme, andro dan no label lesbian.
Teori Penetrasi Sosial
Teori penetrasi sosial merupakan teori yang menjelaskan bagaimana dalam
mengembangkan suatu hubungan. Daya tarik dari teori ini adalah pendekatannya
yang langsung pada pengembangan hubungan. Terdapat asumsi-asumsi yang
mengarahkan Teori Penetrasi Sosial ini, yaitu: (1) hubungan-hubungan mengalami
kemajuan dari tidak intim menjadi intim, (2) secara umum, perkembangan
hubungan sistematis dan dapat diprediksi, (3) perkembangan hubungan mencakup
depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi, (4) pembukaan diri adalah inti dari
perkembangan hubungan. (Turner, 2008)
Teori Disonansi Kognitif
Teori ini menggambarkan situasi ketidaknyamanan pada diri seseorang
yang diakibatkan oleh disonansi (perasaan, pandangan dan ideologi yang saling
4
bertentangan), dimana orang akan melakukan suatu tindakan untuk mengurangi
atau menghilangkan rasa ketidaknyamanan tersebut. Teori ini diperkenalkan oleh
Festinger (1957) yang mengasumsikan teori disonansi kognitif sebagai suatu
keadaan dimana adanya tekanan terhadap konsistensi. Meskipun dapat diterapkan
pada inkonsistensi beberapa kognisi, teori disonansi mempunyai kaitan yang amat
kreatif dengan inkonsistensi perilaku dan sikap. Teori ini berkaitan dengan dua
jenis inkonsistensi perilaku sikap tertentu yang timbul karena pengambilan
keputusan dan yang timbul karena dilakukannya perilaku yang tidak sesuai
dengan sikap. (Sears 1985:156)
Teori Queer
Teori karya Judith Butler ini tidak hanya berpengaruh pada teori yang
menampilkan identitas, tetapi dalam ranah kajian yang dikenal sebagai teori queer.
(Littlejohn 2011: 137) Jika dilihat dari pengertian katanya, queer berarti sesuatu
yang aneh, ganjil dan tak biasanya. Istilah queer merujuk kepada sesuatu hal yang
berada di luar kebiasaan pada umumnya atau semacam kegilaan yang melebihi
norma-norma sosial di masyarakat. Teori ini lebih ditujukan untuk perlindungan
kepada pelaku homoseksual (gay dan lesbian), biseksual dan transgender, yang
mana di masyarakat masih dianggap tidak normal atau berada di luar kewajaran.
Teori queer berfokus pada identitas, dimana orang tidak dipandang
secara fisik saja, namun juga secara psikis. Teori ini menekankan bahwa identitas
tidak ada hubungannya dengan gender, jenis kelamin dan seksualitas seseorang.
Identitas itu didapat dari tindakan manusia yang selalu berubah-ubah, tidak pernah
stabil, pasti akan selalu mengalami fluktuasi. Oleh sebab itu, teori ini tidak
menganggap homoseksual itu sebagai sesuatu yang menyimpang.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Dimana Susilo Rahardjo
& Gudnanto (2011:250) menjelaskan bahwa studi kasus adalah suatu metode
untuk memahami individu yang dilakukan secara integratif dan komprehensif agar
diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah
yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh
perkembangan diri yang baik. Tujuan penelitian yang menggunakan metode studi
kasus ini adalah untuk memahami objek yang ditelitinya. Berbeda dengan
penelitian lain, penelitian dengan metode studi kasus bertujuan secara khusus
untuk menjelaskan dan memahami suatu objek yang sedang diteliti dengan sebuah
„kasus‟.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam dilakukan kepada sejumlah informan yang
jumlahnya relatif terbatas dan memungkinkan bagi peneliti untuk
mengadakan kontak langsung secara berulang-ulang sesuai dengan
keperluan (Danim 2002:138). Dalam penelitian ini, peneliti mengatur
pertemuan dengan ketiga informan terlebih dahulu. Wawancara dilakukan
dalam suasana yang bersifat akrab dan santai untuk mengurangi
5
kecanggungan dan agar data yang didapat lebih mendalam. Kegiatan
wawancara ini dilakukan berulang untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan.
b. Observasi atau pengamatan
Observasi dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung
tanpa adanya bantuan mediator. Jenis observasi yang dilakukan adalah
observasi partisipan, yaitu hanya melakukan observasi tanpa ikut
melakukan seperti yang dilakukan informan.
c. Studi kepustakaan
Pengumpulan data dengan teknik ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan yaitu dengan mencari atau melihat dari situs-situs, jurnal
ilmiah atau buku yang ada kaitannya dengan penelitian.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, maka peneliti dapat
membuat pembahasan seperti berikut ini:
Dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa ternyata tidak ada perbedaan
yang signifikan dari komunikasi antarpribadi kaum lesbian. Lesbian dapat
dibedakan atas empat jenis, yaitu butchy (yang berperan sebagai prianya), femme
(wanita yang feminin), andro (gabungan antara femme dan butchy) dan yang
terakhir adalah yang masih belum mengetahui identitasnya (ragu-ragu). Dalam
penelitian ini informan pertama dan kedua mengatakan bahwa mereka adalah
lesbian jenis butchy, sementara informan ketiga mengaku masih ragu-ragu alias
tidak mengetahui identitasnya. Kedua informan yang mengaku sebagai butchy
memiliki ciri-ciri yang mirip seperti lelaki pada umumnya. Rambut cepak,
dandanan cuek, dada dibebat supaya terlihat rata dan memiliki sifat melindungi.
Sedangkan informan ketiga termasuk tipe yang feminin, berambut panjang dan
suka berdandan seperti perempuan kebanyakan, namun ragu dengan sifatnya yang
terkadang feminin dan tomboy.
Ketiga informan menyatakan bahwa kehidupan mereka hampir sama
dengan kebanyakan orang pada umumnya. Komunikasi masih berjalan seperti
percakapan biasa. Baik dengan tetangga, keluarga, teman atau pacar mereka.
Namun bagi informan pertama dan kedua, komunikasi antarpribadi mereka
dengan keluarga tidak berjalan lancar. Penolakan dari keluarga yang mengetahui
identitas mereka sebagai lesbian mengakibatkan komunikasi menjadi terhambat
yang berpengaruh pada ketidakharmonisan hubungan mereka dengan keluarga.
Teori interaksionisme simbolik merupakan teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi antarindividu melibatkan penggunaan simbol-simbol.
Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, kita berusaha mencari makna yang
cocok dengan yang dimaksudkan oleh orang tersebut. Begitu juga yang terjadi
pada para lesbian. Adanya penggunaan istilah-istilah tertentu yang sering terjadi
diantara kaum lesbian (dalam komunitasnya) yang bertujuan untuk menyamarkan
maksud dari perkataan mereka. Istilah yang mereka gunakan ini biasanya hanya
pada saat berkumpul dalam komunitas, karena sebagian besar orang normal masih
6
sangat asing dengan istilah ini. Diluar komunitas mereka tidak akan menggunakan
istilah-istilah ini. Pun begitu dengan komunikasi non verbal yang mereka gunakan,
baik itu dengan gerakan mata atau penggunaan aksesoris tertentu oleh butchy
untuk menarik perhatian para femme.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat keterbukaan atau self disclosure
lesbian cenderung rendah, karena biasanya mereka lebih tertutup dibanding orang
yang heteroseksual. Seperti halnya informan ketiga yang memilih untuk
menyimpan sendiri rahasianya tanpa membagikannya kepada orang lain, bahkan
kepada keluarganya yang notabene masih berada dalam lingkup yang harmonis.
Padahal seperti dikatakan bahwa self disclosure merupakan dasar dari hubungan
yang sehat. Melalui pembukaan diri dan penyingkapan rahasia diri kita dengan
orang lain akan membuka peluang lebih besar terjadinya komunikasi yang lebih
intim dan dasar dari hubungan yang kuat.
Menurut teori self disclosure, wanita lebih gampang untuk membuka
dirinya kepada orang lain jika dibandingkan dengan pria. Wanita akan lebih
terbuka untuk hal-hal yang positif. Namun, baik pria dan wanita akan sama-sama
tertutup jika menyangkut hal yang negatif. Teori ini sangat sesuai
menggambarkan bagaimana seorang yang lesbian lebih berani untuk membuka
dirinya mengenai siapa dirinya sebenarnya.Sama seperti informan ketiga, yang
memilih untuk menutupi status kelesbianannya yang dianggap negatif oleh
masyarakat luas. Dengan alasan dan pertimbangan apabila dia membuka dirinya,
menceritakan mengenai ketertarikannya dengan sesama jenis, maka keluarganya,
teman dan orang terdekatnya akan menjauhinya atau hubungan mereka akan
berubah menjadi tidak baik.
Jika dilihat dari teori penetrasi sosial, yang menjelaskan mengenai
pengembangan hubungan, saat pertama kita berkenalan dengan seseorang kita
tidak lantas mengeluarkan semua sifat-sifat yang kita miliki. Istilahnya ada
lapisan-lapisan yang harus kita kupas sebelum mencapai ke intinya. Lapisan
terluar yaitu citra publik meliputi apa yang kita lihat secara fisik. Misalkan ciriciri, bentuk tubuh, pakaian, aksesori yang digunakan, dan lain sebagainya. Begitu
juga dengan yang dialami para informan pada penelitian ini. Saat bertemu orang
baru, sikap mereka cenderung lebih defensif dan terkadang menunjukkan sifat
palsu mereka. Lama-kelamaan sifat asli mereka terkuak seiring dengan semakin
intensnya berkenalan. Ini membutuhkan proses yang tidak singkat jika
dibandingkan dengan orang normal pada umumnya.
Dilihat dari penyebab ketiga informan menjadi lesbian, ditemukan ada dua
hal yaitu sedari kecil sudah merasa tertarik dengan perempuan dan yang kedua
yaitu faktor coba-coba atau ikut teman. Ditinjau dari kajian biologis yaitu,
susunan kromosom, struktur otak, kelainan susunan syaraf dan ketidakseimbangan
hormon. Pada kasus informan dalam penelitian ini didapati sejak kecil sudah
merasa tertarik dengan sesama perempuan. Berarti dalam hal ini ada kelainan
dalam susunan syaraf dan kromosom. Ditambah semakin menguat ketika
memasuki usia puber berarti adanya ketidakseimbangan hormon. Karena biasanya
7
pada usia puber lah orientasi seksual anak dapat dilihat lebih jelas. Sedangkan
informan satunya yang mengaku awalnya dari coba-coba ini dikarenakan
sosialisasi yang salah di masyarakat.
Informan kurang mendapat didikan bahwa orientasi seksual seseorang
dapat berubah karena dipengaruhi lingkungannya. Sehingga peran orangtua sangat
dibutuhkan dalam proses pembentukan jati diri anak. Melihat latar belakang kedua
informan yang berasal dari keluarga kurang harmonis, tidak diragukan bahwa
peran orangtua dalam mendampingi anak sangat sedikit. Kurangnya dampingan
dari orangtua membuat anak mencoba segala hal yang dianggapnya tepat
untuknya tanpa mengetahui apakah itu benar atau salah.
Teori disonansi kognitif menggambarkan situasi ketidaknyamanan pada
diri seseorang yang diakibatkan oleh disonansi (perasaan, pandangan dan ideologi
yang saling bertentangan), dimana orang akan melakukan suatu tindakan untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa ketidaknyamanan tersebut. Perilaku yang
menimbulkan disonansi yaitu pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini saat
informan mengambil keputusan untuk coming out ada terjadi disonansi di dalam
diri mereka. Di satu sisi mereka tahu bahwa masyarakat menolak kehadiran
lesbian, namun di satu sisi mereka merasa telah benar menjadi seorang lesbian.
Pertentangan inilah yang menjadi penghambat bagi mereka untuk
menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya. Mereka menyadari, keputusan
apapun yang mereka ambil akan menimbulkan konsekuensi bagi diri mereka
sendiri. Bisa bersifat ringan, bisa juga yang ekstrim, seperti diusir dari rumah dan
tidak diakui sebagai anak. Informan yang telah coming out memilih untuk keluar
dari rumah dan tinggal menyendiri. Selain karena dimusuhi oleh keluarga sendiri,
juga karena merasa tindakan ini tepat untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat
keputusan mereka untuk mengakui diri sebagai lesbian. Sementara informan yang
masih belum berani mengambil keputusan untuk coming out, memilih untuk
menempuh hubungan jarak jauh dengan lesbian dari negara lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dari bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik
kesimpulan yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi lesbian dengan lingkungan sekitarnya tidak jauh
berbeda dengan orang normal lainnya. Walau sebagian besar masyarakat
menolak kehadiran mereka dan tak sedikit yang berusaha menyisihkan
mereka, namun tetap saja ada sebagian orang modern yang berpikiran
terbuka yang mau menerima mereka apa adanya. Baik di dalam keluarga,
di lingkungan tempat tinggal, dan di di lingkungan kerja.Selain itu, para
lesbian juga dalam berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan
beberapa istilah dan simbol-simbol tertentu yang hanya diketahui oleh
kalangan mereka. Melalui penggunaan simbol ini akan lebih memudahkan
mereka untuk saling mengenali kaum mereka.
8
2. Hambatan yang sering ditemui lesbian dalam berinteraksi dengan
lingkungan mereka, sebagian besar berasal dari dalam diri mereka sendiri.
Tanpa disadari, persepsi yang telah dibentuk oleh masyarakat
mempengaruhi diri mereka sendiri untuk lebih terbuka dan bergaul dengan
lingkungannya. Anggapan yang telah tertanam di benak mereka, bahwa
masyarakat pasti akan men-judge mereka tidak bermoral, sumber penyakit
ataupun sampah masyarakat menjadi penghambat terbesar dalam
pengungkapan diri mereka, bahkan dalam lingkup mereka sendiri.
3. Faktor penyebab seseorang menjadi lesbian beragam dan berbeda satu
sama lain. Faktor yang paling sering dijumpai yaitu kelainan hormon
(biologis), terpengaruh lingkungan dan putus cinta. Namun, dalam
penelitian ini juga ditunjukkan bahwa perhatian dari orangtua juga salah
satu faktor penting pembentukan seseorang menjadi lesbian. Kurangnya
perhatian orangtua membuat anak mencari pelampiasan lain yang
dianggap mampu menarik perhatian orang, yaitu dengan berperilaku
menyimpang. Anak yang berasal dari keluarga mapan namun tidak
harmonis, cenderung menjadi lesbian jenis butchy, sebagai bentuk dari
protes telah diabaikan, sehingga berubah menjadi bersifat melindungi,
selayaknya pria. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga mapan dan
harmonis, namun mengalami gangguan hormon dan terpengaruh putus
cinta, berubah menjadi lesbian yang masih ragu-ragu namun lebih
menjurus ke jenis femme.
Saran
Setiap manusia tidak bisa lepas dari komunikasi dan begitu juga
sebaliknya, tak terkecuali para lesbian. Agar mereka kaum minoritas juga
merasakan kebebasan dalam berkomunikasi, hendaknya setiap orang mencoba
untuk berpikiran lebih terbuka dan modern sehingga mampu untuk menerima
kehadiran mereka di masyarakat. Kaum heteroseksual sebagai kaum yang
dianggap normal tidak boleh sewenang-wenang menghakimi mereka para lesbian
sebagai sampah masyarakat atau pihak yang patut dikucilkan. Karena tidak semua
hal yang berkaitan dengan lesbian itu negatif, hanya saja para hetero sudah
terlebih dulu menanamkan ketidaksukaan yang berujung pada pengucilan.
DAFTAR REFERENSI
Ardianto, Elvinaro dan Q-Anees, Bambang. 2009. Filsafat Ilmu Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Bungin, Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Danandjaja. 2012. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Devito, Joseph A. 1985. Human Communication. NY: Harper and
Row,Publisher,Inc.
9
Effendy, Onong, Uchana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Fakih, M.2004. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kephart, William M and Davor Jedlicka. 1988. The Family, Society and The
Individual. NY: Harper and Row Publisher, Inc.
Krisyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Littlejohn, Stephen W. 2011. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Oetomo, Dede. 2003. Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Pusaka
Marwa.
Rahardjo, Susilo & Gudnanto. 2011.Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Kudus:
Nora Media Enterprise.
Robert K. Yin. 2002. Case Study Research. Design and Methods. Sage
Publications: California.
Sears, David O.; Freedman, Jonathan L.; Peplau, L. Anne. 1985. Psikologi Sosial
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Supratiknya. 1995. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.
Turner, Lynn dan Richard West. 2008. Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
Wood, Dow. 2006. The Sage Handbook of Gender and Communication. CA:
Sage Publications, Inc.
Internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_interpersonal diakses pada tanggal 16 Mei
2013 pukul 09.48WIB.
http://octaadhiana.blogspot.com/2010/09/pengertian-lsbian.html diakses pada tanggal
30 Mei 2013 pukul. 12:27WIB.
http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2013/03/10/who-am-i-im-lesbian-535850.html
diakses pada tanggal 30 Mei 2013 pukul 12:40WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas/diakses pada tanggal 9 Februari 2014 pukul
11:56WIB.
10
Download