Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE1, Muhammad Ridha Siregar, SE, MM2 Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekah Aceh 2) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala 1) Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Sampel penelitian sebanyak 60 orang pegawai instansi tersebut yang diambil dengan metode sensus. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan peralatan statistik regresi linier berganda. Penelitian menemukan bahwa kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh termasuk katagori erat dengan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,656. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai F hitung > F tabel dan nilai t hitung masing-masing variabel > t tabel sehingga hipotesis penelitian dapat diterima yang berarti bahwa secara simultan dan parsial gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh terkait dengan gaya kepemimpinan yang diperankan oleh pimpinan instansi tersebut terutama gaya kepemimpinan transformasional. Karena itu sebaiknya pimpinan instansi tersebut dapat lebih mengedepankan gaya kepemimpinan transformasional dalam menjalankan kepemimpinannya di masa mendatang. Kata Kunci: Kinerja Pegawai, Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional. Latar Belakang Penelitian Kinerja pegawai telah menjadi pusat perhatian dari berbagai kalangan baik pemerintah maupun perusahaan atau organisasi secara umum. Perhatian yang begitu besar terhadap masalah kinerja dapat dipahami karena menyangkut efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Bagaimanapun juga, usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap pimpinan organisasi termasuk instansi pemerintah. Berbagai upaya dilakukan dengan tujuan setiap pegawai dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan apabila pegawai tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, adalah suatu hal yang mustahil tujuan instansi dapat dicapai. Sedangkan peningkatan kinerja akan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan oleh pegawai yang pada akhirnya akan menguntungkan instansi tempat mereka bekerja. Mengingat begitu pentingnya kinerja pegawai dalam mendukung kegiatan operasional instansi, maka setiap pimpinan instansi pemerintah dituntut untuk dapat meningkatkan kinerja pegawainya. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai mulai dari pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi, hingga adanya penghargaan bagi prestasi kerja yang dicapai. Namun demikian, kinerja pegawai tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, akan tetapi secara teoritis juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat sikap yang sering diterapkan oleh seorang pimpinan ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Faktor kepemimpinan memainkan peran penting dalam upaya peningkatan kinerja baik pada tingkat kelompok maupun pada tingkat organisasi. Karena kinerja tidak hanya menyoroti pada sudut tenaga pelaksana yang pada umumnya bersifat teknis, akan tetapi juga dari kelompok kerja dan manajerial. Kepemimpinan yang baik diharapkan mampu meningkatkan kinerja pegawai seperti yang diharapkan baik oleh karyawan maupun organisasi yang bersangkutan. Gaya kepemimpinan yang diperankan oleh seorang pimpinan dapat dikatagorikan dalam gaya 99 99 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 kepimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang meninspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan-pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut. Tipe pemimpin ini mengilhami para pengikut untuk melampaui kepentingan mereka sendiri demi perbaikan organisasi, dan yang mampu memberikan dampak mencolok dan luar biasa pada diri pengikutnya. pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan diri masing-masing pengikut; mereka mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru; dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami pada pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi tercapai sasaran kelompok. Selanjutnya pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Model kepemimpinan transaksional berfokus pada transaksi pribadi, antara manajemen dan karyawan. Kepemimpinan transaksional dan transformasional tidak boleh dipandang sebagai pendekatan yang berlawanan dengan pendekatan penyelesaian pekerjaan. Kepemimpinan transformasional dibangun sebagai tambahan atas kepemimpinan transaksional-kepemimpinan tersebut menghasilkan tingkat upaya dan kinerja bawahan melampaui apa yang akan terjadi dengan pendekatan transaksional saja. Lebih dari itu, kepemimpinan transformasional bersifat lebih dari sekedar kharisma. Badan Investasi dan Promosi Aceh sebagai salah satu instansi pemerintah di Kota Banda Aceh dalam menjalankan kegiatan operasionalnya memiliki 65 orang pegawai yang bekerja pada berbagai bidang tugas mulai dari kepala Badan, sekretariat, program dan Pelaporan, Promosi, Perizinan dan Pengembangan Investasi. Komposisi pegawai yang ada memperlihatkan bahwa dalam memberikan pelayanan di bidang investasi dan promosi sudah memiliki sumber daya manusia yang cukup memadai. Namun sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan Investasi dan Promosi Aceh sebagai penyelenggara pelayanan perizinan investasi dan kegiatan promosi Aceh dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi masih mengalami berbagai permasalahan yang muncul. Kenyataan menunjukkan bahwa pemanfaatan kualitas SDM 100 pada instansi tersebut masih belum optimal. Hal ini dikarenakan adanya kebiasaan-kebiasaan buruk seperti halnya kebiasaan duduk-duduk di kantin pada jam kantor, kebiasaan datang dan pulang kantor sesuka hati dan kebiasaankebiasaan kurang baik lainnya termasuk kurangnya perhatian terhadap pencapaian target pekerjaan. Selain itu dari sisi mental aparatur birokrasi, masih saja ditemukan adanya tradisitradisi dan kebiasaan dalam memberikan pelayanan yang bersifat lebih senang dilayani dari pada melayani. Kondisi semacam ini sangat mempengaruhi kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Gaya kepemimpinan yang diperankan oleh kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh tidak selalu sama. Dalam kondisi tertentu gaya kepemimpinan yang diperankan oleh pimpinan instansi tersebut dapat dikatagorikan sebagai gaya kepemimpinan transformasional. Hal ini ditandai adanya sikap pimpinan dengan karakteristik inspirasi seperti mengkomunikasikan harapannya kepada pegawai berkaitan dengan kinerja instansi, mendorong intelegensia pegawai dan mengutamakan rasionalitas mereka dalam bekerja, serta selalu berhati-hati dalam pemecahan setiap masalah yang dihadapi. Selain itu, indikasi adanya gaya kepemimpinan transformasional yang diperankan oleh pimpinan instansi juga dapat dilihat dari kemauan pimpinan tersebut untuk memberikan perhatian kepada setiap pegawai, adanya sikap emphaty, mau memberikan pengarahan kepada pegawai tentang cara terbaik dalam melaksanakan tugas. Bahkan tidak jarang pimpinan instansi tersebut juga mau memberikan nasehat kepada pegawai baik berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, maupun berkaitan dengan masalah keluarga. Kendatipun dalam situasi-situasi tertentu, pimpinan Badan Investasi dan Promosi Aceh memperlihatkan gaya kepemimpinan transformasional seperti diuraikan di atas, namun terkadang pimpinan instansi tersebut juga memperlihatkan gaya kepempimpinan transaksional. Tidak jarang pimpinan instansi tersebut menggunakan penghargaan kontingensi untuk memotivasi pegawainya dalam bekerja, seperti adanya pemberian janji berkaitan dengan kompensasi yang akan diberikan kepada pegawaipegawai tertentu jika pegawai tersebut berhasil mencapai target, termasuk berkaitan dengan karir pegawai. Selain itu terkadang pimpinan juga melihat dan mencari penyimpangan pelaksanaan pekerjaan oleh bawahannya, dan ketika penyimpangan tersebut ditemukan baru dilakukan tindakan perbaikan. Bahkan dalam hal bidang- Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM bidang pekerjaan tertentu, pimpinan juga menyerahkan sepenuhnya kepada bawahan dan terkesan lepas tanggung jawab ketika terjadi kesalahan dalam bidang pekerjaan tersebut. Kesemua ini merupakan bagian dari karakteristik pemimpin transaksional yang juga dimiliki oleh Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh. Hasil pengamatan peneliti mengindikasikan bahwa tidak semua pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh memiliki kinerja sesuai dengan yang diharapkan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya secara teoritis kinerja pegawai dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Karena itu, kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh tentunya juga dikaitkan dengan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional yang diperankan oleh pimpinan instansi tersebut. Kajian ini bertujuan menguji pengaruh pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Kepemimpinan Kepemimpinan (leadership) menurut Ensiklopedia Umum-Kanisius (2003:313), diartikan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia karena ada kepentingan yang sama. Hubungan itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pemimpin dan yang dipimpin. Jadi dalam kepemimpinan, tentu akan melibatkan unsur pemimpin (influencer) yakni orang yang akan mempengaruhi tingkah laku pengkikutnya (influencee) dalam situasi tertentu. Sedangkan Gibson, et. al (2002:201) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan di dalam mempengaruhi sekelompok orang untuk bersama-sama mencapai tujuan. Pengertian yang senada juga dikemukan oleh Chowdhury (2003:205) bahwa “Exercising leadership inevitably involves having influence. One cannot lead without influencing other”. Sumber dari pengaruh bisa berupa pengaruh formal yang telah ditetapkan secara organisasional sehingga seorang pemimpin mampu mempengaruhi orang lain semata-mata karena kedudukan di tingkat manajerial. Jadi kepemimpinan merupakan suatu proses dimana seseorang mempengaruhi kebiasaan orang lain ke arah penyelesaian tujuan yang spesifik yang mengarah kepada teaching organization untuk dapat melatih dan mengembangkan knowledge, skill, dan attitude setiap individu dalam organisasi. Kedudukan kepemimpinan dalam suatu organisasi atau perusahaan amat penting dalam usaha mencapai tujuan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Berhasil atau gagalnya suatu perusahaan dalam mengembang misinya untuk mencapai tujuan, sebagian besar ditentukan oleh mutu kepemimpinan yang dijalankan oleh orangorang yang diserahi tugas-tugas kepemimpinan dalam organisasi yang bersangkutan tersebut. Merry dan Liana yang dikutip oleh Bahagia (2004:35) mengatakan, “kepemimpinan adalah suatu interaksi antar anggota suatu kelompok, pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka”. Seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam penetapan tujuan organisasi, mengalokasikan sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi, mengkoordinasikan perubahan yang terjadi serta menentukan apa yang harus dilakukan bila terjadi kegagalan. Menurut Rivai (2003:2) mengatakan, “kepemimpinan merupakan suatu proses dalam menentukan tujuan organisasi, untuk memperbaiki kelompok dan budaya, selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwaperistiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi”. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menum buhkan kepercayaan partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan, dan perilakunya. Selanjutnya Hasibuan (2003:170) menyatakan, ”kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan”. Sedangkan menurut Robbins (2003:213), “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan ”. Kepemimpinan selalu melibatkan pemimpin dan orang yang dipimpin. Tanpa adanya orang yang dipimpin (pengikut) tidak akan ada kepemimpinan. Hal yang sangat penting dalam kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan kepemimpinan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan kepemimpinan selalu melibatkan pemimpin, pengikut, serta tujuan yang hendak dicapai. 101 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 Kepemimpinan dan Pelayanan Publik Kepemimpinan menjadi salah satu faktor kunci dalam kehidupan organisasi, termasuk pada sektor publik. Thoha (2003) menyatakan bahwa suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Begitu pentingnya masalah kepemimpinan ini, menjadikan pemimpin selalu menjadi fokus evaluasi mengenai penyebab keberhasilan atau kegagalan organisasi. Perkembangan konsep kepemimpinan sampai pada apa yang disebut sebagai kepemimpinan transformasional (transformational leadership) yang dipelopori oleh Bernard M. Bass sebagai kelanjutan studi dari J.M. Burn pada tahun 1978. Kepemimpinan transformasional didasarkan pada perubahan nilai, keyakinan yang dipromosikan oleh pemimpin dan kebutuhan dari pengikut/pegawainya (Luthan, 2005:125). Simic (2008:201) dengan mengutip pendapat Stoner menyatakan bahwa pemimpin transformasional mendorong para pegawai untuk mengerjakan lebih dari apa yang dapat dikerjakan, meningkatkan perasaan bahwa apa yang dikerjakan adalah penting dan bernilai, dan menjadikan pegawai sampai pada prinsip bahwa kepentingan organisasi yang utama. Lebih lanjut Simic (2002:203) dengan mengutip pendapat Galpin menegaskan enam ciri kepemimpinan transformasional, dua diantaranya yang terkait erat dengan manajemen sumber daya manusia adalah menghargai orang lain (appreciation of others) dan pengakuan (recognition). Menghargai orang lain mengandung makna komunikasi dua arah yang juga mencerminkan prinsip mendengarkan pegawai. Sedangkan recognation berarti pemberian penghargaan, misalnya ucapan terima kasih kepada pegawai baik dalam kondisi sendiri (langsung kepada pegawai yang bersangkutan) maupun dalam suatu forum. Terkait dengan prinsip tersebut dalam rangka meningkatkan semangat pegawai, perlu diperhatikan apa yang disarankan oleh Kenneth Blanchard bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berusaha ’memergoki’ bawahan pada saat mereka berprestasi dan kemudian memberikan pujian secara tulus, bukan yang berusaha ’memergoki’ bawahan pada saat berbuat kesalahan dan menghukumnya. Efektifitas kepemimpinan didasarkan pada kombinasi karakteristik personal, keahlian manajerial, perilaku, dan situasi. Dalam perspektif pelayanan publik, pemimpin harus mampu membawa organisasi publik memberikan pelayanan prima. Karena pada hakekatnya dibentuknya organisasi publik adalah 102 untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tangkilisan (2005:75) mengatakan bahwa organisasi publik dikatakan efektif apabila dalam realita pelaksanaannya birokrasi dapat berfungsi melayani sesuai dengan kebutuhan masyarakat (client), artinya tidak ada hambatan (sekat) yang terjadi dalam pelayanan tersebut, cepat dan tepat dalam memerikan pelayanan, serta mampu memecahkan fenomena yang menonjol akibat adanya perubahan sosial yang sangat cepat dari faktor eksternal. Efektivitas organisasi publik tersebut merupakan produk dari sebuah sistem yang salah sistem (unsur) adalah sumber daya manusia aparatur. Sebagai bagian dari suatu sistem, meningkatnya profesionalitas sumber daya manusia aparatur tidaklah otomatis kinerja organisasi publik akan meningkat. Sehingga manakala sumber daya manusia aparatur telah profesional, namun tidak didukung oleh sub-sub sistem lainnya seperti kelembagaan, ketalaksanaan, sarana dan prasarana yang memadai, niscaya kinerja organisasi publik yang bersangkutan tidak akan bisa mencapai tingkat kerja yang optimal. Meskipun demikian, sumber daya manusia yang profesional menjadi faktor diterminan dan sekaligus menjadikan sub sistem lain menjadi baik, dan pada akhirnya kinerja organisasi publik menjadi baik pula. Berarti kesuksesan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja sumber daya manusianya yaitu para pegawai dalam berbagai strata suatu piramida organisasi, yang pada dasarnya para pegawai tersebut bekerja membutuhkan pemimpin yang memimpin mereka dalam bekerja. Karena itu, kepemimpinan sebagai bagian dari sub sistem sumber daya manusia sangat menentukan berjalannya keseluruhan sub-sub sistem yang terintegratif dan saling berkaitan menjadi sistem yang mampu menggerakkan roda organisasi secara efektif dan efisien. Tanpa kepemimpinan yang baik, akan sulit bagi organisasi publik untuk mencapai tujuannya, yaitu memenuhi tuntutan pelaksanaan tugas dan fungsinya yang strategis dalam pelayanan publik. Menurut Goleman (2002:251), tugas pemimpin adalah menciptakan pada apa yang disebutnya sebagai resonansi (resonance) yaitu suasana positif yang mampu membuat seluruh sumber daya manusia dalam organisasi terus mengikatkan diri (committed) dan menyumbangkan yang terbaik bagi organisasi. Schein (2002:125) menyatakan bahwa pemimpin mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan organisasi dalam menghadapi tantangan yang muncul. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM Tuntutan akan kualitas dan kinerja kepemimpinan dalam penyelenggaraan pemerintahan mengemuka dan terus meningkat telah menjadi patron seorang pemimpin dan calon pemimpin di dalam membawa perubahan dalam organisasi, serta memotivasi anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan menjadi basis dalam manajemen sumber daya manusia yang diharapkan tidak saja pada aspek operasional yaitu dalam pembentukan kualitas kehidupan kerja tetapi juga pada aspek stratejik yang mendasari terbentuknya kondisi kehidupan kerja tersebut. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan mempunyai peranan yang besar untuk memaksimalkan organisasi bekerja dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Dalam kaitan ini, pengalaman dari negara-negara di Asia menunjukkan bahwa kepemimpinan pemerintahan menjadi kunci perubahan. Keberhasilan Malaysia dan Singapura menjadi negara yang mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas terutama karena faktor kepemimpinan. Untuk menjelaskan hubungan antara faktor kepemimpinan dan kualitas pelayanan publik, dapat dikemukakan pendapat Katz dan Kahn dalam Richard M. Steer (Tangkilisan, 2005:78), bahwa kualitas kepemimpinan dalam berbagai bentuk memperlihatkan perbedaan antara organisasi yang mampu mencapai tujuan dan yang tidak. Dikatakan bahwa kepemimpinan dapat mengisi beberapa fungsi penting yang diperlukan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya, seperti berikut ini : 1. Dalam fungsi mengisi kekosongan akibat ketidaklengkapan atau ketidaksempurnaan desain organisasi. Ada banyak hal dalam aktivitas organisasi publik yang tidak diatur dalam peraturan perundangan sebagai dasar pembentukan organisasi publik. Karena itu tugas pemimpin adalah mewakili organisasi publik dalam setiap kegiatan yang menyangkut tugas dan fungsi pokok birokrasi publik. Tugas-tugas lain, baik internal maupun eksternal, yang belum diatur dalam perundangan yang ada, menjadi tanggung jawab pimpinan. 2. Membangun mempertahankan stabilitas organisasi dalam lingkungan yang bergolak, dengan memungkinkan dilakukan penyesuaian dan adaptasi yang segera pada kondisi lingkungannyang bergolak atau yang sedang berubah. Dalam menindaklanjuti aktivitas layanan, sudah menjadi tugas pimpinan dan para stafnya untuk melakukan persiapan diri jika mekanisme, metode, dan teknik yang bersifat substansial maupun peraturan perundangan yang melatarbelakanginya. 3. Membantu koordinasi intern dari unit-unit organisasi yang berbedabeda, khususnya selama nasa pertumbuhan dan perubahan. Kepemimpinan dapat meredam serta menjadi pemisah bagi kelompok-kelompok yang berkomflik dalam organisasi. Tugas dan fungsi organisasi publik tidaklah ringan, karena keberhasilan layanan sangat ditentukan oleh kualitas kerjanya. Inilah tugas berat dari organisasi publik, karena itu dibutuhkan seorang pimpinan yang mampu mengatasi gejolak atau konflik internal sehingga tidak mengganggu kinerja serta prestasi organisasi publik. 4. Memainkan peranan dalam mempertahankan susunan anggota yang stabil dengan cara pemenuhan kebutuhan anggota secara memuaskan. Untuk mensukseskan organisasi publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pimpinan dan stafnya perlu memikirkan kesejahteraan karyawan, baik kebutuhan fisik, spritual, maupun kepuasankepuasan lain yang menjadi ukuran karyawan sendiri. Jika kondisi ini terpenuhi, tidaklah sukar bagi organisasi publik untuk mengemban tugas yang diberikan kepadanya. Dalam mewujudkan pelayanan prima, seorang pemimpin harus berani melakukan perubahan. Karena itu diperlukan kepemimpinan transformasional yaitu kepemimpinan yang mampu sebagai agen perubahan. Berbagai perubahan mungkin mendapatkan tantangan dan hambatan, baik dari dalam maupun luar organisasi namun seorang pemimpin transformasional harus berani menghadapi kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian tersebut dengan menyiapkan strategi terbaik. Perubahan-perubahan yang dapat dilakukan seorang pemimpin untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, antara lain : 1. Memangkas berbagai birokrasi yang sudah tidak relevan. 2. Menerapkan contestability (membandingkan pelayanan yang dilakukan unit organisasinya dengan organisasi lain untuk melihat efisiensi dan efektivitasnya) bahkan mengembangkan kontrak dengan sektor swasta (jika hal ini merupakan jalan terefektif dan terefisien yang harus ditempuh). 3. Menggunakan berbagai teknologi baru untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. 4. Mengembangkan kebijakan publik yang berorientasi pada pelanggan (customer focus). 103 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 Tuntutan akan perbaikan atas kondisi pelayanan publik dewasa ini semakin besar dan menjadi agenda utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang pemimpin harus mampu melakukan perubahan-perubahan menuju perbaikan secara sistematis dan terukur. Namun demikian berbagai upaya reformasi yang sifatnya lebih ’internal’ tersebut juga harus dibarengi dengan suatu penngembangan strategi yang bersifat eksternal. Strategi ini diarahkan pada pengembangan ’citra baik’ organisasi dan pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya (Thoha, 2006:49). Dalam menjalankan kepemimpinannya seorang pimpinan biasanya menggunakan gaya kepemimpinan yang dianggap efektif untuk mempengaruhi bawahannya agar memperlihatkan perilaku yang sesuai dengan tujuan organisasi. Dalam Path-Goal Theory Robins (2003:263) menyatakan, gaya kepemimpinan digolongkan menjadi empat tipe yaitu: kepemimpinan direktif, kepemimpinan yang mendukung, kepemimpinan partisipatif serta kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Dalam kepemimpinan yang direktif pemimpin memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengetahui apa yang menjadi harapan pemimpinnya dan memberikan arahan mengenai cara melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pimpinan berorientasi pada hasil. Dalam kepemimpinan yang mendukung pemimpin bersikap ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Pemimpin berusaha untuk mendekatkan diri serta menyenangkan perasaan bawahannya. Dalam kepemimpinan partisipatif pemimpin berusaha mendapatkan masukan-masukan serta saran dari bawahan dalam pengambilan keputusan sedangkan dalam kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi pemimpin menetapkan tujuan-tujuan yang bersifat menantang dan pemimpin mengharapkan agar bawahan berusaha mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin. Efektifitas gaya kepemimpinan yang diperankan oleh seseorang pemimpin tergantung pada situasi atau kondisi pengikut atau bawahan. Hal ini mendorong munculnya gaya kepemimpinan situasional dimana untuk 104 memahami kepemimpinan dapat dipertautkan dengan situasi tertentu. Thoha (2006:64) menyatakan ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya yaitu perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh mana seseorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan, di mana melakukan hal tersebut, bagaimana melakukannya dan melakukan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya. Sedangkan perilaku mendukung adalah sejauh mana seseorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan para pengikut dalam pengambilan keputusan (Thoha, 2006:64-65). Sikap serta gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap organisasi bahkan terhadap produktivitas dan keinovatifan karyawan. Kepemimpinan juga dapat digambarkan dalam garis kontinum mulai dari inisiatif (initiating) sampai pada kepemimpinan pertimbangan (considerating). Struktur inisiatif menggambarkan bahwa pimpinan mengatur dan menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam pencapaian tujuan organisasi, dan cara pelaksanaannya. Pertimbangan menggambarkan hubungan yang hangat antara atasan dan bawahan, adanya sikap saling percaya, kekeluargaan, dan penghargaan terhadap gagasan yang datang dari bawahan. Setiap tipe gaya kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap diri karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan. Perilaku pemimpin memiliki peran yang sangat besar dalam setiap perusahaan karena gaya yang dimiliki oleh seorang pemimpin dapat memberikan dampak yang positif atau negatif terhadap kenyamanan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Gaya Kepemimpinan Transformasional Robbins (2008: 472) menyatakan, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang meninspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan-pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut. Tipe pemimpin ini mengilhami Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM para pengikut untuk melampaui kepentingan mereka sendiri demi perbaikan organisasi, dan yang mampu memberikan dampak mencolok dan luar biasa pada diri pengikutnya. Menurut Andrea dan Richard yang dikutip oleh Robbins (2008: 472) pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan diri masing-masing pengikut; mereka mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru; dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami pada pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi tercapai sasaran kelompok. Kepemimpinan transaksional dan transformasional tidak boleh dipandang sebagai pendekatan yang berlawanan dengan pendekatan penyelesaian pekerjaan. Kepemimpinan transformasional dibangun sebagai tambahan atas kepemimpinan transaksional-kepemimpinan tersebut menghasilkan tingkat upaya dan kinerja bawahan melampaui apa yang akan terjadi dengan pendekatan transaksional saja. Lebih dari itu, kepemimpinan transformasional bersifat lebih dari sekedar kharisma. Sopiah (2008: 122) menyatakan, kepemim pinan kharismatik menekankan perilaku pemimpin yang simbolis. Pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi, komunikasi nonverbal, daya tarik terhadap nilai-nilai ideologos, stimulasi intelektual terhadap para pengikut oleh pemimpin, penampilan kepercayaan diri sendiri dan untuk kinerja yang melampauai panggilan tugas. Pemimpin yang semata-mata kharismatik dapat menginginkan para pengikut agar mengadopsi pandangan dunia kharismatik dan tidak beranjak lebih jauh; pemimpin transformasional akan berupaya menanamkan ke dalam diri pengikut kemampuan mempertanyakan tidak hanya pandangan yang sudah mapan melainkan juga pandangan yang ditetapkan oleh sang pemimpin. Bukti yang mendukung keunggulan kepemimpinan transformasional terhadap berbagai transaksional luar biasa mengesankan. Misalnya, sejumlah penelitian terhadap para perwira militer Amerika Serikat, Kanada, dan Jerman menemukan, pada semua tingkat, bahwa pemimpin transformasional dinilai lebih efektif daripada transaksional. Dan pada manajer di Federal Express yang dinilai oleh pengikut mereka memperlihatkan kepemimpinan yang lebih transformasional ternyata dinilai oleh penyelia langsung mereka berprestasi lebih tinggi dan dapat dipromosikan. Ringkasnya, bukti keseluruhan menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional kepemim pinan transformasional lebih erat dengan rendahnya tingkat pengunduran diri, tingginya produktifivitas dan kepuasan karyawan yang lebih besar. Robbins (2008: 473) menyatakan, karakteristik pemimpin transformasional sebagai berikut: 1. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebangaan, meraih penghormatan dan kepercayaan. 2. Inspirasi: Mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk menfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana. 3. Stimulasi Intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati. 4. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati. Gaya Kepemimpinan Transaksional Robbins (2008: 472) menyatakan pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Sopiah (2008:121) menyatakan, model kepemimpinan transaksional berfokus pada transaksi pribadi, antara manajemen dan karyawan. Dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional adalah: 1. Para pemimpin menggunakan penghargaan kontingensi untuk memotivasi para karyawan. 2. Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja. Selanjutnya Robbins (2008: 473) menyatakan, karakteristik pemimpin transaksional sebagai berikut: 1. Imbalan kontingen : Kontrak pertukaran imbalan atas upaya, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian. 2. Manajemen berdasarkan pengecualian (aktif): melihat dan mencari penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan. 3. Manajemen berdasarkan pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi. 4. Laissez-Faire : melepas tanggung jawab, mengindari pembuatan keputusan. 105 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 Kinerja Pegawai Sedarmayanti (2007:259) menyatakan, kinerja terjemahan dari “performance”, berarti: (1) Perbuatan, pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna; (2) Pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas yang diberikan kepadanya; (3) Hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan); dan (4) Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika. Sedangkan Malthis dan Jackson (2006:79) menyatakan, “kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: (1) Kuantitas output, (2) Kualitas output, (3) Jangka waktu output, (4) Kehadiran di tempat kerja, dan (5) Sikap Kooperatif. Benardin dan Russel yang dikutip oleh Sedarmayanti (2007:258) menyatakan, Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job function or activity during a specific time periode. (kinerja didefinisikan sebagai catatan mengenai outcome yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas jelaslah bahwa kinerja pegawai pada dasarnya adalah kemampuan kerja pegawai tersebut dalam bekerja yang dapat dilihat dari ukuran kuantitatif maupun ukuran kualitatif. Dalam ukuran kuantitatif kinerja yang baik dapat dilihat dari peningkatan output yang dihasilkan, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan ukuran kuantitatif lainnya. Selanjutnya dalam ukuran kualitatif, kinerja yang baik terlihat dari adanya peningkatan kualitas hasil pekerjaan. Pendapat lain tentang kinerja seperti dikemukakan oleh Baso (2003:35) “kinerja sebagai kemampuan yang dapat diukur dan terstandarisasi.” Keberhasilan suatu kinerja akan sangat tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan antara lain kejelasan peran (role clarity), tingkat kompetensi (competencies), keadaan lingkungan (enviroment) dan faktor lainnya seperti nilai (value), budaya 106 (culture), kesukaan (preference), imbalan dan pengakuan (reward and recognitions). Keterkaitan Kinerja Pegawai Dengan Kinerja Instansi Keberhasilan suatu instansi pemerintah dalam meningkatkan kinerjanya sangat ditentukan oleh sejauhmana setiap pegawai dalam instansi tersebut dapat melaksanakan tugas mereka dengan baik. Ketidakmampuan pegawai dalam menyelesaikan tugas mereka tidak hanya berdampak pada rendahnya produktivitas kerja, akan tetapi juga berdampak buruk pada pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Karena itu, peningkatan kinerja pegawai sangat penting artinya bagi peningkatan kinerja instansi. Semakin baik kinerja pegawai yang bekerja dalam instansi tertentu, akan semakin tercapai tujuan organisasi. Sebaliknya semakin rendah kinerja pegawai, maka kinerja instansi juga akan rendah. Kendatipun suatu instansi memiliki peralatan kerja yang baik, namun apabila tidak didukung oleh pegawai yang mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan yang diharapkan, maka upaya untuk meningkatkan kinerja instansi akan mengalami kendala. Sebagaimana pendapat Sedarmayanti (2007:263) yang menyatakan “tercapainya tujuan organisasi/perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi/perusahaan tersebut. Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan dengan kinerja lembaga atau kinerja perusahaan. Dengan kata lain, bila kinerja seseorang baik, maka kemungkinan besar kinerja perusahaan juga baik”. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Prawirosentono yang dikutip oleh Tampubolon (2007:26) menyatakan bahwa kinerja individual (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja organisasi (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain, bila kinerja individual (individual performance) baik, maka kemungkinan besar kinerja organisasi (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan baik apabila ia memiliki keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan yang lebih baik. Kinerja suatu instansi sangat tergantung pada tingggi rendahnya kinerja pegawai instansi tersebut. Apabila pegawai yang bekerja pada instansi tersebut berkinerja rendah, maka kinerja instansi secara keseluruhan juga akan rendah. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM Demikian pula sebaliknya, semakin baik kinerja pegawai, akan semakin baik pula kinerja instansi. Kriteria dan Jenis Informasi yang Digunakan Dalam Menilai Kinerja Pegawai Pengukuran kinerja pegawai tidak hanya dilakukan secara kuantitatif. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa penilaian kinerja yang didasarkan pada ukuran kuantitatif memiliki kelemahan. Karena ketika tinggi rendahnya kinerja pegawai didasarkan pada kuantitas output yang dihasilkan dapat berdampak buruk pada perilaku pegawai ditempat kerja, seperti adanya kecenderungan untuk tidak peduli terhadap rekan kerja, rendahnya kualitas output yang dihasilkan dan lain sebagainya. Karena itu penilaian kinerja pegawai juga didasarkan pada ukuran kualitatif yang melihat baik buruknya kinerja seorang pegawai didasarkan pada sifat, sikap dan perilaku pegawai di tempat kerja. Dalam kriteria baik buruknya kinerja yang mengacu pada kualitatif, data atau informasi yang diterima oleh para manajer tentang seberapa baik para karyawan bekerja dapat terdiri dari tiga jenis yang berbeda yaitu: (1) Informasi berdasarkan ciri-ciri, seperti kepribadian yang menyenangkan, inisiatif, atau kreativitas, (2) Informasi berdasarkan tingkah laku menfokuskan pada perilaku yang spesifik yang mengarah pada keberhasilan di pekerjaan, dan (3) Informasi berdasarkan hasil, mempertimbangkan apa yang telah dilakukan karyawan atau apa yang telah dicapai karyawan (Malthis dan Jackson, 2002: 79). Hampir sama dengan pendapat di atas, Sedarmayanti (2007:270) menyatakan terdapat 3 (tiga) jenis kriteria kinerja, sebagai berikut: 1. Kriteria berdasarkan sifat memusatkan pada karakteristik pribadi karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan memimpin merupakan sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai/tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya. 2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar pribadi. 3. Dengan semakin ditekankannya produktivitas dan daya saing internasional, kriteria berdasarkan hasil semakin populer. Kriteria ini terfokus pada apa yang telah dicapai/dihasilkan daripada bagaimana sesuatu dicapai/dihasilkan. kriteria berdasarkan hasil, mungkin tepat jika organisasi tidak peduli bagaimana hasil dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap pekerjaan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang penting, seperti kualitas yang mungkin sulit dikualifikasikan. Penilaian kinerja karyawan tidak selalu didasarkan pada ukuran kuantitatif. Hal ini disebabkan, penilaian kinerja berdasarkan hasil (output) juga memiliki kelemahan, seperti rendahnya kualitas hasil dan kurangnya rasa kebersamaan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. Penilaian kinerja yang didasarkan output akan membuat pegawai berlomba-lomba mencapai hasil terbanyak, dan pada akhirnya akan kurang rasa kebersamaan dalam bekerja. Karena itu, dikembangkan kriteria-kriteria penilaian kinerja yang dianggap dapat mampu dijadikan tolok ukur penilaian kinerja. Mengacu pada pendapat yang disampaikan oleh para ahli di atas, untuk menilai kinerja pegawai dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu kriteria sifat dan karakteristik karyawan, kriteria perilaku dan kriteria berdasarkan hasil. Kriteria berdasarkan sifat dan karakteristik pribadi menjadikan loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan memimpin. Berdasarkan kriteria tersebut jelaslah bahwa pegawai yang memiliki loyalitas lebih tinggi terhadap instansi tempat dia bekerja dinilai memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pegawai yang kurang loyal. Karena pada dasarnya pegawai dengan loyalitas yang tinggi lebih cenderung untuk bekerja lebih tekun bila dibandingkan dengan pegawai yang memiliki loyalitas rendah. Demikian pula halnya dengan keandalan dan kemampuan dalam bekerja. Semakin tinggi handal seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dan semakin tinggi kemampuannya dalam bekerja, maka semakin tinggi pula kinerja pegawai yang bersangkutan. Sebaliknya pegawai yang memiliki kemampuan kerja yang rendah juga dinilai memiliki kinerja yang lebih rendah pula. Dalam kaitannya dengan penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil Utomo dan Deden Hermawan (2007) menyatakan, dalam rangka untuk menjamin adanya obyektivitas dalam pembinaan PNS berdasarkan pada Sistem Karier dan Sistem Prestasi Kerja, maka pemerintah menerapkan sistem penilaian prestasi kerja atas pelaksanaan tugas dan kewajiban PNS sehari-hari. Hasil penilaian tersebut dituangkan dalam satu daftar yang dibuat setiap akhir tahun yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). 107 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 Daftar tersebut merupakan implementasi dari UU No. 8/1974 jo UU No. 43/1999 pasal 20 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang berbunyi: “Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja” Sistem Penilaian Prestasi Kerja Menurut Sistem DP3 sebagai tolok ukur penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) menegaskan bahwa instrumen pengukuran kinerja merupakan alat yang dipakai untuk mengukur kinerja individu seseorang pegawai meliputi sebagai berikut (Sedarmayanti, 2007:377): 1. Prestasi kerja: hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun kuantitas kerja. 2. Keahlian: tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerja sama, komunikasi, inisiatif dan lain-lain. 3. Perilaku: sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku di sini juga mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin. 4. Kepemimpinan: merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan dan penentuan prioritas. Selanjutnya Utomo dan Deden Hermawan (2007) menyatakan, unsur-unsur dari penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang pegawai sipil sesuai dengan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) ialah “... kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan kepemimpinan”. 1. Kesetiaan Ialah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam perbuatan dalam melaksanakan tugas. 2. Prestasi Kerja Ialah suatu hasil kerja yang secara nyata dapat dicapai oleh seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja tersebut akan dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan PNS yang bersangkutan. 108 3. Tanggung Jawab Ialah kesanggupan seorang PNS untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. 4. Ketaatan Ialah kesanggupan seorang PNS untuk mentaati segala peraturan perundangundangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. 5. Kejujuran Ialah ketulusan hati seorang PNS dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. 6. Kerja sama Ialah kemampuan seorang PNS untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. 7. Prakarsa Ialah kemampuan seorang PNS untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. 8. Kepemimpinan Ialah kemampuan seorang PNS untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokoknya. Penilaian unsur kepemimpinan hanya dikenakan bagi PNS yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang memangku suatu jabatan. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dalam model perilaku organisasi, output perilaku yang timbul dengan adanya perilaku individu, perilaku kelompok, dan perilaku sistem adalah prestasi kerja, kepuasan kerja dan absensi, salah satu model dalam perilaku ini adalah prestasi kerja yang dipengaruhi oleh adanya kepemimpinan. Bahagia (2004:137) mengatakan bahwa kepemimpinan organisasi yang baik tidak hanya mampu menciptakan kepuasan kerja. Akan tetapi pimpinan yang memberikan perhatian yang baik dan seimbang terhadap tugas maupun terhadap pegawai atau mengubah perilaku Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM bawahan sehingga menciptakan prestasi kerja dan rasa puas dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (2003:293) yang mengatakan bahwa pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Gaya kepemimpinan yang diperankan oleh pimpinan dapat berpengaruh pada kinerja pegawai. Hal ini disebabkan pegawai yang memiliki persepsi baik terhadap gaya kepemimpinan yang diperankan oleh atasannya akan merasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaan. Perasaan nyaman dalam melaksanakan pekerjaan mampu membuat pegawai tersebut senang bekerja sehingga kinerjanya juga meningkat. Sebaliknya pegawai yang memiliki persepsi kurang baik terhadap gaya kepemimpinan yang diperankan oleh pimpinannya akan cenderung tidak nyaman dalam melaksanakan pekerjaan. Kondisi tersebut tidak hanya mengganggu hubungan interpersonal dilingkungan kerja terutama antara pimpinan dan pegawai, akan tetapi juga dapat berdampak pada penurunan semangat kerja dan pada akhirnya berdampak buruk pada kinerja pegawai. Hasil Penelitian Sebelumnya Tondok dan Rita (2004) mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Dengan Kepuasan Kerja Karyawan. Penelitian dilakukan pada Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah Sumatera Selatan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan kepuasan kerja karyawan. Andira dan Budiarto (2003) mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Karyawan Lini Depan Perusahaan Jasa. Penelitian dilakukan di tiga jenis perusahaan jasa, yaitu perusahaan yang bergerak dalam bidang rumah sakit, perbankan dan perusahaan jasa asuransi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa secara umum jenis kepemimpinan transformasional mampu membangun kinerja jaminan, empati, kehandalan dan kecepat-tanggapan dari karyawan lini pada ketiga jenis perusahaan jasa yang diteliti. Jenis Kepemimpinan Transaksional ternyata malah melemahkan tiga jenis kinerja karyawan lini depan yaitu kinerja jaminan empati dan kehandalan. Secara umum jenis kepemimpinan ini ternyata tidak tepat diterapkan untuk menghasilkan untuk kerja yang diinginkan pada karyawan lini depan jasa. Hal ini disebabkan oleh karena jenis kepemimpinan ini lebih bersifat statis, sehingga menyebabkan bawahan bekerja dengan cara-cara yang telah berlaku selama ini tanpa punya keinginan untuk melakukan perbaikan. Kerangka Penelitian dan Pengembangan Hipotesis Hubungan antar konsep dalam penelitian ini, atau yang lebih dikenal dengan paradigma penelitian digambarkan sebagai berikut. Gambar 1 Paradigma Penelitian Independent Dependent Variable Variable Gaya Kepemimpinan Transformasional Kinerja Pegawai Gaya Kepemimpinan Transaksional Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional secara parsial dan simultan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. METODE PENELITIAN Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Badan Investasi dan Promosi Aceh yang beralamat di Jalan Jend. A. Yani, No 39 Peunayong Banda Aceh. Objek penelitian berhubungan dengan kinerja pegawai instansi tersebut yang dikaitkan dengan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional yang diperankan oleh kepala badan tersebut. Populasi dan Penarikan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh yang berjumlah 65 orang terdiri dari satu orang pimpinan badan dan para pegawai yang teralokasi pada berbagai bidang pekerjaan. Karena jumlah populasi relatif sedikit maka semua anggota populasi dijadikan sampel. Sehingga penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. 109 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 Teknik Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan (field research) dengan cara mengedarkan kuesioner. Kuisioner berisi pertanyaan/pernyataan yang berhubungan dengan kinerja pegawai, gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Masing-masing pertanyaan/ pernyataan berisi alternatif pilihan jawaban yang dalam bentuk tingkat kesetujuan yang akan dipilih oleh pegawai. Masing-masing tingkat kesetujuan diberikan skor berdasarkan skala Likert 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan ketentuan sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, ragu-ragu diberi skor 3, setuju diberikan skor 4 dan sangat setuju diberikan skor 5. Karena pertanyaan/pernyataan yang diajukan melalui kuesioner adalah pertanyaan/pernyataan positif, maka ketentuan pemberian skala berlaku skor rendah point rendah dan skor tinggi poin tinggi. Peralatan Analisis Data Peralatan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hal ini disebabkan penelitian ini pada dasarnya menguji hubungan fungsional antara kinerja pegawai sebagai variabel dependen dengan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional sebagai variabel independen. Secara matematis regresi linier berganda yang diaplikasikan dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut (Gujarati, 2006:130): Y = a + b1X1 + b2X2 + e Dimana: Y = Kinerja pegawai a = Konstanta X1 = Gaya kepemimpinan transformasional X2 = Gaya kepemimpinan transaksional b1, b2 = Koefisien regresi X1 dan X2. e = Error term Guna mengetahui keeratan hubungan antara kinerja pegawai dengan gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional digunakan peralatan statistik koefisien korelasi (R). Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja pegawai digunakan koefisien determinasi (R2). Pengujian Hipotesis Pada tingkat keyakinan 95%, hipotesis penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 110 Ho : Gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional secara parsial dan simultan tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Ha : Gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Guna menguji hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya digunakan peralatan statistik uji F dan uji t. Kriteria pengujian hipotesis dengan menggunakan kedua peralatan statistik tersebut sebagai berikut. a. Pengujian statistik dengan uji F Peralatan statistik uji F digunakan untuk menguji signifikansi (nyata atau tidak nyata) pengaruh ketiga variabel independen (kepemimpinan transformasional dan transaksional) secara simultan terhadap kinerja pegawai. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebagai berikut. - Apabila nilai F hitung > F tabel dapat diartikan secara simultan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. - Apabila nilai F hitung < F tabel dapat diartikan secara simultan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. b. Pengujian statistik dengan uji t. Peralatan statistik uji t digunakan untuk menguji signifikansi (nyata atau tidak nyata) pengaruh variabel independen secara parsial terhadap kinerja pegawai. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebagai berikut. - Apabila nilai t hitung suatu variabel independent lebih besar dari nilai t tabel, dapat diartikan secara parsial variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. - Apabila nilai t hitung suatu variabel independent lebih kecil dari nilai t tabel, dapat diartikan secara parsial variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Untuk mempercepat perhitungan dan menghindari terjadinya kesalahan, keseluruhan proses perhitungan statistik menggunakan alat Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM bantu komputer melalui software SPSS (statistical product and service solution) versi 12.00. Operasional Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari kinerja pegawai sebagai variabel terikat dengan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dan sebagai variabel bebas. Kinerja pegawai adalah seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. (Malthis & Jackson, 2006). Indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja mengacu pada indikator kinerja PNS diambil dari SE. BAKN No. 02/SE/1980 yang juga dirangkum dalam UU No. 43/1999 meliputi kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, tetaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan kepemimpinan. Gaya kepemimpnan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan-pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut (Robbins, 2008). Variabel ini terdiri dari 13 indikator meliputi memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebangaan, meraih penghormatan dan kepercayaan, mengkomuni kasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk menfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana, mendorong intelegensia, mendorong rasionalitas, memecah kan masalah secara hati-hati, memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, mau melatih pegawai dan mau menasehati pegawai. Gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas (Robbins, 2008). Variabel ini terdiri dari 8 indikator meliputi kontrak pertukaran imbalan atas upaya, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian karyawan, Melihat dan mencari penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan, mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi, melepas tanggung jawab dan mengindari pembuatan keputusan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas item, yaitu untuk mengetahui apakah item-item pernyataan yang dimuat dalam kuesioner penelitian valid atau tidak. Pengujian validitas kuesioner didasarkan pada perbandingan nilai r hitung dan nilai r tabel. Nilai r hitung dicari dengan mencari nilai korelasi antara skor alternatif pilihan jawaban responden pada item pernyataan tertentu dengan total skor item dalam variabel terkait. Selanjutnya nilai korelasi hitung (r hitung) tersebut dibandingkan dengan nilai kritis r product moment (r tabel), dengan ketentuan apabila nilai (r hitung > r tabel), maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel, maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan tidak valid. Hasil uji validitas dapat dilihat Tabel 1. Tabel 1 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja pegawai Kepemimpinan transformasional Kepemimpinan Transaksional Item Nilai R Hitung A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13 0,362 0,463 0,614 0,752 0,645 0,710 0,661 0,702 0,614 0,726 0,636 0,702 0,649 0,645 0,336 0,631 0,650 0,572 0,439 0,746 0,683 0,375 0,547 0,611 0,626 0,709 0,711 0,840 0,854 0,596 0,728 0,840 0,854 0,596 0,711 0,840 0,843 0,592 0,715 Nilai R Tabel (n = 60) 0,254 0,254 0,254 Ket Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Sumber: Data Primer (Diolah), 2012. 111 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 Hasil Uji validitas menunjukkan bahwa nilai r hitung untuk masing-masing item pertanyaan/ pernyataan dalam kuesioner penelitian lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis r product moment (r tabel). Pernyataan pertama yang berhubungan dengan kinerja pegawai (dengan kode item A1) diperoleh nilai r hitung sebesar 0,362. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel (pada n = 60) yang menunjukkan angka sebesar 0,254. Dengan demikian dapat diartikan bahwa item pernyataan tersebut dinyatakan valid. Begitu juga halnya untuk item pernyataan A2, A3 sampai A13 juga menunjukkan nilai r hitung lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel yang berarti semua item pernyataan pada variabel kinerja pegawai dinyatakan valid. Variabel gaya kepemimpinan transformasional terdiri dari 13 (tiga belas) item pernyataan yang dilambangkan dengan B1 sampai B13. Nilai r hitung untuk pernyataan pertama (B1) menunjukkan angka sebesar 0,645 lebih besar bila dibandingkan dengan r tabel sebesar 0,254. Dengan demikian dapat diartikan bahwa item pernyataan tersebut dinyatakan valid. Begitu juga halnya dengan item pernyataan kedua (B2) hingga item pernyataan ke tiga belas (B13), juga menunjukkan nilai r hitung lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel, sehingga dapat diartikan seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan transformasional dinyatakan valid. Seperti terlihat dalam Tabel 2 di atas, variabel gaya kepemimpinan transaksional (dengan kode item C1-C13) juga menunjukkan nilai r hitung masing-masing item lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel. Dengan demikian dapat diartikan bahwa seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan transaksional juga dinyatakan valid. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa semua item pernyataan pada setiap variabel yang diteliti dinyatakan valid. Artinya, item-item pernyataan pada setiap variabel bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur yang dalam hal ini adalah kinerja pegawai, gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional sebagai variabel yang diteliti. Hasil Uji Reliabilitas Keandalan (reliability) suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai stabilitas dan konsistensi dimana instrumen mengukur konsep dan membantu menilai “ketepatan” sebuah pengukuran. Sebagaimana dijelaskan dalam bab 112 sebelumnya, tolok ukur reliabilitas suatu kuesioner adalah nilai alfa cronbach yang diperoleh melalui perhitungan statistik, dengan ketentuan suatu kuesioner dinyatakan handal apabila memiliki nilai alfa cronbach di atas 0,60. Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian untuk variabel kinerja pegawai, kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional menunjukkan nilai alfa cronbach di atas 0,60 seperti terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kinerja pegawai Kepemimpinan transformasional Kepemimpinan transaksional 13 13 Nilai Cronbach Alfa 0,876 0,840 Handal Handal 13 0,933 Handal Jumlah Item Ket Sumber: Data Primer (Diolah), 2012. Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa nilai alfa cronbach masing-masing variabel penelitian lebih besar dari 0,60 sebagai nilai minimum yang dipersyaratkan bagi kehandalan kuesioner. Karena itu dapat dipahami bahwa kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian, baik untuk variabel kinerja pegawai, kepemimpinan transformasional maupun kepemimpinan transaksional dinyatakan handal atau tanpa bias (bebas kesalahan-error free) dan menjamin pengukuran yang konsisten lintas waktu dan lintas beragam item dalam instrumen. Hasil Uji Asumsi Klasik Hasil Uji Normalitas Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji normalitas, multikolinieritas dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui distribusi data, maksudnya apakah data terdistribusi secara normal atau tidak. Pengujian dan analisis terhadap normalitas data dapat dilakukan dengan menganalisis grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif data normal. Umar (2008: 181) menyatakan, suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila normal P-P Plots tidak menyimpang jauh dari garis diagonal. Hasil pengolahan data memperlihatkan normal probability plot seperti terlihat dalam Gambar 2. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM Gambar 2 Normal P-P Plot Regression (Hasil Uji Normalitas) Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Kinerja pegawai 1.0 Expected Cum Prob 0.8 0.6 0.4 0.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Deteksi ada tidaknya heteroskesdastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskesdastisitas. Hasil pengolahan data memperlihatkan grafik scatterplot seperti ditunjukkan dalam gambar 3 di bawah ini. Gambar 3 Grafik Scatterplot (Hasil Uji Heteroskedastisitas) Scatterplot 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Dependent Variable: Kinerja pegawai Hasil Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas dalam penelitian ini didasarkan pada nilai variance inflation factor (VIF). Manurung dan Saragih (2005:271) menyatakan “jika VIF lebih besar dari 10,0 maka variabel tersebut diyakini mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas yang lainnya. Hasil pengolahan data menunjukkan Nilai VIF masing-masing variabel independent menunjukkan angka sebesar 1,123 baik untuk variabel gaya kepemimpinan transformasional maupun gaya kepemimpinan transaksional seperti terlihat dalam Tabel 3. Tabel 3 Nilai VIF Sebagai Tolok Ukur Multikolinieritas Variabel Nilai VIF Kepemimpinan 1,123 Transformasional Kepemimpinan 1,123 Transaksional Sumber: Data Primer (Diolah), 2012. Tabel 3 di atas memperlihatkan nilai VIF masing-masing variabel indepen den lebih kecil dari 10,00 sehingga dapat diartikan tidak terjadi gejala multikolinieritas. Dengan kata lain tidak terdapat hubungan yang signifikan diantara sesama variabel penelitian. 4 Regression Studentized Residual Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa garis yang menggambarkan data sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya. Dengan kata lain titik-titik yang memperlihatkan data sesungguhnya tidak jauh menyimpang dari garis diagonal. Hal ini berarti bahwa data penelitian memiliki distribusi normal. 2 0 -2 -4 -4 -2 0 2 4 Regression Standardized Predicted Value Gambar di atas memperlihatkan bahwa grafik scatter plot tidak memiliki pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat diartikan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Kepemimpinan yang diperankan oleh oleh pimpinan dalam suatu organisasi tidak hanya dapat berdampak pada hubungan antara pimpinan dengan pegawai sebagai pelaksana kegiatan operasional instansi. Akan tetapi juga dapat berpengaruh pada kinerja pegawai dan kinerja instansi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan kepemimpinan pada dasarnya berkaitan dengan cara yang digunakan oleh pimpinan dalam mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Kepemimpinan yang dimaksudkan dalam penelitian ini terdiri dari gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan 113 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 transaksional. Kepemimpinan yang diperankan oleh pimpinan atau pihak atasan dalam suatu instansi pemerintah yang dalam hal ini adalah Badan Investasi dan Promosi Aceh tidak terlepas dari dua gaya kepemimpinan tersebut. Karena itu, kinerja pegawai instansi tersebut dijadikan fungsi dari gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional yang diperankan oleh atasan/pimpinan instansi. Penelitian ini menemukan bahwa kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Persamaan regresi linier berganda yang memperlihatkan hubungan fungsional antara kinerja pegawai dengan gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional seperti terlihat dalam persamaan regresi linier berganda berikut. Y = 2,000 + 0,334X1 + 0,258X2 Persamaan di atas memperlihatkan nilai konstanta sebesar 2,000. Secara statistik angka ini dapat diartikan apabila X1 dan X2 mendekati 0, maka nilai Y akan mendekati 2,000. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika pegawai memiliki persepsi yang tidak baik terhadap kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional yang diperangkan oleh atasan/pimpinan mereka pada Badan Investasi dan Promosi Aceh, maka kinerja pegawai akan sangat rendah. Indikasi inilah yang secara implisit dinyatakan oleh nilai konstanta sebesar 2,000 (skor pilihan jawaban tidak setuju pada skala pengukuran data). Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa variabel kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi X1 sebesar 0,3344. Secara statistik angka tersebut dapat diartikan apabila nilai rata-rata skor respon yang diberikan pegawai terhadap pernyataan yang berhubungan dengan kepemimpinan transformasional meningkat sebesar 1,00, maka nilai rata-rata skor respon terhadap pernyataan yang berhubungan dengan kinerja pegawai akan meningkat sebesar 0,334 dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Dengan demikian jelaslah bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Dari persamaan di atas juga dapat diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan transaksional juga berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi X2 sebesar 0,258. Secara statistik angka ini dapat diartikan setiap peningkatan nilai rata-rata skor 114 pilihan respon yang diberikan pegawai terhadap pernyataan yang berhubungan dengan variabel gaya kepemimpinan transaksional sebesar 1,00 dapat meningkatkan nilai rata-rata skor respon terhadap pernyataan yang berhubungan dengan kinerja pegawai sebesar 0,258. Hal ini juga mengindikasikan bahwa semakin baik penilaian seorang pegawai terhadap gaya kepemimpinan transaksional semakin tinggi pula kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh lebih dominan terhadap kinerja pegawai bila dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional. Hal ini disebabkan nilai koefisien regresi untuk variabel gaya kepemimpinan transformasional sebesar 0,334 lebih besar bila dibandingkan dengan nilai koefisien regresi variabel gaya kepemimpinan transaksional sebesar 0,258. Hal ini mengindikasikan bahwa sekalipun gaya kepemimpinan transaksional juga berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai namun pengaruh dimaksud masih lebih kecil bila dibandingkan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional. Hasil perhitungan statistik menghasilkan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,656 dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,431. Nilai koefisien korelasi (R) berada pada interval 0,600,80 yang berarti hubungan antara kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh dengan gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional termasuk katagori erat. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,431 dapat diartikan sebesar 43,1 persen variasi yang terjadi pada variabel kinerja pegawai dapat dijelaskan oleh variasi yang terjadi pada variabel gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Dengan kata lain, sebesar 43,1 persen kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Sisanya sebesar 56,9 persen lagi (1-0,431) dipengaruhi oleh variabel lain selain dua variabel tersebut. Variabel dimaksud adalah semua faktor yang secara teoritis dapat mempengaruhi kinerja pegawai seperti semangat kerja, disiplin, kompensasi, kepuasan kerja dan faktor lainnya termasuk komitmen pegawai terhadap instansi tempat mereka bekerja. Pembuktian Hipotesis Pembuktian hipotesis penelitian menggunakan statistik uji F dan uji t. Statistik uji F dimaksudkan untuk menguji signifikansi Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM pengaruh variabel independen gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional secara simultan (bersama-sama) terhadap kinerja pegawai. Hasil perhitungan menunjukkan nilai F hitung sebesar 21,585 lebih besar bila dibandingkan dengan nilai F tabel (df1 = 2, df2 = 57) pada tingkat keyakinan 95 persen sebesar 3,162. Karena nilai F hitung > F tabel (21,585 > 3,162) dapat diartikan secara simultan kedua variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh dapat diterima. Selanjutnya statistik uji t digunakan untuk mengetahui signifikan (nyata atau tidak nyata) pengaruh masing-masing variabel independen terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Pengujian statistik untuk masingmasing variabel independent dijelaskan sebagai berikut. 1. Hasil statistik uji t gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai. Hasil statistik uji t variabel gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh menunjukkan nilai t hitung sebesar 4,631. Sedangkan nilai t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen menunjukkan angka sebesar 2,002. Karena nilai t hitung > t tabel (4,631 > 2,002) dapat diartikan secara parsial gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Dengan kata lain gaya kepemimpinan transformasional yang diperankan oleh atasan/pimpinan secara nyata dapat meningkatkan kinerja pegawai instansi tersebut. 2. Hasil statistik uji t gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja pegawai. Hasil statistik uji t variabel gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,865. Sedangkan nilai t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen menunjukkan angka sebesar 2,002. Karena nilai t hitung > t tabel (2,865 > 2,002) dapat diartikan secara parsial gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Hal ini berarti bahwa gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas secara nyata dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan kinerja pegawai. Secara empiris dapat dijelaskan bahwa indikasi adanya gaya kepemimpinan transformasional yang diperankan oleh pimpinan/ atasan pada Badan Investasi dan Promosi Aceh dapat dilihat dari adanya kemauan pimpinan/ atasan mengkomunikasikan semua harapannya kepada setiap bawahan berkaitan dengan kinerja instansi. Tidak jarang pimpinan/ atasan mengkomunikasikan target yang ingin dicapai kepada para bawahannya. Selain itu pimpinan/ atasan juga mengkomunikasikan ide atau pendapatnya tentang cara pencapaian target pekerjaan, dan setiap pegawai juga didorong untuk mampu mencari cara terbaik tentang cara dan metode kerja yang paling baik untuk mencapai target dimaksud. Dengan adanya komunikasi, harapan dan ide atau pendapat yang disampaikan oleh pimpinan/atasan membuat para bawahan merasa terdorong untuk bekerja lebih baik, mereka lebih disiplin dalam bekerja, mematuhi peraturan kerja yang telah ditentukan dan mengikuti arahan pimpinan/atasan mereka. Hal inilah yang secara empiris menjadi bukti nyata adanya pengaruh signifikan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai. Berkaitan dengan gaya kepemimpinan transaksional, temuan empiris juga menunjukkan bahwa pimpinan/atasan mengakui capaian pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. Ketika target suatu pekerjaan sulit untuk dicapai pimpinan/atasan juga berupaya untuk mencari informasi mengenai penyebab sulitnya pencapaian target pekerjaan dimaksud dan kemudian melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi. Selain itu, ketika ada di antara pegawai yang melakukan kesalahan baik berkaitan dengan sikap, perilaku dan pekerjaan yang dilakukan, pimpinan/atasan berupaya untuk menempuh tindakan perbaikan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan nasehat kepada bawahan termasuk berkaitan dengan disiplin kerja, kemauan untuk mengalokasikan seluruh keterampilan yang dimiliki dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan adanya perilaku kepemimpinan yang demikian, para bawahan merasa terdorong untuk bekerja secara lebih baik, disiplin dalam bekerja dan mengikuti peraturan kerja yang ditentukan sehingga kinerja mereka meningkat. 115 JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 99-117 Implikasi Penelitian Penelitian ini memiliki implikasi teoritis dan implikasi penelitian. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Bahagia (2004:137) mengatakan bahwa kepemimpinan organisasi yang baik tidak hanya mampu menciptakan kepuasan kerja. Akan tetapi pimpinan yang memberikan perhatian yang baik dan seimbang terhadap tugas maupun terhadap pegawai atau mengubah perilaku bawahan sehingga menciptakan prestasi kerja dan rasa puas dalam bekerja. Hal ini juga didukung oleh pendapat Handoko (2003:293) yang mengatakan bahwa pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Implikasi penelitian dapat dinyatakan bahwa temuan tentang adanya pengaruh signifikan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja pegawai konsisten dengan temuan penelitian Andira dan Budiarto (2003) pada tiga perusahaan jasa, yaitu perusahaan yang bergerak dalam bidang rumah sakit, perbankan dan perusahaan jasa asuransi yang menyimpulkan bahwa secara umum jenis kepemimpinan transformasional mampu membangun kinerja jaminan, empati, kehandalan dan kecepattanggapan dari karyawan lini pada ketiga jenis perusahaan jasa yang diteliti. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadli (2006) pada PT. Kawasan Industri Medan juga menunjukkan indikasi yang sama, dimana gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan, atau dengan kata lain dengan gaya kepemimpinan yang baik maka kinerja karyawan tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai adalah gaya kepemimpinan transformasional. Hal ini mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan yang menginspirasi para bawahan untuk melampaui kepentingan-pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para bawahan memiliki pengaruh dominan terhadap peningkatan kinerja pegawai. 116 Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai F > F tabel dengan demikian hipotesis penelitian dapat diterima yang berarti bahwa secara simultan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. Hasil pengujian statistik juga menunjukkan nilai t hitung masing-masing variabel > t tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh. hitung Saran-saran 1. Sebaiknya Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh memelihara gaya kepemimpinan transformasional yaitu gaya kepemimpinan yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentinganpribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut. Secara operasional upaya memelihara gaya kepemimpinan transformasional dapat dilakukan dengan cara menanamkan rasa bangga dikalangan pegawai, mengkomunikasikan harapan atas pekerjaan yang dilakukan pegawai, mendorong intelegensia dan rasionalitas pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan, memberikan perhatian kepada pegawai dan upaya-upaya lainnya yang dapat memberikan dampak positif bagi semangat kerja pegawai termasuk kemauan untuk melatih dan menasehati pegawai berkaitan dengan pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. 2. Sebaiknya Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh berupaya untuk memperhatikan faktor lain selain gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dalam meningkatkan kinerja pegawainya. Hal ini disebabkan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap peningkatan kerja pegawai relatif kecil. Kendatipun pengaruh dimaksud dinilai signifikan, namun masih ada variabel lain yang memiliki pengaruh dominan terhadap peningkatan kinerja pegawai. Variabel dimaksud adalah faktor-faktor yang secara teoritis dapat mempengaruhi kinerja pegawai secara umum seperti keterampilan dan semangat kerja, kompensasi, disiplin kerja dan lain sebagainya. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai Badan Investasi dan Promosi Aceh Muhardi, SE & M. Ridha Siregar, SE. MM DAFTAR PUSTAKA Andira dan Budiarto, S (2003) Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Karyawan Lini Depan Perusahaan Jasa, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol. 1 No. 2, Oktober 2003. Astuti, Widya (2008) Pengaruh Perilaku Kepemimpinan pada Kinerja Pegawai Dinas Tata Kota Pekanbaru, Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 8, Nomor 2, Juli 2008; 73-82. Bahagia, Rahmat (2004), Hubungan Orientasi Kepemimpinan Struktur Inisiasi dan Konsiderasi dengan Kepuasan Kerja Karyawan, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Vol. 4, No. 2 : 133-140. Baso, Moerad (2003) Pembinaan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi: Suatu Pendekatan Strategik dalam Upaya Peningkatan Kualitas SDM dalam Konteks Globalisasi dan Otonomi Daerah, Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, No. 02 TH XXX Februari. Ensiklopedia Umum (2003), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kanisius Yogyakarta. Gibson, J.L, Ivancevich, JL, dan Donnelly, J.H (2002) Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, Cetakan Kelima, PT. Erlangga, Jakarta. Goleman, Daniel (2002) Emotional Intelligence, Penerjemah T. Hermaya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gujarati, Damodar (2006). Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa: Sumarno Zain, Penerbit Erlangga, Jakarta. Handoko, T. Hani (2003) Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Liberty, Yogyakarta. Hasibuan, M.S.P. (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Gunung Agung., Jakarta. Malhotra, Naresh K (2007) Marketing Research An Applied Oritentation, Fourth Edition, New Jersey: Prentice Hall. Inc. Malthis dan Jackson (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat. Jakarta. Manurung, J, A. H. Manurung dan F. D. Saragih. (2005) Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. PT. Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia, Jakarta. Rivai, Veithzal (2003), Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, PT Raja Grafindo, Jakarta. Robbin Stephen, (2003) Perilaku Organisasi: Konsep Kontropersi, Aplikasi, Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 2, Prenhallindo, Jakarta. Robbins, S.P. (2008) Perilaku Organisasi, Edisi Bahasa Indonesia, Alih Bahasa, Benyamin Molan, Edisi Kesepuluh, Indeks, Jakarta. Sedarmayanti (2007) Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, PT Refika Aditama, Bandung. Sopiah (2008) Perilaku Organisasi, Penerbit Andi, Yogyakarta. Suliyanto (2006) Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi, Yogyakarta. Tampubolon, Biatna D (2007) Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001, Jurnal Standarisasi Vol. 9 No. 3 Tahun 2007:106-115. Tangkilisan (2005) Manajemen Publik, PT Gramedia, Jakarta. Thoha, Miftah (2003). Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku, Cetakan Kesembilan, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Thoha, Miftah (2006) Kepemimpinan Dalam Manajemen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tondok, M. S dan Rita, A (2004) Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Dengan Kepuasan Kerja Karyawan, Jurnal PSYCHE Vol. 1, No. 1, Desember 2004. Umar Husein (2008) Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi Kedua, PT Gramedia, Jakarta. Undang-Undang No. 43/1999 Tentang Pokokpokok Kepegawaian. Utomo dan Deden Hermawan (2007) Evaluasi Terhadap Sistem Penilaian Prestasi Kerja Menurut Sistem DP3, Artikel. 117