BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi auditor mendapat kepercayaan dari klien untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan kliennya (Murianto dan Gudono 1999) dalam (Noviani dan Bandi 2002). Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan auditan lainnya maka auditor dituntut menjadi seorang ahli. Hal tersebut terkait dengan fungsi auditor sebagai pihak yang memperoleh wewenang dalam melakukan penilaian terhadap integritas manajemen dalam menyajikan laporan keuangan. Penilaian terhadap integritas manajemen perusahaan dalam menyajikan laporan keuangan merupakan suatu upaya perwujudan terhadap tanggung jawab auditor sebagai pihak yang dinilai independen dan memiliki kompetensi untuk melakukan serangkaian prosedur yang bertujuan memperoleh keyakinan yang memadai bahwa tidak terjadi kecurangan yang menyebabkan terjadinya salah saji yang material dalam laporan keuangan (Wahyuningtyas, 2007). SA seksi 220 dalam SPAP, 2001 menyebutkan bahwa “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan 1 2 umum. Dengan demikian auditor tidak dibenarkan untuk memihak. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988) dalam Elfarini (2007). Pada tanggal 26 Juli 2006, Komisaris PT Kereta Api Indonesia yang merangkap sebagai Ketua Komite Audit, Hekinus Manao, mengungkapkan kepada media massa tentang adanya manipulasi laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara yang menyebutkan adanya perolehan keuntungan, padahal sebenarnya perusahaan merugi. Ada sejumlah pos (akun) yang sebenarnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan, tetapi malah dinyatakan masih sebagai asset perusahaan. Padahal sebelumnya, pada tanggal 27 Juni 2006, Menteri Negara BUMN telah menyampaikan kepada Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat bahwa PT KAI membukukan laba bersih Rp 6,908 miliar pada tahun 2005, atau meningkat 40 persen dibandingkan dengan tahun 2004 sebesar Rp 4,913 miliar. Sepanjang periode 2003 – 2004, PT KAI mencetak laba sekitar Rp 4,5 miliar dan Rp 4,9 miliar. Jika Laporan Keuangan 2005 tidak bermasalah maka laba PT KAI pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp 6,9 miliar. Laba tersebut relative kecil dibandingkan dengan pendapatan perusahaan yang mencapai Rp 2,18 triliun pada tahun 2003 dan Rp 2,26 triliun pada tahun 2004. Pendapatan PT KAI didominasi oleh pendapatan layanan penumpang yaitu sebesar 40 %. 3 Sementara itu, lebih dari 70% jumlah penumpang yang diangkut adalah kelas ekonomi di mana hanya mampu memberikan kontribusi pendapatan sekitar 30%, sedangkan 30% penumpang kelas eksekutif mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar 70%. Perlakuan akuntansi yang dipermasalahkan yaitu : pencadangan piutang Pajak Pertambahan Nilai, beban penurunan nilai persediaan yang ditangguhkan dan bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya. Pada tanggal 15 Agustus 2006, dalam kesempatan penjelasan kinerja perusahaan Semester I tahun 2006, Komisaris Utama PT KAI Soemino Eko Saputro, didampingi oleh Direktor Utama Rony Wahyudi, Direktur Keuangan Ahmad Kuntjoro, serta sejumlah anggota Dewan Komisaris PT KAI lainnya, menyangkal tuduhan manipulasi laporan keuangan. Ia menyatakan, “Baik Dewan Komisaris maupun Direksi PT KAI berpendapat tidak ada niatan buruk dalam penyusunan laporan keuangan 2005. Sekarang revisi keuangan masih dalam proses penyelesaian. Selanjutnya, Direktur Utama Rony Wahyudi menjelaskan bahwa KAP S. Mannan sudah beberapa kali mengaudit laporan keuangan PT KAI. Penunjukkan KAP S. Mannan merupakan hasil keputusan RUPS pada bulan Juni 2005. Laporan keuangan merupakan laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama pihak luar perusahaan mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan selama satu periode tertentu biasanya satu tahun yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi dan arus kas. Yang bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan adalah manajemen 4 perusahaan. Laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan tidak menutup kemungkinan adanya salah saji. Kecurangan (fraud) adalah salah saji atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang dilakukan dengan sengaja. Kecurangan yang material dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tersebut akan berdampak negatif terhadap keputusan yang diambil oleh para pengambil keputusan. Maka dari itu agar laporan keuangan terbebas dari salah saji yang material diperlukan jasa pihak ketiga dalam hal ini adalah auditor, sehingga keputusan yang diambil oleh para pengguna laporan keuangan terutama pihak luar perusahaan seperti kreditor, investor, masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak luar yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan tepat dan tidak sesat. Dalam Standar Auditing seksi 110 mengenai “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen” paragraph 2 menyatakan : “Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah Laporan Keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi baik yang disebabkan oleh kecurangan yang tidak material terhadap Laporan Keuangan”. Sesuai dengan tanggung jawab auditor tersebut, maka manajemen perusahaan menggunakan jasa auditor untuk mengevaluasi laporan keuangan 5 dengan cara melakukan pemeriksaan (audit) terhadap laporan keuangan tersebut, audit laporan keuangan tersebut bertujuan untuk mendapatkan opini auditor sebagai bentuk jaminan apakah laporan keuangan telah disajikan secara benar dan wajar. Benar berarti laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam hal ini adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sedangkan wajar berarti angka yang terdapat dalam laporan keuangan disajikan secara adil dan tidak mengandung kesalahan yang material. Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan. Dalam merencanakan audit auditor harus menilai resiko terjadinya kecurangan (Boynson, Johnson & Kell : 67 – 68). Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Kompetensi auditor dapat dibentuk diantaranya melalui pengetahuan dan pengalaman. Dalam Standar umum SA seksi 210 tentang pelatihan dan keahlian auditor independen yang terdiri atas paragraf 03 – 05, menyebutkan secara jelas tentang keahlian auditor disebutkan dalam paragraf pertama sebagai berikut “audit harus dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan yang cukup sebagai auditor” (SPAP 2001) standar umum pertama tersebut menegaskan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan untuk 6 melaksanakan audit adalah harus memiliki pendidikan serta pengalaman yang memadai dalam bidang auditing. Pengalaman seorang auditor sangat berperan penting dalam meningkatkan keahlian sebagai perluasan dari pendidikan formal yang telah diperoleh auditor. Kompleksitas pekerjaan audit menuntut tanggung jawab yang besar, maka merupakan hal yang penting bagi para auditor untuk memiliki kompetensi dan independensi yang tinggi. Karena kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor inilah yang menjadi pertimbangan bagi para pihak yang membutuhkan jasa audit untuk memeriksa laporan keuangan suatu perusahaan. Dengan adanya kompetensi yang dimilikinya, auditor dapat melaksanakan audit dengan efektif dan efisien. Sedangkan dengan adanya independensi mereka mampu menarik kesimpulan dan memberikan opini yang tidak memihak. Dan hal ini akan membawa pengaruh pada hasil laporan keuangan auditan suatu perusahaan apakah laporan keuangan yang disajikan suatu perusahaan menunjukkan informasi yang benar dan jujur. Pengalaman yang dimiliki oleh auditor juga sangat berpengaruh pada tingkat pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Menurut Asih (2006) pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku, baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang pada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Dengan pengalaman yang dimiliki, 7 auditor akan lebih mampu dalam mengungkapkan kecurangan laporan keuangan yang disebabkan dari adanya salah saji material. Banyaknya penugasan audit yang pernah dilakukan serta lamanya penugasan audit yang dilakukan seorang auditor, akan berpengaruh pada pengalaman yang dimiliki auditor. Dengan pengalaman yang cukup, auditor akan lebih percaya diri dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Auditor yang memiliki tingkat pengalaman yang berbeda akan berbeda pula tingkat pengetahuan yang dimiliki dalam mendeteksi kecurangan. Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini akan dikaji tentang “Pengaruh Independensi, Kompetensi dan Pengalaman Auditor Terhadap Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan”. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai pengaruh kompetensi, independensi dan pengalaman auditor terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Temuan ini sangat penting terutama dalam upaya memberikan informasi mengenai seberapa pentingkah kompetensi, independensi dan pengalaman auditor dalam hubungannya dengan tanggung jawab auditor. 8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan ? 2. Apakah kompetensi auditor berpengaruh terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan ? 3. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari independensi auditor terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kompetensi auditor terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari pengalaman auditor terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. 9 D. Kontribusi Penelitian Adapun kontribusi penelitian yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kontribusi Praktik Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi para auditor mengenai tindakan kecurangan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemeriksaan laporan keuangan. Serta bagi peneliti lain diharapkan dapat menjadi bahan pustaka/referensi serta literature dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang terkait dan sejenis. 2. Kontribusi kebijakan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap auditor dalam menentukan kebijakan pengambilan keputusan. Serta memberikan informasi tambahan bagi pemerintah dalam membuat peraturan-peraturan yang relevan sehingga kebijakan seperti apa yang dapat diterapkan untuk meminimalisir kecurangan atas pengungkapan dalam laporan keuangan.