ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI GARAM DI KECAMATAN BATANGAN KABUPATEN PATI Bestianz Ronaldy Email : [email protected] Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183 No. Telp: 0274 387649 (hotline), 0274 387656 ext. 199/200 No. Fax: 0274 387649 ABSTRACT Salt is one of the agriculture commodities that have the potential to be developed. This is indicated by the increase of national salt needs each year. Batangan Pati was chosen as the location of the reseach because it has the salt production rate is high. This research aims to identify the factors that affect the production of salt, identifying the influence of production factors on the production of salt, as well as obtain technical efficiency value estimation, pricing, and economical factors of production of the salt. This reseach was conducted using the method of production efficiency analysis by Cobb-Douglas production function model with Frontier 4.1c program and Return to Scale. While the method of data collection was conducted by interview, observation and questionnaire. The result indicate the value of return to Sacle (RTS) is 1,01 (Increasing Return to Scale) that the increase output having proportion larger compared with the addition of input. Based on the result of the analysis that the efficiency of salt technical achieve an average of 0,93, allocative efficiency of salt production reached an average of 0,5, and the economic efficiency of salt production reached an average of 0,46. Its economic efficiency has a value less than 1, therefore it is concluded that the salt farm in Batangan Pati not efficient, so as to achieve efficient overall need to the reduction input. Keywords : Production Factor, Salt Farming, Stochastic Frontier Analysis, Technical Efficiency, Allocative Efficiency, Economic Efficiency. PENDAHULUAN Di Indonesia garam merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, karena tingginya kebutuhan akan garam. Kebutuhan garam semakin meningkat dari tahun ke tahun dimana kebutuhan garam dibagi menjadi 2 yaitu (1) garam konsumsi adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku produksi bagi industri garam konsumsi beryodium (garam meja), untuk aneka pangan (memiliki NaCl minimal 94,7 persen), dan pengasinan ikan. (2) garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri dengan kadar NaCl minimal 97 persen. Garam industri belum dapat diproduksi didalam negeri sehingga semuanya berasal dari impor. Tabel 1.1 Neraca Garam Nasional Tahun 2011-2014 Tahun (Ton) No. Uraian 2011 1. 2. 3. 4. Kebutuhan Garam Konsumsi a. Rumah Tangga b. Industri Aneka Pangan c. Industri Pengasinan Ikan Garam Industri a. Industri CAP dan Farmasi b. Industri Non CAP Produksi a. PT. Garam (Persero) b. Garam Rakyat Ekspor Impor a. Garam Konsumsi b. Garam Industri CAP dan Non CAP 2012 2013 2014 3.228.750 3.270.086 3.573.954 3.611.990 1.426.000 1.466.336 1.546.454 1.483.115 747.000 732.645 746.454 511.390 269.000 446.752 20,04 48,91 410.000 451.691 500.000 525.000 1.802.750 1.803.750 2.027.500 2.128.875 8,62 5,82 5 5 1.600.000 1.601.000 1.822.500 1.913.625 6,3 5 202.750 202.750 205.000 215.250 1.113.118 2.071.601 1.087.715 2.192.168 2,04 46,72 5 101,54 156.713 307.348 156.829 315.000 956.405 1.764.253 930.886 1.877.168 1.197 2.624 2.849 2.166 2.615.202 2.314.844 2.020.933 2.251.577 49,33 46,29 7,16 -4,26 100,86 101,65 -23,97 11,41 473.133 -6,62 70,51 1.691.446 1.819.771 1.743.458 1.778.444 1,8 2,01 923.756 282.000 495.073 300.000 kenaikan ratarata (persen) 20112013201 20 4 14 3,88 1,06 1,4 -4,1 -10,51 -31,49 277.475 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan (2015) Dari table 1.1 kebutuhan garam nasional tahun 2014 mencapai 3,61 juta ton, terdiri dari garam konsumsi sebesar 1,48 juta ton dan garam industri sebesar 2,13 juta ton. Dari tahun 2011 pertumbuhan kebutuhan garam industri rata-rata mencapai 5,82 persen per tahun sedangakan kebutuhan garam konsumsi rata-rata mencapai 1,40 persen per tahun. Kebutuhan garam konsumsi terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebanyak 511 ribu ton, kebutuhan industri aneka pangan sebanyak 447 ribu ton, industri pengasinan ikan sebanyak 525 ribu ton. Sedangkan kebutuhan garam industri terdiri dari industri CAP dan farmasi sebesar 1,91 juta ton dan industri non CAP sebesar 215 ribu ton. Kebutuhan garam industri sebagian besar dipenuhi oleh Pasokan impor untuk industri CAP dan non CAP sebesar 1,78 juta ton atau mencapai 83,54 persen. Artinya produksi garam industri di dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan garam industri nasional. Produksi garam konsumsi nasional tahun 2014 mencapai 2,19 juta ton, berasal dari PT. Garam (Persero) 315 ribu ton dan garam rakyat sebesar 1,88 juta ton. Tabel 1.2 Luas Lahan Produksi Garam Wilayah Pesisir Jawa Tengah 2015 Luas Lahan 1. Pati 2.838,11 2. Rembang 1.568,65 3. Demak 1.271 4. Jepara 501,02 5. Brebes 430 Jumlah 6.608,78 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan (2015) No. Kabupaten / Kota Dari Tabel 1.2 luas lahan produksi garam di Jawa tengah totalnya sebesar 6.608,78 Ha, dimana 2.838,11 Ha terdapat di Kabupaten Pati, 1.568,65 Ha di Kabupaten Rembang, 1.271 Ha di Kabupaten Demak, 501,02 Ha di Kabupaten Jepara dan 430 Ha di Kabupaten Brebes. Penelitian ini merupakan pengembangan dari banyak penelitian sebelumnya dengan mengkombinasikan variabel bebas hasil tidak konsisten maupun yang masih perlu untuk diketahui hasil lebih lanjut mengenai pengaruh variabel bebas tersebut. Sampel dilakukan di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati yaitu Petani garam yang memproduksi garam yang memenuhi kriteria. Sehingga peneliti ingin mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dan mengambil judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Garam Di Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati”. Rumusan Masalah 1. Bagaimana nilai efisiensi teknis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan? 2. Bagaimana nilai efisiensi harga dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan? 3. Bagaimana nilai efisiensi ekonomis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui efisiensi teknis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan. 2. Untuk mengetahui efisiensi harga dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan. 3. Untuk mengetahui efisiensi ekonomis dalam penggunaan faktor produksi garam di Kabupaten Pati Kecamatan Batangan. Manfaat Penelitian 1. Akademisi Penilitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi para pelajar. 2. Pemerintah Hasil penelitian diharapkan agar pemerintah dapat lebih memberi perhatian dan bantuan kepada petani garam rakyat di kecamatan Batangan, kabupaten Pati sehingga para petani dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi garam. 3. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai faktor-faktor produksi apa saja yang efisien dalam produksi garam. TINJAUAN PUSTAKA Produksi Produksi diartikan sebagai atau penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda baik dalam pengertian apa, dimana atau kapan komoditikomoditi di alokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono 2004:14 menyatakan bahwa teori produksi sebagaimana teori konsumen merupakan teori pemilihan atas berbagai alternatif yang tersedia. Dalam hal ini adalah keputusan yang diambil seorang produsen untuk menentukan pemilihan atas alternatif tersebut. Produsen mencoba memaksimalkan produksi yang bisa dicapai dengan suatu kendala ongkos tertentu agar dapat dihasilkan keuntungan yang maksimum. Faktor Produksi Faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi dalam perekonomian akan menentukan sampai mana suatu negara dapat menghasilkan barang dan jasa. Sukirno mengatakan bahwa faktor produksi dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu modal, faktor produksi ini merupakan benda yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan. Tenaga kerja, faktor produksi ini meliputi keahlian dan ketrampilan yang dimiliki, yang dibedakan menjadi tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja terdidik. Tanah dan sumber alam, faktor tersebut disediakan oleh alam meliputi tanah, beberapa jenis tambang, hasil hutan dan sumber alam yang dijadikan modal, seperti air yang dibendung untuk irigasi dan pembangkit listrik. Keahlian keusahawanan, faktor produksi ini berbentuk keahlian dan kemampuan pengusaha untuk mendirikan dan mengembangkan berbagai kegiatan usaha (Sukirno,2005:6). Fungsi Produksi Fungsi produksi menunjukan sifat hubungan diantara faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan, faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut output. Hubungan antara masukan dan keluaran diformulasikan dengan fungsi produksi berikut (Sukirno,2005:195): Q = f (K,L,R, …..) K adalah jumlah stok modal (Kapital), L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R adalah kekayaan alam, sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya (Sukirno,2005:195) Konsep Efisiensi Efisiensi adalah ukuran keluaran (output) per satuan waktu, tenaga, dan biaya dengan memperhatikan faktor input yang digunakan dalam melakukan produksi, seseorang mungkin bekerja lebih lama daripada orang lain tetapi belum dapat menghasilkan output yang lebih banyak daripada yang bekerja dengan waktu yang lebih pendek, makin banyak barang yang dapat dihasilkan per sartuan waktu, tenaga dan biaya semakin efisien dalam melakukan pekerjaan. Dalam termatologi ilmu ekonomi, pengertian efisiensi digolongkan menjadi 3 macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga (alokatif), dan efisiensi ekonomi. Return to Scale Menurut (Soekartawi, 2001:170) keadaan skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui apakah usaha yang diteliti mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing return to scale. METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah petani garam yang memproduksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Penilitian ini menggunakan sampel sebanyak 75 petani garam yang memenuhi kriteria penelitian. B. Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode survey dengan teknik kuisioner yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai usaha tani garam di kecamatan Batangan. 2. Data Sekunder Data sekunder merupaka suatu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan yaitu dengan membaca kepustakaan seperti bukubuku literatur, diktat-diktat kuliah, majalah-majalah, jurnal-jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan pokok penelitian, surat kabar dan membaca dan mempelajari arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang terdapat di instansi- instansi yang terkait. Untik melengkapi paparan hasil penelitian juga digunakan rujukan dan referensi dari bank data lain yang relevan, misalnya jurnal, laporan hasil penelitian terdahulu, serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini. C. Teknik Pengambilan Sampel Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling, menurut (Sugiyono, 2001:61) Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Menurut Nashihun Ulwan,2014 purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun kriteria yang dipilih dalam penentuan sampel adalah : 1. Petani Garam yang tinggal di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati 2. Lahan yang digunakaan adalah lahan yang ada di kecamatan Batangan Kabupaten Pati 3. Luas lahan lahan minimum yang masuk dalam penelitian adalah sebesar 400 m2 4. Hasil produksi garam minimum sebesar 50 ton. D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data melalui observasi, interview (wawancara) dan kuesioner terhadap petani tambak garam. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008:142). Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket terbuka yaitu pertanyaan yang diharapkan responden untuk mneuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan variabel produksi, modal, luas lahan, dan tenaga kerja. E. Variabel dan Definisi Operasional Sesuai dengan variabel yang diamati maka definisi operasionalnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Jumlah produksi (Y) adalah jumlah garam yang dihasilkan oleh petani dalam satuan ton dalam satu masa produksi. 2. Modal (X1) adalah sejumlah uang yang dimiliki petani yang digunakan untuk membeli peralatan, ongkos tenaga kerja, dan perbaikan atau perawatan alat dengan satuan rupiah (Rp). 3. Luas lahan (X2) adalah luas lahan yang digunakan untuk memproduksi 4. 5. 6. 7. garam dalam satuan meter persegi (m2) dalam satu masa produksi tenaga kerja (X3) adalah jumlah tenaga kerja, yang dibutuhkan perkegiatan dalam satu kali musim produksi yang didasarkan satuan hari orang bekerja (HOK) dalam satu masa produksi. Efisiensi Teknis adalah suatu penggunaan faktor produksi dikatakan mencapai efisien secara teknis apabila faktor produksi yang digunakan dapat menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi Harga dikatakan tercapai apabila nilai produksi marginal sama dengan harga produksi bersangkutan. Efisiensi Ekonomi dikatakan tercapai apabila usahatani tersebut dapat mencapai efisiensi teknis dan efisiensi harga. F. Analisis Data Untuk mencapai tujuan penelitian serta menguji hipotesis, maka penulis menggunakan metode pendekatan Stochastic Production Frontier (SPF) sebagai berikut: 1. Model Fungsi Produksi Frontier Fungsi Produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan, (X). (Soekartawi, 2003). Fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis bentuknya sebagai berikut: Y = α X1β1X2β2 Untuk memudahkan pendugaan jika dinyatakan dalam hubungan Y dan X maka persamaan tersebut diubah menajdi bentuk linier, yaitu: LnY = + LnX1 + LnX2 + LnX3 + ui Dimana : Y = jumlah produksi garam yang dihasilkan dalam satu masa produksi (ton) X1 = sejumlah uang yang dimiliki petani yang digunakan untuk membeli peralatan, ongkos tenaga kerja, dan perbaikan atau perawatan alat dengan satuan rupiah (Rp). X2 = luas lahan yang digunakan untuk memproduksi garam dalam satu masa produksi ( m2 ) X3 = jumlah tenaga kerja yang di butuhkan untuk memproduksi garam dalam satu kali musim produksi (orang). , , = parameter. ui = disturbance term (kesalahan) 2. Uji Efisiensi a. Efiensi Teknis Efisiensi teknis adalah perbandingan antara produksi actual dengan tingkat produksi yang potensial dapat dicapai (Soekartawi,2003:49). Guna menjawab tutjuan penelitian, yakni untuk melihat tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati digunakan pengukuran tingkat efisiensi teknis yang dapat diketahui dari hasil pengolahan data dengan bantuan software frontier 4.1c. Nilai efisiensi teknis dapat diketahui dari pengolahan data dengan bantuan Stochastic Frontier 4.1c. jika nilai efisiensi teknis sama dengan satu maka penggunaan input atau faktor produksinya sudah efisien dan jika nilai efisiensi teknis kurang dari satu maka penggunaan input atau faktor produksinya belum efisien. b. Efisiensi Harga Menurut (Nicholson, 1995;175), efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input (NPMxi) dengan harga inputnya (vi) sama dengan 1. Kondisi ini menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X. Menururt Soekartawi (2003) efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input (NPMxi) dengan harga inputnya (vi) sama dengan 1. Kondisi ini menghendaki NPM, sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat ditulis sebagai berikut : NPM = Px = Px atau =1 Dimana : . b = elastisitas produksi Y = output rata-rata X = input rata-rata Py = harga output rata-rata Px = harga input rata-rata Yang sering kali terjadi adalah (NPM / Px) > 1, hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien. Agar bisa mencapai efisien, maka penggunaan faktor produksi X perlu ditambah, (NPM / Px) < 1, hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien, untuk menjadi efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi. c. Efisiensi Ekonomis Menurut Suryo Wardani (1997), efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga/alokatif dari seluruh faktor input. Efisiensi ekonomi pada pertanian garam dapat dinyatakan sebagai berikut: EE = TER . AER Dimana : EE = Efisiensi Ekonomi TER = Technical Efficiency Rate AER = Allocative Efficiency Rate 3. Return to Scale RTS (Return to Scale) atau keadaan skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor produksi. Terdapat tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu (Soekartawi, 1990): a. Decreasing return to scale (DRS), bila (β1 + β2 + ….βn) < 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi penambahan jumlah produksi. b. Constant return to scale (CRS), bila (β1 + β2 + ….βn) = 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan jumlah produksi yang diperoleh. c. Increasing Return to Scale (IRS), bila (β1 + β2 + ….βn) > 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan jumlah produksi yang proporsinya lebih besar. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Efisiensi Teknis Dalam menjalankan produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati ternyata para petani tidak efisien secara teknis jadi penggunaan faktor produksinya masih belum dikombinasikan secara baik sehingga menimbulkan inefisiensi. Secara teknis petani masih belum mampu mengkombinasikan input yang benar-benar digunakan untuk menghasilkan output yang maksimal secara efisien. Dari hasil perhitungan efisiensi teknis melalui alat bantu komputer Frontier 4. 1. C diperoleh hasil bahwa dari keseluruhan sampel yang diteliti tidak mampu mencapai tingkat efisiensi secara teknis. Rata-rata dari kesuluruhan sempel yakni sebesar 0,93733292, hasil perhitungan efisiensi teknis ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi dalam produksi garam tidak efisien secara teknis sehingga perlu dilakukan pengurangan input faktor produksi. Secara umum, kebanyakan para petani garam beranggapan bahwa semakin faktor produksi ditambah penggunaannya maka akan menghasilkan output yang banyak pula. Penggunaan faktor produksi harus digunakan secara proprsional agar tercipta efisiensi teknis. Penggunaan faktor produksi yang berlebihan justru akan membuat produktivitas menurun dan hasil output menjadi turun. Sebab penggunaan faktor produksi yang berlebihan ternyata akan menjadikan produksi menurun. Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi teknis diatas, diperoleh hasil bahwa penggunaan faktor produksi dalam kegiatan produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati harus dikurangi. Hal ini dikeranakan ternyata para petani garam terlalu berlebihan dalam memberikan input faktor produksi yang ternyata berdampak pada penurunan produksi. Umumnya petani garam banyak beranggapan bahwa apabila penambahan pekerja/tenaga kerja dapat mengurangi pengangguran di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dan dapat mempercepat dalam pekerjaan khususnya saat garam sudaah siap dipanen. Namun bukan demikian hasilnya, dengan penambahan tenaga kerja juga akan berdampak pada penambahan modal pada produksi karena petani garam harus mengeluarkan modal lebih banyak untuk membayar/menggaji tenaga kerja. Para petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati harus mampu mengkombinasikan penggunaan faktor produksi yang digunakan yakni modal, luas lahan, dan tenaga kerja agar tercapai efisiensi. Penggunaan faktor produksi pada produksi garam dinilai terlalu berlebihan, hal ini menyebabkan inefisiensi teknis dalam produksi garam. (Hanifah,2013) dengan penelitiannya yang berjudul “efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri menengah, kecil, dan rumah tangga mebel di Kabupaten Blora” menyatakan bahwa rata efisiensi teknis kurang dari 1, hal ini bahwa tidak efisien secara teknis karena belum mencapai nilai 1. 2. a. Efisiensi Harga NPM modal (NPM1) Dari hasil perhitungan NPM1 untuk penggunaan faktor produksi modal diperoleh hasil sebesar 1,42. Angka ini menunjukkan arti bahwa penggunaan faktor produksi modal dalam produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati belum efisien secara harga sehingga perlu dilakukan penambahan Input modal. Penambahan ini dilakukan mengingat lahan produksi yang luas sehingga akan berpengaruh terhadap input modal. Semakin luas lahan produksi yang digunakan maka modal yang digunakan juga bertambah untuk menjalakan produksi garam. Serta juga perlu adanya penambahan modal saat terjadi kerusakan alat yang digunakan untuk menjalankan proses produksi seperti silinder pemadat tanah, penggaruk, keranjang, disel dan alat-alat lain. Dengan penambahan penggunaan input modal akan menjadikan produksi garam efisien secara efisien. Tapi jika masa produksi garam ini terjadi pada saat musim penghujan, maka produksi garam mengalami kegagalan sehingga petani garam membutuhkan modal lebih banyak lagi khususnya bensin untuk mengulang proses produksi garam karena proses produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati menggunakan metode kristalisasi maka cuaca sangat berpengaruh dalam proses produksi. b. NPM luas lahan (NPM2) Dari hasil perhitungan NPM2 untuk penggunaan produksi luas lahan diperoleh hasil sebesar 2,07. Angaka ini menunjukan arti bahwa penggunaan luas lahan dalam produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien secara harga sehingga perlu dilakukan penambahan input luas lahan. Petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati kebanyakan tidak menggunakan semua lahan yang mereka punya dalam menjalankan proses produksi garam. Hal yang menyebabkan tidak efisiennya penggunaan luas lahan karena lahan yang sangat luas tidak bisa dimanfaatkan secara optimal dalam produksi garam sementara tenaga kerja yang digunakan lebih banyak. Maka dari itu, untuk mencapai efisieinsi pada luas lahan harus mampu digunakan dan dimanfaatkan faktor produksi tersebut menurut proporsinya. c. NPM Tenaga Kerja (NPM3) Dari hasil perhitungan NPM3 untuk penggunaan tenaga kerja diperoleh hasil sebesar -1,99. Angka ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati masih belum efisien secara Harga sehingga perlu dilakukan pengurangan input tenaga kerja. Petani garam banyak beranggapan bahwa penambahan pekerja/tenaga kerja dapat mengurangi pengangguran di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dan dapat mempercepat pekerjaan dalam produksi garam khususnya saat panen garam mulai. Jika saat panen dengan 1 petani sehari dapat memanen garam 1 ton sehari tapi jika dilakukan dengan 2 petani sehari bisa mencapai 2 ton dan hasil yang diperoleh lebih banyak. Namun bukan demikian hasilnya, dengan bertambahnya tenaga kerja juga akan bedampak pada pembahan modal pada produksi garam karena harus membayar atau menggaji tenaga kerja. Sedangkan lahan yang digunakan tidak dipakai secara semestinya jadi produksi yang dihasilkan tidak maksimal. Sehingga perlu dilakukan pengurangan tenaga kerja agar tercapai efisiensi secara harga dan mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hasil perhitungan NPM masing-masing faktor produksi diatas diketahui efisiensi harga adalah sebesar 0,5. Hal ini berarti produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati tidak efisien secara harga, sebab nilai efisiensi harganya lebih kecil dari 1. Sehingga perlu dilakukan penambahan terhadap penggunaan faktor produksi yang nilai NPMnya lebih besar dari 1 yaitu input modal dan luas lahan, kemudian mengurangi penggunaan faktor produksi yang nila NPMnya kuran dari 1 yaitu input tenaga kerja agar efisien secara harga dapat tercapai dan memberikan keuntungan yang maksimal. Dari hasil ini dapat diketahui para petani garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati masih belum mampu memaksimalkan keuntungan yang potensial dapat diperoleh dari produksi garam yang dilakukannya. (Setiawan,2006) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi kecil genteng di Desa Tegowanug Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung” menyatakan bahwa hasil perhitungan efisiensi harganya kurang dari 1 maka tidak efisien secara harga sehingga perlu dilakukan pengurangan input. 3. Efisiensi Ekonomi Dari hasil perhitungan efisiensi ekonomi yang diperoleh hasil sebesar 0,46 maka dapat dikatakan bahwa produksi garam secara ekonomi belum efisien. Agar tercapai keuntungan yang maksimal maka di dalam kegiatan produksi garam ini harus menggunakan seluruh faktor-faktor produksi yang dimiliki secara efisien. Baik itu dalam menghasilkan output secara efisien agar optimal dan juga memaksimumkan keuntungan yang diperolehnya, maka perlu dilakukan penambahan input modal dan luas lahan, serta pengurangan input tenaga kerja agar tercapai efisiensi ekonomi pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. (Setiawan,2006) dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Industri Kecil Genteng Di Temanggung” menyatakan bahwa hasil Perhitungan efisiensi ekonomi kurang dari 1, hal ini usaha industri kecil genteng di Temanggung tidak efisien secara ekonomi. 4. Return to Scale (RTS) Berdasarkan hasil perhitungan return to scale (RTS) pada produksi garam di Kecataman Batangan Kabupaten Pati diperoleh hasil sebesar 1,01. Berdasarkan hasil ini angka return to scale lebih dari 1 yang berarti berada pada kondisi increasing return to scale. Dengan skala lebih dari 1 maka masih ada peluang untuk meningkatan produksi. Nilai increasing return to scale sebesar 1,01 berarti apabila terjadi penambahan faktor produksi sebesar 1 persen maka akan menaikkan output produksi sebesar 1,01 persen, dengan hasil yang lebih besar dari 1 maka kondisi produksi garam di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan. Hal ini dikarenakan dalam kenaikan output memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan input. Hasil return to scale ini sejalan dengan hasil rata-rata efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa belum tercapai kondisi efisien pada produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Jika produksi garam belum efisien artinya bahwa produksi garam tersebut belum mampu menggunakan input faktor-faktor produksi secara proposional, sehingga output yang dihasilkan juga belum maksimal dan hal ini membuat produksi garam di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan. SIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat diambil suatu simpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata efisiensi teknis produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati adalah sebesar 0,93. Hal ini mengandung arti bahwa produksi garam di Kecamatan BatanganKabupaten Pati tidak efisien secara teknis karena belum mencapai nilai 1. Efisiensi teknis tercapai apabila input berupa faktor-faktor produksi yang digunakan mampu menghasilkan output yang masikmum. 2. Efisiensi harga (alokatif) pada daerah penelitian nilainya kurang dari 1, yaitu sebesar 0,5 yang artinya penggunaan input produksi belum efisien secara harga, sehingga perlu dilakukan pengurangan terhadap penggunaan faktor produksi. Untuk nilai NPMnya yang kurang dari 1 yang perlu dilakukan pengurangan input dan untuk nilai yang lebih dari 1 perlu dilakukan penambahan agar efisiensi secara harga dapat tercapai dan memberikan keuntungan yang diharapkan. 3. Efisiensi ekonomi dari produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati adalah sebesar 0,46, sehingga dapat dikatakan produksi garam di Kecataman Batangan Kabupaten Pati belum efisien secara ekonomi. Untuk mencapai efisien secara menyeluruh diperlukan adanya pengurangan input tertentu yang masih memungkinkan untuk dikurangi sehingga diharapkan penggunaan input yang efisien ini akan menghasilkan jumlah produksi yang optimal. B. SARAN 1. Untuk petani garam diharapkan lebih mampu menggunakan dan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang dimilikinya secara proposional, seperti mempertimbangkan proposi modal yang dikeluarkan agar tidak terjadi pemborosan pada penggunaan biaya selain faktor produksi. Penggunaan luas lahan harus bisa dimanfaatkan secara baik agar bisa medapatkan hasil garam yang maksimal. hal ini akan mendorong perkembangan produksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati yang diharapkan lebih berkontribusi bagi kemajuan ekonomi lokal. Serta petani agar membentuk kembali organisasi atau asosiasi petani garam sehingga dapat memberikan solusi terhadap produksi garam (Sarhing). Dan pembentukan koperasi petani garam dalam pembiayaan produksi garam agar produksinya lebih efisien dan menguntungkan. 2. Untuk penelitian selanjutnya tentang efisiensi pada produksi garam hendaknya menggunakan atau menambah variabel lain yang belum diteliti guna melengkapi kekurangan dari penelitian ini. Untuk pemerintah harus lebih memperhatikan petani garam dalam bentuk pemberian penyuluhan dan pemerataan bantuan, karena untuk di tempat yang diteliti dalam bentuk bantuan pemerintah masih belum merata bantuannya. DAFTAR PUSTAKA Berutu, Dolly A., 2014, “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi garam di Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang”, Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang. BPS, 2014, Statistik Daerah Kecamatan Batangan. Recivied 2016 http://www.patikab.bps.go.id/ Coelli, T.J., 1996. A Guide to Frontier 4.1. A Computer Program for Stochastic Frontier Production and Cost Fungsion Estimation. Centre for Efficiency and Productivity Analisis. New South Wales : University of New England. Armidale. Daniel, Moehar, 2002,“Pengantar Ekonomi Pertanian”. Jakarta : Bumi Aksara. Dinas Kelautan dan Perikanan,2015. Produksi Garam Nasional Indonesia. http://www.statistik.kkp.go.id Dinas Kelautan dan Perikanan, 2015. Produksi Garam Provinsi Jawa Tengah. http://www.dkp.jatengprov.go.id/ Dinas Kelautan dan Perikanan, 2015. Produksi Garam Kabupaten Pati. http://www.dislautkan.patikab.go.id Hanifah, Ristia N., 2013, “Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Industri Menengah, Kecil, dan Rumah Tangga Mebel di Kabupaten Blora”, Skripsi, Universitas Negeri Semarang. Herrick, Bruce & Kindleberger, Charles P., (1983), “Economic Development, 4-th Edition”. McGraw-Hill. Singapore. Iswandono, 2004, “Ekonomi Mikro”. UPP AMP YKPN : Yogyakarta. Khazanani, A., 2011, “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Cabe Kabupaten Temanggung”, Skripsi, Universitas Diponegoro Srmarang. Miller, Rogeer LR, Meiners, 2000, Teori Ekonomi Intermediate, Edisi Ketiga, PT. Raja Grafindo Perseda, Jakarta. Mubyarto, 1986, Politik dan Pembangunan Pedesaan. Sinar Harapan. Jakarta. Nicholson, W, 1995, Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Terjemahan dari Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Nicholson, W, 2002, Mikro Ekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi Kedelapan, Penerjemah Mahendra Bayu, Erlangga, Jakarta. Sadjad, S. 1993, “Dari Benih Kepada Benih”. Jakarta : Gramedia. Salvatore, Dominick, 1994, Teori Ekonomi Mikro Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga. Setiawan, Agus, 2006, “Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Industri Kecil Genteng di Desa Tegowanuh Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung”, Skripsi, Universitas Negeri Semarang. Soekartawi, 2003, “Teori Ekonomi Produksi”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Soekartawi, 2001. Pengantar Agroindustri. PT. Raja Garfindo Persada. Jakarta. Soekartawi, 1994, Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-Douglas Edisi 1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sudjana, Anas, 2002, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Raja Garvindo Persada. Sugiyono, 2008, Statistik Untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta. Sugiyono, 2012. Penjelasan Mengenai Purposive Sampling, Bandung. Sukirno, Sadono, 2005, “Mikroekonomi”. Jakarta : Erlangga. Syamsi, Ibnu, 2004, Efisiensi, Sistem, dan Prosedur kerja Edisi Revisi, Jakarta : Sinar Grafika. Ulwan, M.N., 2014. Teknik Pengambilan Sampel Dengan Metode Purposive Sampling. http://www.portal-statistik.com/