SIKAP TEPA SLIRA DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : NURUL KHOTIMAH F 100 090 007 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 SIKAP TEPA SLIRA DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : NURUL KHOTIMAH F 100 090 007 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 ii ABSTRAKSI SIKAP TEPA SLIRA DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA JAWA Nurul Khotimah Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, Psi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta [email protected] Sikap tepa slira dalam berlalu lintas adalah kecenderungan individu untuk menghargai orang lain, bersikap empati, tenggang rasa, memiliki kesadaran diri serta kebutuhan untuk memahami orang lain dalam berlalu lintas. Remaja Jawa hidup dengan nilai-nilai dan budaya Jawa dituntut untuk mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat secara turun-temurun, salah satunya adalah bersikap tepa slira ketika berlalu lintas. Remaja banyak mengalami masalah pada dirinya maupun lingkungan, salah satunya kurang memiliki tepa slira berlalu lintas dibuktikan banyaknya pelanggaran lalu lintas yang sebagian-besar didominasi oleh remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami sikap tepa slira dalam berlalu lintas pada remaja Jawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah 100 orang remaja berusia 16 sampai 21 tahun, merupakan suku Jawa, dan berdomisili di wilayah kecamatan Banjarsari, Surakarta. Pengambilan data dalam penelitian ini melalui kuesioner terbuka, wawancara, dan behavioral checklist. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap tepa slira adalah sikap sopan santun, peduli, sabar, dan menghormati orang lain. Sikap tepa slira berlalu lintas terbentuk dari pengetahuan tentang tepa slira, nilai Jawa dan islam yang melekat pada remaja diantaranya sabar, selamat, mawas diri, saling mengingatkan, patuh, dan hormat, serta dibentuk dari faktor pengalaman pribadi pada saat berlalu lintas, budaya masyarakat yang menerapkan sopan-santun, sekolah yang mengajarkan tepa slira, teman sebaya, kerangka acuan dengan meniru cara orang lain berkendara, dan emosi yang terjadi pada diri individu. Sikap tepa slira membentuk perilaku tertib berlalu lintas, peduli kepentingan orang lain, sabar saat berkendara, hati-hati, dan mawas diri. Kata Kunci: Tepa Slira, Lalu Lintas, Remaja Jawa v 1 temurun kepada generasi selanjutnya PENDAHULUAN Sikap saling menghargai yakni generasi muda atau biasanya orang lain dalam masyarakat Jawa disebut dengan remaja. Remaja disebut dengan tepa slira. Nilai-nilai adalah salah satu periode tepa slira tersebut tetap diajarkan perkembangan hidup manusia yang dan dipertahankan dari generasi ke yakni generasi perkembangan antara masa kanak- dalam berbagai bentuk masa perilaku keseharian, salah satunya kanak adalah dalam hal berlalu lintas. Sikap peralihan meliputi tepa perubahan dari slira merupakan dalam berlalu bagaimana lintas individu ke peralihan masa dewasa. masa Masa perubahan- berbagai aspek seperti terjadinya perubahan fisik, mampu mengontrol dirinya pada saat kognitif, berlalu lintas, menghargai orang lain (Papalia dkk, 2009). Remaja Jawa pada saat sedang berkendara di jalan adalah remaja yang hidup dalam raya. nilai-nilai dan budaya Jawa yang Individu yang mampu maupun menumbuhkan sikap tepa slira dalam sangat berlalu dapat saling menghargai dan menghormati pelanggaran yang lebih tua. Remaja yang tinggal maupun kecelakaan lalu lintas. Sikap di Jawa diharapkan mampu untuk tepa lintas melaksanakan nilai-nilai tepa slira merupakan salah satu dari nilai-nilai tersebut dalam berbagai hal, salah Jawa yang diyakini oleh masyarakat satunya dalam berlalu lintas. Susetyo Jawa dan diajarkan secara turun- (2006) penelitiannya menunjukkan lintas mengurangi slira di resiko dalam jalan berlalu menjunjung psikososial tinggi sikap 2 bahwa perilaku pemuda khususnya remaja dengan usia 16-20 tahun. mahasiswa Sebagian besar tersebut banyak masih nilai-nilai budaya menunjukkan Jawa dengan dari pelanggar yang belum mempertimbangkan nilai rukun dan memiliki Surat Izin Mengemudi. hormat, sedangkan perilaku nrima Sarkar, dkk (2004) mengemukakan mulai luntur karena pengaruh status bahwa remaja memiliki resiko dalam sebagai mahasiswa. mengemudi sangat besar. Sebanyak Sikap tepa slira dalam berlalu 1430 pelajar dan 880 remaja pelanggaran dan lintas pada remaja Jawa khususnya di melakukan wilayah Surakarta pada saat ini diketahui bahwa kebiasaan dan cara tergolong rendah. Hal ini dibuktikan mengemudi yang berbahaya, seperti dengan banyaknya pelanggaran lalu mengemudi dalam keadaan mabuk, lintas yang sebagian besar pelakunya balapan, adalah mengutamakan remaja. berdasarkan Mantap data Praja Prabowo (2013) pada Operasi dengan sandi saat maupun keselamatan berkendara. Lebih tidak pada lanjut penelitian yang dilakukan Hamadeh “Simpatik Candi 2013” yang digelar dan pada tanggal 7-27 Mei 2013 terdapat kecelakaan lalu lintas didominasi 4550 pelanggar yang ditindak dengan oleh usia kurang dari 25 tahun teguran 2837 dengan presentase 51,3% dari total pelanggar ditindak dengan tilang. kecelakaan 86%. Rakhmani (2013) Dari sekian banyaknya pelanggaran mengungkapkan tersebut ternyata didominasi oleh paling banyak melanggar lalu lintas tertulis/lisan dan Ali (2013) menunjukkan bahwa remaja 3 dipengaruhi berbgai faktor yakni pengemudi dengan kondisi mabuk pemahaman mengenai peraturan lalu semakin meningkat dan beresiko lintas, adanya program tilang, dan membahayakan karena perilakunya efektifitasnya. yang tidak menentu. Pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh remaja dikarenakan Sikap adalah suatu cara kurangnya bereaksi terhadap suatu rangsangan adanya sikap saling menghormati tertentu, baik rangsangan dari orang- orang lain. Remaja yang sedang orang, benda-benda, ataupun situasi dalam lebih mengenai dirinya. Sebagai suatu mementingkan dirinya sendiri karena reaksi, sikap biasanya berhubungan egonya dengan dua alternatif yaitu rasa masa yang transisi sangat besar dan emosinya yang tidak stabil sehingga senang kurang memperhatikan orang lain melaksanakannya atau menjauhinya atau lingkungan di sekitarnya. Deery (menghindarinya), dkk (1999) mengemukakan bahwa seterusnya(Akyas, 2004). pengemudi pemula usia 16-19 tahun beresiko menyimpang ditandai dan yang mengontrol sensasi, dan begitu (2001) mengemukakan sebuah mencari senang, Suseno dengan agresi yang tinggi, kecepatan berlebih, tidak sikap mengemudi untuk mengurangi kesadaran ketegangan, adanya persaingan, masyarakat tepa slira adalah individu dirinya diri yang mampu untuk berdasarkan membuat meletakkan mudah marah dan tersinggung. York dirinya dalam tata pergaulan sosial (2003) mengungkapkan bahwa di AS berdasarkan keputusan diri dan 4 kesukarelaan hati. Lebih lanjut, kendaraan dan orang di ruang lalu manusia sebagai makhluk sosial pada lintas diri manusia ada dorongan dan diselenggarakan kebutuhan untuk berhubungan dan angkutan jalan adalah terwujudnya berinteraksi lain. pelayanan lalu lintas dan angkutan Wujud dari tepa slira adalah sikap jalan yang aman, selamat, tertib, menjaga hubungan baik dalam segala lancar. dengan orang jalan. Tujuan lalu dari lintas dan bidang. Hubungan yang baik dalam Sikap tepa slira dalam berlalu masyarakat terkait dengan peranan lintas adalah kecenderungan individu dari untuk menghargai orang lain, untuk masing-masing anggota masyarakat. bersikap Effendi, dkk (2013) tepa slira yang dalam ajaran islam biasa memiliki empati, tenggang kesadaran kebutuhan untuk rasa, diri serta memahami dikenal dengan tasamuh. Tasamuh kebutuhan orang lain dalam hal artinya berlalu toleransi menenggang atau tenggang adalah sikap suka dan dan pendirian orang lain. Tasamuh lintas. pikiran, dan kelapangan dada. sehingga dapat menciptakan kelancaran, keamanan, mendengar dan menghargai pendapat merupakan kebesaran jiwa, keluasan lintas kenyamanan Mulder dalam berlalu (2001) mengemukakan bahwa individu yang Menurut Undang-Undang No tepa slira memiliki karakteristik 22 tahun 2009 pasal 1 lalu lintas sebagai berikut : didefinisikan a. Menghindari konflik terbuka sebagai gerak 5 Individu harus menciptakan selaras mampu c. Pengendalian dorongan dan emosi yang Pengendalian dorongan dan emosi lain. adalah hubungan dengan Hubungan orang yang selaras bagaimana individu mampu mengendalikan dorongan- diwujudkan setidaknya walaupun dorongan terjadi hanya dari sisi luarnya mengendalikan emosi yang terjadi saja. Untuk itu perlu menghindari pada setiap ucapan atau perilaku yang emosi yang ada tidak selalu baik memungkinkan dan mengharuskan individu untuk munculnya konflik terbuka dengan orang lain. b. Pengetahuan dan penguasaan diri pada dirinya. mampu dirinya dan Keinginan menahannya. dan Individu harus bisa menguasai emosinya Pengetahuan dan penguasaan diri ketika senang, sedih, ataupun bagaimana mengolah marah di hadapan orang lain rasa pada dirinya. Batin yang kuat untuk lebih menghormati dan memungkinkan tidak individu individu tidak terganggu oleh kejadian apapun di yang menjadi sabar. menerima bersangkutan Individu kehidupan bisa seperti perasaan orang tersebut. dunia fenomenal dan membuat individu menyinggung Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan adanya dan menyesuaikan diri mencakup dengan kehidupan. kognitif, masa dewasa perubahan dan sosial yang biologis, emosional. Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) 6 batasan usia remaja yakni usia kebijaksanaan hidup orang Jawa remaja berada pada rentang 12-23 mengedepankan budi luhur dengan tahun. (2012) mengedankan sikap dan bertindak karakteristik remaja diantaranya 1) jujur dan ikhlas. Purwadi (2011) Masa remaja adalah periode yang masyarakat penting, 2) Masa remaja adalah masa masyarakat peralihan, 3) Masa remaja adalah etika periode masa perubahan, 4) Masa ditunjukkan dengan komunikasi yang remaja adalah usia bermasalah, 5) baik Masa remaja adalah masa pencarian masyarakat menyebut etika tersebut identitas diri, 6) Masa remaja adalah dengan usia yang ditakutkan, 7) Masa remaja tata krama, sopan santun, budi adalah masa yang tidak realistis, 8) pekerti, dll. Lebih lanjut menurut Masa remaja adalah ambang dari Sartini masa dewasa. berperilaku dengan nilai tata karama Menurut Remaja Hurlock Jawa yang dalam dengan merupakan mengedepankan perilakunya tata cara unggah-ungguh, (2009) yang tertentu. subasita, masyarakat Jawa di atau sopan santun dicerminkan dari lingkungan Jawa dengan budaya, komunikasi atau perilaku-perilaku norma-norma, dan falsafah hidup berdasar ungkapan-ungkapan seperti Jawa. yang peribahasa termasuk ungkapan tepa diwariskan nenek moyang secara slira. Remaja Jawa dituntut untuk turun temurun menjadikan remaja mengembangkan sikap tepa slira dituntut untuk hidup secara Jawa. pada setiap tindakannya. Tepa slira Endraswara mencakup Nilai-nilai hidup Jawa luhur (2010) etika berbagai hal, salah 7 satunya adalah pada saat berlalu mengontrol keadaan pada dirinya. lintas. Lalu lintas diatur kegiatannya Berdasarkan dengan Undang-Undang mengenai “bagaimana sikap tepa slira dalam lalu mencakup berlalu lintas pada remaja Jawa?”. bagaimana berkendara yang baik dan Tujuan dari penelitian ini untuk aman serta bagaimana berperilaku mendeskripsikan secara baik pada saat berkendara di sikap tepa slira dalam berlalu lintas jalan pada remaja Jawa. . lintas. Peraturan (Winahyu dan Sumaryati, 2013). uraian diatas dan maka memahami METODE PENELITIAN Mulder (2001) remaja yang Metode yang digunakan memiliki sikap tepa slira perilaku dalam penelitian ini adalah metode yang muncul mencerminkan adanya penelitian kualitatif. Data penelitian penguasaan seperti akan diungkap melalui kuesioner mengemudi sesuai batas kecepatan, terbuka, behavioral checklist, dan mendahului wawancara pada dirinya secara wajar, terhadap informan membunyikan klakson seperlunya, penelitian berdasarkan aspek sikap dll. tepa slira dari Mulder (2001) yakni Remaja mengendalikan juga dorongan mampu dan menghindari konflik terbuka, emosinya dengan berperilaku yang pengetahuan dan penguasaan diri, mencerminkan tepa slira. Remaja dan akan menghindari konflik terbuka emosi. Informan dalam penelitian ini dengan jalan dipilih dengan menggunakan teknik lebih purposive sampling berjumlah 100 sehingga sesama pengguna individu akan pengendalian dorongan dan 8 orang. Adapun kriteria dari subjek penelitian dalam penelitian ini meliputi: 1) Remaja berusia 16-21 tahun, 2) Suku Jawa, 3) Berdomisili diwilayah kec.Banjarsari, Surakarta. Pada penelitian ini, data-data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan Tabel 2. Nilai Budaya/Agama Nilai aspek Patuh Tepa slira Sopan santun Kesabaran Keselamatan Saling mengingatkan Alquran & hadist Ajaran ortu Agama hormat Mendahulukan kepentingan Mawas diri Others Sikap 2(%) 3,49 9,30 11,63 11,63 23,26 26,74 Sikap 3(%) 6,17 6,17 56,80 11,11 HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut presentase hasil kuesioner: Tabel 1. Sikap Menghadap Situasi Lalu Lintas Melihat Melihat Menghad Cara pengguna pengguna api berkendara Aspek melanggar agal-ugalan situasi (%) (%) (%) macet /ruwet (%) Menegur 51,52 44,44 Mendiamkan 26,26 24,24 Jengkel 10,10 15,15 12,63 Biasa saja 10,10 3,03 8,42 Tergantung situasi 2,02 6,06 Menghindari 2,02 Sabar 5,05 Tenang tertib 38,95 Waspada 26,32 Tepa slira 1,05 Patuh 1,05 39,40 Konsentrasi 34,34 Doa 3,03 Keselamatan 8,08 Cek kendaraan 9,09 Perlengkapan 6,06 Others 11,58 8,64 10,71 8,14 11,11 Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara diketahui bahwa sikap tepa slira merupakan suatu sikap menghormati orang lain, sabar, peduli terhadap kepentingan orang lain, dan sikap sopan santun. Sikap tepa slira pada remaja Jawa muncul dari adanya pengetahuan remaja mengenai sikap tepa slira yang mana tepa slira merupakan sikap sopansantun, sabar, Sikap 4(%) 21,00 2,47 11,11 6,17 46,91 5,81 metode analisis menurut Creswell (2012). Jawaban Sikap 1(%) 11,90 14,29 7,15 4,76 15,48 32,14 2,38 1,19 peduli, dan menghormati dan menghargai orang lain. Tepa slira diketahui remaja dari lembaga sekolah dan keluarga yang menerapkan tepa slira. Lebih lanjut, tepa slira tidak hanya muncul dari 3,70 8,64 9 komponen pengetahuan informan. sesuai dengan teori Sartini (2009) Tepa slira ketika berlalu lintas pada masyarakat Jawa berperilaku dengan remaja muncul karena adanya nilai- nilai tata karama atau sopan santun nilai Jawa maupun nilai islam yang dicerminkan dari komunikasi atau melekat pada informan sehingga perilaku-perilaku berdasar ungkapan- membentuk perilaku tepa slira. Nilai ungkapan seperti peribahasa. Nilai Jawa antara lain keselamatan, sopan- sopan-santun merupakan suatu tata- santun, sabar, dan cara atau unggah-ungguh bagaimana keselamatan bersikap yang baik terhadap orang merupakan suatu alasan paling utama lain khususnya orang tua. Remaja informan tertib Jawa diajarkan oleh keluarga untuk terhadap peraturan lalu lintas serta senantiasa bersikap sopan terhadap lebih menghormati pengendara lain. orang Informan berbicara yang baik, menundukkan mawas hormat. diri, Nilai untuk taat dan mengungkapkan bahwa yang tua dengan dalam berkendara sebaiknya pelan- kepala pelan asalkan selamat, seperti dalam melewati orang tua. Lebih lanjut, “sluman-slumun sopan santun pada saat berkendara ungkapan slamet”. Jawa Lebih beranggapan berkendara atau lebih membungkuk saat lanjut informan dilakukan dengan memberi salam bahwa dalam dan berkendara pelan-pelan ketika pelan-pelan yang berada dikampung dan banyak terpenting bisa sampai pada tempat kerumunan orang serta mengklakson, tujuan, seperti dalam ungkapan Jawa memboncengkan orang yang sedang “alon-alon asal kelakon”. Hal ini berjalan kaki, dan menyapa ketika 10 melewati orang yang dikenal. Hal ini benar dan sesuai dengan norma- sesuai dengan teori Purwadi (2011) norma yang berlaku di masyarakat. masyarakat merupakan Nilai Jawa berikutnya yang melekat mengedepankan pada diri remaja Jawa yakni nilai masyarakat etika Jawa yang dalam yang kesabaran. Jong (dalam Endraswara, ditunjukkan dengan komunikasi yang 2010) bahwa unsur sentral budaya baik tertentu. Jawa adalah rila, nrima, dan sabar. masyarakat menyebut etika tersebut Sabar menunjukkan ketiadaan hasrat, dengan ketiadaan dengan perilakunya tata cara unggah-ungguh, subasita, ketaksabaran, dan tata krama, sopan santun, budi ketiadaan nafsu yang bergejolak. pekerti, dll. Nilai berikutnya yang Kesabaran menyebabkan remaja Jawa bersikap menyebabkan remaja Jawa bersikap tepa slira ketika berlalu lintas yakni tepa slira pada saat berkendara di nilai mawas diri. Remaja ketika akan jalan raya. Remaja harus mampu melakukan perilaku tertentu ketika bersabar ketika menghadapi berbagai berlalu lintas, maka akan dipikirkan situasi lalu lintas maupun pengendara dahulu apakah perilaku tersebut baik lain yang memiliki watak maupun atau buruk nantinya. Hal ini sesuai kepribadian dengan Informan teori yang diungkapkan menjadi yang alasan yang berbeda-beda. mengungkapkan bahwa Bratawijaya (1997) bahwa orang pada saat situasi yang ruwet ataupun Jawa harus macet dituntut untuk mengedepankan dikontrol dan selalu instropeksi diri kesabaran dan mampu menahan apakah yang dilakukannya sudah emosi-emosi setiap perilakunya yang buruk ketika 11 berkendara seperti marah-marah orang lain demi kebaikan, menegur kepada pengendara lain dan tidak yang sabar dengan berkendara sesuka hati. kesalahannya begitu pula ketika informan ingin bersama. Informan mengungkapkan melakukan atau mencoba hal-hal lain bahwa ketika berkendara di jalan dan ketika berkendara seperti berkendara melihat ada pengendara lain yang dengan maka melakukan kesalahan akan lebih baik menahan jika ditegur karena hal tersebut dapat keinginan dengan bersabar. Hal ini membahayakan orang lain. Hal ini juga terdapat dalam ungkapan Jawa seperti dalam ajaran agama islam khususnya Q.S Al ‘Ashr ayat 3 yang berbunyi kecepatan informan tinggi, berusaha masyarakat Surakarta salah agar mengerti demi kebaikan “sing ra sabar maburo” yang berati “illalladziina aamanuu siapa wa’amiluusshoolihaati watawaa shoubilhaqq watawaa yang tidak sabar ketika berkendara maka silahkan terbang. Lebih lanjut, nilai agama shoubisshobri” yang artinya kecuali islam yang melekat pada diri remaja orang-orang yang membentuk sikap tepa slira mengerjakan ketika berlalu lintas antara lain nilai nasehat-menasehati supaya mentaati saling nilai kebenaran dan nasehat-menasehati kesabaran, dan nilai untuk patuh supaya menetapi kesabaran. Nilai terhadap suatu aturan. Nilai saling berikutnya yang melekat pada remaja mengingatkan merupakan bagaimana yakni nilai kesabaran. Kesabaran individu untuk mampu mengingatkan menjadikan remaja untuk mampu mengingatkan, yang amal beriman dan shaleh dan 12 menahan emosi ketika berkendara, aturannya. Oleh karena itu pada saat selalu berkendara juga harus menaati aturan sabar ketika menghadapi berbagai situasi lalu lintas. Lebih lanjut informan ketika berlalu lintas. mengungkapkan Terdapat berbagai faktor yang bahwa ketika menghadapi situasi menyebabkan remaja bersikap tepa tertentu slira seperti kemacetan keruwetan maka dan sebaiknya pada saat Pengalaman berlalu lintas. remaja ketika menyesuaikan diri dengan situasi berkendara seperti pernah mengalami tersebut seperti menunggu hingga kecelakaan selesai macetnya. Nilai kesabaran lebih berhati-hati sehingga ketika tersebut tercantum dalam Q.S Al berlalu lintas lebih tertib dan hati- Baqoroh ayat 153 yang berbunyi hati. “innallaha yang memiliki pengalamaan ditilang oleh memiliki arti bahwa sesungguhnya polisi saat berkendara menimbulkan Allah bersama orang-orang yang efek jera pada diri remaja sehingga sabar. Lebih lanjut, agama islam selanjutnya tidak akan melanggar mengajarkan untuk selalu mematuhi atau berkendara secara ugal-ugalan setiap aturan apabila aturan tersebut atau membawa pada kebaikan. Informan bersikap tepa slira ketika berlalu mengungkapkan bahwa dalam ajaran lintas agar nantinya merasa aman islam setiap hal atau perbuatan itu ketika berkendara. Hal ini sesuai ada aturannya, seperti ketika makan, dengan teori tidur, maupun berbicara selalu ada Azwar (2011) bahwa pengalaman ma’asshabiriin” lebih menjadikan lanjut, seenaknya individu remaja sendiri. yang Remaja yang dikemukakan 13 pribadi akan membentuk Sikap akan pengalaman sikap. slira dari salah satu pelajaran di terbentuk apabila sekolah dan penerapannya sehingga pribadi tersebut remaja cenderung melakukan hal melibatkan faktor emosional. Lebih tersebut. lanjt, budaya yang dikembangkan Azwar (2011) dalam masyarakat untuk bersikap mengemukakan sopan dan menghormati yang lebih umumnya, tua, berbicara secara baik, dan peduli konformis atau searah dengan sikap dengan orang-orang kepentingan orang lain bahwa individu yang pada bersikap dianggapnya mempengaruhi informan yag tinggal penting. Sikap tepa slira berlalu diwilayah tersebut untuk bersikap lintas dilakukan oleh remaja karena serupa. Hal ini sesuai dengan teori adanya orang yang ditiru remaja yang dikemukakan Skinner (dalam ketika berkendara yang mana orang Azwar, 2011) pengaruh lingkungan tersebut adalah orang terdekat seperti termasuk akan ayah dan kakak. Apabila kebiasaan membentuk kepribadian seseorang. yang dilakukan orang tua ketika Selain budaya masyarakat, lembaga berkendara adalah tertib, pelan, hati- pendidikan yang hati, dan tidak seenaknya sendiri, memberikan pengaruh yang kuat informan biasanya bersikap serupa dalam sikap. dengan yang dilakukan orang tuanya meletakkan tersebut. Selain itu, remaja bersikap Komponen kebudayaan atau agama pembentukan tersebut dasar pengertian dan moral individu. kurang Remaja mengetahui mengenai tepa pengaruh tepa slira teman disebabkan sebaya yang 14 berkendara ugal-ugalan sehingga oleh tugas tertentu sehingga keika remaja cenderung bersikap yang berlalu lintas cenderung akan tertib, sama. Hal ini sesuai dengan teori hati-hati, Hurlock (2012) pada masa remaja, sendiri. Informan mengatakan bahwa konformitas ketika dirinya sedang santai dan terhadap kelompok dan tidak remaja. mencoba berkendara akan lebih menikmati dan dengan tidak terlalu terpengaruh dengan mencari mereka identitas berpakaian, diri berbicara, dan kondisi beban, seenaknya sebaya memiliki peran penting bagi Maka ada tidak maka ketika lalu lintas yang sedang berperilaku sebisa mungkin sama terjadi. Sebaliknya, suasana hati yang dengan kelompoknya. buruk seperti terburu-buru, terbebani Lebih lanjut, faktor yang suatu hal, bertengkar, atau kelelahan mempengaruhi yakni faktor emosi mengakibatkan individu mudah dalam diri individu. Azwar (2011) terpancing emosi saat berkendara terkadang suatu sikap merupakan sehingga cenderung ugal-ugalan di pernyataan yang didasari oleh emosi jalan. yang berfungsi sebagai semacam Sikap tepa slira dalam berlalu penyaluran frustasi atau pengalihan lintas pada remaja dibentuk oleh bentuk berbagai pertahanan ego. Remaja komponen yang pada bersikap tepa slira pada saat berlalu akhirnya membentuk efek perilaku lintas dikarenakan emosinya yang remaja ketika berlalu lintas. Perilaku- sedang baik seperti sedang santai, perilaku tidak terburu-buru, ataupun dibebani perilaku menghormati orang lain tersebut diantaranya 15 ketika berkendara. Perilaku ketika situasi lalu lintas sedang menghormati orang lain diwujudkan macet, lebih memaklumi kesalahan dalam orang bentuk tidak egois, lain. Apabila memberikan ruang dan jalan bagi pengendara pengendara lain, dan tidak seenaknya melakukan kesalahan, maka akan sendiri. Selain itu, efek dari sikap mengingatkan secara sopan dan baik- tersebut baik. adanya perilaku peduli lain melihat individu melanggar juga akan atau lebih terhadap kepentingan orang lain mementingkan keselamatan dengan seperti mendahulukan becak, pejalan berperilaku lebih hati-hati, waspada, kaki, ataupun pengendara sepeda dan mawas diri. onthel. KESIMPULAN Selanjutnya, efek sikap tersebut yakni perilaku tertib saat Sikap tepa slira merupakan berkendara sehingga merasa aman suatu ketika di jalan. Individu yang tertib menghormati orang lain, peduli, pada saat menemukan kenyamanan sikap menghargai dan berkendara akan sopan santun, dan sabar. Sikap tepa keamanan dan slira dalam berlalu lintas pada ketika berkendara. remaja Jawa dibentuk dari Lebih lanjut, perilaku yang muncul pengetahuan remaja mengenai tepa yakni sabar. Individu akan lebih slira, nilai-nilai budaya Jawa dan bersabar pada saat berkendara, tidak agama islam yang melekat pada diri mudah marah oleh situasi-situasi remaja yang terdiri dari kesabaran, tertentu atau keselamatan, ketika menghadapi pengendara lain, bersedia menunggu mawas diri, saling mengingatkan, kepatuhan dan nilai 16 hormat, serta dibentuk oleh beberapa faktor seperti pengalaman pribadi remaja seperti pernah mengalami kecelakaan dan ditilang polisi yang menimbulkan efek jera pada remaja, budaya sopan santun yang dikembangkan masyarakat, sekolah yang mengajarkan dan mengembangkan tepa slira, orang lain yang dianggap penting seperti mencontoh perilaku berlalu lintas orang tua, serta faktor emosi dalam diri remaja. Sikap tepa slira dalam berlalu lintas pada remaja Jawa membentuk perilaku tertib berlalu lintas agar merasa aman dan nyaman, peduli terhadap kepentingan orang lain, sabar pada saat berkendara, menghargai dan menghormati orang lain, hati-hati, dan mawas diri. Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Deery, H.A. Fildes. dan Brian, N. (1999). Young Novice Driver Subtypes: Relationship to High-Risk behavior, Traffic Accident Record, and Simulator Driving Performance. Human Factor Journal. Vol. 41. Page 628. Effendi, R. Komarudin, S dan Nandang, H.M.Z. (2013). Memperbaiki Gonjang Ganjing Akhlak Bangsa. Bandung : Al-Fikriis. Endraswara, S. (2010). Etika Kebijaksanaan Dalam Ajaran Budi Pekerti Luhur Penghayat Kepercayaan Kejawen. Jurnal Makara Sosial Humaniora. Vol. 14. No. 1. Hal 1-10 Hamadeh, R.R dan Ali, N.M.A. (2013). Fatalities From Road Traffic Accident Amoung The Young in Bahrain. Eastern Mediterranian Health Journal. Vol 60. Page 854 Hurlock, E.B. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga. DAFTAR PUSTAKA Akyas, A. (2004). Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta : Teraju. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). (2013). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan 17 Angkutan Jalan (Online). http://polri.go.id/perpuall/perpu/uu/. Diakses tanggal 13 November 2013. Journal Of Adolescence. Vol.39. Page 687 Sartini, Mulder, N. (2001). Mistisisme Jawa. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta Papalia, D.E. Sally, W.O. dan Ruth, D.F. (2009). Human Development : Perkembangan Manusia. Jakarta : Salemba Humanika. Prabowo, A.A. (2013). Remaja Dominasi Pelanggaran Lalu Lintas (Online). http://www.soloblitz.co.id/20 13/05/29/remaja-dominasipelanggaran-lalu-lintas/. Diakses tanggal 02 Oktober 2013. Purwadi. (2011). Etika Komunikasi Dalam Budaya Jawa. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 9. No. 3. Hal 139-249 Rakhmani, F. (2013). Kepatuhan Remaja Dalam Berlalu Lintas. Jurnal S1 Ilmu Sosiatri. Vol. 2. No.1. Santrock, J.W. (2007). Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Sarkar. Sheila. dan Marie, A. (2004). Acceptance Of And Engagement In Risky Driving Behaviors By Teenagers. I.W. (2009). Menggali Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka, dan Paibasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra. Vol. 5. No. 1. Hal 28-37. Suseno, F.M. (2001). Etika Jawa :Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Susetyo, D.P.B. (2006). Identitas Sosial Orang Jawa: Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Jawa. Jurnal Psikodimensia. Vol. 5. No.1. Hal 1-16 Winahyu, A dan Sumaryati. (2013). Kepatuhan Remaja Terhadap Tata Cara Tertib Berlalu Lintas (Studi di Dusun Seyegan Srihardono Pundong Bantul). Jurnal Cityzenship. Vol.02. No. 02. Hal 139-147 York, J.A. (2003). Search and Seizure: Law Enforcement Officers Ability to Conduct Investigative Traffic Stops Based Upon An Anonymous Tip Alleging Dangerous Driving When The Officers Do Not Personally Observe Any Traffic Violations. The University Of Memphis Law Journal. Vol. 34. Page 173191.