5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pegagan Berikut

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pegagan
Berikut adalah klasifikasi tanaman, nama daerah, deskripsi tanaman,
kandungan kimia dan manfaat tanaman pegagan.
2.1.1 Klasifikasi tanaman
Pegagan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Apiales
Famili
: Apiaceae
Genus
: Centella
Spesies
: Centella asiatica (L.) Urban
2.1.2 Nama daerah
Pegagan di Indonesia dikenal dengan nama daerah, Sumatra: pegagan
(Aceh), daun kaki kuda, daun penggaga, penggaga, rumput kaki kuda, pegagan,
kaki kuda (Melayu), pegago, pugago (Minangkabau); Jawa: cowet gompeng,
antanan, antanan gede (Sunda); Bali: gagan-gagan, ganggagan, kele lere (Sawo);
Nusa Tenggara: bebele (Sasak); Maluku: sarowati (Halmahera), kolotidi manora
(Ternate); Sulawesi: pegaga, wisu-wisu (Makasar), cipubalawo (Bugis), hisu-hisu
(Salayar); Papua: Dogauke, gogauke, sandanan (Depkes RI, 1977).
5
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Deskripsi tanaman
Pegagan merupakan tumbuhan terna atau herba tahunan, tanpa batang tetapi
dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10 cm sampai 80
cm. Daun tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 sampai 10 daun, kadangkadang agak berambut; tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun berbentuk
ginjal, lebar dan bundar dengan garis tengah 1 cm sampai 7 cm, pinggir daun
beringgit sampai beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan
berupa payung tunggal atau 3 sampai 5 bersama-sama keluar dari ketiak daun
kelopak, gagang perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih pendek dari tangkai daun.
Bunga umumnya 3, yang di tengah duduk, yang di samping bergagang pendek;
daun pelindung 2, panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk bundar telur; tajuk berwarna
merah lembayung, panjang 1 mm sampai 1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah
pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas
berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal (Depkes RI, 1977).
2.1.4 Kandungan kimia
Pegagan mengandung triterpenoid: asiatikosida, madekasosid, asam asiatat,
asam madekasat, asam indosentoat, bayogenin, asam 2α, 3β, 20, 23tetrahidroksiurs-28-oat, asam euskapat, asam terminolat, asam 3β-6β-23-trihidroksiolean-12-en-28-oat, asam 3β-6β-23-trihidroksiurs-12-en-28-oat; flavonoid:
kaempferol, kuersetin; Saponins: sentelasapogenol A, sentelasaponin A,B dan D;
poliasetilen; kadiyenol, sentelin, asiatisin dan sentelesin (BPOM, 2010).
2.1.5 Manfaat tanaman
Penggunaan tanaman pegagan secara tradisional digunakan untuk mengobati
penyakit kulit, sakit perut, batuk, batuk berdarah, disentri, penyembuhan luka,
6
Universitas Sumatera Utara
radang, pegal linu, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, demam dan penambah selera
makan (BPOM RI, 2010).
2.2 Simplisia dan Ekstrak
Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum
berupa zat kimia murni.
b. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zatzat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat murni.
c. Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni.
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Ditjen POM, 1995).
2.3 Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di
dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan
7
Universitas Sumatera Utara
metode yang tepat. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dibedakan
menjadi:
a. Cara dingin
Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi :
i. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar).
ii. Pekolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan.
b. Cara panas
Metode ekstraksi dengan cara panas dibedakan menjadi :
i. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan debgan
adanya pendingin balik.
ii. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.
iii. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada suhu -
8
Universitas Sumatera Utara
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan
pada temperatur 40 - 50oC.
iv. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (96 - 98
o
C) selama waktu tertentu (15-20 menit) ).
v. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan suhu -
sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
2.4 Asam Urat
Asam urat merupakan produk akhir katabolisme purin. Purin yang
menghasilkan asam urat dapat berasal dari tiga sumber, yaitu purin dari makanan,
konversi asam nukleat jaringan menjadi nukleotida purin dan sintesis de novo basa
purin (Ernest, dkk., 2008).
Nukleotida purin yang utama pada manusia adalah adenosine monofosfat
(AMP) dan guanosin monofosfat (GMP). Kedua nukleotida tersebut akan dipecah
menjadi bentuk nukleosida oleh fosfomonoesterase menjadi adenosine dan
guanosin. Adenosine akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim
adenosine deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosinat inosin dengan guanosin
dikatalis oleh nukleosida purin fosforilase sehingga akan dilepaskan senyawa
ribose-1-fosfat dan basa purin. Setelah itu, hipoxantin dan guanine membentuk
xantin yang masing-masing dikatalis oleh enzim xantin oxidase dan guanase.
Xantin yang terbentuk akan kembali dikatalisis oleh xantin oxidase menjadi asam
urat (Murray, dkk., 2003).
9
Universitas Sumatera Utara
Kadar asam urat pada serum normal laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl dan
pada perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai ini akan meningkat sampai 9-10
mg/dl pada seseorang dengan gout (Price dan Wilson, 2005), sedangkan pada
mencit normal kadar asam uratnya adalah 0,5-1,4 mg/dl dan mencit dikatakan
hiperurisemia jika kadar asam urat darahnya berkisar antara 1,7-3,0 mg/dl
(Muhtadi, dkk., 2012). Manusia memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari
hewan mamalia lain karena manusia tidak memiliki enzim urikase, yaitu enzim
yang menguraikan asam urat menjadi allantoin yang mudah larut (Katzung, 2002).
Asam urat diketahui berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin antioksidan
yang paling penting penting dalam plasma dengan kontribusi sampai 60 % dari
seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum manusia. Tetapi asam
urat juga bersifat prooksidatif pada kondisi tertentu, khususnya bila antioksidan
lain berada pada level yang rendah. Observasi klinis dan laboratoris
memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih dari 5,5
mg/dl, dikaitkan dengan disfungsi endotel, jadi walau mempunyai peranan sebagai
antioksidan yang signifikan, asam urat secara langsung maupun tidak langsung
dapat menyebabkan kerusakan vaskuler (Wisesa dan Suastika, 2009).
2.5 Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat
darah di atas normal. Beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat
dalam darah serta merupakan faktor penyebab terjadinya hiperurisemia adalah
sebagai berikut:
a. Peningkatan produksi asam urat (overproduction)
i. Penyebab primer yaitu terjadi peningkatan aktivitas phosporibosyl pyrophos-
10
Universitas Sumatera Utara
phate synthetase (PRPP synthetase) akan menyebabkan peningkatan PRPP
yang merupakan kunci sintesa purin dan terjadi defisiensi hypoxanthineguanine
phosphoribosyl
tranferase
(HGPRT)
akan
meningkatkan
metabolisme guanine dan hipoxantin menjadi xantin.
ii. Penyebab sekunder yaitu terjadi peningkatan asupan purin, konversi asam nukleat meningkat, penguraian ATP meningkat.
b. Penurunan ekskresi asam urat (underexcretion)
Hal ini dapat terjadi karena penyebab primer (idiopatik) dan penyebab
sekunder yaitu berupa insufiensi ginjal, terjadi inhibisi pengeluaran asam urat
(ketoasidosis, laktat asidosis) dan peningkatan reabsorbsi tubular (Gaw, dkk.,
2011).
2.6 Gout
Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolisme berupa
hiperurisemia. Gout dapat bersifat primer dan skunder. Gout primer merupakan
akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat
penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan
asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses
penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.
Terdapat empat tahap perjalanan klinis gout yang tidak terobati, yaitu:
a. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada tahap ini pasien tidak
menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan kadar asam urat serum.
Hanya 20 % dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi
serangan gout akut
11
Universitas Sumatera Utara
b. Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Serangan gout akut terjadi ketika kristal
urat mulai terbentuk pada cairan sinovial. Pada tahap ini gejala yang muncul
sangat khas, yaitu radang sendi yang akut dan timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat,
disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.
c. Tahap ketiga adalah tahap interkritis. Tahap ini merupakan kelanjutan stadium
gout akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun
pada cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses
kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Tahap ini bisa berlangsung
beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut dan tanpa tata laksana yang
adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.
d. Tahap keempat adalah tahap gout kronik. Pada tahap ini terjadi kerusakan
persendian dan bahkan persendian mengalami kehancuran total oleh adanya
deposit kristal monosodium urat, terjadi kerusakan yang ekstensif dan permanen
(Price dan Wilson, 2005).
2.7 Obat antihiperurisemia
Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi
kondisi hiperurisemia :
a. Golongan urikosurik
Obat-obat golongan ini dapat meningkatkan ekskresi asam urat dengan
menghambat reabsorbsi asam urat di tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan
ekskresi asam urat melalui urin. Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baik sangat
mendukung mekanisme kerja obat golongan ini. Pasien yang menggunakan
golongan obat ini memerlukan asupan cairan minimal 1500 ml/hari untuk
12
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan ekskresi asam urat (Price dan Wilson, 2005). Obat-obat urikosurik
diantaranya adalah :
i. Probenesid
Probenesid biasanya dimulai pada dosis 0,5 mg secara oral setiap hari
dalam dosis terbagi, meningkat sampai 1 gram sehari setelah 1 minggu
penggunaan. Harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek
gastrointestinal yang tidak diinginkan.
ii. Sulfinpirazon
Sulfinpirazon dimulai pada dosis oral 200 mg sehari, meningkat sampai
400-800 mg sehari. Harus diberikan dalam dosis terbagi bersama makanan untuk
mengurangi efek gastrointestinal yang tidak diinginkan (Katzung, 2002).
b. Penghambat xantin oxidase
Satu-satunya obat golongan ini yang masih digunakan hingga sekarang yaitu
allopurinol. Allopurinol dan metabolit utamanya oksipurinol (alloxanthine)
merupakan inhibitor xantin oxidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin
menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan
konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya panjang,
allopurinol cukup diberikan satu kali sehari. Dosis awal untuk allopurinol adalah
100 mg sehari, dosis allopurinol dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari tergantung
pada respon kadar asam urat. Efek samping pada pemakaian allopurinol yaitu
terjadi gangguan gastrointestinal termasuk mual, muntah dan diare, terjadi reaksi
alergi, toksisitas hati, neuritis perifer dan lain-lain (Katzung, 2002). Mekanisme
inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol dapat dilihat pada Gambar 2.1
13
Universitas Sumatera Utara
Ket : =
menghambat
Gambar 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol (Katzung, 2002)
2.8 Potassium oxonat
Potassium oxonat merupakan salah satu penginduksi hiperurisemia pada
hewan pengerat. Potassium oxonat bekerja dengan cara menghambat urikase atau
urat oxidase. Enzim tersebut mengkatalis reaksi perubahan asam urat menjadi
allantoin. Jika enzim tersebut dihambat maka akan terjadi penumpukan asam urat
pada hewan uji (Watanabe, dkk., 2006). Metabolisme asam urat menjadi allantoin
dan mekanisme kerja potassium oxonat dalam menghambat urikase dapat dilihat
pada Gambar 2.2
Asam urat + 2H2O + O2
Potassium oxonat
urikase
Allantoin + CO2 +H2O
Keterangan :
: menghambat
: terurai
Gambar 2.2 Mekanisme kerja potassium oxonat dalam menghambat urikase
(Mazzali, dkk., 2001)
14
Universitas Sumatera Utara
Download