i ISOMERISASI EUGENOL MENGGUNAKAN KATALIS Ni/Al

advertisement
ISOMERISASI EUGENOL MENGGUNAKAN
KATALIS Ni/Al-HIDROTALSIT DENGAN
RADIASI GELOMBANG MIKRO
Disusun oleh:
ENI KISWATI
M0304007
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
i
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
I.F. Nurcahyo, M.Si.
Soerya Dewi Marliyana, M.Si.
NIP. 19780617 200501 1001
NIP. 19690313 199702 2001
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada:
Hari
: Senin
Tanggal : 4 Januari 2010
Anggota Tim Penguji:
1. Dr.rer.nat.Fajar Rakhman Wibowo, M.Si.
1. ……………………..
NIP. 19730605 200003 1001
2. ……………………..
2. Sri Hastuti, M.Si.
NIP. 19710408 199702 2001
Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia,
Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D
NIP. 19560507 198601 1001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
“ISOMERISASI
EUGENOL
MENGGUNAKAN
KATALIS
Ni/Al-
HIDROTALSIT DENGAN RADIASI GELOMBANG MIKRO” adalah benarbenar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Januari 2010
ENI KISWATI
iii
ABSTRAK
Eni Kiswati, 2010. ISOMERISASI EUGENOL MENGGUNAKAN KATALIS
Ni/Al-HIDROTALSIT DENGAN RADIASI GELOMBANG MIKRO. Skripsi.
Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Sebelas Maret.
Telah dilakukan penelitian tentang isomerisasi eugenol menggunakan katalis
Ni/Al-hidrotalsit dengan radiasi gelombang mikro. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aplikasi Ni/Al-hdrotalsit sebagai katalis reaksi isomerisasi eugenol
menggunakan radiasi gelombang mikro. Pengaruh daya gelombang mikro dan
lama waktu reaksi terhadap hasil reaksi isomerisasi eugenol juga dipelajari.
Ni/Al-hidrotalsit disintesis dengan perbandingan mol Ni/Al 4/1
menggunakan metode kopresipitasi. Reaksi dilakukan pada kondisi tanpa pelarut.
Daya gelombang mikro divariasi 300, 400, dan 500 W. Variasi waktu reaksi 30,
40, 50, dan 60 menit. Ni/Al-hidrotalsit hasil sintesis dikarakterisasi dengan XRD.
Hasil reaksi isomerisasi dianalisa dengan GC.
Difraktogram menunjukan bahwa Ni/Al-hidrotalsit hasil sintesis sesuai
dengan JCPDS. Kenaikan daya dan waktu reaksi pada reaksi isomerisasi
cenderung mengarah trans-isoeugenol.
Kata kunci : isomerisasi eugenol, Ni/Al-hidrotalsit, gelombang mikro
iv
Abstract
Eni Kiswati, 2010. ISOMERIZATION OF EUGENOL USING Ni/AlHYDROTALCITE AS CATALYST UNDER MICROWAVE IRRADIATION.
Thesis. Departement of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas
Maret University
The research of eugenol isomerization using Ni/Al-hydrotalcite as catalyst
under microwave irradiation has been carried out. The purpose of this research
was to know application of Ni/Al-hydrotalcite as catalyst in eugenol isomerization
under microwave irradiation. The effect of microwave power and reaction time
toward the yield of eugenol isomerization also studied.
Ni/Al-hydrotalcite was synthesized with Ni/Al molar ratio of 4/1 by
coprecipitation. The reaction has been done in solvent-free condition. Power of
microwave was variated 300, 400, and 500 W. Variation of reaction time was 30,
40, 50, and 60 min. The synthesize of Ni/Al-hydritalcite was characterized by
XRD. The yield of eugenol isomerization analyzed by GC.
Difractogram showed that the Ni/Al-hydritalcite synthesized similar to
JCPDS. Both microwave power and reaction time increasing of the eugenol
isomerization tend to trans-isoeugenol.
Key word : eugenol isomerization, Ni/Al-hydrotalcite, microwave
v
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan . Maka apabila engkau telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
(Q.S. Al-Insyirah: 6-7)
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang sabar (Q.S. Al Baqarah : 153)
Masalah adalah pupuk kehidupan, yang membuat manusia kuat, tumbuh, dan
berjalan ke tempat cahaya.
Masalah hadir dalam setiap kehidupan sebagai pembimbing.
Ikuti, syukuri seperti layaknya air.
(Gede prama)
Jangan pernah mengatakan esok harus lebih baik dari hari ini,
katakanlah hari ini harus lebih baik dari kemarin,
karena esok belum tentu ada.
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
...Allah SWT sebagai rasa syukurku,
Ibu, Bapak (alm), Ayah
yang mendidikku dengan cara “luar biasa”,
Kakak-kakakku,
Keponakkan-keponakkanku,
Semua orang di dekatku,
Yang menyemangatiku untuk tak pernah berhenti berjuang.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia
yang
telah dilimpahkan-Nya,
menyelesaikan
penulisan
sehingga
skripsi
yang
pada
akihrnya
berjudul
penulis berhasil
“Isomerisasi
Eugenol
Menggunakan Katalis Ni/Al-hidrotalsit dengan Radiasi Gelombang Mikro”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNS.
2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Raharjo, Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA UNS beserta seluruh stafnya.
3. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi
serta selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS beserta seluruh
stafnya.
4. Ibu Soerya Dewi Marliyana, M.Si., selaku Pembimbing II yang juga telah
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran , terima kasih atas waktu,
tenaga, dan pikiran demi keberhasilan penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Nestri Handayani, M.Si.,Apt., selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak Dr. rer. nat. Atmanto. Heru Wibowo, M.Si selaku Ketua Sub
Laboratorium Kimia Pusat UNS beserta seluruh stafnya.
7. Bapak/Ibu Dosen di Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, atas ilmu dan pengetahuan
yang diberikan.
8. Ida Saptiwi Setyarini, sahabat dan rekan penelitian yang selalu memberi
bantuan, saran, kritik dan motivasi, terima kasih atas persahabatan yang indah
ini.
9. Lia, Syifa, Indah, Ade, Anis, Dennies, dan rekan-rekan jurusan Kimia
angkatan 2004 lainnya, atas kebersamaan dan bantuannya.
10. Sari, Wiwit, Siwi, Aam, Retno, dan teman-teman kos Dian Astri lainnya,
terima kasih telah menjadi keluargaku di kota perantauan ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
semua bantuan, doa, dan restunya.
viii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang bersifat
membangun demi hasil yang lebih baik lagi. Meskipun demikian, penulis
berharap semoga sebuah karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Amin
Surakarta, Januari 2010
Eni Kiswati
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………........…………………………i
HALAMAN PENGESAHAN.…………………………………….......……...…..ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................................iii
HALAMAN ABSTRAK.........................................................................................iv
HALAMAN ABSTRACT.......................................................................................v
HALAMAN MOTTO.............................................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................vii
KATA PENGANTAR……………………..……...……………......……….…..viii
DAFTAR ISI………………………………...……..……………………..........….x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv
BAB I. PENDAHULUAN…………..……………………..……….…………......1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………...……….1
B. Perumusan Masalah…………………………………………...……....3
1. Identifikasi Masalah........................................................................3
2. Batasan Masalah..............................................................................4
3. Rumusan Masalah...........................................................................4
C. Tujuan Penelitian………………………………………….…..……....4
D. Manfaat Penelitian………………….………………………...……….5
BAB II. LANDASAN TEORI………………………….………...……………….6
A. Tinjauan Pustaka………………………………………………………6
1. Hidrotalsit………...…………....………………………..……….6
2. Struktur dan Sifat Hidrotalsit………...…………...….………….7
a. Struktur Hidrotalsit…………………………...………………7
b. Sifat Hidrotalsit………...……………………………………..9
c. M (II) dan M (III) pada Hydrotalcite-like………………....….9
3. Sintesis Hidrotalsit………………..….…..…………….……....10
a. Metode Sintesis…...………..………………………………..10
b. Perlakuan Hidrotelmal……………………...……………….10
x
4. Isomerisasi Eugenol………………..………………….……….11
5. Gelombang Mikro (Mikrowave)……………………….……....14
6. X-Ray Diffractomer (XRD)……………………………….…...17
a. Identifikasi Material Hidrotalsit……………………..……....18
b. Penentuan Kristalinitas……………………………………....19
7. Kromatografi Gas……………………………………………....19
8. Spektrofotometer Infra Merah……………………………….....20
B. Kerangka Pemikiran……………………………...…………..…...…21
C. Hipotesis..…………………..………………………………….….…22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………….23
A. Metode Penelitian……………………………………………………23
B. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………..……………..23
C. Alat dan Bahan……………………………………...……………….23
1. Alat-alat…………………………………………...……….…...23
2. Bahan……………………………………………...………....…24
D. Prosedur Penelitian……………………………………………...…...24
1. Pembuatan larutan.......................................................................24
2. Sintesis Katalis Ni/Al-hidrotalsit................................................25
3. Karakterisasi Katalis Ni/Al-hidrotalsit........................................26
4. Analisis Senyawa reaktan...........................................................26
5. Aplikasi Katalis Ni/Al-hidrotalsit dalam reaksi
Isomerisasi Eugenol....................................................................26
6. Analisis Produk Isomerisasi Eugenol..........................................26
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................27
F. Teknik Analisis Data...........................................................................27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................28
A. Reaksi Isomerisasi Eugenol Menggunakan Pemanasan Gelombang
Mikro....................................................................................................30
B. Pengaruh Variasi Daya Terhadap Reaksi Isomerisasi Eugenol...........35
C. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Reaksi Isomerisasi Eugenol..........37
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................43
A. Kesimpulan .......................................................................................43
xi
B. Saran .................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44
LAMPIRAN .........................................................................................................49
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur (a) Brucite dan (b) Hydrotalcite...............................................7
Gambar 2. Struktur Lapisan Kristal Senyawa Hidrotalsit........................................8
Gambar 3. Reaksi Isomerisasi Eugenol Menjadi Isoeugenol.................................13
Gambar 4. Spektrum Gelombang Mikro................................................................14
Gambar 5. (a) Pemanasan Larutan Secara Konvensional dan
(b) dengan Gelombang Mikro...............................................................15
Gambar 6. Mikrowave Multimode..........................................................................16
Gambar 7. Mikrowave Monomode.........................................................................16
Gambar 8. Skema Pemantulan Sinar X oleh Bidang Kristal.................................17
Gambar 9. Rangkaian Alat Reaksi Isomerisasi......................................................24
Gambar 10. Serbuk Hasil Sintesis..........................................................................28
Gambar 11. Difraktogram Serbuk Hasil Sintesis ..................................................28
Gambar 12. Kromatogram Reaktan.......................................................................29
Gambar 13. (a) Spektra FTIR Reaktan
(b) Spektra FTIR eugenol referensi....................................................29
Gambar 14. (a) Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol
(b) Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol yang
di-spiking dengan isoeugenol standar, puncak
keempat cis-isoeugenol dan puncak kelima adalah
trans-isoeugenol
(c) Kromatogram isoeugenol standar.................................................30
Gambar 15. (a) Kromatogram hasil isomerisasi tanpa katalis Ni/AlHidrotalsit, diduga puncak (2) eugenol.
(b) Kromatogram hasil isomerisasi dengan katalis Ni/AlHidrotalsit, diduga (2) puncak eugenol, (4) puncak cis
isoeugenol, (5) puncak trans-isoeugenol.................................... 32
Gambar 16. Struktur eugenol, cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol.....................33
Gambar 17. Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol selama 60 menit
xiii
dengan variasi daya (a) 300 watt, (b) 400 Watt, (c) 500 Watt...........35
Gambar 18. Kandungan cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol pada variasi
daya menunjukkan bahwa kandungan cis- isoeugenol
mengalami penurunan, lalu kenaikan. Akan tetapi,
penurunan dan kenaikan kandungan cis- isoeugenol tidak
signifikan. Sedangkan kandungan trans-isoeugenol
mengalami kenaikan dengan peningkatan daya. ...........................36
Gambar 19. Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol pada daya
500 watt dengan variasi waktu reaksi (a) 30 menit, (b) 40 menit,
(c) 50 menit, (d) 60 menit.................................................................37
Gambar 20. Kandungan
cis-isoeugenol
pada
variasi
waktu
reaksi
menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu reaksi,
konsentrasi cis-isoeugenol bertambah hingga waktu reaksi 50
menit, dan terjadi penurunan pada waktu reaksi 60 menit. Akan
tetapi, penurunan dan kenaikan kandungan cis- isoeugenol tidak
signifikan. Sedangkan kandungan trans-isoeugenol mengalami
kenaikan dengan peningkatan waktu reaksi.....................................38
Gambar 21. Struktur cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol...................................39
Kandungan trans-isoeugenol pada variasi waktu reaksi
menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu reaksi,
maka konsentrasi trans-isoeugenol semakin bertambah...................40
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Desain Penelitian...............................................................................40
Lampiran 2. Skema Pembuatan Katalis Ni/Al-hidrotalsit......................................50
Lampiran 3. Perhitungan Pembuatan Larutan........................................................51
Lampiran 4. Data X-Ray Diffraction (XRD) Ni/Al-hidrotalsit Hasil
Sintesis Tanpa Kalsinasi...................................................................52
Lampiran 5. Data JCPDS Ni/Al-hidrotalsit (Takovite)..........................................53
Lampiran 6. Perbandingan Harga d Sampel dengan Standar.................................54
Lampiran 7. Perhitungan persentase kandungan Ni/Al-hidrotalsit (Takovite)…..55
Lampiran 8. Data Hasil FTIR Senyawa Reaktan...................................................56
Lampiran 9. Data IR dari SDBS............................................................................57
Lampiran 10. Kondisi Kromatografi Gas Hewlett Pacard 5890 Series II.............58
Lampiran 11. Data Kromatografi Gas Senyawa Reaktan......................................59
Lampiran 12. Data Kromatografi Gas Isoeugenol.................................................60
Lampiran 13. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 30 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit ................61
Lampiran 14. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 40 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit................62
Lampiran 15. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 50 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit.................63
Lampiran 16. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit................64
Lampiran 17. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 400 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit................65
Lampiran 18. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 300 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit................66
Lampiran 19. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, Tanpa Katalis Ni/Al-hirotalsit..................67
Lampiran 20. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 400 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit,
dengan Teknik Spiking.....................................................................68
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak cengkeh merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Di lain
pihak, harga minyak cengkeh di pasar dunia relatif rendah sehingga nilai tambah
yang diperoleh dari proses penyulingan minyak cengkeh relatif rendah pula. Salah
satu cara meningkatkan nilai tambah tersebut adalah dengan mengisolasi eugenol
dan mengolahnya menjadi senyawa turunannya, isoeugenol, yang kegunaannya
lebih luas sehingga nilai jualnya menjadi lebih tinggi.
Isoeugenol komersial terdiri atas campuran isomer cis dan trans (Indesso,
2006). Trans-isoeugenol lebih stabil dan lebih banyak aplikasinya dibandingkan
cis-isoeugenol. Trans-isoeugenol banyak digunakan dalam industri parfum,
sebagai stabilisator, antioksidan dalam industri plastik dan karet, obat antiseptik
dan analgesik, dan bahan utama produksi vanilin (Sharma et al., 2006).
Pengubahan
eugenol
menjadi
isoeugenol
didasarkan
pada
proses
isomerisasi; yaitu ikatan rangkap pada gugus alkenil pindah ke posisi yang
terkonjugasi dengan ikatan rangkap pada cincin benzena (Sharma et al., 2006).
Proses isomerisasi eugenol dapat berlangsung dengan baik dengan bantuan katalis
dan panas.
Thach and Strauss (2000) telah meneliti penggunaan katalis asam dan basa
dalam reaksi isomerisasi eugenol, menunjukkan bahwa katalis basa lebih optimal
dibandingkan katalis asam. Reaksi isomerisasi eugenol diawali oleh terlepasnya
proton pada karbon metilen menghasilkan karbokation yang distabilkan oleh
resonansi, lalu bergabung dengan karbon pada kedudukan terminal memberikan
olefin terkonjugasi yang lebih stabil (Sastrohamidjojo, 2004). Untuk melepaskan
proton pada karbon metilen diperlukan basa (gugus hidroksi) yang menarik
proton. Kishore and Kannan (2004) juga menyatakan bahwa isomerisasi eugenol
tidak efektif pada situs basa Lewis (pemberi elektron) tetapi membutuhkan situs
basa Brönsted (penerima proton) dari Ni/Al-hidrotalsit.
1
2
Kishore and Kannan (2002) telah meneliti aplikasi katalis basa berupa
padatan Mg/Al-hidrotalsit dengan variasi perbandingan mol Mg/Al 2/1, 3/1, 4/1,
6/1, 8/1, dan 10/1 dalam reaksi isomerisasi eugenol dengan pemanasan
konvensional pada temperatur 200°C selama 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perbandingan mol Mg/Al 4/1 menghasilkan produk paling optimum karena
sifat kebasaannya yang tinggi. Penggunaan katalis basa berupa padatan Ni/Alhidrotalsit dengan rasio Ni/Al 4/1 dalam reaksi isomerisasi eugenol juga telah
dilakukan oleh Kishore and Kannan (2004). Proses isomerisasi eugenol tersebut
dilakukan dengan pemanasan konvensional pada suhu 200 °C selama 6 jam
menghasilkan isoeugenol dengan kemurnian 75 %.
Proses pemanasan yang cukup lama tersebut kurang baik bagi zat
didalamnya karena dapat menyebabkan overheating (pemanasan berlebih) yang
berakibat terurainya bahan dan produk, misalnya terbentuk polimer yang akan
mengurangi rendemen. Givaudan (1977)
menyatakan bahwa produk polimer
yang terbentuk pada isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol menggunakan katalis
RhCl3.3H2O mencapai 6-9 %.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan melakukan isomerisasi dengan
pemanasan gelombang mikro. Hasil penelitian Soesanto (2006) menunjukkan
bahwa isomerisasi eugenol dengan katalis RhCl3.3H2O menggunakan pemanasan
gelombang mikro mampu mereduksi waktu reaksi dari 7 jam (dengan pemanasan
konvensional) menjadi 15 menit.
Pemanasan dengan gelombang mikro juga membuat reaksi lebih efektif
tanpa melibatkan pelarut, yang biasa disebut dengan kondisi media kering.
Kelebihan penerapan kondisi media kering ini disamping reaksi berjalan lebih
cepat, lebih ekonomis juga lebih ramah lingkungan (Chemat-Djenni et al., 2007).
Disamping itu, telah dilaporkan bahwa kontrol yang kurang pada reaksi dalam
mikrowave domestik menyebabkan ledakan. Hal ini dapat dicegah dengan reaksi
tanpa pelarut (Lidström et al., 2001). Oleh Karena itu, penelitian kali ini
dilakukan isomerisasi eugenol dengan katalis Ni/Al-hidrotalsit melalui pemanasan
gelombang mikro.
3
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Proses isomerisasi eugenol dapat berlangsung dengan baik dengan bantuan
katalis dan panas. Menurut Thach and Strauss (2000) katalis basa lebih efektif
untuk isomerisasi eugenol dibandingkan katalis asam. Kishore and Kannan,
(2004) telah melakukan isomerisasi eugenol menggunakan katalis Ni/Alhidrotalsit dengan perbandingan mol Ni/Al 4/1 dengan pemanasan konvensional
pada suhu 200 °C selama 6 jam menghasilkan isoeugenol dengan kemurnian 75
%. Pemilihan perbandingan mol M(II)/ M(III)-hidrotalsit harus tepat agar efektif
untuk reaksi isomerisasi eugenol. Kishore and Kannan (2002) menyatakan bahwa
perbandingan mol M(II)/ M(III) 4/1 menghasilkan isoeugenol paling optimum.
Sintesis katalis hidrotalsit dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya melalui metode pengendapan berurutan, pengendapan bersama
(kopresipitasi), penambahan bolak-balik, penambahan langsung, dan ultrasonik
(Kishore and Kannan, 2004). Pemilihan metode sintesis katalis hidrotalsit harus
tepat agar diperoleh katalis yang efektif untuk reaksi isomerisasi eugenol.
Menurut Kishore and Kannan (2004) sintesis hidrotalsit dengan metode
kopresipitasi menunjukkan aktivitas paling optimum untuk reaksi isomerisasi
eugenol.
Berdasarkan penelitian terdahulu untuk mendapatkan tingkat konversi yang
tinggi, isomerisasi eugenol dilakukan secara konvensional pada suhu yang tinggi
(150-190
o
C) selama 5-7 jam. Kondisi ini kurang efisien karena terjadi
pemborosan energi dan waktu. Pemanasan gelombang mikro dapat meningkatkan
kecepatan reaksi kimia. Hasil penelitian Soesanto (2006) menunjukkan bahwa
isomerisasi eugenol dengan katalis RhCl3.3H2O menggunakan pemanasan
gelombang mikro mampu mereduksi waktu reaksi dari 7 jam (dengan pemanasan
konvensional) menjadi 15 menit. Korelasi antara variasi daya dan waktu reaksi
dalam pemanasan gelombang mikro terhadap perubahan suhu perlu dipelajari.
Penggunaan perlakuan gelombang mikro pada penelitian ini diharapkan dapat
mempercepat proses isomerisasi eugenol.
4
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan diatas perlu diberikan
batasan-batasan masalah agar menjadi lebih terarah. Batasan-batasan tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Katalis yang digunakan dalam isomerisasi eugenol adalah Ni/Al-hidrotalsit
yang disintesis dengan perbandingan mol Ni/Al 4/1 melalui metode
kopresipitasi.
b. Proses isomerisasi eugenol dilakukan menggunakan gelombang mikro, dengan
variasi daya 300 , 400, dan 500 Watt dan waktu reaksi 30, 40, 50, dan 60
menit.
c. Perbandingan eugenol : katalis adalah 4 : 1
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, rumusan
masalah penelitian adalah sebagai berikut :
a. Apakah Ni/Al-hidrotalsit dapat diaplikasikan sebagai katalis dalam reaksi
isomerisasi eugenol dalam gelombang mikro?
b. Bagaimana pengaruh gelombang mikro (variasi daya) terhadap hasil
isomerisasi eugenol ?
c. Bagaimana pengaruh waktu reaksi terhadap hasil isomerisasi eugenol ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui aplikasi Ni/Al-hidrotalsit sebagai katalis dalam reaksi isomerisasi
eugenol menggunakan pemanasan gelombang mikro.
2. Mengetahui pengaruh gelombang mikro (variasi daya) terhadap hasil
isomerisasi eugenol.
3. Mengetahui pengaruh waktu reaksi terhadap hasil isomerisasi eugenol.
5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai aplikasi hidrotalsit sebagai katalis.
2. Memberikan informasi tentang pengaruh gelombang mikro (variasi daya) dan
waktu reaksi terhadap hasil isomerisasi.
3. Memberikan alternatif penggunaan gelombang mikro dalam proses isomerisasi
eugenol.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hidrotalsit
Lempung merupakan salah satu mineral yang banyak dijumpai pada
permukaan bumi dan telah digunakan oleh manusia selama berabad-abad.
Lempung merupakan material serbaguna yang penggunaannya tersebar dalam
berbagai bidang, seperti keramik, material bangunan, katalis, dan adsorben
(Wright, 2002).
Lempung bisa sebagai kationik maupun anionik dengan sifat masing-masing
yang sangat berbeda. Lempung kationik lebih banyak ditemukan di alam dan
memiliki struktur muatan yang berlawanan dengan struktur muatan lempung
anionik atau layered Double Hydroxide (LDH).
Lempung kationik terdiri dari lapisan-lapisan alumino silikat atau magnesio
silikat yang bermuatan negatif dan ion positif yang terinterkalasi dalam daerah
interlayer, biasanya logam-logam alkali. Muatan negatif dinetralkan dengan ionion positif dalam daerah interlayer sehingga material ini disebut kationik. Material
ini memiliki sejumlah sifat diantaranya difusi kationik dan keasaman permukaan
sehingga dengan sifat ini lempung kationik dapat digunakan sebagai penukar
kation, sorben maupun katalis (Rajamathi et al., 2001).
Secara matematis, lempung anionik berkebalikan dengan lempung kationik.
Material ini terdiri dari lapisan bermuatan positif dengan anion interkalat dan
molekul air dalam daerah interlayer. Lempung anionik yang paling dikenal adalah
Hydrotalcite-like (Rajamathi et al., 2001). Hydrotalcite-like atau layered Double
Hydroxide (LDH) jarang ditemukan di alam tetapi mudah disintesis dan tidak
memerlukan biaya yang mahal untuk sintesis. Layered Double Hydroxide
memiliki kemampuan menangkap anion pada struktur lapisannya dan memiliki
ukuran yang lebih lebar daripada lempung kationik (Wright, 2002).
6
7
2. Struktur dan Sifat Hidrotalsit
a. Struktur Hidrotalsit
Hidrotalsit dalam bentuk naturalnya adalah suatu hidroksikarbonat dari
magnesium dan aluminium dengan formula [Mg6Al2(OH)16]2+ CO32-.4H2O.
Semua kelompok senyawa yang hampir sama dengan hidrotalsit baik yang
natural maupun sintetis disebut dengan senyawa yang serupa hidrotalsit
(hidrotalcite-like/ HTL) (Jing He et al., 2005).
Hidroksida ganda berlapiskan (layered double hydroxides : LDH) yang
dikenal sebagai senyawa hydrotalcite-like atau seperti lempung anionik,
diselidiki sebagai materi yang berpotensi untuk adsorben (Wright, 2002),
penukar ion (Miyata, 1983) dan sebagai katalis (Kishore and Kannan, 2002;
2004). Rumus umum hydrotalcite-like adalah:
M(II)1-xM(III)x(OH)2x+ (Ax/n n-).mH2O
dimana M II adalah kation logam divalen (bervalensi dua), seperti Mg2+, Fe2+,
Ni2+, Cu2+, Co2+, Mn2+, Zn2+ atau Cd2+ sedangkan M III adalah kation logam
trivalen (bervalensi tiga), seperti Al3+, Cr3+, Ga3+, atau Fe3+, An- adalah CO32-,
SO42-, Cl-, NO3-, atau anion organik dan m menunjukkan kandungan air dalam
daerah interlayer (Zhiqiang Yang et al., 2007).
Hidrotalsit mempunyai struktur mirip brucite, Mg(OH)2, dengan ion
Mg2+ dikelilingi 6 ion OH- secara oktahedral (Kloprongge, 2001). Ion Mg2+
dalam hydrotalcite diganti dengan alumunium yang merupakan kation dengan
muatan lebih besar tetapi jari-jarinya tidak jauh berbeda. Hal ini menjadikan
brucite tersebut sebagai jaringan muatan positif. Struktur brucite dan
hydrotalcite ditunjukkan pada Gambar 1 (a) dan (b).
H
H
H
O
O
O
Mg
Mg
Mg
Mg
H
H
H
O
O
O
Mg
Al
Mg
Mg
O
O
O
O
O
O
H
H
H
H
H
H
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Struktur brucite; (b) Struktur hydrotalcite (Wright, 2002)
8
Struktur layered Single Hydroxide (LDS) seperti Mg(OH)2 (brucite)
memiliki lapisan hidroksida dengan ikatan yang sama kuat sehingga dapat
dipisahkan dan diinterkalasi dengan molekul polar yang tidak bermuatan.
Adapun struktur LDH terbentuk dengan menggantikan sepertiga bagian dari
kation divalen pada lapisan hidroksida logam dengan ion trivalen.
Penggantian ini menyebabkan kelebihan muatan positif pada lapisan
hidroksida logam. Daerah antarlapisan hidroksida logam yang satu dengan
yang lain akan dipisahkan oleh suatu interlayer yang merupakan gabungan
antara anion dengan empat molekul H2O yang terikat lemah pada sisi muatan
positif yang berlebih (Arrhenius, 2003).
Berdasarkan senyawa brucite ini, beberapa ion Mg2+ pada senyawa
hidrotalsit digantikan oleh aluminium yang bermuatan positif lebih besar
tetapi jari-jarinya tidak jauh berbeda. Hal ini menjadikan brucite sebagai
jaringan muatan positif.
Hidrotalsit terdiri dari tumpukan lapisan-lapisan hidroksida dari
magnesium dan aluminium yang bermuatan positif sehingga membutuhkan
anion diantara lapisan tersebut (anion interlayer) untuk menyeimbangkan
muatannya (Orthman et al., 2000). Struktur dengan anion interlayer
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur lapisan kristal senyawa hidrotalsit (Ahn, 2006)
Pada material hidrotalsit rasio Mg2+/Al3+ menentukan jumlah dan
susunan anion penyeimbang (Newman et al., 1998). Rasio ini berkisar antara
1/1 sampai 4/1.
9
b. Sifat Hidrotalsit
Senyawa hidrotalsit sekarang ini telah banyak dikembangkan karena
potensi yang dimilikinya baik untuk adsorben (Wright, 2002), penukar ion
(Miyata, 1983)
dan sebagai katalis (Kishore and Kannan, 2002; 2004).
Wright (2002) menyebutkan bahwa hidrotalsit memiliki sejumlah sifat yang
membuatnya berpotensi seperti tersebut di atas, diantaranya adalah:
1. Luas permukaan yang cukup besar (100-300 m2/gram).
2. Padatan pendukung yang dapat disisipi oleh logam katalis dengan dispersi
logam pada struktur hidrotalsit yang cukup tinggi.
3. Memiliki efek sinergis antar lapisan.
4. Memiliki memory effect (dapat diregenerasi).
Hidrotalsit sebagai katalis mempunyai beberapa keuntungan diantaanya
proses penanganannya mudah, mudah dipisahkan dengan produk, ramah
lingkungan dan menghasilkan produk yang bagus (Kishore and Kannan,
2002). Perannya sebagai katalis, senyawa hidrotalsit banyak digunakan dalam
berbagai reaksi yang berkataliskan basa seperti, kondensasi aldol, isomerisasi
ikatan rangkap pada alkena, dan dehidrogenasi 2-propanol (Kishore and
Kannan, 2004).
c. M(II) dan M(III) pada Hydrotalcite-like
Senyawa hydrotalcite-like yang mengandung logam bivalen Ni dan
trivalen Al pada lapisan rangkap hidroksida yang dipisahkan ion karbonat dan
air, disebut takovite (Titulaer, 1994).
Nikel merupakan logam transisi dengan massa atom 58,69 gram/mol
dan memiliki bilangan oksidasi 2+, berlaku sebagai logam bervalensi 2+.
Pada bilangan koordinasi enam, Ni
2+
mempunyai jari-jari ionik 0,0699 nm
(Braterman et al., 2004).
Sedangkan aluminium merupakan unsur golongan 3A dalam tabel
sistem periodik unsur, bertindak sebagai logam bervalensi 3+ pada semua
senyawa kecuali untuk temperatur gas tinggi aluminium mungkin sebagai
10
monovalen atau divalen. Jari-jari ion Al
3+
adalah 0,0535 nm dan jari-jari
logamnya 0,1430 nm (Lee, 1991).
3. Sintesis Hidrotalsit
a. Metode Sintesis
Jing He et al. (2005) menyatakan ada beberapa metode yang digunakan
untuk sintesis hidrotalsit, antara lain sintesis hidrotermal, elektrokimia,
pertukaran anion, dan sintesis langsung dengan kopresipitasi. Metode yang
paling sering digunakan untuk sintesis hidrotalsit adalah metode sintesis
kopresipitasi secara langsung. Metode ini juga disebut sebagai metode
pengendapan. Metode kopresipitasi secara langsung dipilih dan disukai karena
tidak ditemui kesulitan dalam pencegahan kontaminasi dari karbon dioksida
pada daerah interlayer (Newman et al., 1998).
Pada metode kopresipitasi, logam nitrat dan presipitan dicampur secara
pelan dan serentak pada pH yang sesuai disertai pengadukkan, lalu dilakukan
hidrotermal untuk untuk meningkatkan kristalinitas (Kannan and Jasra, 2000).
Menurut Kloprongge (2004) pH menentukan tingkat kristalinitas hidrotalsit.
Pengendapan pada pH rendah tidak membentuk hidrotalsit. Pembentukkan
hidrotalsit dengan kristalinitas tinggi diperoleh pada pH pengendapan tinggi.
b. Perlakuan Hidrotermal
Wright (2002) menyatakan bahwa dengan adanya perlakuan hidrotermal
menunjukkan peningkatan kristalinitas hidrotalsit yang terbentuk. Proses ini
dilakukan dengan menempatkan endapan hidrotalsit pada suhu sedang selama
beberapa jam, dilakukan dengan tujuan untuk aging (pemeraman/ penuaan).
Hidrotalsit yang diperam lama dalam air menghasilkan tingkat kristalinitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrotalsit yang diperam dalam larutan
induk.
Waktu dan suhu dari perlakuan hidrotermal juga menentukan morfologi
kristal dan luas permukaan hidrotalsit. Wright (2002) menyatakan bahwa
pemanasan selama 18 jam pada suhu 65°C dan 200°C menghasilkan bentuk
11
kristal dan luas permukaan yang berbeda. Pemanasan pada 65°C
menghasilkan lembaran kristal yang bagus dengan luas permukaan 120 m2/g,
sedangkan pada pemanasan 200°C didapatkan kristal heksagonal dengan luas
permukaan hanya 12 m2/g.
4. Isomerisasi Eugenol
Isomerisasi diartikan sebagai perubahan senyawa hidrokarbon atau senyawa
organik lain yang mempunyai rumus molekul dan struktur tertentu menjadi
senyawa dengan rumus molekul sama tapi susunan atomnya berbeda. Isomerisasi
merupakan reaksi stereoselektif dengan pembentukkan isomer cis- yang lebih
disukai walaupun secara termodinamika mempunyai isomer yang kurang stabil.
Reaksi stereoselektif merupakan reaksi yang membentuk satu produk terseleksi
atau reaksi yang menghasilkan salah satu produk dalam keadaan dominan (March,
1968).
Isomer merupakan dua senyawa atau lebih yang berbeda tetapi memiliki
rumus molekul yang sama. Isomer dibagi menjadi dua macam, yaitu isomer
struktur dan ruang. Isomer struktur merupakan senyawa dengan rumus molekul
sama tetapi dengan urutan penataan atom yang berbeda-beda. Isomer struktur ini
dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Isomer kerangka, terjadi jika 2 senyawa atau lebih mempunyai rumus molekul
yang sama tetapi mempunyai kerangka karbon yang berbeda.
2. Isomer posisi, yang berbeda adalah posisi substituennya,
3. Isomer fungsional, yang berbeda adalah gugus fungsinya.
Sedangkan isomer ruang berkaitan dengan molekul-molekul yang ikatan
antaratomnya sama tetapi susunannya dalam ruang berbeda. Isomer geometri
dibedakan menjadi isomer cis dan trans (Solomons, 1988).
Menurut Egloff et al. (1942) pembentukkan isomer dalam reaksi isomerisasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bentuk fisik substrat (gas, cair atau padat),
konsentrasi awal dan akhir substrat, konsentrasi dan jenis katalis, konsentrasi dan
jenis pereaksi, laju reaksi (waktu kontak), suhu, tekanan, pengadukkan, irradiasi,
12
kalor pengaktifan, kalor isomerisasi, serta perubahan energi bebas merupakan
beberapa diantaranya.
Menurut Sastrohamidjojo (2004) eugenol merupakan komponen utama
penyusun minyak cengkeh (80% dari volume total minyak cengkeh adalah
eugenol). Eugenol pada suhu kamar berwujud cairan, tidak berwarna atau agak
kekuningan, berbau tajam, sedikit larut dalam air serta larut baik dalam alkohol,
kloroform dan asam asetat (Bolvin, 2007). Eugenol memiliki berat molekul 164,2
g/mol, dengan titik didih 253,2 oC, titik leleh -7,5 °C dan berat jenis 1,055 g/mL
(Sciencelab.com Inc., 2008). Eugenol merupakan merupakan turunan guaiakol
yang mendapat tambahan rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4(2-propenil)fenol. Ia dapat dikelompokkan dalam keluarga alilbenzena dari
senyawa-senyawa fenol.
Eugenol dapat dikonversi menjadi isoeugenol melalui proses isomerisasi.
Proses
konversi eugenol menjadi isoeugenol ini dapat meningkatkan nilai
ekonomis dan nilai guna dari produk. Isoeugenol [2-metoksi-4-(1-propenil)fenol]
merupakan isomer dari eugenol dengan rumus molekul C10H12O2. Secara fisik,
isoeugenol berupa cairan tidak berwarna sampai kekuning-kuningan, agak encer,
dan beraroma
floral dengan rasa seperti cengkeh.
Isoeugenol
titik didih
266 - 268 oC, titik leleh -10 °C dan berat jenis 1,09 g/mL (pada 20 °C)
(Physical and Theoretical Chemistry Lab., 2007).
Isoeugenol komersial terdiri atas campuran isomer cis dan trans (Indesso,
2006). Isoeugenol banyak digunakan sebagai bahan campuran dalam produk
wewangian dan produk-produk konsumsi harian seperti parfum, produk perawatan
kulit, deodoran, sabun, sampo, dan bahan baku vanilin sintetik (Anonim, 2005),
juga sebagai antioksidan (Aini, 2006).
Pengubahan
eugenol
menjadi
isoeugenol
didasarkan
pada
proses
isomerisasi: ikatan rangkap pada gugus alkenil pindah ke posisi yang terkonjugasi
dengan ikatan rangkap pada cincin benzena (Sharma et al., 2006). Berikut reaksi
isomerisasi eugenol :
13
OH
OH
OH
OCH3
OCH3
OCH3
+
eugenol
trans-isoeugenol
cis-isoeugenol
Gambar 3. Reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol
Proses isomerisasi tersebut dapat berlangsung dengan baik dengan bantuan
katalis dan panas. Katalis yang digunakan ialah basa berlebih, seperti NaOH
(Thach and Strauss, 2000) dan KOH (Baby,1997). Penggunaan basa berlebih
sebagai katalis dapat digantikan oleh logam transisi (Givaudan, 1977; Soesanto,
2006; Sharma et al., 2006).
Isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dengan pemanasan konvensional
umumnya menggunakan suhu sangat tinggi (120−190 oC) selama 5–7 jam.
Kondisi ini dapat menyebabkan overheating yang berakibat terurainya bahan dan
produk, misalnya terbentuknya polimer yang akan mengurangi rendemen.
Givaudan
(1977) mencatat bahwa produk polimer yang terbentuk pada
isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol menggunakan katalis RhCl3·3H2O
mencapai 6–9%.
Penelitian yang menggunakan panas gelombang mikro dalam isomerisasi
eugenol menjadi isoeugenol belum banyak dilakukan. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan panas gelombang mikro menghasilkan
isoeugenol dengan kemurnian dan efisiensi proses yang tinggi. Sampai saat ini,
aplikasi teknologi tersebut masih terbatas pada skala laboratorium dan belum
diperluas dalam skala produksi, karena kapasitas reaktornya masih terbatas.
Namun, metode ini dapat dijadikan alternatif dalam proses pengubahan eugenol
menjadi isoeugenol.
14
5.
Gelombang Mikro
Gelombang mikro merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang antara 0,01 m hingga 1m, atau frekuensi antara 0,3 gigahertz hingga
30 gigahertz (Taylor and Atri, 2005).
Gambar 4. Spektrum gelombang mikro (Ramtohul, 2003)
Mikrowave dapat berubah secara langsung saat melalui satu materi dielektrik
ke materi dielektrik lainnya seperti cahaya yang dibelokkan saat melewati udara
ke air. Mikrowave berjalan seperti gelombang cahaya, yang akan dibelokkan oleh
benda logam, diserap oleh beberapa materi dielektrik, dan diteruskan ke materi
dielektrik lainnya. Air, karbon, dan makanan dengan kandungan air tinggi
merupakan absorben mikrowave yang baik dibandingkan keramik, dan materi
termoplastik hanya menyerap sedikit microwave (Stuerga, 2006).
Meskipun gelombang mikro beroperasi pada frekuensi 0,3 hingga 30 GHz,
untuk kepentingan reaksi laboratorium dianjurkan pada frekuensi 2,45 GHz. Hal
ini disebabkan karena frekuensi ini mampu menembus kedalam kondisi reaksi di
laboratorium. Pada frekuensi lebih dari 30 GHz frekuensi gelombang mikro akan
overlap (bertumpang tindih) dengan frekuensi radio (Taylor and Atri, 2005).
Sintesis senyawa organik dengan bantuan gelombang mikro mulai mendapat
perhatian dari kalangan ilmuwan. Akan tetapi tidak semua senyawa dapat
disintesis dengan bantuan gelombang mikro. Hanya senyawa yang dapat
mengabsorb radiasi gelombang mikro saja yang bisa disintesis dengan bantuan
gelombang mikro.
15
Mekanisme dasar pemanasan dengan gelombang mikro adalah agitasi
molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak karena adanya gerakan medan
magnet atau listrik. Gerakan medan tersebut menyebabkan partikel-partikel
mencoba berorientasi sejajar dengan medan tersebut. Pergerakan partikel-partikel
ini dibatasi oleh gaya pembatas (interaksi antarpartikel dan ketahanan listrik) yang
menahan gerakan partikel dan membangkitkan gerakan acak sehingga
menghasilkan panas (Taylor and Atri, 2005).
Pengaruh energi gelombang mikro dalam reaksi kimia hanya sebatas suhu
(panas) dan tidak terjadi pengaktifan langsung oleh energi gelombang mikro
terhadap reaksi. Energi foton dari gelombang mikro (0,037 kkal/mol) relatif kecil
dibandingkan energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan molekul (80-120
kkal/mol). Oleh karena itu eksitasi molekul gelombang mikro tidak memberikan
efek terhadap struktur molekul organik, hanya interaksi kinetikanya saja (Taylor
and Atri, 2005).
Pemanasan oleh radiasi gelombang mikro berbeda dengan pemanasan
konvensional. Perpindahan energi pada pemanasan konvensional melibatkan
peristiwa konduksi dari sumber panas. Wadah yang digunakan memiliki sifat
konduktor panas dari sumber energi ke bahan yang kurang baik. Saat penguapan
di permukaan tercapai, kesetimbangan termal oleh arus konveksi menyebabkan
hanya sebagian kecil larutan yang berada pada suhu yang diaplikasikan oleh
sumber energi di luar wadah. Oleh karena itu, diperlukan waktu yang lama untuk
mencapai reaksi sempurna.
Gambar 5. Pemanasan larutan secara konvensional (a) dan
dengan gelombang mikro (b) (Hidayat dan
Mulyana, 2006)
16
Pada pemanasan dengan gelombang mikro, hanya pelarut dan partikel
larutan saja yang dipanaskan sehingga terjadi pemanasan yang merata pada
pelarut (Taylor and Atri, 2005). Pemanasan terjadi pada semua bagian bahan atau
larutan reaksi, karena energi langsung diserap oleh bahan yang akan dipanaskan
tanpa melibatkan wadah yang ada sehingga mempercepat tercapainya reaksi
sempurna (Perreux, 2001).
Gelombang mikro dibangkitkan oleh tabung vakum, magnetron, multimode
atau monomode. Gelombang mikro komersial menggunakan multimode, dimana
distribusi medan listrik tidak homogen.
Gambar 6. Microwave multimode (Ramtohul, 2003)
Microwave dengan monomode paling
sesuai untuk sintesis senyawa organik
tetapi harganya yang mahal menjadi pertimbangan sendiri. Pada microwave
dengan monomode ini dilengkapi dengan penunjuk gelombang (waveguide) untuk
memfokuskan gelombang elektromagnetik sehingga distribusi energi menjadi
homogen.
Gambar 7. Microwave monomode (Ramtohul, 2003)
17
6. X-Ray Diffractometer (XRD)
Metode yang digunakan untuk menganalisis zat padat berupa kristal secara
kualitatif dan kuantitatif adalah XRD atau difraksi sinar X. Analisis secara
kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa utama dalam sampel,
sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui persentase kandungan
senyawa utama tersebut dalam sampel.
Dasar penggunaan sinar X adalah pemantulan sinar X oleh susunan
sistematik atom-atom atau ion-ion dalam bidang kristal yang menghasilkan polapola difraktogram khas bila direkam. Pola ini digunakan sebagai sidik jari dalam
identifikasi spesies mineral (Tan, 1982).
Pola difraksi dapat diperoleh apabila sinar X yang dipantulkan mengalami
penguatan pada arah tertentu. Penguatan ini hanya terjadi apabila hukum Bragg
dipenuhi. Hukum Bragg didefinisikan sbb:
nλ = 2dsin θ
(1)
d = jarak antar bidang atom dalam kristal
n = tingkat difraksi
λ = panjang gelombang sinar X
θ = sudut difraksi
Gambar skematik dari berkas sinar X yang dipantulkan bidang kristal
ditunjukkan oleh Gambar 4. Hukum Bragg mengasumsikan bahwa semua bidangbidang dalam suatu kristal memantulkan sinar X bila kristal dimiringkan dengan
sudut kemiringan (θ) tertentu terhadap sinar datang. Sudut tergantung pada
panjang gelombang sinar X dan harga d (Tan, 1982).
Gambar 8. Skema pemantulan sinar X oleh bidang kristal
18
Penggunaan pola difraktogram untuk identifikasi memperhatikan kesesuaian
harga d dan kadang-kadang juga intensitasnya. Referensi harga d dan intensitas
suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on Powder Diffraction
Standars (JCPDS) yang bersumber dari International Centre for Difraction Data
(West, 1992). Hidrotalsit dengan anion antar lapisan berupa CO32- dicirikan oleh
harga d sekitar 7,80 Å. Pencirian ini disebutkan pula dalam hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kloprogge et al. (2002).
Persentase
kandungan
senyawa
dalam
sampel
diketahui
dengan
membandingkan intensitas puncak difraksi karena intensitas tersebut sebanding
dengan fraksi senyawa dalam sampel (Willard et al., 1988). Persentase kandungan
senyawa dalam sampel dihitung dengan rumus:
 (I / I1 )s 
% kandungan = 
 × 100
 (I / I1 )t 
(2)
(I/I1)s
: jumlah intensitas relatif puncak senyawa dalam sampel.
(I/I1)t
: jumlah intensitas relatif total sampel
a. Identifikasi Material Hidrotalsit
Identifikasi
sampel
padat
dapat
dilakukan
berdasarkan
posisi
(berhubungan dengan nilai sudut difraksi atau 2θ) dan intensitas garis. Sudut
difraksi ditentukan oleh jarak antara bidang kristal (d). Harga d dihitung dengan
menggunakan hukum Bragg, berdasarkan nilai panjang gelombang yang
diperoleh dari hasil pengukuran. Intensitas garis tergantung pada nomor dan
jenis fraksi atom pusat yang terdapat pada masing-masing bidang kristal.
Harga d dapat digunakan untuk mengidentifikasi sistem kristal dengan
cara membandingkan harga d (Å) dan data intensitas serapan maksimum sampel
dengan senyawa yang sudah diketahui. Referensi harga d (Å) dan intensitas
serapan senyawa yang sudah diketahui tersebut, berasal dari data Joint
Commitee on Difraction Standards (JCPDS) yang bersumber dari International
Centre for Difraction Data, Swarch More, PA (Skoog et al., 1985).
19
Indeks Miller suatu bidang adalah perbandingan terbalik dari intersep
bidang kristal dengan sumbu x, y, z secara berurutan, kemudian dikenal sebagai
(hkl)( Smith, 1993). Material Zn/Al-LDH diantaranya dicirikan dengan hkl
(003), (006), (012), (015), dan (018) yang masing-masing puncaknya memiliki
intensitas yang tinggi (JCPDS).
b. Penentuan Kristalinitas
Kristal adalah padatan yang terdiri dari atom-atom, ion-ion, atau molekulmolekul yang tersusun secara berulang dalam ukuran tiga dimensi (Smith,
1993). Kristalinitas dikiaskan sebagai kestabilan struktur lempung dan tingkat
kristalinitas yang tinggi lebih memudahkan untuk karakterisasi sampel (Wright,
2002).
Kristalinitas relatif dapat ditentukan dengan perbandingan kristalinitas
pada sampel yang memiliki puncak difraksi tinggi (003), kristalinitasnya
dianggap 100 % (Xie et al., 2003). Kristalinitas yang rendah ditandai dengan
pengurangan beberapa cerminan hkl, pelebaran garis-garis puncak difraksi XRD
dan penentuan intensitas (Lakraimi et al., 2000). Rendahnya kristalinitas dapat
disebabkan karena efek mekanik dari pengadukkan.
7. Kromatografi Gas
Kromatografi merupakan cara pemisahan yang berdasarkan partisi cuplikan
antara fase gerak dan fase diam. Pada dasarnya kromatografi ini, adalah proses
migrasi diferensial dimana komponen-komponen cuplikan ditahan secara selektif
oleh fase diam (Sastrohamidjojo, 2005).
Kromatografi
gas
atau
yang
lebih
dikenal
dengan
GC
(Gas
Chromatography) merupakan suatu instrumen yang memungkinkan untuk
memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, dimana hal ini tidak mungkin
dipisahkan dengan cara-cara lain. Karena sensitivitasnya yang tinggi maka hanya
diperlukan sejumlah kecil cuplikan (mikroliter). Kromatografi gas merupakan
kromatografi dengan fase gerak berupa gas.
20
Kromatografi gas banyak digunakan sebagai analisa kuantitatif. Dimana
konsentrasi dapat ditentukan dengan penghitungan luas puncak. Kromatografi gas
tidak banyak digunakan sebagai alat analisa secara kualitatif dalam arti untuk
menentukan struktur dari senyawa organik. Meskipun demikian, kromatografi gas
banyak digunakan sebagai pembanding dua senyawa atau lebih
untuk
memperoleh identitas dari struktur senyawa. Pembandingan ini dapat dilihat dari
waktu retensinya (waktu yang diperlukan untuk mengelusi senyawa setelah
diinjeksi). Akan tetapi waktu retensi yang tidak terkoreksi jarang digunakan
karena ia bergantung pada :
1.
Panjang dan diameter kolom
2.
Fase cair (jenis dan jumlah)
3.
Suhu kolom
4.
Kecepatan alir
5.
Jenis dari gas pengangkut
6.
Dead volume dari peralatan.
Oleh karena itu, dapat dilakukan teknik spiking dengan menambahkan
senyawa referensi standar pada cuplikan yang akan diinjeksikan ke kromatografi
gas (Sastrohamidjojo, 2005).
8.
Spektrofotometer Infra Merah
Spektrofotometer infra merah biasanya merupakan spektrofotometer berkas
ganda dan terdiri dari lima bagian utama yaitu, sumber radiasi, daerah cuplikan,
kisi difraksi (monokromator), dan detektor. Penggunaan spektrum infra merah
untuk penentuan struktur senyawa organik biasanya antara 650 – 4.000 cm-1.
Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 dinamakan infra merah jauh dan daerah
diatas frekuensi 4.000 cm-1 dinamakan infra merah dekat (Sudjadi, 1985).
Jika suatu molekul menyerap sinar infra merah, maka di dalam molekul itu
terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi rotasi. Syarat
molekul dapat menyerap energi sinar infra merah adalah momen dwikutub harus
tergetar (sebab dari vibrasi molekul) berinteraksi dengan vektor listrik tergetar
21
dari berkas infra merah menyebabkan perubahan netto momen dwikutub dari
gerakan vibrasi dan atau gerakan rotasi (Sudjadi, 1985).
Ada dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk.
Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga
jarak antar atom bertambah atau berkurang. Sedangkan getaran tekuk dapat terjadi
karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom atau
karena gerakan sebuah gugus atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi
atom-atom di dalam gugus. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen
dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam infra merah (Silverstein, et
al, 1986).
B. Kerangka Pemikiran
Pengubahan eugenol menjadi isoeugenol didasarkan pada proses isomerisasi
yaitu ikatan rangkap pada gugus alkenil pindah ke posisi yang terkonjugasi
dengan ikatan rangkap pada cincin benzena (Sharma et al., 2006). Proses
isomerisasi tersebut dapat berlangsung dengan baik dengan bantuan katalis dan
panas. Hidrotalsit merupakan katalis heterogen basa sehingga dapat digunakan
untuk mengkatalisis reaksi isomerisasi eugenol. Menurut Kishore and Kannan
(2004), Ni/Al-hidrotalsit 4/1 mampu mengkatalisis reaksi isomerisasi eugenol
dengan pemanasan konvensional pada suhu 200 °C selama 6 jam yang
menghasilkan isoeugenol dengan kemurnian 75 %.
Proses isomerisasi eugenol memerlukan suhu tinggi (150 -190 oC) selama 57 jam guna mendapatkan tingkat konversi yang tinggi. Kondisi ini kurang efisien
di samping terjadinya pemborosan energi dan waktu juga dapat menyebabkan
overheating (pemanasan berlebih).
Interaksi gelombang mikro dengan reaktan mampu meningkatkan suhu
reaktan. Adanya pengaruh gelombang mikro terhadap suhu reaktan tersebut, maka
gelombang mikro dapat digunakan dalam proses isomerisasi eugenol. Pemanasan
oleh radiasi gelombang mikro berbeda dengan pemanasan konvensional.
Perpindahan energi pada pemanasan gelombang mikro langsung diserap oleh
reaktan tanpa melibatkan wadah yang ada sehingga memerlukan waktu yang
22
relatif lebih singkat dibandingkan pemanasan dengan konvensional. Kekuatan
daya gelombang mikro akan mempengaruhi proses isomerisasi. Lamanya waktu
kontak antara substrat dan katalis dalam gelombang mikro juga akan
mempengaruhi produk isomerisasi yang terbentuk. Dari variasi daya dan waktu
reaksi dapat diketahui kondisi optimumnya.
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
a. Ni/Al-hidrotalsit dapat mengkatalisis reaksi isomerisasi eugenol dalam
pemanasan gelombang mikro.
b. Perubahan daya gelombang mikro akan mempengaruhi hasil isomerisasi.
c. Lama waktu reaksi akan mempengaruhi hasil isomerisasi.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental laboratorium.
Penelitian meliputi dua tahapan. Tahapan pertama adalah sintesis katalis Ni/Alhidrotalsit yang dilakukan dengan metode kopresipitasi dan dikarakterisasi dengan
X-Ray Diffaraction (XRD). Tahapan kedua adalah aplikasi katalis dalam reaksi
isomerisasi eugenol dalam gelombang mikro dan hasil isomerisasi dianalisa
dengan GC.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2009 sampai Agustus 2009 di
Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS, Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS,
dan Laboratorium FMIPA UGM.
.
C. Alat dan Bahan
1. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.
Peralatan gelas pyrek, Merck.
b.
Neraca analitis, Mettler Toledo AT400
c.
pH meter
d.
Pengaduk Magnetik Heidolph 35011
e.
Penyaring vakum
f.
Cawan porselin
g.
Microwave Sanyo EM-S10555
h.
GC Hewlett Pacard 5890 Series II, kondisi alat pada Lampiran 11
i.
X-Ray Diffractometer (XRD) Shimadzu-6000
23
24
Gambar 9. Rangkaian alat reaksi isomerisasi
2. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. NiCl2.6H20
b. AlCl3.9H2O
c. NaOH, Merck
d. Na2CO3, Merck
e. AgNO3, Merck
f. Akuades, Sub Laboratorium Biologi UNS.
g. Eugenol murni, PT.INDESO AROMA PURWOKERTA
h. Isoeugenol murni, PT.INDESO AROMA PURWOKERTA
i.
Kertas Saring Whatman No. 42, Merck
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Larutan
a. Larutan 200 mmol NiCl2.6H2O dan 50 mmol AlCl3.6H2O sebanyak 200 mL.
Sebanyak 47,541 gram NiCl2.6H2O dan 12,072 gram AlCl3.6H2O
dilarutkan ke dalam 200 mL akuades sambil diaduk.
b. Larutan 400 mmol Na2CO3 sebanyak 400 mL.
Sebanyak 42,395 gram Na2CO3 dilarutkan ke dalam 400 mL akuades
sambil diaduk.
c. Larutan NaOH 1 M sebanyak 400 mL.
Sebanyak 15,999 gram NaOH dilarutkan ke dalam 400 mL akuades.
d. Larutan AgNO3 0,1 M
25
Sebanyak 0,170 gram AgNO3 dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.
2. Sintesis Katalis Ni/Al-hidrotalsit
Kishore and Kannan (2004) telah melakukan aplikasi katalis Ni/Alhidrotalsit dengan perbandingan mol Ni/Al 4/1 pada reaksi isomerisasi eugenol
dengan pemanasan konvensional pada temperatur 200°C selama 6 jam
menghasilkan isoeugenol 75%. Hidrotalsit dengan perbandingan mol logam
bivalen dan trivalen (M(II)/M(III)) 4/1 menunjukkan aktivitas yang optimum
sebagai katalis dalam reaksi isomerisasi eugenol karena sifat kebasaannya yang
tinggi (Kishore and Kannan, 2002). Sintesa hidrotalsit dengan metode
kopresipitasi menunjukkan aktivitas optimum untuk reaksi isomerisasi eugenol
Kishore and Kannan (2004). Hal ini disebabkan kritalinitas tinggi pada hidrotalsit
yang disintesis dengan kopresipitasi. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini
digunakan katalis Ni/Al-hidrotalsit yang disintesis dengan perbandingan mol
Ni/Al 4/1melalui metode kopresipitasi.
Sama halnya dengan yang telah dilakukan Wright (2002), dimana dua atau
lebih elemen dicampur bersama, metode ini dilakukan dengan mereaksikan
NiCl2.6H2O dan AlCl3.6H2O dengan Na2CO3 dalam suasana basa. Sebanyak 200
mmol NiCl2.6H2O dan 50 mmol AlCl3.6H2O dilarutkan 200 mL akuades sambil
diaduk. Kemudian ditambahkan 400 mL Na2CO3 400 mmol tetes per tetes dengan
kecepatan 5 mL/menit ke dalam larutan tersebut. Selama penambahan Na2CO3,
larutan diaduk dengan magnet stirer dan kondisi larutan dijaga pada pH 10 dengan
penambahan NaOH 1 M. Kondisi larutan dijaga pada pH 10, karena kebanyakan
logam akan berikatan membentuk hidrotalsit pada pH antara 8 sampai 10
(Kloprogge et al, 2002) sehingga dapat diperoleh hasil hidrotalsit yang optimum.
Setelah penambahan selesai, suspensi yang dihasilkan diaduk pada suhu 60-63 °C
selama 1 jam. Kemudian larutan didiamkan selama 18 jam tanpa pengadukkan
pada suhu yang sama.
Endapan yang diperoleh dicuci dengan akuades sampai bebas dari ion Cl-.
Keberadaan ion Cl- diketahui dengan menguji filtrat pencucian dengan AgNO3.
26
filtrat pencucian yang bebas ion Cl- tidak menghasilkan endapan atau keruh
apabila ditetesi AgNO3.
Endapan yang bebas ion Cl- disaring dengan penyaring vakum, lalu dioven
pada suhu 80 oC selama 16 jam.
3. Karakterisasi Katalis Ni/Al-hidrotalsit
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Ni/Al-hidrotalsit secara
kualitatif dan kuantitatif adalah XRD. Difraktogram hasil sintesis dibandingkan
dengan data referensi. Data
puncak dengan intensitas tertinggi dibandingkan
dengan data puncak dari Ni/Al-hidrotalsit standar dari Joint Committee on Powder
Diffraction Standards (JCPDS).
4. Analisis Senyawa Reaktan
Senyawa
reaktan dari
PT.
Aroma
Indesso,
Purwokerta,
sebelum
diaplikasikan pada reaksi isomerisasi dengan katalis Ni/Al-hidrotalsit dianalisis
dengan GC untuk menentukan kemurniannya dan spektrofotometer infra merah
untuk menentukan gugus fungsinya.
5. Aplikasi Katalis Ni/Al-hidrotalsit dalam Reaksi Isomerisasi Eugenol
Isomerisasi eugenol dilakukan pada reaktor (50 mL) dalam gelombang
mikro. Substrat (eugenol) sebanyak 4 gram dan 1 gram katalis Ni/Al-hidrotalsit
dimasukkan kedalam reaktor dalam gelombang mikro. Reaksi dilakukan dengan
variasi waktu reaksi 30, 40, 50 dan 60
menit. Pada waktu reaksi optimum
dilakukan variasi daya 300 watt, 400 watt, dan 500 watt.
6. Analisis Produk Isomerisasi Eugenol
Produk isomerisasi dikarakterisasi dengan GC. Dari luas puncak
kromatogram dapat diketahui persentase produk isomerisasi yang terbentuk.
Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa standar pada
senyawa produk dengan teknik spiking.
27
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian reaksi
isomerisasi eugenol mengunakan katalis Ni/Al-hidrotalsit dengan pemanasan
gelombang mikro secara eksperimen laboratorium yang meliputi karakterisasi
katalis Ni/Al-hidrotalsi, senyawa reaktan dan senyawa produk reaksi antara lain :
1. Kristalinitas senyawa hasil sintesis dianalisis dengan menggunakan XRD,
secara kualitatif dapat diperoleh informasi senyawa utama dalam senyawa
hasil sintesis. Selain itu, secara kuantitatif juga dapat diperoleh informasi
tentang persentase kandungan senyawa utama dalam senyawa hasil sintesis
tersebut dengan cara membandingkan dengan data sekunder dari literatur.
2. Senyawa reaktan dianalisis dengan GC untuk menentukan kemurniannya dan
IR untuk menentukan gugus fungsinya.
3. Produk hasil reaksi dianalisis dengan GC. Data kromatogram hasil analisis
kromatografi gas memberikan informasi mengenai jumlah senyawa dan waktu
retensi. Analisis kualitatif senyawa dapat dilakukan dengan menambahkan
senyawa standar dengan teknik spiking.
F.Teknik Analisis Data
Data puncak difraktogram dari hasil analisa XRD senyawa hasil sintesis
dengan intensitas tertinggi dibandingkan dengan data puncak dari Ni/Alhidrotalsit standar dari Joint Committee on Powder Diffraction Standards
(JCPDS). Pembandingan ini untuk memastikan bahwa senyawa utama hasil
sintesis adalah Ni/Al-hidrotalsit. Selain itu juga dapat diketahui persentase
kandungan Ni/Al-hidrotalsit dalam senyawa hasil sintesis tersebut.
Sebelum diaplikasikan, senyawa reaktan dianalisa dengan GC dan IR. Data
kromatogram dari analisa GC digunakan untuk menentukan kemurnian senyawa
reaktan. Sedangkan spektra IR untuk menentukan gugus fungsi dalam senyawa
reaktan. Data kromatogram senyawa hasil reaksi isomerisasi memberikan
informasi mengenai jumlah senyawa dan waktu retensi. Analisa kualitatif
senyawa dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa standar dengan teknik
spiking.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Katalis Ni/Al-hidrotalsit disintesis dengan perbandingan mol Ni/Al 4/1
melalui metode kopresipitasi. Senyawa hasil sintesis berupa bongkahan kecil dan
berwarna hijau muda yang ditampilkan pada Gambar 10. Selanjutnya bongkahan
tersebut digerus hingga menjadi serbuk halus guna memperluas bidang
permukaan. Serbuk hasil sintesis tersebut kemudian dikarakterisasi dengan XRD.
Gambar 10. Serbuk hasil sintesis
Identifikasi serbuk hasil sintesis dilakukan dengan X-Ray Diffractometer
(XRD) Shimadzu-6000. Analisis ini bertujuan untuk memastikan bahwa senyawa
utama serbuk hasil sintesis adalah Ni/Al-hidrotalsit. Difraktogram serbuk hasil
sintesis disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Difraktogram serbuk hasil sintesis
Analisis
kualitatif
difraktogram
tersebut
dilakukan
dengan
membandingkan harga d puncak-puncak difraktogram dengan data Ni/Alhidrotalsit standar dari JCPDS nomor 15-0087. Puncak-puncak tertinggi sampel
sebagai penciri senyawa mempunyai harga d yang sesuai data Ni/Al-hidrotalsit
standar, sehingga senyawa utama yang dicirikan pada difraktogram sampel
28
29
tersebut adalah Ni/Al-hidrotalsit. Hasil perhitungan pada Lampiran 7 memberikan
data kandungan mineral Ni/Al-hidrotalsit dalam sampel, yaitu 75,172 %.
Reaktan yang berasal dari PT.INDESSO AROMA Purwokerto, dianalisis
dengan GC dan FTIR guna menentukan kandungan di dalamnya. Hasil analisis
reaktan dengan GC ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Kromatogram reaktan
Data kromatogram reaktan pada Gambar 12 memperlihatkan muncul satu
puncak. Hal ini menunjukkan bahwa reaktan merupakan senyawa murni..
Selanjutnya, penentuan jenis senyawa murni tersebut dilakukan dengan analisis
FTIR. Spektra senyawa reaktan dan eugenol referensi disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. (a) Spektra FTIR reaktan
(b) Spektra FTIR eugenol referensi
Spektra FTIR reaktan dibandingkan dengan spektra IR eugenol dari
referensi yang ditampilkan pada Gambar 13. Ternyata spektra FTIR reaktan
30
menunjukkan pola yang sama dengan spektra IR dari referensi, yang berupa
senyawa eugenol.
Berdasarkan data kromatogram dan gugus fungsional pada spektra FTIR
yang ditunjukkan diatas, dapat disimpulkan bahwa reaktan merupakan senyawa
eugenol murni.
A. Reaksi Isomerisasi Eugenol Menggunakan Pemanasan Gelombang Mikro
Reaksi isomerisasi eugenol dilakukan pada reaktor dalam gelombang
mikro tanpa dan dengan katalis Ni/Al-hidrotalsit dalam kondisi media kering
(tanpa pelarut). Pada reaksi isomerisasi eugenol menggunakan katalis Ni/Alhidrotalsit dilakukan dengan perbandingan eugenol : katalis Ni/Al-hidrotalsit
adalah 4 : 1. Produk isomerisasi eugenol dianalisis dengan kromatografi gas
(GC : Gas Chromatography). Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol
tanpa dan dengan katalis Ni/Al-hidrotalsit ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14. (a) Kromatogram hasil isomerisasi tanpa katalis Ni/AlHidrotalsit, diduga puncak (2) eugenol
(b) Kromatogram hasil isomerisasi dengan katalis Ni/AlHidrotalsit, diduga puncak (2) eugenol, (4) cisisoeugenol, dan (5) trans-isoeugenol
31
Gambar 14 (a) memperlihatkan bahwa hasil reaksi isomerisasi
eugenol tanpa penggunaan Ni/Al-hidrotalsit tidak menghasilkan produk
(hanya muncul satu puncak pada kromatogram yang diduga eugenol).
Berbeda dengan kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol pada Gambar
14 (b) yang muncul lebih dari satu puncak. Hal ini menunjukkan bahwa
isomerisasi eugenol dalam gelombang mikro tidak dapat berjalan tanpa
bantuan Ni/Al-hidrotalsit sebagai katalis. Penggunaan katalis Ni/Alhidrotalsit dalam reaksi isomerisasi eugenol berfungsi menurunkan energi
aktivasi reaksi tersebut sehingga menghasilkan produk, yaitu isoeugenol. Jadi
dapat disimpulkan bahwa reaksi isomerisasi eugenol dapat berlangsung
dengan baik selain dengan pemanasan yang tinggi juga perlu bantuan katalis
yang tepat.
Reaksi isomerisasi eugenol menggunakan katalis Ni/Al-hidrotalsit.
Ni/Al-hidrotalsit merupakan katalis basa, dimana situs basa brönsted
(penerima proton) yang berperan penting bagi berlangsungnya reaksi
isomerisasi eugenol. Reaksi isomerisasi eugenol diawali oleh terlepasnya
proton pada karbon metilen menghasilkan karbokation yang distabilkan oleh
resonansi, lalu bergabung dengan karbon pada kedudukan terminal
memberikan olefin terkonjugasi yang lebih stabil (Sastrohamidjojo, 2004).
Untuk melepaskan proton pada karbon metilen diperlukan basa brönsted
(penerima proton) yang menarik proton.
Penentuan senyawa hasil reaksi isomerisasi dilakukan dengan
kromatografi gas menggunakan metode spiking. Pada metode spiking ini,
ditambahkan senyawa isoeugenol standar untuk membuktikan bahwa
senyawa
hasil
reaksi
isomerisasi
eugenol
merupakan
isoeugenol.
Perbandingan kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol dengan hasil
spiking ditunjukan pada Gambar 15 (a) dan (b). Sedangkan kromatogram
isoeugenol standar ditunjukan pada Gambar 15 (c).
32
Gambar 15. (a) Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol,
(b) Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol
yang di-spiking dengan isoeugenol standar,
(c) Kromatogram isoeugenol standar, puncak (2)
eugenol, (4) cis-isoeugenol, (5) trans-isoeugenol.
Perbandingan kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol dengan
hasil spiking pada Gambar 15 (a) dan (b) menunjukan bahwa puncak kedua
tidak mengalami perubahan, sedangkan puncak keempat dan kelima
mengalami kenaikan intensitas puncak. Data kromatogram isoeugenol standar
yang berasal dari PT.INDESSO AROMA, Purwokerto pada Gambar 15 (c)
juga menampilkan dua puncak tertinggi (puncak keempat dan kelima). Oleh
33
karena itu dapat disimpulkan bahwa puncak kedua adalah eugenol, sedangkan
puncak keempat dan kelima merupakan senyawa isoeugenol.
Data kromatogram menunjukkan bahwa puncak eugenol muncul
mendahului isoeugenol. Hal ini dapat dijelaskan dari prinsip kromatografi gas
adalah pemisahan senyawa antara fase diam dan fase geraknya. Alat
kromatografi gas yang digunakan adalah GC dengan jenis kolom (fase
diamnya)
HP 5 ( (5 %-phenyl)-methyl polysiloxane). Kolom ini bersifat
nonpolar, sehingga senyawa yang kurang polar akan lebih lama tertahan di
kolom. Sedangkan senyawa yang lebih polar akan keluar lebih dulu bersama
fase geraknya yang bersifat polar. Struktur molekul eugenol dan isoeugenol
ditunjukkan pada Gambar 16.
OH
OH
H3CO
OH
H3CO
H3CO
ikatan rangkap
terisolasi
H
ikatan rangkap
terkonjugasi
C
CH3
C
CH2
H2C
C
H
Eugenol
ikatan rangkap
terkonjugasi
H
C
H
C
H
CH3
cis-isoeugenol
trans-isoeugenol
Gambar 16. Struktur eugenol, cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol.
Berdasarkan struktur eugenol dan isoeugenol pada Gambar 16,
eugenol lebih polar dibandingkan isoeugenol. Hal ini dijelaskan dari adanya
ikatan rangkap gugus propenil pada eugenol yang terisolasi. Ikatan rangkap
terisolasi merupakan ikatan rangkap yang menggabungkan atom yang tidak
berdampingan. Ikatan rangkap ini mempunyai sistem elektron terlokalisasi,
yaitu distribusi elektronnya terbatas pada dua inti saja (Fessenden and
Fessenden, 1986) sehingga ada pemusatan elektron. Pemusatan elektron di
satu bagian ini menyebabkan ketidakstabilan resonansinya sehingga eugenol
bersifat lebih polar. Berbeda dengan isoeugenol yang ikatan rangkap pada
34
gugus propenil terkonjugasi dengan ikatan rangkap benzen. Ikatan rangkap
terkonjugasi adalah dua ikatan rangkap yang bersumber pada atom yang
berdampingan. Ikatan rangkap jenis ini mempunyai sistem elektron
terdelokalisasi, yaitu rapat elektronnya terdistribusi melalui daerah yang agak
besar dalam molekul (Fessenden and Fessenden, 1986). Hal ini menyebabkan
terjadi resonansi yang stabil dan pemerataan penyebaran elektron sehingga
isoeugenol bersifat kurang polar dibandingan eugenol.
Pemisahan senyawa pada kromatografi gas, selain dari tingkat
kepolaran juga dapat ditinjau dari perbedaan titik didih untuk menentukan
puncak mana yang keluar lebih dulu dari kolom. Eugenol mempunyai titik
didih (253,2 °C) lebih rendah daripada isoeugenol (266-268 °C), sehingga
untuk
menguapkan
isoeugenol diperlukan suhu
yang
lebih
tinggi
dibandingkan pada eugenol. Berdasarkan tingkat kepolaran dan titik didih,
maka eugenol akan muncul lebih dulu (puncak kedua) daripada isoeugenol
(puncak keempat dan kelima) pada kromatogram.
Hasil spiking GC dari senyawa produk dengan senyawa standar
isoeugenol menunjukkan bahwa isoeugenol muncul pada dua puncak, yaitu
puncak keempat dan kelima. Hal ini menunjukkan bahwa isoeugenol berada
dalam bentuk cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol. Penentuan cis-isoeugenol
atau trans-isoeugenol yang muncul pada puncak keempat atau kelima dapat
ditinjau dari perbedaan titik didihnya. Titik didih cis-isoeugenol (133 °C pada
tekanan 11 mmHg) lebih rendah daripada trans-isoeugenol (140 °C pada
tekanan 12 mmHg) ( Windholhz, 1976). Oleh karena itu, untuk menguapkan
trans-isoeugenol memerlukan waktu lebih lama dibandingkan cis-isoeugenol.
Analog dengan penjelasan tentang eugenol dan isoeugenol di atas, maka cisisoeugenol akan muncul lebih dulu (puncak keempat) daripada transisoeugenol (puncak kelima) pada kromatogram.
Berdasarkan penjelasan di atas, eugenol, cis-isoeugenol, dan transisoeugenol berturut-turut ditunjukkan oleh puncak kedua, keempat dan kelima
pada kromatogram. Sedangkan, analisa kuantitatif dilakukan dengan
penghitungan luas puncak yang dihasilkan.
35
B. Pengaruh Variasi Daya Terhadap Reaksi Isomerisasi Eugenol
Reaksi
isomerisasi
eugenol
dengan
katalis
Ni/Al-hidrotalsit
menggunakan pemanasan gelombang mikro dilakukan dengan memvariasi
daya 300, 400, dan 500 Watt. Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol
yang dilakukan dengan variasi daya 300, 400, dan 500 Watt selama 60 menit
ditampilkan pada Gambar 17.
Gambar 17. Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol
selama 60 menit dengan variasi daya
(a) 300 watt, (b) 400 Watt, (c) 500 Watt.
36
Hasil reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol yang dilakukan
selama 60 menit dengan variasi daya ditampilkan pada Gambar 18.
35
Kandungan (%)
30
cis-isoeugenol
29,27
trans-isoeugenol
24,03
25
20
15,75
15
10
5
4,18
4,09
4,67
0
300
400
500
Daya (Watt)
Gambar 18. Kandungan cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol pada
variasi daya menunjukkan bahwa kandungan cisisoeugenol mengalami penurunan, lalu kenaikan.
Akan tetapi, penurunan dan kenaikan kandungan cisisoeugenol tidak signifikan. Sedangkan kandungan
trans-isoeugenol mengalami kenaikan dengan pepeningkatan daya.
Gambar 18 menunjukan bahwa efek daya microwave terhadap
pembentukan cis-isoeugenol tidak signifikan. Awalnya terjadi penurunan
pembentukan cis-isoeugenol. Lalu, dengan meningkatnya daya, pembentukan
cis-isoeugenol mengalami kenaikan. Meskipun demikian, kenaikan dan
penurunan kandungan cis-isoeugenol oleh pengaruh daya microwave tidak
menunjukkan perubahan harga yang signifikan. Berbeda dengan kandungan
trans-isoeugenol yang mengalami kenaikan dengan bertambahnya daya.
Kandungan trans-isoeugenol tertinggi diperoleh pada daya 500 watt. Akan
tetapi, pola kenaikan kandungan trans-isoeugenol masih menunjukkan
37
kecenderungan terjadi peningkatan pembentukkan trans-isoeugenol pada
daya lebih dari 500 Watt. Reaktor untuk reaksi isomerisasi eugenol tidak kuat
menahan efek dari gelombang mikro (labu meleleh) sehingga variasi daya
yang lebih tinggi dari 500 Watt tidak dapat dilakukan.
C. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Reaksi Isomerisasi Eugenol
Data kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol yang dilakukan
pada daya 500 watt dengan variasi waktu reaksi ditampilkan pada Gambar
19.
Gambar 19. Kromatogram hasil reaksi isomerisasi eugenol
pada daya 500 watt dengan variasi waktu reaksi
(a) 30 menit, (b) 40 menit, (c) 50 menit, (d) 60 menit
Hasil reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol yang dilakukan
pada daya 500 watt dengan variasi waktu reaksi ditampilkan pada Gambar 20.
38
35
cis-isoeugenol
Kandungan (%)
30
29,27
trans-isoeugenol
25
19,21
20
15
13,96
11,81
10
5
4,32
4,97
4,82
4,67
0
30
40
50
60
Waktu reaksi (menit)
.
Gambar 20. Kandungan cis-isoeugenol pada variasi waktu reaksi
menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu reaksi,
konsentrasi cis-isoeugenol bertambah hingga waktu reaksi
50 menit, dan terjadi penurunan pada waktu reaksi 60
menit. Akan tetapi, penurunan dan kenaikan kandungan cisisoeugenol tidak signifikan. Sedangkan kandungan transisoeugenol mengalami kenaikan dengan peningkatan
waktu reaksi.
Gambar 20 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu reaksi,
kandungan cis-isoeugenol yang dihasilkan semakin bertambah. Akan tetapi,
kandungan cis-isoeugenol mulai menunjukkan penurunan pada waktu reaksi
60 menit. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya waktu reaksi, cisisoeugenol akan diubah ke bentuk isomer yang lebih stabil, yaitu transisoeugenol. Kenaikan dan penurunan kandungan cis-isoeugenol tidak
signifikan. Berbeda dengan kandungan trans-isoeugenol menunjukkan
peningkatan dengan bertambahnya waktu reaksi. Kandungan
isoeugenol tertinggi diperoleh pada isomerisasi eugenol
trans-
selama 60 menit.
Akan tetapi, pola kenaikan kandungan trans-isoeugenol masih menunjukkan
kecenderungan terjadi peningkatan pembentukkan trans-isoeugenol dalam
39
waktu reaksi lebih lama dari 60 menit. Microwave yang digunakan dalam
penelitian mempunyai waktu maksimum 60 menit sehingga variasi waktu
reaksi yang lebih tinggi dari 60 menit tidak dapat dilakukan.
Mekanisme pemanasan dengan gelombang mikro adalah agitasi
molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak karena adanya gerakan
medan magnet atau listrik. Gerakan medan tersebut menyebabkan partikelpartikel mencoba berorientasi sejajar dengan medan magnet tersebut.
Pergerakan partikel-partikel ini dibatasi oleh gaya pembatas (interaksi antar
partikel dan ketahanan listrik) yang menahan gerakan partikel dan
membangkitkan gerakan acak sehingga menghasilkan panas (Taylor and Atri,
2005). Jadi pengaruh energi gelombang mikro dalam reaksi isomerisasi
eugenol hanya sebatas pemanasan (suhu) dan tidak terjadi pengaktifan
langsung oleh energi gelombang mikro terhadap reaksi. Energi foton dari
gelombang mikro (0,037 kkal/mol) relatif kecil dibandingkan energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan molekul (80-120 kkal/mol) (Taylor and
Atri, 2005). Oleh karena itu, eksitasi molekul gelombang mikro tidak
memberikan efek terhadap struktur molekul organik, hanya interaksi
kinetiknya saja.
Menurut Kadarohman dan Muchalal (2003) isomerisasi eugenol
merupakan reaksi konsekutif, dimana reaksi eugenol menjadi cis-isoeugenol
merupakan reaksi satu arah, sedangkan reaksi cis-isoegenol menjadi transisoeugenol merupakan reaksi kesetimbangan.
Berikut mekanisme reaksi
isomerisasi yang diberikan (Kadarohman dan Muchalal, 2003) :
Eugenol
k1
k2
cis-isoeugenol
trans-isoeugenol
k3
dengan harga tetapan laju reaksi k2 > k3 > k1. Harga tetapan laju reaksi
selanjutnya digunakan untuk menentukan harga energi aktivasi (Ea) pada
masing-masing tahap reaksi dengan persamaan Arhennius : K = A.e
–Ea/RT
sehingga diperoleh energi aktivasi reaksi eugenol menjadi cis-isoeugenol, cisisoeugenol menjadi trans-isoeugenol, dan trans-isoeugenol menjadi cis-
40
isoeugenol berturut-turut adalah 38,3689; 14,0940; dan 10,9664 kkal/mol
Kadarohman dan Muchalal (2003).
Produk yang terbentuk dengan melewati energi aktivasi yang lebih
rendah lebih dominan dibawah kontrol kinetik (Juaristi, 1991). Berdasarkan
data dari Kadarohman dan Muchalal (2003), pada reaksi kesetimbangan
energi aktivasi pembentukan cis-isoeugenol lebih rendah daripada transisoeugenol sehingga dibawah kontrol kinetik cis-isoeugenol lebih mudah
terbentuk. Akan tetapi, pada kenaikan daya gelombang mikro dan waktu
reaksi menyebabkan peningkatan temperatur. Oleh karena itu, semakin
banyak molekul yang mampu mencapai keadaan transisi yang lebih tinggi
dan kedua produk berada pada kesetimbangan sehingga akan dipilih produk
yang lebih stabil. Hal ini sesuai dengan teori Juaristi (1991) bahwa kontrol
termodinamik mengarah pada pembentukan produk yang lebih stabil.
Isomer trans menunjukkan bentuk yang lebih stabil daripada cis
(Fessenden and Fessenden, 1986). Hal ini dapat ditinjau dari perbedaan
struktur cis-isoeugenol dengan trans-isoeugenol. Perbedaan cis-isoeugenol
dengan trans-isoeugenol hanya terdapat pada posisi gugus-gugus yang
terdapat pada karbon berikatan rangkap dari gugus propenil. Struktur cisisoeugenol dan trans-isoeugenol ditunjukkan pada Gambar 21.
OH
OH
H3CO
H3CO
gugus propenil
H
C
π
σ C
gugus propenil
CH3
H
cis-isoeugenol
H
C
π
σ
H
C
CH3
trans-isoeugenol
Gambar 21. Struktur cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol
Berdasarkan struktur cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol pada
Gambar 23 menunjukkan bahwa posisi gugus-gugus besar pada gugus
41
propenil cis-isoeugenol berada pada sisi yang sama sehingga menimbulkan
interaksi sterik yang lebih besar daripada trans-isoeugenol. Sedangkan transisoeugenol posisi gugus-gugus besar pada gugus propenil berada pada sisi
yang berseberangan sehingga interaksi sterik berkurang. Interaksi sterik ini
menyebabkan tolakan antar gugus pada cis-isoeugenol lebih besar daripada
tolakan antar gugus pada trans-isoeugenol sehingga cis-isoeugenol kurang
stabil dibandingkan trans-isoeugenol.
Pembentukan trans-isoeugenol lebih lambat daripada pembentukan
cis-isoeugenol, tetapi reaksi pembentukan trans-isoeugenol cenderung
memberikan efek terhadap gelombang mikro yang lebih besar. Hal ini
disebabkan karena pada reaksi kesetimbangan energi aktivasi reaksi
pembentukan trans-isoeugenol relatif lebih besar daripada pembentukkan cisisoeugenol. Akibatnya, kepolaran dari keadaan dasar menuju keadaan transisi
dapat meningkat secara signifikan dan waktu untuk mencapai keadaan transisi
lebih lama. Efek gelombang mikro lebih besar pada keadaan transisi yang
lebih lama ini. Berbeda dengan reaksi pembentukan cis-isoeugenol yang
mempunyai energi aktivasi lebih kecil, sehingga keadaan transisi mirip
dengan keadaan dasar (groundstate). Akibatnya, perbedaan tingkat kepolaran
pada keadaan dasar dan keadaan transisi kecil sehingga efek gelombang
mikro terhadap reaksi ini relatif lebih kecil (Perreux and Loupy, 2001). Oleh
karena itu, produk dari reaksi isomerisasi eugenol dalam gelombang mikro
lebih banyak berupa trans-isoeugenol.
Perubahan cis-isoeugenol menjadi trans-isoeugenol juga dapat
ditinjau dari keberadaan ikatan π dan ikatan σ pada ikatan rangkap gugus
propenil. Ikatan ikatan π mempunyai energi ikat lebih kecil daripada ikatan σ.
Temperatur yang tinggi menyebabkan gerakan elektron π bertambah. Pada
temperatur tertentu, dengan besar energi diatas energi ikatan π, maka ikatan π
akan terputus. Putusnya ikatan π menyebabkan gugus yang terikat padanya
hanya mempunyai ikatan σ yang dapat berotasi bebas. Adanya rotasi bebas ini
memungkinkan molekul menata dirinya pada keadaan yang lebih stabil
sehingga perubahan dari bentuk cis-isoeugenol ke trans-isoeugenol dapat
42
terjadi. Hal inilah yang menyebabkan persentase trans-isoeugenol lebih besar
daripada cis-isoeugenol. Kesimpulan yang dapat diambil dari kenaikan daya
dan waktu reaksi adalah persentase hasil akhir dari bentuk trans semakin
bertambah.
Trans-isoeugenol
lebih
stabil
dan
lebih
banyak
aplikasinya
dibandingkan cis-isoeugenol. Trans-isoeugenol banyak digunakan dalam
industri parfum, sebagai stabilisator, antioksidan dalam industri plastik dan
karet, obat antiseptik dan analgesik, serta bahan baku produksi vanilin.
Sebaliknya, isomer cis-isoeugenol tidak disukai karena tidak stabil dan
rasanya yang tajam dan tidak enak. Lebih dari 1 % kandungan cis-isoeugenol
dalam makanan dapat menyebabkan keracunan (Sharma et al., 2006). Oleh
karena itu, kondisi reaksi isomerisasi eugenol yang efektif untuk
meningkatkan trans-isoeugenol dan menurunkan cis-isoeugenol lebih
diharapkan. Reaksi isomerisasi eugenol menggunakan pemanasan gelombang
mikro ini dapat meningkatkan pembentukan trans-isoeugenol.
Berdasarkan hasil reaksi isomerisasi eugenol dengan variasi daya dan
waktu reaksi yang telah dilakukan, diperoleh kondisi reaksi isomerisasi
eugenol yang optimum dilakukan pada daya 500 watt dengan waktu reaksi 60
menit. Pada kondisi ini katalis Ni/Al-hidrotalsit mampu mengkonversi
eugenol menjadi cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol berturut-turut adalah
4,67 % dan 29,27 %. Akan tetapi, pola kenaikan pembentukan produk transisoeugenol masih memungkinkan terjadi kenaikan pada daya dan waktu
reaksi yang lebih besar dari 500 Watt dan waktu reaksi 60 menit. Oleh karena
keterbatasan alat sehingga variasi daya dan waktu reaksi yang lebih besar dari
500 Watt dan 50 menit tidak dapat dilakukan.
43
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Ni/Al-hidrotalsit dapat diaplikasikan sebagai katalis dalam reaksi isomerisasi
eugenol menggunakan pemanasan gelombang mikro.
2. Kenaikan daya gelombang mikro meningkatkan pembentukkan
trans-
isoeugenol tetapi tidak pada pembentukkan cis-isoeugenol.
3. Kenaikan waktu reaksi isomerisasi meningkatkan pembentukkan
trans-
isoeugenol tetapi tidak pada pembentukkan cis-isoeugenol.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis memberikan saran,
perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pemurnian isoeugenol hasil reaksi
isomerisasi eugenol dengan katalis Ni/Al-hidrotalsit menggunakan pemanasan
gelombang mikro.
43
44
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, 2006, Hydrotalcite, Departement of Chemical Engineering, Inha University,
(http://www.cheric.org/ippage/p/pdata/2006/11/file/p200611/801.pdf),
diakses 24 Agustus 2009.
Aini, N., B. Purwono, dan I. Tahir, 2007, Analisis Hubungan Struktur-Aktivitas
Antioksidan dari Isoeugenol, Eugenol, Vanilin, dan Turunannya, Indo. J.
Chem., Vol. 7 (1), hlm. 61-66.
Arrhenius, G.O. , 2003, “Crystal & Life”, Helv Chim Acta, Vol. 86, p. 1569-1584.
Baby,C., 1997, “Isomerization of Safrole and Eugenol”, Syn. Comm, Vol. 27 (24),
p. 4335-4340.
Bish, D., and Brindley, 1977, “Joint Committee on Powder Difraction Standar
(JCPDS)”, Am. Mineral, Vol. 62, No.15-0087, p. 458.
Bonvin, N., 2007, Material Safety Data Sheet NT 0039, (http:// www.pdsa.ch.pdf),
diakses tanggal 26 Oktober 2009.
Braterman, P. S., Z. Ping Xu, and F. Yarberry, 2004, Layered Double Hydroxides
(LDHs), Texas, U.S.A. : Marcel Dekker, Inc.
Chemat-Djenni, Z., B. Hamada, and F. Chemat, 2007, “Atmospheric Pressure
Microwave Assisted Heterogeneous Catalytic Reactions”, Molecules,
Vol.12, p. 1399-1409.
Egloff, G., G.Hulla, and Komasewsky VI, 1942, Isomerization of Pure
Hydrocarbons, New York : Reinhold.
Fessenden, R.J. and , J.S. Fessenden., 1986, Organic Chemistry, Third Edition,
California : Wadsworth Inc, Alih Bahasa: Kimia Organik, A.H.
Pudjaatmaka, Jakarta : Erlangga, hlm. 67-69.
Givaudan, L., 1977, Process for The Preparation of Isoeugenol, Patent
Specification 1 489 451, London : The Patent Office.
He, Jing, Ming Wei, Bo Li, Yu Kang, David G. Evan, and Xue Daun, 2005,
“Preparation of Layered Double Hydrixides”. Struct Bond, (Online),
Vol. 119, p. 89-119.
Hidayat, T.,dan Edy Mulyono, 2006, “Konversi Eugenol dari Minyak daun
Cengkeh menjadi Isoeugenol dengan Pemanasan Gelombang Mikro”,
Dalam Budi Arifin, Tuti Wukirsari, Steven Gunawan, dan Wulan Tri
Wahyuni (Eds), Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia
45
(hlm 312-322), Bogor: Departemen Kimia FMIPA Institut Pertanian
Bogor.
Huheey, J.E.,1978, Inorganic Chemistry : principle of Structure and Reactivity,
Second Edition ,New York : Harper & R Publishing Inc.
Indesso, 2006, Eugenol and Isoeugenol Specification, Jakarta : Indesso Aroma.
Juaristi, E., 1991, Introduction to Stereochemistry and Conformation Analysis,
New York : Wiley-Interscience, page 115-116.
Kadarohman, A., 1994, Mempelajari Mekanisme dan Kontrol Reaksi Isomerisasi
Eugenol Menjadi Isoeugenol, Tesis, Program Pascasarjana UGM,
Yogyakarta
Kadarohman, A. dan M. Muchalal, 2003, Kinetika Reaksi Isomerisasi Eugenol,
(http://edupreneur.upi.edu/media.php?module=abs&ki_id=68), diakses
19 Januari 2010.
Kishore, D., and S. Kannan, 2002, “Isomerization of Eugenol and Safrol Over
Mg-Al Hydrotalcite, A Solid Base Catalist”, Green Chem., Vol. 4, p.
607-610.
Kishore, D., and S. Kannan, 2004. “Double Bond Migration of Eugenol to
Isoeugenol Over as-Synthesized Hydrotalcites and Their Modification
Form”. Appl. Catal. A-gen, Vol. 270, p. 227-235.
Kloprongge, J.T., L. Hickey, and R.L. Frost, 2004, “The Effects of Synthesis PH
and Hydrothermal Treatment on The Formation of Zink Aluminium
Hydrotalcites, J. Solid State Chem, 177, 4047
Kloprongge, J.T., J. Kristof, and R.L. Frost, 2001, “Thermogravimetric Analysismass spectrometry (TGA-MS) of Hydrotalcite Containing CO3 2-, NO3 , Cl -, SO4 2-, or ClO4 –“, Dalam E. Dominguez, G. Mas and F. Cravero
(Eds), A Clay Odyssey, Proceedings of The 12th International Clay
Conference, Argentina : Bahai-Blanca.
Lakraimi, M., A. Legrouri, A. Barroung, A. De Roy, and J.P. Besse, 2000,
“Preparation of A New Stable Hybrid Material by Chloride-2,4dichlorophenoxyacetate Ion Exchange into The Zinc-aluminium-chloride
Layered Double Hydroxyde”, J. Mater. Chem, 10, p. 1007-1011.
Lee, J.D., 1991, Concise Inorganic Chemistry, 4 th Edition, London : Chapman
and Hall.
46
Lidström P., J. Tierney, B. Wathey, and J. Westman, 2001, “Microwave Assisted
Organic Synthesis-a Review”, Tetrahedron, Vol. 57, p. 9225-9232.
March, J., 1968, Advanced Organic Chemistry : Reaction, Mechanism, and
Structure, Tokyo : McGrow-Hill Kogakusha, Ltd, p. 94-97.
Miyata, S.,1983, “Anion-Exchange Properties of Hydrotalcite Compounds”. Clay
Clay Miner, vol. 31, No. 4, p. 305-311.
Newman, S.P. and W. Jones, 1998, “Synthesis, Characterization and Aplication of
Layered Double Hydroxides Containing Organic Guests”, New J. Chem,
p. 105-115.
Orthman, J., Zhu, H. Y. And Lu, G. Q., 2000, Use of Anion Clay Hydrotalcite to
Remove Coloured Organics from Aqueous Solutions, Brisbane :
University of Quennsland
Perreux, L., and A. Loupy, 2001, “A tentative Rationalization of Microwave
Effects in Organic Synthesis According to The Reaction medium, and
mechanistic Considerations”, Tentrahedron, Vol. 57, p. 9199-9223.
Physical & Theoretical Chemistry Lab., 2007, Safety Data for Isoeugenol,
(http://msds.chem.ox.ac.uk/IS/isoeugenol.html), diakses 12 November
2009.
Ramtohul, Y. K., 2003, “Microwave in Organic Chemistry”, (Online),
http://stoltz.caltech.edu/itmtg/2003/yeeman_lit/6_11_03.pdf,
diakses
tanggal 6 September 2008.
Rajamathi, M., G. Thomas and P.V. Kamathi, 2001, “The Many Ways of Making
Anionic Clays”, Chem Sci, Vol. 113, No. 5 & 6, p. 671-680.
Sastrohamidjojo, H, 2004, Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Sastrohamidjojo, H, 2005, Kromatografi. Edisi Kedua, Cetakan Ketiga.
Yogyakarta : Liberty.
Sciencelab.com, Inc., Material Safety Data Sheet Eugenol, 2008,
(http://www.sciencelab.com/xMSDS/Eugenol/9924007.pdf),
diakses
tanggal 2 Agustus 2009.
Sharma SK, Srivastava V.K., Jasra R.V., 2006, “Selective Double Bond
Isomerization of Allyl Phenyl Ethers Catalyzed by Ruthenium Metal
Complexes”, J.Mol. Catal .A-Chem. Vol. 245, p. 200-209.
47
Silverstein R.M., 1981, Spectrometric Identification of Organic Compound,
Fourth Edition, California : Hohn Wiley & Sons Inc., Alih bahasa :
Penyelidikan Spektroskopi Senyawa Organik, A.J. Hartomo dan A.V.
Purba, Edisi IV, Jakarta : Erlangga, hlm. 95-105; 181-212.
Skoog, D.A. , F.J. Holler and T.A. Nieman, 1985, Principle of Instrumental
Analysis, 5 th Edition, New York : Sounders Collage Publishing.
Soesanto, H, 2006, Pembuatan Isoeugenol dari Eugenol Menggunakan
Pemanasan Gelombang Mikro, Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian ,
Institut Pertanian Bogor. Skripsi tidak dipublikasikan.
Solomon, T.W.G., 1988, Organic Chemistry, Fourth Edition, New York : John
Wiley & Sons, p.150-151.
Stuerga, D., 2006, Microwave–Material Interactions and Dielectric Properties,
Key Ingredients for Mastery of Chemical Microwave Processes, Dalam
A. Loupy (Ed), Microwaves in Organic Synthesis, Second edition,
Weinheim : WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA.
Sudjadi, 1985, Penentuan Struktur Senyawa Organik, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Tan, K. H., 1982, Principles of Soil Chemistry, New York : Marchel Decker Inc.,
Alih Bahasa: Dasar-dasar Kimia Tanah, D.H. Goenadi. 1991,
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
Taylor, M., and B.S. Atri, 2005, Developments in Microwave Chemistry, India :
Evalueserve. P. 5-11.
Thach, L.N. and C.R. Strauss, 2000, “Isomerization of Some Allylbenzenes in A
Microwave Batch Reactor”, J. Chem., Vol. 38, No. 1, p. 76-79.
Titulaer, M.K., J.B.H. Jansen, and J.W. Geus, 1994, “The Quantity of Reduced
Nickel in Synthetic Takovite : Effect of Prepartion Condition and
Calcination Temperature”, Clay Clay Miner., Vol. 42, No. 3, p. 249-258.
West, A. R., 1992, Solid State Chemistry and Its Applications, New York : John
Willey and Sons
Willard, Merritt, Dean, and Settle, 1988, Instrumental Method of Analysis, 7th
Edition, California : Wadsworth Pub. Co.
Windholhz, 1976, The Merck Index, ninth edition, USA : Merck & Co.Inc,
Ranway, N.J., 511, 678.
48
Wright, J, 2002, Removal of Organic Colours From Row Water Using
Hydrotalcite, Brisbane : University of Queensland.
Xie, X., An, X., Wang, X., and Wang, Z., 2003, “Preparation, Characterization
ang Application of ZnAlLa-Hydrotalcite-Like Compounds”, J. Nat. Gas.
Chem, Vol.12, No. 4, 259-263
Yang, Zhiqiang, Kwang-Min Choi, Nanzhe Jiang, and Sang-Eon Park, 2007,
“Microwave Synthesis of Hydrotalcite by Urea Hydrolysis”, Bull. Korean
Chem. Soc, Vol. 28, No. 11, p. 2029-2033.
49
LAMPIRAN 1. Desain Penelitian
Sintesis Katalis Ni/Al-Hidrotalsit
Senyawa Reaktan
Karakterisai Katalis ( XRD)
Analisa GC dan FTIR
Aplikasi Katalis dalam
Reaksi Isomerisasi Eugenol
Variasi Daya
(300, 400, 500 watt)
Variasi Waktu Kontak
( 30, 40, 50, 60 menit)
Penentuan Daya Optimum
Penentuan Waktu Kontak
Optimum
Analisa GC
50
LAMPIRAN 2. Skema Pembuatan Katalis Ni/Al-hidrotalsit
200 mmol NiCl2.6H2O
50 mmol AlCl3.6H2O
diaduk dengan
magnet stirer
400 mL Na2CO3
400 mmol
Dilarutkan
200 mL akuades
NaOH 1 M
Dijaga pH 10
tetes per tetes dengan
kecepatan 5 mL/menit
Suspensi
diaduk dengan
magnet stirer
T 60-63 °C , 1 jam
Larutan
didiamkan
T 60-63 °C , 18 jam
Endapan terpisah
disaring
Endapan
akuades
-
Sampai bebas ion Cl
AgNO3 1 M
Endapan bebas ion Cl-
Tidak terbentuk AgCl
dioven pada T 80 oC ,16 jam
Endapan kering
dihaluskan
dikalsinasi pada T 263 °C,1 jam
Katalis Ni/Al-hidrotalsit
51
LAMPIRAN 3. Perhitungan Pembuatan Larutan
1. NiCl2.6H2O 200 mmol:
Mr NiCl2.6H2O = 58,710 + (2 X 35,453) + (6 X 18,015) = 237,706 g/mol
Massa NiCl2.6H2O = mol NiCl2.6H2O X Mr NiCl2.6H2O
= 0,2 mol X 237,706 g/mol
= 47,541 g
2. AlCl3.6H2O 50 mmol :
Mr AlCl3.6H2O
= 26,982 + (3 X 35,453) + (6 X 18,015) = 241,431 g/mol
Massa AlCl3.6H2O = mol AlCl3.6H2O X Mr AlCl3.6H2O
= 0,05 mol X 241,431 g/mol
= 12,072 g
3. Na2CO3 400 mmol :
= (2 X 22,990) + 12,011 + (3 X 15,999) = 105,988 g/mol
Mr Na2CO3
Massa Na2CO3
= mol Na2CO3 + Mr Na2CO3
= 0,4 mol X 105,988 g/mol
= 42,395 g
4. NaOH 1 M sebanyak 400 mL :
Mr NaOH
= 22,990 + 15,999 + 1,008 = 39,997
Massa NaOH
= V NaOH X M NaOH X Mr NaOH
= 0,4 L X 1 mol/L X 39,997 g/mol
= 15,999 g
5. AgNO3 0,1 M :
Mr AgNO3
Massa AgNO3
= 107,870 + 14,007 + (3 X 15,999) = 169,874 g/mol
= V AgNO3 X M AgNO3 X Mr AgNO3
= 0,01 L X 0,1 mol/L X 169,874 g/mol
= 0,170 g
52
LAMPIRAN 4. Data X-Ray Diffraction (XRD) Ni/Al-hidrotalsit Hasil
Sintesis
Peak Search Report (17 Peaks, Max P/N = 7.3)
[Ni-Al Hidrotalsite-sebelum.raw] Ni-Al Hidrotalsite
PEAK: 47-pts/Parabolic Filter, Threshold=3.0, Cutoff=0.1%, BG=3/1.0,
Peak-Top=Summit
2-Theta
d(Å)
BG
Height
I%
Area
I%
4,989
17,6986
68
8
2,6
16
0,1
10,011
8,8281
75
107
34,3
1980
9,8
11,48
7,7017
140
312
100
20128
100
15,012
5,8967
29
6
1,9
12
0,1
19,96
4,4447
34
3
1
6
0
22,78
3,9005
101
111
35,6
5096
25,3
24,98
3,5617
38
5
1,6
10
0
29,98
2,9781
27
3
1
6
0
34,191
2,6203
42
101
32,4
2474
12,3
34,86
2,5716
115
84
26,9
4334
21,5
35,001
2,5615
127
63
20,2
3130
15,6
39,038
2,3054
84
29
9,3
1369
6,8
39,98
2,2532
91
3
1
6
0
44,98
2,0137
61
2
0,6
4
0
46,306
1,9591
68
19
6,1
612
3
50,009
1,8223
46
7
2,2
14
0,1
55
1,6682
26
7
2,2
14
0,1
FWHM
0,1
0,296
1,097
0,1
0,1
0,78
0,1
0,1
0,416
0,877
0,795
0,755
0,1
0,1
0,515
0,1
0,1
53
LAMPIRAN 5. Data JCPDS Ni/Al-hidrotalsit (Takovite)
PDF#15-0087: QM=Indexed(I); d=Debye-Scherrer(114.6mm); I=Film/Visual
Takovite
Ni6 Al2 ( O H )16 ( C O3 , O H ) !4 H2 O
Blue-green
Radiation=CuKa Lambda=1.5418 Filter=
Calibration=
2T=11.727-149.602
I/Ic(RIR)=
Ref: Bish, D., Brindley.
Am. Mineral., v62 p458 (1977)
Rhombohedral - Powder Diffraction, R-3m (166) Z=0.375 mp=
CELL: 3.025 x 3.025 x 22.595 <90.0 x 90.0 x 120.0>
P.S=hR7 (?)
Density(c)=2.790 Density(m)=2.700 Mwt=810.35
Vol=179.06
F(30)=11.2(0.064,42/1)
Ref: Ibid.
Strong Lines: 7.54/X 2.55/8 3.77/7 2.27/7 1.92/6 1.51/5 1.48/5 1.40/3 1.26/3 1.71/3
NOTE: Specimen from Takovo, Serbia, Yugoslavia.
2-Theta d(Å) I(f) ( h k l) Theta 1/(2d) 2pi/d n^2
11.727 7.5400 100.0 ( 0 0 3) 5.864 0.0663 0.8333
23.579 3.7700 70.0 ( 0 0 6) 11.790 0.1326 1.6666
34.385 2.6060 5.0 ( 1 0 1) 17.192 0.1919 2.4110
35.121 2.5530 80.0 ( 0 1 2) 17.561 0.1958 2.4611
37.817 2.3770 15.0 ( 1 0 4) 18.908 0.2103 2.6433
39.709 2.2680 70.0 ( 0 1 5) 19.854 0.2205 2.7704
44.438 2.0370 10.0 ( 1 0 7) 22.219 0.2455 3.0845
47.279 1.9210 60.0 ( 0 1 8) 23.639 0.2603 3.2708
48.157 1.8880 1.0 ( 0 0 12) 24.078 0.2648 3.3280
53.512 1.7110 25.0 ( 1 0 10) 26.756 0.2922 3.6722
56.896 1.6170 20.0 ( 0 1 11) 28.448 0.3092 3.8857
61.209 1.5130 50.0 ( 1 1 0) 30.604 0.3305 4.1528
62.585 1.4830 50.0 ( 1 1 3) 31.292 0.3372 4.2368
64.276 1.4480 20.0 ( 1 0 13) 32.138 0.3453 4.3392
66.546 1.4040 30.0 ( 1 1 6) 33.273 0.3561 4.4752
68.196 1.3740 15.0 ( 0 1 14) 34.098 0.3639 4.5729
72.608 1.3010 25.0 ( 2 0 2) 36.304 0.3843 4.8295
73.460 1.2880 3.0 ( 1 1 9) 36.730 0.3882 4.8783
75.442 1.2590 30.0 ( 2 0 5) 37.721 0.3971 4.9906
76.588 1.2430 20.0 ( 1 0 16) 38.294 0.4023 5.0549
78.765 1.2140 5.0 ( 0 2 7) 39.383 0.4119 5.1756
80.676 1.1900 15.0 ( 2 0 8) 40.338 0.4202 5.2800
85.665 1.1330 5.0 ( 0 2 10) 42.833 0.4413 5.5456
88.387 1.1050 10.0 ( 2 0 11) 44.194 0.4525 5.6861
90.673 1.0830 2.0 ( 1 0 19) 45.336 0.4617 5.8016
92.763 1.0640 1.0 ( 1 1 15) 46.381 0.4699 5.9053
94.972 1.0450 5.0 ( 0 2 13) 47.486 0.4785 6.0126
98.472 1.0170 2.0 ( 2 0 14) 49.236 0.4916 6.1782
102.701 0.9863 10.0 ( 1 2 2) 51.350 0.5069 6.3705
105.685 0.9665 15.0 ( 1 2 5) 52.843 0.5173 6.5010
109.026 0.9460 2.0 ( 2 1 7) 54.513 0.5285 6.6418
111.208 0.9335 10.0 ( 1 2 8) 55.604 0.5356 6.7308
116.446 0.9061 5.0 ( 2 1 10) 58.223 0.5518 6.9343
119.610 0.8912 5.0 ( 1 2 11) 59.805 0.5610 7.0503
123.777 0.8733 3.0 ( 3 0 0) 61.889 0.5725 7.1948
125.356 0.8670 5.0 ( 3 0 3) 62.678 0.5767 7.2470
127.271 0.8597 3.0 ( 2 1 13) 63.635 0.5816 7.3086
129.801 0.8506 2.0 ( 3 0 6) 64.900 0.5878 7.3868
131.448 0.8450 1.0 ( 1 2 14) 65.724 0.5917 7.4357
138.247 0.8244 2.0 ( 3 0 9) 69.124 0.6065 7.6215
144.315 0.8092 2.0 ( 0 2 22) 72.158 0.6179 7.7647
149.602 0.7982 2.0
74.801 0.6264 7.8717
54
LAMPIRAN 6. Perbandingan Harga d Sample dengan Standar
Sample
d(Å)
Height
17,6986
8
8,8281
107
7,7017
312
5,8967
6
4,4447
3
3,9005
111
3,5617
5
2,9781
3
2,6203
101
2,5716
84
2,5615
63
2,3054
29
2,2532
3
2,0137
2
1,9591
19
1,8223
7
1,6682
7
Ni/Al-HT
standar
d(Å)
Height
selisih
d
7,54
100
0,1617
3,77
70
0,1305
2,606
5
0,0143
2,553
2,377
2,268
2,037
1,921
1,888
1,711
80
15
70
10
60
1
25
0,0085
-0,0716
-0,0148
-0,0233
0,0381
-0,0657
-0,0428
55
LAMPIRAN 7. Perhitungan Persentase Kandungan Ni/Al-hidrotalsit
(Takovite)
1. Kemurnian Ni/Al-hidrotalsit (takovite) dalam Sampel
Kemurnian takovite = I takovite dalam sampel X 100 %
I total sampel
= 654 X 100 %
870
= 75,172 %
56
LAMPIRAN 8. Data Hasil FTIR Senyawa Reaktan
57
LAMPIRAN 9. Data Hasil IR dari SDBS
Welcome to Spectral Database for Organic
Compounds, SDBS.
This is a free site organized by National Institute of Advanced Industrial Science and
Technology (AIST), Japan.
SDBS Information
SDBS No.: 91
Compound Name:
eugenol
Molecular Formula: C10H12O2
Molecular Weight: 164.2
CAS Registry No.:
97-53-0
sumber : http://riodb01.ibase.aist.go.jp/sdbs/cgi-bin/direct_frame_top.cgi
58
LAMPIRAN 10. Kondisi Kromatografi Gas Hewlett Pacard 5890 Series II
Kromatografi gas yang digunakan adalah kromatografi gas Hewlett Pacard
5890 Series II, dengan kondisi analisa sebagai berikut :
Jenis Kolom
:
HP 5
Suhu Awal
:
120 °C
Suhu Akhir
:
280 °C
Waktu Awal
:
2 menit
Suhu Kolom
Kenaikan Suhu :
10°C / menit
Jenis Detektor :
FID
Suhu detektor
:
300 °C
Suhu Injektor
:
280 °C
Gas pembawa :
Helium
Total Flow
:
80
Split (Kpa)
:
60
Jumlah Injeksi :
0,06 μL
59
Lampiran 11. Data Kromatografi Gas Senyawa Reaktan
60
LAMPIRAN 12. Data Kromatografi Gas Isoeugenol
61
LAMPIRAN 13. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 30 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit
62
LAMPIRAN 14. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 40 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit
63
LAMPIRAN 15. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 50 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit
64
LAMPIRAN 16. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit
65
LAMPIRAN 17. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 400 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit
66
LAMPIRAN 18. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 300 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit
67
LAMPIRAN 19. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 500 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, Tanpa Katalis Ni/Al-hirotalsit
68
LAMPIRAN 20. Data Kromatografi Gas Hasil Reaksi pada Daya 400 watt,
Waktu Reaksi 60 menit, dengan Katalis Ni/Al-hirotalsit,
dengan Teknik Spiking
69
70
1
Download