BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Investasi Jones (2004) mendefinisikan investasi sebagai komitmen menanamkan sejumlah dana pada satu atau lebih asset selama beberapa periode pada masa mendatang. Jogiyanto (2013) mengartikan investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu. Tandelilin (2010) mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya yang lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah penempatan sejumlah dana atau sumberdaya lainnya pada periode tertentu dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Kesimpulan yang dapat diambil dari definisi diatas yaitu untuk dapat melakukan suatu investasi maka dibutuhkan ketersediaan dana (asset) pada saat sekarang, kemudian komitmen mengikatkan dana tersebut pada obyek investasi baik yang bersifat tunggal atau portofolio, untuk beberapa periode di masa mendatang. Selanjutnya, setelah periode yang diinginkan tersebut tercapai (jatuh tempo) barulah investor bisa mendapatkan kembali aset nya, tentu saja dalam jumlah yang lebih besar, namun tidak ada jaminan pada akhir periode yang ditentukan investor pasti mendapatkan assetnya lebih besar dari saat memulai investasi, karena selama periode waktu berjalan ada kemungkinan terjadinya 19 20 peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai harapan investor, hal inilah yang disebut risiko. Dengan demikian, selain harus memiliki komitmen mengikatkan dananya, investor juga harus bersedia menanggung risiko. Ditinjau dari segi lingkup usahanya, investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu: investasi pada real assets (seperti tanah, bangunan, emas) dan financial assets (seperti saham dan obligasi), dimana masing-masing investasi memiliki risiko (risk) dan tingkat pengembalian (return) yang berbeda-beda (Jones, 2004). Investasi pada saham di pasar modal dikategorikan sebagai investasi pada financial assets. Jogiyanto (2013) mengkategorikan aktivitas investasi pada aktiva keuangan menjadi dua jenis yaitu: 1. Investasi Langsung Investasi yang langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual - belikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market), atau pasar turunan (derivative market). Aktiva keuangan yang dapat diperjual - belikan di pasar uang hanya aktiva yang mempunyai tingkat risiko kecil, jatuh tempo yang pendek dengan tingkat likuiditas yang tinggi. Aktiva keuangan yang diperjual - belikan di pasar modal memiliki sifat investasi jangka panjang berupa saham - saham (equity securities) dan surat - surat berharga pendapatan tetap (fixed income securities). Opsi dan future contract merupakan surat - surat berharga yang diperdagangkan di pasar turunan (derivative market). Investasi langsung tidak hanya dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjualbelikan, namun juga dapat dilakukan dengan membeli aktiva 21 keuangan yang tidak dapat diperjualbelikan seperti tabungan, giro, dan sertifikat deposito. 2. Investasi tidak langsung Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat - surat berharga di perusahaan investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa-jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik. Investasi melalui perusahaan investasi menawarkan keuntungan tersendiri bagi investor. Hanya dengan modal yang relatif kecil, investor dapat mengambil keuntungan karena pembentukan portofolio investasinya. Selain itu, dengan membeli saham perusahaan investasi, investor tidak membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang tinggi. Dengan pembelian tersebut investor dapat membentuk portofolio yang optimal. Sementara jika dilihat dari lamanya investasi maka investasi dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu : 1. Investasi Jangka Panjang. Investasi jangka panjang menanamkan suatu modal dengan harapan dapat memperoleh keuntungan pada waktu yang akan datang melalui penguasaan suatu asset bergerak dan asset tidak bergerak dalam kurun waktu yang lebih dari satu tahun, Investasi jangka panjang memerlukan modal/dana yang cukup besar dan biasa dilakukan oleh suatu institusi/badan usaha. Sasaran/objek dari investasi jangka panjang yaitu: properti, barang modal, kepemilikan saham (share holder). 22 2. Investasi Jangka Pendek . Investasi jangka pendek menanamkan suatu modal dalam suatu asset tertentu yang bersifat liquid dan berjangka waktu yang pendek biasanya kurang dari satu tahun bisa dalam hitungan jam, hari, minggu, atau bulan, dan sangat fleksibel tergantung kepada kebutuhan para Investor. Terdapat banyak instrumen investasi jangka pendek sesuai dengan tingkat risiko yang dikehendaki (tinggi, sedang, rendah). Salah satu Istrumen investasi jangka pendek yang sangat digandrungi oleh para investor muda yaitu, instrumen derivatif berupa trading forex online, karena istrumen derivatif menjanjikan suatu margin yang cukup besar mulai 5 - 10 % perbulan bagi pemula, bahkan sampai 100 % perbulan bagi para trader, bila dibandingkan dengan bunga deposito, obligasi, yang berjalan hanya 5 - 9 % per tahun. Tujuan berinvestasi secara umum adalah untuk mendatang keuntungan di masa datang, namun menurut Tandelilin (2010) terdapat beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain sebagai berikut a. Mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa mendatang. Seseorang yang bijaksana akan berfikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang. 23 b. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak milik akibat adanya pengaruh inflasi. c. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu. Ada banyak bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh investor, salah satu diantaranya adalah saham, yaitu penyertaan dalam modal dasar suatu perseroan terbatas, sebagai tanda bukti penyertaan tersebut dikeluarkan surat kolektif kepada pemilik yaitu pemegang saham. Perusahaan tetap menjual sahamnya kepada masyarakat meskipun hal tersebut dapat mengurangi atau menghilangkan kekuasaan kontrol atas perusahaannya dengan pertimbangan sebagai berikut: Untuk menghimpun dana yang diperlukan bagi pembelanjaan perusahaan. Untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta dalam pengelolaan dan perkembangan perusahaan. Untuk lebih memberikan peluang untuk partisipasi pengelolaan perusahaan. 24 2.2 Return Saham Motivasi seorang investor untuk menanamkan dananya pada suatu investasi adalah mengharapkan mendapat keuntungan atau tingkat kembalian (return) dimasa mendatang. Harapan terhadap return ini merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang berhubungan dengan investasi tersebut (Tandelilin, 2010). Return tersebut yang juga dapat menjadi indikator untuk meningkatkan wealth para investor, termasuk di dalamnya para pemegang saham. Satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam konsep return adalah risiko, karena hubungan antara return dengan risiko bersifat “trade-off”. Semakin tinggi risiko yang ditanggung investor maka semakin tinggi pula return yang dikehendaki sebagai kompensasinya. Jones (2004) berpendapat risiko merupakan kemungkinan terjadinya perbedaan antara actual return dengan expected return. Dalam manajemen investasi, risiko total dibagi dalam 2 jenis (Tandelilin, 2010), yaitu: 1. Risiko sistematis (risiko pasar) merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. 2. Risiko tidak sistematis adalah risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Saham perusahaan go public sebagai komoditi investasi tergolong berisiko tinggi karena sifatnya yang peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik oleh pengaruh yang bersumber dari luar atau dalam negeri, perubahan dalam bidang politik, ekonomi moneter, Undang-Undang atau peraturan maupun 25 perubahan yang terjadi dalam industri dan perusahaan yang mengeluarkan saham itu sendiri, sehingga investor dalam melakukan pembelian saham memerlukan pemikiran berdasarkan data-data dari perusahaan yang bersangkutan. Faktor fundamental perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Faktor fundamental yang terdiri dari return on asset (ROA) dan price to book value (PBV) terbukti berpengaruh signifikan terhadap return saham (Hardiningsih et al, 2002). Perubahan return saham dipengaruhi oleh variabel-variabel return on asset (ROA), price to book value (PBV), earning per share (EPS) dan nilai tukar. Sedangkan variabel debt to equtity ratio (DER) terbukti tidak mempunyai pengaruh yang signifikan (Martono, 2009). Jogiyanto (2013) menyatakan bahwa return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi dalam suatu periode tertentu. Return saham diperoleh dari selisih kenaikan (capital gain) atau selisih penurunan (capital loss) selama periode tertentu. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Return realisasi ini dihitung berdasarkan data historis, yaitu yang terjadi pada periode-periode sebelumnya. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) serta risiko di masa mendatang. Husnan (2009) membedakan pendapatan saham menjadi dua, yaitu: pendapatan dalam bentuk saham dan capital gain yang merupakan selisih antara harga jual dengan harga beli. Teori portofolio mensyaratkan bahwa apabila risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham meningkat maka saham tersebut akan 26 memperoleh return saham yang besar. Jadi terdapat hubungan yang positif antara risiko dan return saham. Rumus untuk menghitung return saham yang diterima investor dinyatakan sebagai berikut (Husnan, 2009): X 100% ………...........................................(2.1) Keterangan : Rit = return saham pada periode t Pt = harga saham perusahaa i pada periode t Pt-1 = harga saham pada perusahaan i periode t-1 Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi saham yang dilakukannya (Jogiyanto, 2013). Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang disebut return, baik langsung maupun tidak langsung. Return saham yang diperoleh dari kegiatan investasi yang berupa dividen bukanlah hal yang mudah untuk diprediksi, karena kebijakan dividen merupakan kebijakan yang sulit bagi manajemen perusahaan. Keputusan mengenai dividen terkadang dikaitan dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasinya, dividen setiap periodenya sesuai dengan fluktuasi jumlah kesempatan investasi yang dapat diterima yang tersedia bagi perusahaan. 27 Jones (2004) menyebutkan bahwa return saham dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu dividen antara selisih harga jual dengan harga beli (capital gain atau capital loss). Return saham merupakan keuntungan dari hasil penjualan saham (capital gain/ loss) ditambah besarnya dividen yang diterima investor selama dia mempertahankan saham tersebut. Dividen yaitu pembagian keuntungan yang dihasilkan perusahaan (Fakhruddin dan Sopian, 2001). Tandelilin (2010) dividen dapat berupa angka nol (0) dan positif (+), sedangkan capital gain (loss) bisa berupa angka minus (-), nol (0) dan positif (+). Para investor mencari alternatif investasi yang memberikan return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu. 2.3 Analisis Saham Menurut Gitman (2002:273) ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan investor untuk menganalisis dan menilai harga satuan saham, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal lebih menekankan pada pola pergerakan harga berdasarkan data pasar masa lalu, sedangkan analisis fundamental menekankan analisisnya pada variabel ekonomi, industri dan perusahaan. 2.3.1 Analisis Teknikal Para analis teknikal percaya bahwa mereka dapat mengetahui pola-pola pergerakan harga saham di masa yang akan datang berdasarkan pada observasi pergerakan harga saham di masal lalu (Husnan, 2009). Analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap saham tersebut, sehingga asumsi dasar yang berlaku dalam analisis ini adalah (Tandelilin, 2010): 28 1) Harga pasar saham ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan. 2) Penawaran dan permintaan itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang rasional maupun irasional. 3) Perubahan harga saham cenderung bergerak mengikuti tren tertentu. 4) Tren tersebut dapat berubah karena bergesernya penawaran dan permintaan. 5) Pergeseran penawaran dan permintaan dapat dideteksi dengan melihat diagram reaksi pasar yang terjadi. Seorang investor yang mampu mengakses informasi secara cepat dan memiliki kemampuan analisis yang tinggi atas apa yang terjadi terhadap pasar, maka investor tersebut akan mampu mendapatkan pengembalian yang melibihi return pasar dan investor lainnya. Informasi yang berasal dari analisis teknikal sangat penting untuk memutuskan kapan saatnya membeli suatu saham dan kapan harus menjual saham tersebut. Analisis teknikal secara umum memfokuskan perhatian pada chart dari harga pasar sekuritas. Dow theory menyatakan bahwa pergerakan harga saham sekuritas dibedakan menjadi tiga komponen, yaitu: fluktuasi harian (daily fluctuation), pergerakan secara bulanan (secondary movement), dan primary trend. 2.3.2 Analisis Fundamental Analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator suatu perusahaan menyangkut data-data historis yang didalamnya menyangkut analisis rasionalnya 29 dan juga prospek perusahaan dimasa yang akan datang (Darmadji dan Fakhrudin, 2006). Analisis fundamental setiap investasi saham mempunyai landasan kuat yaitu nilai intrinsik yang dapat ditentukan melalui suatu analisis terhadap kondisi perusahaan pada saat sekarang dan prospeknya di masa yang akan datang. Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari faktor-faktor perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan keuntungan (return) yang diharapkan dengan suatu risiko yang melekat pada saham tersebut. Nilai inilah yang akan diestimasi oleh para investor atau analis, dan hasilnya akan dibandingkan dengan nilai pasar sekarang (current market price) sehingga dapat diketahui saham-saham yang overprice maupun yang underprice. Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk mencoba memprediksi harga saham diwaktu yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor–faktor fundamental yang berpengaruh terhadap harga saham dan menerapkan hubungan variabel–variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Model ini dikenal sebagai share price forecasting model. Dalam model penelitian ini, langkah yang penting adalah mengidentifikasi faktor–faktor fundamental (seperti penjualan, biaya, laba, pertumbuhan, kebijakan dividen, dan lain-lain) yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap harga saham. Jika kemampuan perusahaan semakin meningkat (menghasilkan laba yang meningkat) maka harga saham akan meningkat. Dengan kata lain, profitabilitas akan mempengaruhi harga saham (Husnan, 2009). Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham yang akan datang dengan cara (Husnan, 2009): 30 a. Mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang. b. Menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Husnan (2009) memberikan definisi sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal menjalankan haknya. Saham biasa merupakan salah satu bentuk sekuritas yang dapat dimiliki oleh investor. Tandelilin (2010) menyatakan beberapa sekuritas yang umumnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia adalah saham, obligasi, reksadana, dan instrument derivative. Husnan (2009) memberikan definisi saham biasa adalah bukti tanda kepemilikan atas suat perusahaan. Keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham berasal dari pembayaran dividen dan kenaikan harga saham. Tandelilin (2010), menyatakan besar kecilnya dividen yang diterima oleh pemegang saham tidak tetap, tergantung pada keputusan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Husnan (2009) menyatakan bahwa untuk melakukan analisis terhadap saham individual secara garis besar dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal menggunakan data atau perubahan harga di masa yang lalu sebagai upaya memperkirakan harga saham di masa yang akan datang. Analisis fundamental berupaya mengidentifikasikan prospek perusahaan (melalui analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi) untuk bisa memperkirakan harga saham di masa yang akan datang. Tandelilin 31 (2010) berpendapat penilaian harga saham dengan menggunakan analisis fundamental mempertimbangkan tiga tahapan yaitu analisis ekonomi, analisis industri, dan analisis perusahaan. Husnan (2009) menyatakan untuk melakukan analisis industri, tahap pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasikan tahap kehidupan produknya, menganalisis hubungan antara kemampuan operasi dengan kondisi perekonomian makro, menilai prospek industri di masa yang akan datang. Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian terhadap kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu: rasio likuididas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas (Tuasikal, 2001). Tandelilin (2010) berpendapat bahwa untuk melakukan analisis perusahaan, disamping dilakukan dengan melihat laporan keuangan perusahaan bisa dilakukan dengan menggunakan analisisi rasio keuangan. Menurut White, et al. (2003), ada empat kategori rasio yang digunakan untuk mengukur berbagai aspek dari hubungan risiko dan return, yaitu: 1) Analisis likuiditas, yaitu mengukur kecukupan sumber kas perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan kas dalam jangka pendek. 2) Analisis solvency dan long term debt (leverage), yaitu mengukur struktur modal termasuk sumber dana jangka panjang dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban investasi dan utang jangka panjang. 32 3) Analisis aktivitas, yaitu mengevaluasi revenue dan output yang dihasilkan oleh asset perusahaan. 4) Analisis profitabilitas, yaitu mengukur earning (laba) perusahaan relatif terhadap revenue dan modal yang diinvestasikan. Rasio keuangan juga dapat menunjukkan profil perusahaan, prospek keuntungan dan perkembangan perusahaan di masa datang, keefektifan penggunaan aktiva serta keuangan dan investasi. Indikator terpenting dalam menilai kinerja keuangan perusahaan dari sudut pandang investor adalah pertumbuhan profitabilitas. Rasio profitabilitas yaitu ROE (Return On Equity) yang menggambarkan kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba. 2.4 Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba (profit). Rasio profitabilitas dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan usaha (Azwar dan Karuniyati, 2008). Rasio Profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya (Syafri, 2008). Rasio profitabilitas terdiri dari : 1) Gross Profit Margin (GPM), merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisian. 33 2) Net Profit Margin (NPM), rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin tinggi Net Profit Margin semakin baik operasi suatu perusahaan. 3) Operating Return on Assets (OPROA), digunakan untuk mengukur tingkat kembalian dari keuntungan operasional perusahaan terhadap seluruh asset yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasional tersebut. 4) Return on Asset (ROA), merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. 5) Return on Equity (ROE), merupakan perbandingan antara laba bersih sesudah pajak dengan total ekuitas. Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan yang tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. 6) Earning Power adalah hasil kali net profit margin dengan perputaran aktiva. Earning Power merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini menunjukkan pula tingkat efisiensi investasi yang Nampak pada tingkat perputaran aktiva. Siamat (2005), rasio profitabilitas selain dapat digunakan untuk mengukur efektifitas bank dalam memperoleh laba, juga sangat penting untuk diamati mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal. Teknik analisis profitabilitas ini melibatkan hubungan antara pos-pos tertentu dalam laporan perhitungan laba rugi untuk memperoleh 34 ukuran-ukuran yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai efisiensi dan kemampuan bank memperoleh laba. Oleh karena itu, teknik analisis ini disebut juga dengan analisis laporan laba rugi. Syofran (2003) dalam Stiawan (2009) mengatakan kinerja perbankan dapat diukur dengan menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Penelitian ini juga menyatakan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Proses evaluasi kondisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan menggunakan analisa keuangan membutuhkan suatu ukuran. Rasio yang digunakan dan dibahas dalam penelitian ini sebagai proksi dari kinerja keuangan perusahaan adalah return on equity (pengembalian atas ekuitas saham biasa) atau tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham yaitu merupakan perbandingan antara laba operasi bersih dengan total equity. Return on Equity (ROE) merupakan salah satu ukuran dari rasio profitabilitas dalam mengukur keberhasilan bisnis yang dijalani. Brigham dan Houston (2001) berpendapat bahwa ”Return On Equity (ROE) is the ratio of net income to common equity: measures the ratio of return on common stockholders investment”. Rasio ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan return atas modal sendiri bagi pemegang saham biasa setelah memperhitungkan bunga (biaya hutang), pajak, dan biaya saham preferen. Rasio ini menggambarkan 35 keuntungan yang dapat dinikmati oleh para pemegang saham atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan tingkat pengembalian dari modal yang disediakan oleh para pemegang saham tersebut. Nilai ROE yang tinggi mengandung informasi tingginya tingkat pengembalian modal yang akan diperoleh para pemegang saham dan berdampak pada besarnya dividen yang akan dibagikan. Tambunan (2007) ROE digunakan untuk mengukur rate of return (tingkat imbalan hasil) ekuitas. Para analis sekuritas dan pemegang saham umumnya sangat memperhatikan rasio ini, semakin tinggi ROE yang dihasilkan perusahaan, akan semakin tinggi harga sahamnya. Rahardja (2006), ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika bank tersebut telah go public). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: ………………………………..………….(2.2) 2.5 Variabel Ekonomi Makro Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Ekonomi makro tidak 36 berkaitan langsung dengan kegiatan operasional perusahaan, kinerja perusahaan, dan nilai perusahaan. Faktor ekonomi makro merupakan titik sentral kegiatan investasi, dimana hampir setiap keputusan investasi didasarkan pada proyeksi kondisi ekonomi, seperti laju inflasi, tingkat suku bunga, kurs, pajak, pertumbuhan ekonomi, kebijakan defisit anggaran, investasi swasta serta defisit neraca perdagangan, Dengan adanya kecenderungan hubungan yang kuat antara lingkungan ekonomi makro dengan kinerja suatu pasar modal maka analisis ekonomi perlu dilakukan. Berbagai perubahan yang terjadi pada kondisi ekonomi makro mampu mempengaruhi bunga atau premi risiko dari suatu sekuritas perusahaan. Indicator ekonomi yang berisi informasi kondisi ekonomi makro diperlukan investor untuk membantu pengambilan keputusan investasi, kegiatan ekonomi makro secara keseluruhan akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat, pengusaha, dan investor. Tandelilin (2010), beberapa variabel ekonomi makro yang perlu diperhatikan investor yaitu: produk domestik bruto, tingkat pengangguran, inflasi dan tingkat bunga. Perkembangan harga saham yang terjadi di Bursa Efek menunjukan bahwa kenaikan atau penurunan harga saham di Bursa Efek memiliki keterkaitan dengan kondisi ekonomi makro. Beberapa faktor ekonomi makro yang dapat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan dan return saham perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia yaitu : 37 2.5.1 Laju Inflasi Inflasi dapat diartikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara berkelanjutan. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan saling mempengaruhi. Salah satu indikator untuk mengetahui nilai inflasi adalah dengan indeks harga konsumen. Rahardja dan Manurung (2006), menyatakan inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan kenaikan tingkat bunga. Besar kecilnya laju inflasi akan mempengaruhi suku bunga dan mempengaruhi instrumen-instrumen pasar modal yang memberikan tingkat pendapatan tetap bagi obligasi, dengan demikian apabila inflasi mengalami kenaikkan maka investor akan menginginkan kenaikan tingkat hasil nominal untuk melindungi tingkat hasil riilnya. Sementara definisi lain menegaskan bahwa inflasi dapat terjadi pada saat kondisi ketidakseimbangan (disequilibrium) antara permintaan dan penawaran agregat, yaitu lebih besarnya permintaan agregat daripada penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga umum mencerminkan keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila arus barang lebih besar dari arus uang maka akan 38 timbul deflasi, sebaliknya bila arus uang lebih besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi inflasi. Menurut Boediono (1999), berdasarkan asalnya inflasi dapat digolongkan menjadi: a. Domestic inflation Inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik sector riil maupun sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat. Inflasi ini timbul antara lain karena terjadinya deficit anggaran yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh panen yang gagal. b. Imported inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di Negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan Negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada Negara yang menganut sistem terbuka (open economy system). Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi, serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effect (Nopirin, 2010). Inflasi mempunyai dampak positif atau negatif terhadap kinerja industri dan profitabilitas perusahaan. Menurut Rahardja dan Manurung (2004) suatu perekonomian dikatakan telah mengalami inflasi jika tiga karakteristik berikut dipenuhi, yaitu : 1) terjadi 39 kenaikan harga, 2) kenaikan harga bersifat umum, dan 3) berlangsung terusmenerus. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menghitung inflasi. indikator tersebut diantaranya : a. Indeks Harga Konsumen (IHK) IHK adalah indeks harga yang paling umum dipakai sebagai indikator inflasi. IHK mempresentasikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam suatu periode tertentu. b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) IHPB mertupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan pada tingkat produsen di suatu daerah pada suatu periode tertentu. Jika pada IHK yang diamati adalah barang-barang akhir yang dikonsumsi masyarakat, pada IHPB yang diamati adalah barang-barang mentah dan barang-barang setengah jadi yang merupakan input bagi produsen. c. GDP Deflator prinsip dasar GDP deflator adalah membandingkan antara tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. 2.5.2 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) diartikan sebagai nilai pasar dari semua barang jadi dan jasa yang diproduksi di suatu Negara dalam kurun waktu tertentu (Mankiw, 2006). Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang dan jasa uang tidak diperjualbelikan di pasar seperti upah buruh yang belum terbayarkan tidak dimasukan dalam hitungan PDB. Barang-barang yang 40 dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. PDB berbeda dengan produk nasional bruto (PNB) karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut, sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor - faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, Produk Nasional Bruto (PNB) memperhatikan asal usul faktor - faktor produksi yang digunakan. Produk Domestik Bruto (PDB) dibagi atas PDB Riil (real GDP) yang merupakan nilai produksi seluruh barang dan jasa pada harga konstan, dan PDB Nominal (nominal GDP) yang merupakan nilai produksi seluruh barang dan jasa berdasarkan harga yang tengah berlaku. PDB Riil lebih baik dibandingkan dengan PDB Nominal dalam mengukur kesejahteraan ekonomi suatu negara . Hal ini disebabkan PDB riil tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, maka PDB Riil merupakan ukuran yang tepat untuk mengetahui tingkat produksi barang dan jasa dari suatu perekonomian. Salah satu masalah yang timbul ketika menggunakan PDB Riil adalah tingkat harga konstan yang dijadikan sebagai harga tahun dasar. Mankiw (2006) menyatakan bahwa PDB terdiri atas empat komponen sebagai berikut: a. Konsumsi (consumption) adalah pengeluaran rumah tangga atas berbagai barang dan jasa. b. Investasi (investment) adalah pembelian atas berbagai peralatan modal, persediaan, dan struktur bisnis. 41 c. Pembelian atau belanja pemerintah (government purchases) mencakup seluruh pengeluaran atas berbagai barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah (semua instansi, pemerintah negara bagian atau pemerintah provinsi). d. Ekspor Netto (net export) adalah pembelian oleh pihak asing atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri (ekspor) dikurangi oleh pembelian penduduk setempat atas berbagai barang dan jasa yang di produksi di luar negeri (impor). Pengurangan ini dilakukan karena impor atas berbagai barang dan jasa dari luar negeri sebenarnya sudah tercakup dalam komponen - komponen PDB lainnya. Berdasarkan definisi diatas maka sesungguhnya PDB dapat dihitung dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu: a. Pendekatan pengeluaran. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah: PDB = Konsumsi + Investasi + Pengeluaran pemerintah + Ekspor – Impor Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri. b. Pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi: PDB = Sewa + Upah + Bunga + Laba 42 Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Dalam penelitian ini nilai GDP yang akan digunakan adalah nilai GDP Riil, sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya oleh Ali, et al. (2011); Alexiou dan Sofoklis (2012). 2.5.3 Kurs Rupiah-Dolar (US$) Kurs merupakan jumlah satuan atau unit mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Dengan kata lain, kurs atau nilai tukar merupakan harga dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Sebaliknya jika penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai mata uang itu akan melemah. Nilai mata uang dapat bersifat stabil ataupun labil karena terkait dengan sejumlah uang lainnya. Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing, dimana mata uang asing lebih murah sehingga nilai mata uang dalam negeri meningkat. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing dimana mata uang asing menjadi lebih mahal, sehingga mata uang dalam negeri merosot (Kewal, 2012). 43 Eiteman, et al. (2007) menyatakan nilai tukar valuta asing adalah harga mata uang salah satu Negara dalam satuan mata uang atau komoditas (biasanya emas atau perak) Negara lain. Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang Negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu Negara dengan barang dan jasa dari Negara lain (Mankiw, 2006). Kurs dolar adalah harga satuan dolar Amerika terhadap mata uang suatu Negara. Mata uang tiap Negara dinilai dalam kaitannya dengan mata uang lain melalui kurs mata uang, sehingga mata uang dapat ditukar untuk memfasilitasi transaksi internasional. Nilai dari sebagian besar mata uang dapat berfluktuasi karena kekuatan pasar dan pemerintah menurut Madura (2006). Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya US Dolar memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian dan pasar modal. Menurunnya kurs dapat meningkatkan harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan oleh perusahaan. 2.6 Hubungan Laju Inflasi Terhadap Profitabilitas Perusahaan Peningkatan inflasi secara relatif umumnya merupakan sinyal negatif bagi pemodal di Bursa Efek. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan penurunan harga saham, karena menyebabkan kenaikan harga barang secara umum. Kondisi ini mempengaruhi biaya produksi dan harga jual barang akan menjadi semakin tinggi. Harga jual yang tinggi akan menyebabkan menurunnya daya beli, hal ini akan 44 mempengaruhi keuntungan perusahaan dan akhirnya berpengaruh terhadap harga saham yang mengalami penurunan. Di mata investor, kondisi seperti ini akan membuat mereka enggan berinvestasi di sektor riil. Padahal biasanya dana untuk investasi sebagian besar didanai bank. Hal ini menjadikan bank kesulitan menyalurkan dana serta menanggung biaya dari modal yang ada. Inflasi dapat meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun (Tandelilin, 2010). Beberapa penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara inflasi dengan profitabilitas antara lain: Penelitian lain di Indonesia oleh Dwijayanthy dan Naomi (2009) dan Utami dan Rahayu (2003) menemukan inflasi berpengaruh negatif terhadap profitabilitas perusahaan (ROE). Lestari dan Sugiharta (2007) dalam penelitiannya menemukan tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan (ROE). Demikian pula Demir (2007), menemukan bukti bahwa interaksi antara laju inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. 2.7 Hubungan Pertumbuhan PDB Terhadap Profitabilitas Produk domestik bruto (PDB) merefleksikan kegiatan penduduk di suatu negara dalam memproduksi suatu barang dalam kurun waktu tertentu (Sukirno, 2004). Pengaruh PDB terhadap profitabilitas dapat dilihat dalam mekanisme, pertama saat PDB naik yang dapat diduga akan diikuti peningkatan pendapatan masyarakat yang mempengaruhi kemampuaan untuk menabung masyarakat yang 45 tinggi. Peningkatan ini akan memperbesar dana nasabah yang disimpan di bank, dimana hal itu juga akan meningkatkan profitabilitas bank (Sukirno, 2003). Kedua, dana nasabah yang bertambah ini dapat memperbesar dana kredit yang dapat disalurkan oleh bank juga akan meningkatkan profitabilitas bank dan pada akhirnya akan berdampak pada nilai saham dan return saham perbankan. Pengujian empiris akan hal ini telah dilakukan oleh Ali, et al. (2011) di Pakistan dan Alexiou dan Sofoklis (2012) di Yunani, yang hasilnya menyimpulkan bahwa PDB memiliki berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas perbankan, melalui dua mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya. 2.8 Hubungan Kurs Rupiah-Dolar Terhadap Profitabilias Nilai tukar mata uang asing menjadi salah satu faktor profitabilitas perbankan, karena dalam kegiatannya bank memberikan jasa jual beli valuta asing. Dengan terjadinya fluktuasi akan nilai tukar mata uang asing, bank dapat memperoleh pendapatan berupa fee dan selisih kurs. Nilai tukar rupiah yang rendah akan melemahkan daya beli masyarakat yang dapat memicu kurang menariknya tingkat keuntungan investasi dalam pasar modal. Depresiasi rupiah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi, sehingga berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan (Darminto, 2008). Penelitian Lestari dan Sugiharta (2007) dengan hasil penelitian tingkat inflasi, tingkat bunga dan kurs dolar berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan (ROE) pada bank non devisa di Jakarta. Hasil dari penelitain 46 Dwijayanthy dan Naomi (2009) dan Rachmawati (2012) menyebutkan bahwa laju inflasi berpengaruh terhadap turunnya profitabilitas perusahaan. 2.9 Hubungan Laju Inflasi Terhadap Return Saham Bank umum berperan sebagai wahana untuk mengefektifkan kebijaksanaan pemerintah di bidang perekonomian melalui pengendalian jumlah uang yang beredar dengan mematuhi cadangan wajib. Jika jumlah uang berlebih maka inflasi akan terjadi dengan disertai akibat-akibat buruk yang akan mengganggu perekonomian. Sebaliknya, jika jumlah uang yang beredar terlalu sedikit akan menyebabkan perlambatan proses perekonomian. Inflasi merupakan variabel makro ekonomi yang dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan masyarakat secara umum serta bank pada khususnya. Inflasi yang meningkat menyebabkan harga-harga secara umum meningkat, kenaikan harga tersebut menyebabkan dorongan masyarakat untuk melakukan investasi menurun karena masyarakat cenderung memenuhi kebutuhan primer. Kenaikan tingkat inflasi menyebabkan jumlah investasi di Bursa Efek Indonesia turun, sehingga harga saham turun dan mengakibatkan return saham juga turun (Tandelilin, 2010). Janor et al. (2010), dalam penelitiannya mengenai hubungan antara inflasi dan return saham di Malaysia selama periode 1980-2006. Hasil penelitiannya tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara inflasi dan return saham pada perusahaan-perusahaan di Malaysia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa investasi di pasar keuangan Malaysia tidak dipengaruhi terhadap variabel laju inflasi. 47 Penelitian Rusliati dan Fathoni (2011) menunjukkan bahwa inflasi dan suku bunga deposito berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Pereira (2010) membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif antara inflasi dengan return saham. Penelitian yang dilakukan oleh Kewal (2012) juga menemukan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Utami dan Rahayu (2003) menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. 2.10 Hubungan Pertumbuhan PDB Terhadap Return Saham Hubungan PDB dan return saham dapat dijelaskan seperti halnya pada hubungan antara PDB dan profitabilitas. PDB yang berpengaruh positif pada peningkatan profitabilitas perbankan akan direspon positif pula oleh para investor yang menganggap peningkatan profitabilitas tersebut merupakan indikator kinerja perbankan yang meningkat. Kinerja bank yang meningkat berarti akan meningkatkan harga saham, sehingga investor tidak berkeberatan membeli sahamnya dengan harga tinggi karena return sahamnya juga akan meningkat. Beberapa penelitian antara lain oleh Shiblee (2009); Birz dan Lott (2008); Hooker (2004); Chiarella dan Gao (2004) menemukan bahwa PDB memiliki pengaruh positif dan signifikan. Meskipun penelitian Shiblee (2009) juga menyatakan bahwa pengaruh tersebut masih relatif rendah. 2.11 Hubungan Kurs Rupiah-Dolar Terhadap Return Saham Madura (2006), menyatakan pergerakan nilai kurs mata uang akan berdampak pada perusahaan yang melakukan perdagangan ekspor dan impor. Kurs dapat mempengaruhi jumlah arus masuk kas yang diterima dari ekspor 48 perusahaan dan mempengaruhi jumlah arus keluar kas yang digunakan untuk membayar impor. Bagi perusahaan eksportir kenaikan kurs dolar terhadap rupiah akan meningkatkan keuntungan perusahaan akibat kenaikan kurs dolar. Keuntungan perusahaan meningkat menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik dan harga saham perusahaan meningkat. Kenaikan harga saham perusahaan akan menyebabkan return saham perusahan juga meningkat. Granger et. al, (1998) mengatakan bahwa hubungan antara kurs dan harga saham adalah positif, di mana perubahan nilai tukar mempengaruhi pendapatan dan biaya operasional perusahaan, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan pada harga saham perusahaan juga meningkat. Tsui (2002) melakukan penelitian yang menjelaskan hubungan antara pendapatan dan biaya terhadap nilai tukar dalam rangka untuk menguji hubungan antara pertukaran kurs dan profit margin perusahaan. Selama periode 1981-1994, ketergantungan impor bahan baku perusahaan yang ada di Taiwan mengalamai peningkatan dibandingkan dengan kegiatan ekspor. Apabila dolar US mengalami apresiasi, maka daya saing perusahaan mengalami penurunan yang sangat drastis, mengakibatkan penurunan pendapatan yang berujung pada turunnya profitabilitas perusahaan. Beberapa penelitian terdahulu yang mengkonfirmasi teori-teori di atas antara lain Utami dan Rahayu (2003) yang berjudul Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan nilai tukar berpengaruh positif terhadap harga saham sementara penelitian Auliyah dan Ardi (2006) 49 menemukan variabel ekonomi makro (kurs rupiah terhadap dolar dan Produk Domestik Bruto) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham Syariah tetapi berpengaruh secara signifikan terhadap beta saham Syariah. 2.12 Hubungan Profitabilitas Terhadap Return Saham Kebijakan struktur modal yang memadai dapat mengantisipasi seluruh risiko-risiko utama yang dapat timbul dalam pengelolaan bisnis perusahaan yang tercermin pada peningkatan profitabilitas dan berdampak pada persentase ROE yang positif, dengan kondisi fundamental yang baik akan mendorong investor untuk berinvestasi di pasar modal, dengan adanya peningkatan investasi tersebut maka harga saham dan return saham akan meningkat. Husnan (2005), menyatakan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham perusahaan akan meningkat dengan kata lain profitabilitas mempengaruhi harga saham sehingga berpengaruh juga terhadap return saham. Keuntungan perusahaan yang semakin meningkat mengindikasikan bahwa fundamental perusahaan semakin baik, sehingga memberikan pengaruh positif terhadap pasar modal dan harga saham perusahaan. Antara dan Lestari (2007) melakukan penelitian ini dengan menggunakan faktor ekonomi makro (valas, inflasi dan suku bunga) dan Faktor mikro (EPS, PER, ROI, NPM, ROE) menunjukkan semua Faktor Makro dan Mikro berpengaruh positif dan signifikan terhadap return Saham. Wiksuana dan Sutrisna (2005), yang menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja investasi saham.