PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG MAIZENA

advertisement
E-Jurnal Agroindustri Indonesia Oktober 2012
Vol. 1 No. 2, p 82 - 87
ISSN: 2252 - 3324
Available online at :
http://journal.ipb.ac.id/index.php/e-jaii/index
PEMBUATAN LABEL/FILM INDIKATOR WARNA
DENGAN PEWARNA ALAMI DAN SINTETIS
(Colored Label Indicator Using Natural And Synthetic Dye)
Endang Warsiki dan Citra Dewi Wahyono Putri
1)
Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATEFA - IPB
Gedung FATETA Lt 2 Kampus IPB Darmaga
PO Box 220 Darmaga, Bogor 16002
ABSTRAK
The development of colored label indicator is increasingly necessary to ensure food safety with a rapid
method to evaluating historical real-time of the freshness of the product. The objective of this research is
to design labels/film color indicator with natural and synthetic dyes. In this study, the label/film indicators
was made of chitosan as a film base and natural dyes of rosella flower, bit fruit and red spinach leaf
extract as dyes. This indicator label sware compared with labels made of synthetic dyes. Evaluation the
performance of the label in color changes during storage as visual looking was tested The results showed
that natural dyes are very sensitive to temperature, thus it is not appropriate if in the film making, it
involves a process that uses high temperatures. Unfortunately, in general, chitosan film typically used a
temperature of 70oC to disolve and homogenize the flour of chitosan. Furthermore, natural dyes are also
sensitive to acid. As a result, the addition of acetate acid in the chitosan film is undesirable on the filming.
Process synthetic dyes provide constant color film. The changing of color in the films with synthetic dyes
can be occured due to changes in pH. Therefore, this film/label is very suitable to be applied for products
which is decreased in pH if it is deterioration, such as fruits or dairy product.
Keywords : Film/label, color indicator, chitosan, natural dye, synthetic dye
ABSTRACT
Pengembangan film/label indikator warna makin diperlukan untuk menjamin keamanan pangan dengan
metode yang cepat dalam rangka mengevaluasi historical real-time kesegaran produk. Tujuan penelitian
ini adalah merancang pembuatan label/film indikator warna dengan bahan pewarna alami dan sintetik.
Pada penelitian ini label/film indikator dibuat dari kitosan dangan bahan pewarna alami dari ekstrak
bunga rosela, buah bit dan daun bayam merah. Selanjutnya label indikator ini akan dibandingkan dengan
label berbahan pewarna sintetik. Kinerja label diujikan dengan melihat perubahan warna film selama
penyimpanan yang dilihat secera visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pewarna alami sangat
sensitif terhadap suhu, sehingga tidak sesuai jika dalam pembuatan film melibatkan proses yang
menggunakan asam dan suhu tinggi. Secara umum pembuatan film kitosan biasanya menggunakan suhu
70oC untuk melarutkan dan menghomogenkan tepung kitosan. Pewarna alami juga sensitif terhadap asam.
Pewarna sintetik memberikan warna yang konstan pada film. Perubahan warna film indikator dengan
pewarna sintetik dapat terjadi karena perubahan pH. Oleh karena itu, film/label ini sangat sesuai untuk
diaplikasikan pada produk-produk yang mengalami penurunan pH jika produk tersebut ditengarai rusak,
seperti buah-buahan dan produk pangan berbasis susu.
Kata kunci : Film/label, indikator warna, kitosan, pewarna alami, pewarna sintetik
PENDAHULUAN
Teknologi kemasan kini telah banyak
mengalami perkembangan pesat. Temuan dan
inovasi dari penelitian terbaru telah menemukan
kemasan aktif dan kemasan cerdas. Kemasan aktif
adalah kemasan yang dapat mengubah kondisi
makanan yang dikemas menjadi kondisi tertentu
yang ditujukan untuk memperpanjang umur
simpan atau untuk meningkatkan keselamatan
atau sifat-sifat sensori, dengan tetap menjaga
kualitas makanan yang dikemas. Sedangkan
kemasan cerdas adalah kemasan yang mampu
memantau kondisi makanan dalam kemasan dan
memberikan informasi kualitas makanan kemasan
Vol. 1. 2012.
tersebut selama transportasi dan penyimpanan
(Ahvenainen et al., 2003).
Penelitian
tentang
pengembangan
kemasan cerdas dalam bentuk label/film dengan
sensor warna untuk identifikasi kemunduran mutu
suatu komoditi atau produk telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Sebagai contoh, pembuatan
kemasan cerdas dengan penambahan pewarna
bromthymol blue sebagai indikator warna untuk
mendeteksi kemunduran mutu pada filet ikan
(Hasnedi, 2009). Indikator warna juga telah
digunakan untuk memantau fermentasi dan umur
simpan kimchi (Hong dan Park, 2000). Lebih
lanjut
Hariklia
et
al.,
(2008)
telah
mengembangkan detektor mikroba untuk
memonitor kualitas produk daging yang disimpan
pada suhu dingin.
Kitosan adalah material yang paling
menarik untuk dibuat film. Selain edible dan
biodegradable, bahan ini dipilih karena film yang
dihasilkan memiliki kualitas baik, kuat, elastik
dan fleksibel (Buttler et al., 1996). Kitosan juga
banyak dipakai sebagai bahan coating, karena
dapat diproduksi pada suhu yang tidak terlalu
tinggi. Oleh karenanya bahan ini sangat cocok
untuk melapisi dan melindungi buah atau sayur
dari kerusakan mekanis (benturan, gesekan),
biologis
(mikroorganisme)
dan
kimia
(kontaminan). Pengembangan label/film berbahan
dasar kitosan dengan penambahan pewarna, baik
alami maupun sintetik sebagai sensor penentu
kemunduran mutu produk akan dilakukan dalam
penelitian ini.
Seperti diketahui bahwa pewarna alami
dapat diekstrak dari berbagai sumber alam. Zat
pewarna tersebut biasanya adalah antosianin. Zat
ini berperan dalam pemberian warna terhadap
bunga atau bagian tanaman lain dari mulai merah,
biru sampai ke ungu termasuk juga kuning dan
tidak berwarna (seluruh warna kecuali hijau).
Hanum (2000) mengemukan suhu dan paparan
cahaya matahari dapat menurunkan stabilitas
warna dari anthosianin selama penyimpanan.
Perubahan warna antosianin karena pengaruh
lingkungan seperti suhu dan pH inilah yang dapat
dimanfaatkan sebagai indikator warna pada
label/film kemasan cerdas.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengembangkan kemasan menggunakan kitosan
sebagai bahan dasar pembuat film, serta
mempelajari respon warna film sebagai indikator
warna karena perubahan pH dan suhu.
BAHAN DAN METODA
Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua macam yaitu
bahan pewarna dan bahan untuk membuat
Pembuatan Label/Film Idikator Warna
83
film/kemasan. Bahan pewarna adalah ekstrak
bunga rosela, buah bit dan daun bayam merah.
Bahan untuk pembuatan matrik film sekaligus
pembawa bahan pewarna adalah kitosan. Pewarna
sintetik yang dipilih adalah pewarna makanan red
cherry (CL 16255).
Metode
Formulasi film kitosan
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama ditujukan untuk memperoleh
formulasi pembuatan film yang sesuai. Pada tahap
ini, jumlah kitosan yang digunakan untuk
membuat film ditentukan sebesar 2, 2.5, 3, 3.5,
dan 4 gram (b/v) per 100 mL pelarut. Kitosan
kemudian dilarutkan dalam 70 ml larutan asam
asetat 1% dan dipanaskan pada suhu 40oC hingga
membentuk larutan film. Kemudian 30 mL
aquades dan 1 mL gliserol sebagai pemalstis
(Warsiki et al., 2011), ditambahkan kedalam
larutan film
dengan terus diaduk sampai
homogen. Pembuatan lembaran film dilakukan
dengan cara menuang larutan diatas media plat
kaca berukuran 20 cm × 20 cm dan diratakan
dengan sudip kaca. Film dikeringkan di dalam
oven dengan suhu 50oC selama 24 jam. Formulasi
terbaik film dipilih berdasarkan kemudahan
pelepasan film dari cetakan, kecukupan ketebalan
dan kelenturan film sebagai label. Hasil terbaik
dari tahap ini akan digunakan untuk penelitian
pada tahap selanjutnya.
Pembuatan label/film indikator warna
Pada tahap kedua dilakukan penambahan
bahan pewarna alami dan sintetik pada formulasi
film kitosan terbaik untuk menghasilkan
film/label indikator warna. Sebanyak 100 g bahan
pewarna (bunga rosela, buah bit dan daun bayam
merah) dihancurkan menggunakan blender
dengan tambahan 30 mL air, kemudian disaring
menggunakan kain saring untuk mendapatkan
ekstrak warna. Pewarna sintetik juga diuji
cobakan pada penelitian ini, sebanyak 1 mL
pewarna cherry (CL 16255) dilarutkan dalam 29
mL air. Larutan pewarna ini kemudian
dicampurkan dengan kitosan untuk membuat
film/label indikator warna. Film indikator terbaik
adalah film dengan warnaan yang merata dan
stabil. Kinerja film/label diuji dengan melihat
perubahan warna film karena pengaruh perubahan
suhu dan pH. Diagram alir pembuatan film/label
indikator warna dapat dilihat pada Gambar 1.
84 Endang Warsiki dan Citra Dewi W. P
sebagai bahan tambahan pangan. Menurut Knorr
(1982) bahwa pelarut yang umum digunakan
untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat
dengan konsentrasi 1-2% (v/v). Sifat film yang
dihasilkan dari berbagai jumlah kitosan dari
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Start / Mulai
Asam asetat
(70 mL)
Pelarutan
Pengadukani
Pemanasan 40oC
selama 60 menit
Gliserol
(1 mL)
EJAII
Bahan pewarna (30 mL)
Larutan
film
Pendinginan
Penuangan di plat kaca
Pengeringan 50oC
selama 24 jam
Pelepasan film dari cetakan
Stop
Gambar1. Pembuatan film/label indikator warna
HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi film kitosan
Kitosan dipilih sebagai bahan dasar
pembuat film indikator karena kitosan dapat
membentuk film dan membran dengan baik
(Hoaglan dan Parris, 1996). Untuk melarutkan
kitosan, pelarut yang digunakan yaitu asam asetat,
disebabkan karena kitosan akan larut pada asam
dan asam asetat merupakan pelarut yang baik
untuk pembuatan film kitosan. Selain itu asam
asetat, pada konsentrasi tertentu juga aman
Tabel 3. Kemudahan pelepasan film, kecupan
ketebalan dan kelenturan film
kitosan dari berbagai formulasi
ForBerat
Sifat film yang
mulasi
kitosan (g) dihasilkan
1
2
Tipis, sulit dikikis
dari media plat kaca,
dan mudah pecah
2
2.5
Tipis, cukup sulit
dikikis dari plat
kaca, dan mudah
pecah
3
3
Agak tebal dan
cukup mudah dikikis
dari plat kaca
4
3.5
Cukup tebal, lentur,
mudah dikikis dari
plat kaca, dan tidak
mudah pecah
5
4
Tebal, mudah dikis
dari plat kaca, kaku
dan mudah pecah
Dari penelitian ini jumlah kitosan terbaik
untuk membuat lembaran film yaitu sebesar 3.5 g
dalam 100 mL pelarut. Berbagai penelitian
dilakukan dalam pembuatan film berbahan dasar
kitosan. Wardhani (2008) dan Warsiki et al.,
(2012) menggunakan 3 gram kitosan yang
dilarutkan dalam asam asetat 1% (v/v) dan
dengan penambahan gliserol sebanyak 0.5 mL
(Wardani, 2008) dan 1 mL (Warsiki et al., 2011)
menghasilkan film yang cukup elastis dan kuat.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa 3 g kitosan
menghasilkan film dengan sifat yang cukup baik,
namun kitosan sebanyak 3.5 g menghasilkan film
dengan sifat yang lebih baik dibandingkan dengan
film yang dihasilkan dari 3 g kitosan. Oleh karena
itu, formulasi 4 dipilih untuk pembuatan
film/label indikator warna
Dalam pembuatan film berbahan dasar
kitosan digunakan pemlastis, yaitu gliserol.
Gliserol memiliki keunggulan karena titik didih
yang tinggi sehingga tidak ada gliserol yang
menguap dalam proses, dibandingkan dengan
dietilena glikol monoetil eter (DEGMENT),
etilena glikol (ET), dietilena glikol (DEG),
trietilena glikol (TEG), dan tetraetilena glikol. Hal
ini didukung dengan interaksi gliserol sangat
kompatibel dengan film hidrofilik seperti kitosan
dan akan menghasilkan film yang lebih fleksibel,
halus, dan tidak rapuh (Noureddini et al. 1998).
Menurut Warsiki et al. (2011) penambahan
Vol. 1. 2012.
Pembuatan Label/Film Idikator Warna
gliserol sebagai plasticizer sebanyak 1 mL per
100 mL larutan menghasilkan film yang lebih
halus dan lentur, dibandingkan penambahan
gliserol sebagai plasticizer sebanyak 0.5 ml dan
0.8 ml.
3.1.
Pembuatan label/film indikator warna
dengan pewarna alami
Berdasarkan formulasi terbaik hasil
penelitian tahap pertama (fomulasi 4) dilakukan
penambahan bahan pewarna untuk menghasilkan
film/label indikator warna. Pemilihan pewarna
yang sesuai dilakukan dengan memilih pewarna
alami yang diperoleh dari ekstrak rosela, buah bit,
dan bayam merah, serta pewarna makanan
sintetik berwarna red cherry. Ekstrak rosela
menghasilkan larutan berwarna merah darah,
ekstrak buah bit menghasilkan larutan berwarna
merah keunguan, dan ekstrak bayam merah
menghasilkan
larutan
berwarna
merah
kecokelatan. Sedangkan pewarna sintetik
menghasilkan larutan berwarna merah buah
cherry.
Masing-masing
pewarna
tersebut
dicampurkan dengan larutan film. Hasil
pencampuran anatra masing-masing pewarna
dengan larutan film dapat dilihat pada Gambar 2.
85
Pewarna yang terbuat dari ekstrak rosela
ketika dicampurkan dengan larutan film
memberikan respon perubahan warna yang begitu
cepat. Pada awalnya campuran berwarna merah
darah, namun dalam hitungan menit warna
berubah menjadi merah kecoklatan, yang
kemudian menjadi coklat secara konsisten.
Sehingga ketika dijadikan lembaran film
menghasilkan film yang berwarna coklat muda
(Gambar 3).
(a)
(b)
(c)
(a)
(b)
Gambar 3. Perubahan warna dari pewar-na rosela
dalam larutan pada: (a) menit ke-0;
(b) menit ke-5; dan (c) menit ke-10
Pewarna film dengan ekstrak buah bit dan
bayam merah menghasilkan film yang berwarna
hijau (Gambar 4).
(c)
(d)
Gambar 2. Larutan film kitosan dengan pewarna
(a) rosella; (b) buah bit; (c) bayam
merah; (d) pewarna makanan
sintetik
(a)
(b)
Gambar 4. Film indikator dengan pewar-na: (a)
buah bit; dan (b) bayam merah
86 Endang Warsiki dan Citra Dewi W. P
Film ini kemudian diuji dengan
menggunakan larutan asam dan larutan basa
untuk mengetahui visual respon perubahan
indikator warna. Hasil uji menunjukkan bahwa
film tersebut tidak memberikan respon perubahan
warna (Gambar 5). Oleh karena itu, pewarna dari
ekstrak buah bit dan ekstrak bayam merah tidak
sesuai untuk pewarna indikator.
EJAII
Pembuatan label/film indikator warna dengan
pewarna sintetik
Selanjutnya, pembuatan film indikator
warna dengan pewarna makanan sintetik red
cherry (CL 16255). Kelebihan pewarna makanan
sintetik dibandingkan dengan pewarna alami yaitu
dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan
stabil, walaupun dalam penggunaannya hanya
dalam jumlah sedikit. Warna yang dihasilkan oleh
pewarna sintetik akan tetap cerah meskipun sudah
mengalami proses pengolahan dan pemanasan
(Sihombing, 1987). Selain itu pewarna makanan
sintetik memiliki keunggulan yaitu lebih mudah
larut dalam air, lebih stabil terhadap pengaruhpengaruh fisika dan kimia (Sutrisno, 1987).
Pewarna makanan sintetik yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Respon film : (a) kontrol; (b) kondisi
asam; (c) kondisi basa
Perubahan warna dari pewarna rosela
terjadi sangat cepat ketika pewarna tersebut
dicampurkan dengan larutan film. Hal ini
dimungkinkan karena larutan asam akan
mendegradasi warna tersebut. Seperti diketahui
film kitosan menggunakan asam asetat 1%
sebagai pelarut. Menurut Direktorat Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan (2006), beberapa
faktor yang mempengaruhi kestabilan pewarna,
diantaranya adalah pH, suhu, cahaya, oksigen,
asam askorbat, gula dan produk turunannya,
sulfurdioksida, dan metal. Begitu pula yang
terjadi pada pewarna dari ekstrak buah bit dan
bayam merah, pewarna yang terkandung di dalam
buah bit dan bayam merah terdegradasi oleh asam
yang cukup rendah. Suhu pengeringan film yang
cukup tinggi juga sangat berpengaruh terhadap
kestabilan warna indikator. Suhu tinggi dapat
mendegradasi warna alami dari warna cerah
menjadi pudar seperti yang terjadi pada
pembuatan film indikator dengan pewarna ekstrak
buah bit dan bayam merah yang berwarna merah
sebelum dikeringkan dan menjadi hijau setelah
dioven selama 24 jam pada suhu 50oC.
Gambar 6. Pewarna makanan sintetik berwarna
red cherry CL 16255
Film indikator dengan pewarna sintetik
menghasilkan warna yang cerah dan konsisten,
serta kondisi film yang baik seperti pada Gambar
7.
(a)
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Larutan film dengan pewarna
sintetik; (b) lembaran indikator
Vol. 1. 2012.
Pembuatan Label/Film Idikator Warna
Film indikator ini kemudian diuji dengan
menggunakan larutan asam dan basa untuk
melihat secara visual respon perubahan warnanya.
Ketika label/film dimasukkan ke dalam larutan
asam, terlihat memberikan respon perubahan
warna yang semula berwarna merah cerah
berubah menjadi pudar, begitu pula jika film
dicelupkan ke dalam larutan basa. Pada pelarut
basa, film indikator yang semula berwarna merah
cerah berubah menjadi merah pudar. Hasil ini
membuktikan pewarna makanan sintetik dapat
dipilih sebagai pewarna indikator untuk film
dalam penelitian ini. Dengan demikian terlihat
bahwa pewarna sintetik sangat menjanjikan untuk
dapat digunakan sebagai bahan pewarna film
indikator untuk produk pangan yang penurunan
mutunya ditunjukkan dengan kenaikan atau
penurunan pH. Perubahan warna secara visual
dari film dengan penambahan pewarna makanan
sintetik dalam larutan asam dan basa, dapat dilihat
pada Gambar 8.
87
Pewarna alami dari ekstrak bunga rosela, buah
bit dan bayam merah sangat sensitif terhadap
larutan asam dan panas yang umumnya terjadi
pada pembuatan film kitosan.
b. Label/film indikator dengan pewarna makanan
sintetik akan mengalami perubahan warna dari
merah cerah ke merah pudah ketika dicelupkan
atau bersentuhan dengan baik larutan asam
maupun basa
Label/film indikator warna dengan pewarna
sintetik sangat prospektif untuk mendeteksi
penurunan mutu produk pangan yang
ditunjukkan dengan perubahan pH produk.
Saran
Perlu dilakukan kajian lain yaitu : (i)
kajian tentang teknik pembuatan film/label
indikator warna dengan pewarna alami yang tidak
melibatkan pelarutan asam dan pemanasan suhu
tinggi; dan (ii) kajian mengenai aplikasi film
indikator yang dihasilkan dari penelitian ini untuk
mendeteksi kerusakan produk yang ditunjukkan
dengan pernurunan atau kenaikan pH.
DAFTAR PUSTAKA
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Perubahan warna film indikator: (a)
kontrol; (b) kondisi basa; (c)
kondisi asam
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Film kitosan yang terbuat dari 3.5 g (b/v)
kitosan memiliki sifat yang cukup tebal,
lentur, mudah dikikis dari plat kaca, dan tidak
mudah pecah.
Ahvenainen, R. 2003. Active and intelligent
packaging. Dalam : Ahvenainen, R (ed).
Novel Food Packaging Techniques.
Abington : Woodhead Publishing, pp 5-21
Butler, B.L., P.J. Vergano, R.F. Testin, J.M.
Bunn, dan J.L. Wiles. 1996. Mechanical
and Barrier Properties of Edible Chitosan
Films as Affected by Composition and
Storage. J. Food Science 61 (5) : 953-955
BPOM. 2003. Bahan Tambahan Pangan.
Direktorat SPKP, Deputi III. Jakarta. Hal;
9
Hanum, T. 2000 Ekstraksi dan Stabilitas Zat
Pewarna Alam dari Katul Beras Ketan
Hitam (Oryza sativa glutinosa). Buletin
Teknologi dan Industri Pangan XI (1) : 17
– 23.
Hasnedi, Yogi. 2009. Pengembangan kemasan
cerdas (Smart Packaging) dengan sensor
berbahan dasar chitosan asetat, polivinil
alcohol,
dan
pewarna
indicator
bromothymol Blue sebagai pendeteksi
kebusukan fillet ikan nila. Skripsi.
Fakultas Perikanan Institut Pertanian
Bogor
Hoagland, P. D. dan N. Paris. 1996. Chitosan/
Pectin Laminated Films. J. Agric. Food
Chem. 44 : 1915-1919.
Knorr D. 1982. Functional properties of chitin
and chitosan. Journal of Food Science
48:36-41.
Noureddini, H.S., W.R. Dailey, dan B.A. Hunt.
1998. Production of glycerol ether from
88 Endang Warsiki dan Citra Dewi W. P
crude glycerol – the by-product of
biodiesel production [papers]. Chemical
and Biomolecular Engineering Research
and Publication.
Wardhani, S. K. 2008. Efikasi Kemasan
Antimikroba Berbahan Kitosan [skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Warsiki, E. Sianturi, D. dan Sunarti, T.C. 2012.
Evaluasi Sifat Fisis Mekanis dan
Permeabilitas Kemasan Berbahan Kitosan.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. 21
(3) : 139-145.
Sihombing, G. 1987. Aspek Racun Pewarna
makanan Sintetik. Unit Penelitian Gizi
Diponegoro. Bahan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Departemen
Kesehatan. Jakarta.
Sutrisno, A.D. 1987. Pembuatan dan Peningkatan
Kualitas Zat Warna merah Alami yang
Dihasilkan oleh Monacus pupureus.
Jurusan Teknologi makanan, Fakultas
Teknik, Universitas pasundan. Bandung.
EJAII
Download