BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik) daerah Bonjol. Pengolahan dan interpretasi kedua jenis data tersebut nantinya akan berguna dalam penentuan sistem panas bumi yang bekerja pada daerah penelitian meliputi sumber panas, reservoar, dan batuan penutupnya. 4.1 Metode Gravitasi Secara teoritis, pengukuran nilai gaya berat dilakukan untuk mengetahui besar gaya gravitasi pada titik-titik pengamatan. Metode gravitasi ini merupakan usaha dalam menggambarkan bentuk struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi yang ditampilkan oleh perbedaan densitas antarbatuan. Variasi densitas ini digunakan untuk menginterpretasi posisi lateral dari batuan yang berpotensi sebagai sumber panas. Asumsinya adalah keberadaan anomali positif pada daerah penelitian menunjukkan keberadaan batuan dengan nilai densitas yang besar, kemungkinan besar adalah batuan beku. Namun, metode gravitasi tidak dapat menentukan litologi dari sumber panas tersebut secara pasti. Apabila dilihat posisinya secara regional, daerah penelitian terletak disepanjang zona subduksi sehingga sumber panas pada sistem panas bumi di daerah Bonjol dapat diasumsikan adalah batuan beku. Seperti yang telah ditulis dalam bab 2 (Teori Dasar), pengolahan data gravitasi dilakukan dengan mengolah data gravitasi daerah penelitian yang didapat dari hasil pengukuran di lapangan oleh pihak PSDG (2007) ke dalam Surfer 8 sehingga menghasilkan peta penyebaran anomali Bouguer lengkap (Complete Bouguer Anomaly), peta penyebaran anomali regional, dan peta penyebaran anomali residual. Ketiga peta tersebut berupa peta kontur anomali dengan satuan miliGal. Sedangkan untuk menghasilkan model penyebaran kontras gravitasi bawah permukaan daerah penelitian menggunakan program GM-SYS. 28 Gambar 4.1 Peta lokasi survei gravitasi daerah Bonjol 29 4.1.1 Interpretasi Anomali Bouguer Lengkap Peta penyebaran anomali Bouguer lengkap (Gambar 4.2) pada daerah studi Bonjol ini merupakan tampilan hasil pengolahan data reduksi dengan koreksi densitas Bouguer atau densitas rata-rata batuan daerah Bonjol sebesar 2.65 g/cm3 atau 2,65 miliGal. Sebaran nilai anomali Bouguer daerah Bonjol dapat dibagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut: 1. Nilai anomali -34 g/cm3 sampai dengan >-26 g/cm3 dikelompokkan sebagai kelompok anomali tinggi. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang umumnya masih segar dan massif. Kelompok ini tersebar di bagian barat laut, barat daya, dan bagian tengah daerah penelitian dan ditafsirkan bahwa kelompok ini adalah sumber panas pada daerah penelitian. 2. Nilai anomali -47 g/cm3 sampai dengan -35 g/cm3 dikelompokkan sebagai kelompok anomali sedang. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan dan/atau batuan sedimen. Kelompok ini tersebar di bagian tengah, utara, timur, dan selatan daerah penelitian. 3. Nilai anomali >-58 g/cm3 sampai dengan -48 g/cm3 dikelompokkan sebagai kelompok anomali rendah. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan secara intensif dan/atau batuan sedimen dan alluvial. Kelompok ini tersebar di bagian timur dan selatan daerah penelitian. Pola lineasi anomali Bouguer daerah Bonjol memperlihatkan pembelokan dan pengkutuban anomali negatif rendah dan negatif tinggi dibeberapa tempat. Kondisi demikian mengindikasikan adanya struktur (sesar) yang cukup kompleks di sekitar lokasi tersebut. Hal ini didukung oleh data geologi permukaan yang mengindikasikan adanya sesar di daerah tersebut. 30 Gambar 4.2 Peta penyebaran anomali Bouguer lengkap (CBA) Bonjol 31 4.1.2 Interpretasi Anomali Regional Peta penyebaran anomali regional merupakan tampilan hasil pengolahan atau penyaringan data anomali Bouguer lengkap (CBA) dengan menggunakan perhitungan polinomial regresi orde-2. Penyaringan ini dilakukan untuk menunjukkan efek atau respon anomali gravitasi dalam, sehingga pada peta anomali regional ini dapat diamati anomali gravitasi daerah Bonjol secara regional. Peta ini juga menggunakan densitas rata-rata 2.65 g/cm3. Anomali regional ini memperlihatkan pola kelurusan yang berarah barat laut-tenggara dan nilai anomali cenderung mengecil ke arah tenggara. Pola kontur anomali regional memperlihatkan pola menjarang dibagian tengah dan merapat pada ujung utara dan ujung barat daya. 32 Gambar 4.3 Peta penyebaran anomali regional Bonjol 33 4.1.3 Interpretasi Anomali Residual (Sisa) Peta penyebaran anomali residual (sisa) daerah Bonjol merupakan tampilan data hasil pengurangan data anomali Bouguer lengkap (CBA) yang merupakan gabungan respon anomali gravitasi dangkal dan dalam dengan data anomali regional respon anomali gravitasi dalam. Sebagai hasilnya, pada peta penyebaran anomali residual ini dapat diamati efek atau respon anomali gravitasi dangkal. Sama seperti kedua peta anomali sebelumnya, peta penyebaran anomali residual menggunakan koreksi densitas atau densitas rata-rata sebesar 2.65 g/cm3. Sebaran nilai anomali residual daerah Bonjol dapat dibagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut: 1. Nilai anomali >3 sampai dengan 14 g/cm3 dikelompokkan sebagai kelompok anomali tinggi. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang umumnya masih segar dan massif dan diperkirakan sebagai zona potensi sumber panas bumi pada daerah penelitian. 2. Nilai anomali -8 sampai dengan 3 g/cm3 dikelompokkan sebagai anomali sedang. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan dan/atau batuan sedimen. 3. Nilai anomali <-8 sampai dengan -20 g/cm3 dikelompokkan sebagai kelompok anomali rendah. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan secara intensif dan/atau batuan sedimen dan alluvial. Dari peta anomali residual terlihat adanya pengkutuban anomali rendah di bagian tengah daerah penelitian yang mengindikasikan struktur graben. Pengkutuban ini dapat disebabkan karena adanya kontras densitas rendah antara satuan batuan yang mengisi struktur graben (Sedimen Danau) dengan daerah di sekitarnya yang memiliki batuan dengan densitas tinggi. Pada peta penyebaran anomali residual juga dapat diamati bahwa batas penyebaran antar kelompok anomali memiliki orientasi arah yang cenderung sama dengan struktur sesar yang ada. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh atau kontrol struktur terhadap penyebaran nilai anomali residual di daerah Bonjol. Hal ini memberikan informasi bahwa penyebaran sumber panas di daerah penelitian juga dikontrol oleh sesar-sesar selain dikontrol oleh litologi yang ada. 34 Perkiraan Zona Potensi Sumber Panas Gambar 4.4 Peta penyebaran anomali residual (sisa) Bonjol 35 Setelah mengetahui perkiraan zona potensi sumber panas dari peta anomali residual, tahap selanjutnya adalah mengetahui kedalaman sumber panas dan kondisi geologi di bawah permukaan dengan membuat pemodelan 2D penampang gravitasi. Pemodelan ini dibuat menggunakan program GM-SYS berdasarkan data gravitasi sepanjang penampang gravitasi dan disesuaikan dengan data geologi yang ada pada daerah penelitian. Penampang yang dihasilkan adalah penampang A-B yang berarah barat daya-timur laut. Hasil model gravitasi diinterpretasikan sebagai satuan batuan yang memotong penampang. Maka harus diketahui besar densitas relatif dari setiap satuan batuan dan menentukan satuan yang ada pada penampang. Penulis menggunakan data densitas satuan batuan dari Pusat Sumber Daya Geologi (2007). Penentuan densitas ini dilakukan dengan cara mengambil sampel batuan yang representatif dan menghitung besar densitasnya. Sedangkan penentuan satuan geologi yang terdapat pada penampang ditentukan dari peta geologi daerah Bonjol (Pusat Sumberdaya Geologi, 2007). Tabel 4.1 Densitas sampel batuan daerah panas bumi Bonjol (Pusat Sumber Daya Geologi, 2007) No. 1 2 3 4 5 6 Nama Batuan Lava Tua Lava Bukit Tinggi Lava Baringin Lava Bukit Simarabun 1 Lava Bukit Simarabun 2 Lava Malintang Densitas (g/cm3) 2,68 2,52 2,87 2,69 2,51 2,63 Hasil penampang gravitasi menunjukkan adanya intrusi pada kedalaman ±3000 m berada di bagian tengah penampang. Penulis memperkirakan intrusi tersebut adalah intrusi andesit dan memperkirakan bahwa intrusi tersebut merupakan sisa magma hasil erupsi Bukit Gajah yang terjadi pada zaman Kuarter (Pusat Sumberdaya Geologi, 2007). Ini dikarenakan letak anomali positif tersebut berada di sekitar Bukit Gajah. Keterbatasan data gravitasi yang diperoleh dan adanya faktor ambiguitas menyebabkan tingkat akurasi pemodelan tidak begitu tinggi, tetapi pemodelan ini dapat dipakai untuk estimasi atau sebagai pedoman dalam eksplorasi lebih lanjut. 36 Gambar 4.5 Model 2D penampang gravitasi A-B daerah Bonjol 37 Gambar 4.6 Model geologi untuk penampang gravitasi A-B daerah Bonjol Berdasarkan model geologi untuk penampang gravitasi A-B yang berarah barat daya– timur laut pada daerah Bonjol terlihat adanya struktur-struktur geologi berupa tiga buah sesar normal, struktur half graben, dan sebuah zona depresi yang dibatasi oleh dua sesar normal yaitu sesar Takis dan sesar Bonjol. Model geologi juga menunjukkan adanya intrusi pada kedalaman ±3000 m berada di bagian tengah penampang. Penulis memperkirakan intrusi tersebut adalah intrusi andesit dan memperkirakan intrusi tersebut merupakan magma sisa hasil dari pusat erupsi Bukit Gajah yang terjadi pada zaman Kuarter (Pusat Sumberdaya Geologi, 2007). Ini dikarenakan letak anomali positif tersebut berada di sekitar Bukit Gajah. 4.2 Metode Resistivitas Metode resistivitas atau disebut juga dengan metode geolistrik merupakan metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui karakter fisik batuan di bawah permukaan berupa penyebaran resistivitas batuan. Seperti yang tertulis pada bab 2 (Prinsip Dasar), metode ini menangkap arus yang dikirimkan ke dalam tanah, dan menghitung beda potensial yang ada. Dengan mengetahui kuat arus dan beda potensial, maka nilai resistivitas semu akan diperoleh. Nilai resistivitas batuan mencerminkan kondisi fisik dari batuan yang diamati. Nilai resistivitas batuan berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas batuan. Dari sudut pandang 38 geologi, nilai konduktivitas batuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: porositas, temperatur, permeabilitas, keberadaan dan jenis fluida, dan indikasi kandungan logam. Porositas dan permeabilitas pada batuan memberikan ruang untuk diisi oleh fluida. Fluida yang mengisi ruang pada batuan memiliki konduktivitas yang lebih tinggi dari konduktivitas batuan sekitarnya. Oleh karena itu, keberadaan porositas dan permeabilitas yang diikuti oleh kehadiran fluida akan memberikan nilai resistivitas yang lebih kecil dari batuan sekitarnya. Jenis fluida juga mempengaruhi harga konduktivitas. Sebagai contoh, fluida pada sistem geotermal umumnya banyak mengandung ion-ion seperti HCO 3 -, SO 4 2-, Cl-, dll. yang berkontribusi meningkatkan harga konduktivitas batuan. Metode resistivitas pada studi ini menggunakan konfigurasi Schlumberger yang titik pengukurannya berupa garis lurus dan memiliki jarak antartitik pengukuran yang relatif sama. Metode resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger mempunyai kedalaman penyebaran resistivitas lateral batuan maksimal hanya 1/3 dari panjang jarak elektroda terjauh. Lebih dalam dari itu maka tingkat akurasinya diragukan atau tidak akurat lagi. Data resistivitas yang digunakan pada studi ini ada 2, yaitu penampang resistivitas (sounding) dan pemetaan resistivitas (mapping). Data pemetaan resistivitas (mapping) menunjukkan penyebaran lateral dari resistivitas batuan pada kedalaman tertentu yang ditampilkan dalam bentuk peta kontur dengan program Surfer 8. Sedangkan data penampang resistivitas semu mencerminkan total resistivitas yang terbaca di setiap titik pengamatan yang dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman dari zona resistivitas rendah (batuan penutup). Data tersebut diolah dengan menggunakan program IPI2win. Titik-titik pengamatan untuk survei pemetaan resistivitas dan penampang resistivitas tertera pada gambar 4.7 dan gambar 4.8. Pada eksplorasi atau penyelidikan potensi panas bumi, metode resistivitas digunakan untuk mengetahui zona batuan penutup. Adapun zona reservoar panas bumi diasumsikan berada di bawah zona batuan penutup. Berdasarkan penjelasan di atas, penentuan zona penutup adalah daerah yang memiliki nilai resistivitas rendah (<10 Ωm). Metode yang digunakan hanya dapat menentukan kedalaman penyebaran resistivitas lateral batuan maksimal sampai 350 meter (AB/2=1000m) dan tebal dari zona batuan penutup ini tidak dapat ditentukan dengan pasti. 39 Gambar 4.7 Peta lokasi survei pemetaan resistivitas (mapping) daerah Bonjol 40 Gambar 4.8 Peta lokasi survei penampang resistivitas (sounding) daerah Bonjol 41 4.2.1 Interpretasi Hasil Survei Pemetaan dan Penampang Resistivitas Berdasarkan penjelasan sebelumnya, area yang dijadikan target adalah area dengan nilai resistivitas rendah (<10 Ωm) dan mendelineasi area-area tersebut dari pemetaan resistivitas dan penampang resistivitas. Area tersebut merupakan area yang memiliki potensi panas bumi yang baik sebagai batuan penutup ataupun sebagai reservoar panas bumi (zona reservoar panas bumi diasumsikan berada di bawah zona batuan penutup). Dari hasil pemetaan (mapping) resistivitas daerah Bonjol dapat diamati bahwa sebaran area dengan nilai resistivitas rendah berada pada zona depresi Bonjol (di sekitar mata air panas daerah Bonjol atau bagian tengah dari daerah penelitian). Penyebaran area dengan nilai resistivitas rendah ini sangat dipengaruhi oleh struktur sesar yang ada di daerah penelitian khususnya untuk sesar normal Padang Baru. Struktur sesar yang ada di daerah penelitian memungkinkan fluida hidrotermal naik dan menyebabkan batuan yang dilaluinya berubah menjadi lempung hidrotermal yang dapat bertindak sebagai batuan penutup maupun reservoar sistem panas bumi. Posisi area dengan nilai resistivitas rendah (<10 Ωm) untuk tiap kedalaman konfigurasi tidak selalu sama. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur sesar di daerah Bonjol bersifat kompleks di mana ada daerah dengan konektivitas struktur (permeabilitas) yang baik dan ada yang kurang baik, serta memiliki peran penting dalam penyebaran resistivitas batuan. 42 Gambar 4.9 Pemetaan resistivitas (mapping) semu AB/2 = 250 meter 43 Gambar 4.10 Pemetaan resistivitas (mapping) semu AB/2 = 500 meter 44 Gambar 4.11 Pemetaan resistivitas (mapping) semu AB/2 = 750 meter 45 Gambar 4.12 Pemetaan resistivitas (mapping) semu AB/2 = 1000 meter 46 Penampang resistivitas lapangan panas bumi daerah Bonjol line B, E, dan F (gambar 4.13, 4.14, dan 4.15) dapat menunjukkan penyebaran nilai resistivitas secara vertikal dan sudah menunjukkan nilai kedalaman. Dengan pertimbangan bahwa akurasi vertikal dari penampang resistivitas lebih baik dari pemetaan (mapping), maka kemunculan zona resistivitas rendah dimulai pada ketinggian 320 meter dari permukaan laut. Hasil dari penampang resistivitas line E4000-E5000-E6050 dan F4500-F5200-F6000 juga merekam jejak dari sesar normal Padang Baru yang terkubur di bawah permukaan. Hasil ini memperkuat interpretasi hasil pemetaan resistivitas bahwa penyebaran area dengan nilai resistivitas rendah dipengaruhi oleh struktur sesar yang ada di daerah penelitian khususnya untuk sesar normal Padang Baru. Struktur sesar yang ada di daerah penelitian memungkinkan fluida hidrotermal naik dan menyebabkan batuan yang dilaluinya berubah menjadi lempung hidrotermal yang dapat bertindak sebagai batuan penutup sistem panas bumi. 47 Gambar 4.13 Penampang resistivitas lapangan panas bumi daerah Bonjol line B Gambar 4.14 Penampang resistivitas lapangan panas bumi daerah Bonjol line E 48 Gambar 4.15 Penampang resistivitas lapangan panas bumi daerah Bonjol line F 49