BURSA f2 Bisnis Indonesia, Rabu, 10 November 2010 PREDIKSI Konsolidasi perkuat emiten menara Penguatan indeks masih berlanjut Saham Sarana Menara melejit 966% sejak IPO OLEH INDRA Analis Bisnis Indonesia Intelligence Unit JAKARTA: Perjalanan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat dikhawatirkan ada aksi profit taking ternyata terjadi sebaliknya untuk membuat rekor tertingginya kembali. Dalam penutupan perdagangan kemarin, indeks mencatat kenaikan 1,03% ke level 3.737,48. Sementara itu, indeks BISNIS-27 juga berhasil mencatat penguatan 1,54% ke level 337,12. Sentimen positif di atas tentu saja beralasan. Pasalnya pertemuan antara Presiden SBY dan Presiden Obama diperkirakan meningkatkan nilai investasi Amerika Serikat di Indonesia. Sentimen positif itu juga diakui oleh Analis Water Front Securities Isfan Helmy Asad. Meskipun tidak spesifik menyebut soal AS, dia mengemukakan penguatan itu tidak terlepas dari masuknya investor asing ke negara ini akibat belum pulihnya perbaikan ekonomi Eropa dan Amerika. “Indeks sepertinya akan mix. Dana asing yang akan masuk ke Indonesia masih terus berlanjut seiring dengan recovery di Amerika dan Eropa masih belum bagus benar,” ujarnya kemarin. Bahkan, Isfan memperkirakan hingga akhir tahun ini indeks masih bisa bertahan pada level 3.700. Bahkan, dia memprediksi jika price to earning ratio (P/E) pasar modal mencapai 19 kali sampai 20 kali, indeks bisa menembus hingga level 3.800–3.900. saat ini, dia mengatakan P/E pasar modal sebesar 17 kali–18 kali. Adapun sektor saham yang dinilai bisa menopang pergerakan indeks hari ini adalah saham dari sektor perbankan seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan sektor konsumer seperti Kalbe Farma. (05) Proses KIK efek beragun aset III disetujui OLEH: IRVIN AVRIANO A. Bisnis Indonesia JAKARTA: Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) memberi lampu hijau terhadap proses pernyataan pendaftaran produk kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK-EBA) III/2010 senilai Rp750 miliar. Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto mengatakan proses itu bisa dilanjutkan seiring dengan adanya penjualan EBA I/2009 dan EBA II/2009 yang menjadi portofolio investasi PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). SMF merupakan salah satu lembaga penyekuritisasi aset KPR yang menjadi aset dua seri EBA yang sudah diterbitkan. Penjualan itu dilakukan SMF kepada PT Mandiri Manajemen Investasi yang akan membentuk reksa dana terproteksi berbasis EBA yang merupakan efek derivatif sebagai produk investasi pertama dengan aset dasar EBA. “Sudah boleh [dilanjutkan prosesnya], karena reksa dana terproteksi Mandiri Investasi telah mendapatkan izin penerbitan dari kami dan izin penjualan dari BI [Bank Indonesia],” ujar Djoko kepada Bisnis akhir pekan lalu. Djoko sebelumnya mensyaratkan pelepasan EBA I dan II yang diterbitkan kepada investor tahun lalu senilai Rp111 miliar dan Rp360 miliar bila proses pernyataan pendaftaran EBA III diteruskan. Hal itu terkait dengan lebih dari 50% dari EBA I dan II yang masih dimiliki SMF sebagai portofolio investasi. Lembaga sekuriti aset itu memiliki EBA I dan II karena tahun lalu belum banyak investor yang tertarik atau belum dapat memasukkan efek turunan KPR itu sebagai salah satu kebijakan investasinya. KPR itu sendiri merupakan piutang PT Bank Tabungan Negara Tbk. EBA I dan II itu diterbitkan dengan bantuan PT Danareksa Investment Management sebagai manajer investasi dan SMF sebagai pelaksana sekuritisasi. PT Standard Chartered Securities bertindak sebagai penjamin emisi, sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk bertindak sebagai bank kustodian. Untuk EBA III senilai Rp750 miliar yang akan terbit, SMF dan BTN dibantu Danareksa Investment serta PT Trimegah Securities Tbk, PT Kresna Graha Sekurindo Tbk, dan PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas sebagai penjamin emisi. PT Bank Mandiri Tbk menjadi kustodian. OLEH ARIF GUNAWAN S. Bisnis Indonesia nyedia menara tidak bertambah signifikan karena industri ini Tower Bersama Sarana Menara masuk di daftar negatif investasi Kode saham TBIG TOWR JAKARTA: Emiten me(DNI). Akibatnya, investor Harga (Rp) 2.825 11.200 asing yang dikenal ekspansif nara seluler berpotensi Saham beredar (miliar) 4,56 1,02 tidak mudah masuk ke industri meraih keuntungan Kapitalisasi pasar (miliar) 12.872,68 11.427,27 ini. jangka menengah mePengembalian dari ekuitas (%) 68,22 72,34 Guna mengoptimalkan pelunyusul tren konsolidasi ang tersebut, Tower Bersama berencana membangun 600 di industri seluler, yang Sarana S ran Menara Mena ara ar a Tbk. menara baru tahun ini dengan diperkirakan berujung mengalokasikan dana Rp200 3.000 pada peningkatan kebuRp2.825 miliar. Saat ini, perusahaan 2.025 tuhan sewa menara. milik Sandiaga Uno ini telah 12.500 memiliki 2.700 menara telekoTower Bersama Tbk. Rp11.200 1.900 munikasi yang digunakan 4.000 Situasi ini menjelaskan tingpenyewa. ginya minat pemodal terhadap Ekspansi serupa dilakukan saham dua emiten menara 31 Mei. 30 Jun. 30 Jul. 31 Agt. 30 Sep. 29 Okt. 29 Okt. 11 Nov. BISNIS/ADI PURDIYANTO Sarana Menara. Belum lama ini, yakni PT Sarana Menara Sumber: Bloomberg, 2010 Merger tersebut, lanjutnya, ti- saingan akan bergeser pada kua- Direktur Utama Sarana Menara Nusantara Tbk dan PT Tower tren konsolidasi yang tengah terBersama Infrastruktur Tbk yang jadi di industri seluler bukan dak berujung pada penghapusan litas layanan dan bukan lagi pa- Adam Gifari menyebutkan prospek industri penyewaan menara baru mencatatkan saham di menjadi ancaman bagi perusaha- layanan salah satu pihak maupun da perang tarif. Namun, lanjutnya, merger per- telekomunikasi masih berpean menara telekomunikasi, me- pembatalan kontrak sewa menara bursa tahun ini. Saham Sarana Menara (TOWR) lainkan justru membuka peluang yang telah ditandatangani. Seba- usahaan-perusahaan seluler tidak luang tumbuh. liknya, masing-masing entitas akan terjadi dalam waktu dekat, Bisnis mencatat pemain di bisnis kemarin berada di level Rp11.200, kenaikan kinerja. “Perang tarif akan mereda dan masih tetap mengoperasikan la- sehingga dampaknya belum akan sewa menyewa menara nasional melesat 966,67% dalam 7 bulan sejak pencatatan perdana, se- posisi keuangan perusahaan selu- yanan seluler kepada pelanggan tercermin dalam kinerja persero- hanya dikuasai tiga pemain besar. an sekarang. Mereka adalah Sarana Menara dangkan saham Tower Bersama ler lebih kuat pascamerger se- mereka. Analis PT BNI Securities Akhmelalui anak usahanya PT (TBIG) bercokol pada harga hingga mereka bisa lebih mengProfesional Telekomunikasi IndoRp2.825 per unit atau naik genjot kapasitasnya untuk me- mad Nurcahyadi menilai merger Pemain terbatas ngembangkan jaringan. Bisnis pelaku usaha seluler akan beru39,51% dalam 2 pekan. Di tengah potensi kenaikan nesia (Protelindo), Tower Bersama, Direktur Tower Bersama Helmi penyewaan menara justru diun- jung pada kenaikan kebutuhan permintaan sewa menara terse- dan PT Indonesia Tower. (RATNA ekspansi mereka, karena per- but, Helmi meyakini jumlah pe- ARIYANTI) ([email protected]) Yusman Santoso mengatakan tungkan,” tuturnya kemarin. Pergerakan saham emiten menara Laba emiten keramik naik BISNIS INDONESIA BISNIS/RAHMATULLAH OBLIGASI DANAMON: Dirut Bank Danamon Henry Ho (kedua kanan) bersama Direktur Keuangan Vera Eve Lim (kanan), Direktur PT Danareksa Sekuritas Reza B. Zahar (kedua kiri) dan Direktur PT Kresna Graha Sekurindo Andrew Haswin berbincang seusai memberikan keterangan pers berkaitan dengan penerbitan obligasi Bank Danamon sebesar Rp2 triliun di Jakarta, kemarin. JAKARTA: Laba bersih emiten industri keramik dan kaca sepanjang Januari-September 2010 rerata Rp80,56 miliar, melonjak lebih dari 100% meski kenaikan biaya energi mengangkat biaya operasional perseroan. Kenaikan kinerja industri tersebut, sejauh ini masih ditopang oleh kinerja sektor otomotif dan properti. Dari lima emiten yang telah melaporkan kinerja keuangannya, tiga emiten membukukan kenaikan laba bersih, sedangkan dua lainnya mencatat penurunan laba bahkan menderita kerugian. PT Asahimas Flat Glass Tbk mengangkat kinerja laba bersih emiten industri keramik dan kaca dengan nilai laba bersih sebesar Rp226 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp24 miliar. Dibandingkan dengan emiten lainnya, pertumbuhan laba bersih Asahimas hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan pe- riode yang sama tahun sebelumnya. Emiten lain yang mencetak kenaikan laba yakni PT Surya Toto Indonesia Tbk dan PT Arwana Citra Mulia Tbk, sementara emiten yang laba bersihnya turun yakni PT Keramika Indonesia Asosiasi Tbk. Adapun PT Intikeramik Alamsari Industri Tbk membukukan nilai kerugian hingga Rp40,68 miliar, lebih dalam dari nilai kerugian periode yang sama tahun lalu Rp12,53 miliar. Corporate Control & Finance Manager Asahimas Flat Glass Rusli Pranadi mengatakan persoalan yang dihadapi pelaku industri kaca dan keramik yakni menyangkut ketersediaan pasokan energi. Di tengah membaiknya iklim industri perumahan dan otomotif, kenaikan tarif dasar listrik pada pertengahan tahun ini mengakibatkan pelaku industri harus menyesuaikan biaya produksinya. “Sejauh ini kendala yang masih sering dihadapi yakni soal pasokan dan kenaikan harga gas alam di kuartal I/2010, serta tarif listrik yang juga naik,” ujarnya, kemarin. (09) Misteri marketing rights Berau Coal OLEH BASTANUL SIREGAR Wartawan Bisnis Indonesia iapa sebenarnya pemilik hak eksklusif pemasaran (marketing rights) PT Berau Coal masih merupakan tanda tanya. Masing-masing punya klaim sendiri, dan kita berhak bertanya: Di mana gerangan otoritas bursa berada. Awal pekan ini, Noble Group Ltd, raksasa komoditas yang berbasis di Hong Kong, merilis penunjukannya sebagai pemegang hak eksklusif pemasaran PT Berau Coal, produsen batu bara terbesar ke lima nasional yang 90% sahamnya dikuasai PT Berau Coal Energy Tbk. Noble akan memasarkan batu bara Berau Coal ke pasar ekspor, kecuali untuk Jepang dan Malaysia. Pasar ekspor Jepang masih dipegang Sojitz Corporation yang menguasai 10% saham Berau Coal. Pasar Malaysia dikendalikan tim pemasaran Berau Coal. Produksi batu bara Berau Coal tahun ini ditargetkan 17,9 juta ton. Sebanyak 30% atau 5,4 juta ton dari total produksi itu diserap pasar domestik, sisanya ekspor. Dengan marketing rights itu, Noble bertanggung jawab mengatur manajemen kontrak seluruh perjanjian ekspor dan menjalin kerja sama dengan tim logistik dari Berau Coal. Tidak ada hal yang luar biasa sebetulnya dari penunjukan itu, kecuali dia sekaligus memberi S tanda ketimbang pesaing-pesaingnya, Noble sudah lebih dekat untuk menjadi pembeli 20% saham PT Bukit Mutiara—pemilik 90,26% saham Berau Energy. Memang tidak ada penjelasan dalam pengumuman itu, apakah penunjukan Noble sebagai pemegang hak eksklusif pemasaran batu bara Berau Coal ada kaitannya dengan penjualan 20% saham Bukit Mutiara, yang memang sedang dalam proses negosiasi. Yang pasti, bersama sejumlah raksasa komoditas lain seperti Glencore, Noble adalah salah satu kandidat pembeli saham 20% saham Bukit Mutiara. Nilai saham itu ditaksir Rp3,6 triliun, dan menurut rencana akan digunakan Bukit Mutiara untuk melunasi utangnya. Namun, penunjukan tersebut mengagetkan karena ada dua fakta sekaligus yang saling berlawanan. Pertama, hak eksklusif pemasaran yang dimiliki Noble itu, dalam versi PT Bumi Resources Tbk, adalah hak yang diklaim akan menjadi miliknya. Produsen batu bara terbesar nasional anggota Grup Bakrie itu mengklaim, seperti terungkap dalam laporan keuangan 2009 dan laporan semester pertamanya tahun ini, karena marketing rights itu merupakan bagian dari perjanjiannya dengan Bukit Mutiara. Perjanjian yang dimaksud adalah pinjaman US$300 juta dari Bumi ke Bukit Mutiara pada 2 November 2009. Bunganya dipatok 12% dengan tenor 6 tahun. Pinjaman itu digunakan Bukit Mutiara untuk membiayai akuisisi 90% saham Berau Coal senilai total US$1,48 miliar. Deal manis Bumi sendiri mendapatkan dana itu dari penerbitan obligasi tukar bernilai sama, tapi dengan tenor lebih panjang 1 tahun dan bunga lebih rendah 7%. Deal manis ini masih ditambah syarat itu tadi, yakni apabila akuisisi Berau Coal tuntas, marketing rights-nya menjadi milik Bumi. Sudah pasti, sweet deal yang diterima Bumi itu mengundang syak, jangan-jangan keduanya terafiliasi. Bagaimana Bukit Mutiara memberikan marketing rights Berau Coal, mengingat bunga utang yang dibayar ke Bumi sudah tinggi. Sebuah kecurigaan yang tentu saja dibantah. Perlu segera ditambahkan, 15% saham Noble dikuasai China Investment Corporation (CIC). CIC mengakuisisi saham Noble tepat sehari sebelum membeli utang Bumi senilai US$1,9 miliar September tahun lalu. Sampai sekarang, CIC masih tercatat sebagai kreditur Bumi. Fakta kedua yang berlawanan dengan pengumuman Noble itu adalah versi Berau Energy dan Bukit Mutiara sendiri. Dalam versi ini, sejak 30 Desember tahun lalu atau bersamaan dengan tuntasnya akuisisi Berau Coal, marketing rights itu diklaim menjadi milik Maple Holdings. Maple awalnya dikendalikan Bukit Mutiara melalui anak usahanya, Regulus International Pte Ltd. Deskripsi kerja Maple sama persis dengan apa yang baru diumumkan Noble. Maple akan memasarkan batu bara Berau Coal untuk pasar ekspor kecuali Jepang yang dimiliki Sojitz. Perbedaannya, Noble tidak memerinci berapa sebetulnya dia mendapatkan komisi dari hak eksklusif pemasaran itu. Noble juga tidak mengungkapkan kapan posisinya sebagai pemegang marketing rights tersebut berakhir, dan apakah posisinya tersebut bisa diperpanjang. Sementara Maple, dalam perjanjian marketing rights-nya de- ngan Berau Coal menyebutkan akan menerima komisi 2% dari total penjualan batu bara yang diinisiasinya. Perjanjian itu efektif 10 tahun sejak 30 Desember 2009 dan dapat diperpanjang 10 tahun berikutnya. Seolah tidak memedulikan adanya klaim Bumi, beberapa bulan setelah akuisisi Berau Coal dan perjanjian marketing rightsnya dengan Maple tuntas, pada 9 Agustus, Berau Energy menerbitkan prospektus penawaran saham publiknya. Dalam prospektus itu, tak satu pun ada disebutkan janji pemberian marketing rights Berau Coal ke Bumi. Justru, yang ada adalah rencana Berau Energy ‘mengambil alih kembali’ marketing rights Berau Coal dari Bukit Mutiara. Prospektus itu, yang juga dikonfirmasi laporan keuangannya per 30 September, menyebutkan Berau Energy akan menggunakan sebagian dana IPO-nya, US$225 juta, untuk mencaplok Maple dari Regulus. Akuisisi tersebut dilakukan anak usahanya, Seacoast Offshore Inc. Sampai di sini, kita sampai pada beberapa kemungkinan: Pemegang marketing rights Berau Coal adalah (1) Bumi; (2) Maple; (3) Noble; (4) Maple dan Noble; (5) Bumi dan Maple; (6) Bumi dan Noble. (7) Tak satu pun. “Halo-halo, otoritas bursa, Anda masih di sana?” (bastanul. [email protected])