II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia Secara fisik, karakteristik taman nasional digambarkan sebagai kawasan yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol, kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi yang besar, aksesibilitas baik, dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah (MacKinnon et al. 1990). Kawasan taman nasional memiliki manfaat majemuk, seperti : tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Tujuan dibentuknya kawasan taman nasional diantaranya untuk : - melindungi kawasan alami dan berpandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional, serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi ( MacKinnon et al. 1990); dan - terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya dan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (UU No. 5/1990). IUCN melalui Commission for Ecosystem Management (IUCN-CEM) mendefinisikan pengelolaan ekosistem sebagai suatu proses yang mengintegrasikan ekologi, sosial ekonomi, dan faktor kelembagaan dalam suatu analisis dan aksi yang komprehensif dengan tujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kualitas ekosistem agar dapat menjembatani antara kebutuhan saat ini dan kebutuhan di masa depan. Dasar dari pengelolaan ekosistem adalah kelestarian, efisiensi, pemanfaatan yang adil dari sumberdaya alam. Noss and Cooperrider (1994) menyebutkan bahwa pengelolaan ekosistem adalah sistem pengelolaan area untuk melindungi populasi secara lestari untuk semua spesies asli, melestarikan alam dari regim gangguan dalam skala regional, mengadopsi rencana pengelolaan jangka panjang, dan pemberian ijin pemanfaatan oleh manusia pada level yang tidak mengakibatkan degradasi secara ekologi dalam jangka panjang. Pengelolaan sumberdaya alam hayati di kawasan yang dilindungi meliputi seluruh proses yang berjalan dalam ekosistem. Ini memerlukan pemahaman prinsip-prinsip ekologi, suatu apresiasi terhadap proses ekologi yang berjalan 7 dalam kawasan yang dilindungi dan penerimaan konsep bahwa pengelolaan kawasan yang dilindungi merupakan suatu bentuk khusus dari penggunaan lahan (MacKinnon et al. 1990). Pengelolaan suatu kawasan konservasi akan ditentukan oleh tujuan dari pembentukan kawasan konservasi tersebut. Dalam banyak hal suatu pengelolaan yang aktif diperlukan untuk dapat menjangkau tujuan tersebut. Di alam sendiri hampir tidak ada yang disebut dengan “lingkungan yang stabil” bahkan didalam suatu blok hutan hujan klimaks yang belum terganggu. Di Indonesia, kewenangan penetapan kriteria, standar dan penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestaraian alam, taman buru termasuk daerah aliran sungai didalamnya diserahkan kepada pemerintah pusat (PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi, bab II pasal 2 ayat 4). Sedangkan pemerintah daerah dapat membantu sebagian urusan pelaksanaan konservasi seperti penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan, tata batas, dan penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis (UU No. 5/1990 Bab 10 dan PP No. 25/2000 pasal 3 ayat 4). Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan di ketiga bentuk Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam) dengan mengikutsertakan masyarakat (Pratiwi 2008). 2. 2. Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi 2. 2. 1. Kinerja Evaluasi kinerja pengelolaan kawasan konservasi bertujuan untuk menilai kemajuan yang diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan jangka pendek dan jangka panjang (MacKinnon et al. 1990). Pengelolaan kinerja adalah penggunaan informasi pengukuran kinerja untuk mendapatkan efek perubahan positif dalam budaya, proses dan sistem organisasi. Pengukuran kinerja adalah proses penilaian terhadap kemajuan yang telah dilakukan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, termasuk informasi mengenai efisiensi sumberdaya yang digunakan untuk menghasilkan barang/jasa, kualitas output yang dihasilkan, outcomes, dan efektifitas pelaksanaan dalam arti berapa kontribusi setiap kegiatan terhadap hasil tujuan yang tercapai (Dephut 2004). 8 Ukuran kinerja adalah standar yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Ukuran kinerja menjelaskan pengukuran yang tepat yang dapat menghasilkan indikator, baik kualitatif maupun kuantitatif, yang menunjukkan secara eksplisit maupun implisit indikasi keberhasilan pencapaian tujuan (Dephut 2004). Standar adalah ukuran yang secara eksplisit dibutuhkan dalam sebuah rencana dan pengelolaan. Standar ditentukan untuk menunjukkan pencapaian suatu keadaan yang diinginkan dan tujuan yang ditetapkan dalam sebuah rencana atau pengelolaan serta berkesesuaian dengan hukum, regulasi, dan kebijakan yang diberlakukan. Standar harus dapat diadaptasikan dan merupakan penilaian ukuran kinerja (Dephut 2004). 2. 2. 2. Beberapa Metodologi Penilaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Kebutuhan untuk membangun “alat dan panduan” untuk mengevaluasi kualitas ekologi dan manajerial dari kawasan konservasi mulai diperkenalkan dalam Bali Action Plan dan diadopsi dalam World Congress on National Parks ketiga (Kongress Bali) pada tahun 1981. Pada World Parks Congress keempat tahun 1992, identifikasi pengelolaan kawasan konservasi yang efektif merupakan salah satu isu utama dalam pengelolaan kawasan konservasi dan meminta IUCN untuk membangun suatu sistem monitoring keefektifan pengelolaan taman nasional (Leverington 2008). Penilaian kinerja dan keefektifan pengelolaan kawasan konservasi telah banyak dilakukan di beberapa negara. Sampai dengan tahun 2007, setidaknya ada lebih dari 6300 penilaian kinerja dan keefektifan pengelolaan kawasan konservasi di dunia. Menurut Leverington (2008) metodologi yang paling banyak digunakan diseluruh dunia adalah RAPPAM (lebih dari 1400 kawasan konservasi) dan Tracking Tool (lebih dari 1000 kawasan konservasi). WWF bekerjasama dengan Departemen Kehutanan (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) pernah melakukan penilaian keefektifan pengelolaan di beberapa taman nasional di Indonesia dengan menggunakan RAPPAM dan METT pada tahun 2004 dan 2010. 9 Tabel 1 Beberapa metodologi penilaian kinerja dan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Metodologi Organisasi /Referensi Rapid Assesment and Prioritisation of Protected Area Management (RAPPAM) Management Effectiveness Tracking Tool Enhancing Our Heritage WWF (Ervin 2003) How is Your MPA Doing NOAA/National Ocean Service/IUCNWCPA Marine, WWF (Pomeroy et al. 2004) TNC (The Nature Conservancy Conservation Action Planning World Bank/WWF Alliance (Stolton et al. 2007) UNESCO (Hocking et al. 2007) 2007) WWF-World Bank MPA score card WWF-World Bank (Staub Hatziolos 2004) Conservation International Conservation Internationl Management Effectiveness Tracking Tool Sumber : Leverington (2008) and 2. 3. Standar Kinerja Pengelolaan Taman Nasional ( diacu dalam Dephut 2004) Standar Kinerja Pengelolaan Taman Nasional yang dikembangkan oleh PHKA dan DKSHE IPB, diturunkan mengikuti logical framework yang berhierarki dimulai dari level yang paling abstrak sampai dengan level yang paling konkrit/operasional yang dapat diukur. Hierarki tersebut dimulai dari elemen goal atau tujuan pengelolaan taman nasional, kemudian diikuti oleh elemen prinsipal, kriteria, dan indikator. Penjenjangan informasi {Tujuan, Prinsip (P), Kriteria (K), dan Indikator (I) dalam penilaian pengelolaan Taman Nasional lestari dilakukan untuk menjamin konsistensi berfikir dalam mengembangkan standar yang koheren (Dephut 2004). Tujuan dari pengelolaan taman nasional adalah melaksanakan konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan setiap komponennya secara lestari, dan pembagian keuntungan yang adil dalam penggunaan sumberdaya genetik. 10 Tercapainya tujuan suatu pengelolaan taman nasional jika mampu memenuhi halhal sebagai berikut : a. Kemantapan Kawasan b. Kelestarian Fungsi Ekologi c. Kelestarian Fungsi Ekonomi Sumberdaya Alam d. Kelestarian Fungsi Sosial Budaya Dimensi manajemen Taman Nasional Lestari dapat dikelompokan kedalam tiga manajemen, yaitu : a. Manajemen Kawasan, adalah strategi pengelolaan taman nasional yang meliputi pemantapan kawasan, penataan kawasan dan pengamanan kawasan. Manajemen Kawasan merupakan prasyarat keharusan dalam pengelolaan Taman Nasional Lestari. Adapun dimensi manajemen ini meliputi : 1. Pengukuhan Kawasan 2. Penataan Kawasan 3. Pengamanan Kawasan b. Manajemen Sumberdaya Alam, adalah strategi pengelolaan taman nasional yang merupakan inti kegiatan dalam pengelolaan pengelolan Taman Nasional Lestari. Secara operasional, dimensi manajemen tersebut meliputi: 1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan 2. Pengawetan keanekaragaman hayati 3. Pemanfaatan Sumber Daya Alam c. Manajemen Kelembagaan, merupakan prasyarat kecukupan agar pengelolan taman nasional dapat berlangsung dan berkembang sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dalam dimensi manajemen ini, minimal terdapat 3 (tiga) hal pokok, yakni : 1. Penataan Organisasi 2. Sumberdaya Manusia 3. Keuangan Penetapan tipologi Unit Manajemen Taman Nasional (UMTN) perlu dilakukan untuk mengklasifikasikan taman nasional - taman nasional ke dalam kelompok-kelompok sebagai bahan untuk menetapkan rekomendasi pengelolaan. Tipologi disusun dengan pendekatan yang sederhana, namun mampu (memadai) 11 untuk memberikan gambaran kondisi yang obyektif tersebut. Penetapan tipologi UMTN dilakukan dengan menggunakan aspek-aspek berikut: ekologi, sosial budaya, ekonomi dan kewenangan kewilayahan yang dimiliki. Tipologi untuk taman nasional : - Tipe A : Pengelolaan kolaborasi antara UMTN, satu pemerintah daerah (Kabupaten) dan masyarakat dengan orientasi ekonomi menghasilkan barang dan jasa - Tipe B : Pengelolaan kolaborasi antara UMTN, satu pemerintah daerah (Kabupaten) dan masyarakat dengan orientasi ekonomi menghasilkan jasa - Tipe C : Pengelolaan kolaborasi antara UMTN, beberapa pemerintah daerah (Kabupaten) dan masyarakat dengan orientasi ekonomi menghasilkan barang dan jasa - Tipe D : Pengelolaan kolaborasi antara UMTN dengan beberapa pemerintah daerah (Kabupaten) dan masyarakat dengan orientasi ekonomi menghasilkan jasa. Keempat tipologi taman nasional tersebut dikelola agar tujuan pengelolaan berupa prinsip-prinsip kemantapan kawasan, kelestarian fungsi ekologi, fungsi ekonomi dan sosial-budaya dari keberadaan taman nasional dapat dicapai. Masing-masing tipologi taman nasional mempunyai tingkat kesulitan yang berlainan untuk mencapai setiap prinsip tersebut. Penentuan bobot keempat prinsip tersebut untuk setiap tipologi diperoleh dari panel ahli dengan cara menjawab pertanyaan berikut: ”Dari keempat prinsip tersebut bagaimanakah urutan kepentingannya dalam setiap tipologi taman nasional?” Dalam menjawab pertanyaan tersebut panel ahli dibantu dengan perangkat lunak Expert Choices yang berlandaskan atas metode Analytical Hierarchy Process. Dari argumentasi panel ahli diperoleh beberapa hal yang perlu diperhatikan (Dephut 2004), yaitu: - Fungsi ekologi taman nasional untuk semua tipologi harus menempati tempat tertinggi mengingat pengelolaan taman nasional memang lebih diutamakan untuk memperoleh fungsi ekologi suatu kawasan. 12 - Masing-masing dari keempat prinsip pengelolaan taman nasional (Fungsi kawasan, ekologi, ekonomi dan sosial budaya) dalam setiap tipologi dapat mempunyai tingkat kepentingan yang sama atau berbeda. - Harus ada konsistensi perbandingan bobot setiap prinsip antar tipologi. Selain pada penentuan bobot output pengelolaan taman nasional berupa Prinsip (ada empat buah), tipologi akan berpengaruh terhadap pencapaian nilai baku minimum untuk setiap indikator. Nilai baku minimum indikator ditentukan oleh panel ahli dengan mempertimbangkan pertanyaan: “Untuk indikator tertentu pada tipologi tertentu berapakah nilai yang paling kecil bagi indikator tersebut yang seharusnya didapatkan oleh pengelolaan taman nasional yang sedang berjalan?” Nilai baku minimum untuk setiap indikator pada masing-masing tipologi yang diperoleh dari penilaian panel ahli disajikan pada lampiran 2.