3 PENGANTAR Persaingan bisnis di semua sektor industri meningkat tajam dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Perusahaan menghadapi tantangan perubahan lingkungan yang luar biasa seperti krisis keuangan, tidak menentunya kondisi ekonomi, serta perkembangan pengetahuan dan teknologi. Hanya perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitiflah yang mampu bertahan dan memenangkan persaingan bisnis tersebut. Secara umum upaya yang dilakukan oleh organisasi selalu ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan karyawannya, dengan mendasarkan pada prinsip efektivitas dan efisiensi. Sumber daya yang dimiliki merupakan bekal yang dapat membawa sebuah organisasi tetap eksis apabila dikelola dengan baik. Kodisi ini juga dirasakan dan dialami oleh salah satu pelaku industri di Yogyakarta, yaitu PT Cahaya Fortuna Sejati (selanjutnya akan disingkat dengan PT CFS). Sejak didirikan pada tahun 2007, PT CFS semakin berkembang dan selalu menanggapi gejolak kemajuan dan ketatnya persaingan dalam industri rangka atap baja ringan. Selangkah dua langkah, perusahaan yang pada awalnya berbentuk CV atau Persekutuan Komanditer ini memantapkan diri sebagai Perseroan Terbatas pada tahun 2009. Langkah-langkah meneguh arah dan semakin terpadu. PT CFS telah menjadi pelaku utama yang meniti bidang konstruksi sipil khususnya struktur rangka atap baja ringan sebagai jalur bisnisnya. Layanan utama yang diberikan oleh PT CFS terdiri atas 2 kategori. Pertama adalah layanan penjualan ritel material baja ringan, mulai dari proses pemesanan/pembelian sampai pada layanan terakhir sebelum material dikirim dan yang kedua adalah layanan penjualan proyek terpasang, mulai dari survei proyek, sampai pada layanan terakhir pengajuan surat garansi. Keduanya dilakukan berdasarkan Prosedur Operasional Standar (Standard Operating Procedure) yang terpadu, tepat-guna dan menunjang optimalisasi pelayanan. Diperkuat dengan tenaga-tenaga profesional, yang cerlang dan matang di bidangnya, PT CFS berusaha untuk tetap dan selalu menjadi yang terdepan dan terpercaya dalam industri baja ringan. 4 Pengambil keputusan dan juga pengamat kebutuhan organisasi dipegang seutuhnya oleh direktur sebagai otoritas tertinggi di PT CFS. Selain membuat perncanaan dan perkembangan perusahaan, direktur juga berperan sebagai pengembang bisnis dan organisasi perusahaan, membuat target tahunan dan memastikan pencapaian target tersebut serta melakukan fungsi kontrol terhadap proses pencapaian target. Dalam pelaksanaan kesehariannya direktur dibantu oleh : 1. Finance & Accounting Manager Bertugas untuk melakukan perencanaan keuangan perusahaan; melakukan fungsi kontrol terhadap arus keuangan perusahaan dan bertanggungjawab terhadap pelaporan pajak. Dalam kegiatan kesehariannya seorang finance & accounting manager dibantu oleh tiga orang accounting staff, seorang messenger dan seorang internal audit. 2. Sales Manager Bertugas untuk menetapkan target penjualan bulanan dan tahunan berdasarkan target tahunan yang ditetapkan; membuat perencanaan dan fungsi kontrol terhadap pencapaian target; membuat strategi penjualan dan komunikasi pemasaran serta melakukan fungsi kontrol terhadap kredit macet. Dalam kegiatan kesehariannya seorang sales manager dibantu oleh seorang marketing officer, seorang staf administrasi, dua orang senior sales, dua orang junior sales dan seorang sales counter. 3. Operational Manager Bertanggungjawab terhadap operasional perusahaan secara internal maupun proyek lapangan; membuat rencana pembiayaan dan melakukan fungsi kontrol terhadap pembiayaan operasional tersebut; melakukan perbaikan dan pengambangan untuk meningkatkan fungsi operasional. Dalam melakukan tugasnya dibantu oleh seorang supervisor engineer yang membawahi seorang senior engineer dan dua orang junior engineer; seorang operational staff yang mengontrol tiga orang office boy dan tiga orang supir operasioan, serta seorang senior project officer yang membawahi seorang surveyor staff dan seorang scheduling staff. 4. Factory Manager Bertugas membuat perencanaan pembiayaan produksi berdasarkan target penjualan; mengatur perencanaan dan pembelian material; serta 5 mengkaji efisiensi produksi termasuk mesin dan sumber daya manusia yang terkait dengan produksi. Dalam melaksanakan kesehariannya dibantu oleh seorang staf administrasi, seoran dispatcher, seorang supervisor production dan empat orang pelaksana harian. 5. Engineer Bertugas untuk melakukan analisa perkiraan biaya proyek sebagai dasar sales dalam melakukan penjualan; membuat gambar perencanaan proyek serta melakukan fungsi kontrol terhadap pembiayaan proyek. 6. Head Office PT CFS memiliki dua kantor cabang di Magelang dan Solo. Kepala cabang di wilayah Magelang dibantu oleh seorang project officer, seorang administrasi keuangan, seorang administrasi pemasaran dan dua orang sales. Sedangkan kantor cabang Solo seorang kepala cabang dibantu oleh seorang project officer dan seorang staf administrasi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka truktur organisasi yang ada di dalam PT CFS dapat digambarkan sebagai berikut : Director Finance & Accounting Manager Accounting Accounting Purchasing Receivable Messenger Accounting Staff Internal Audit Sales Manager Sales Administration Marketing Officer Senior Sales Junior Sales Sales Counter Operational Manager Supervisor Engineer Senior Engineer Operational Staff Junior Engineer Senior Project Officer Office Boy Driver Production Supervisor Operational Factory Manager Production Administration Dispatcher Head Office Magelang Project Officer Finance Administration Sales Administration Head Office Solo Project Officer Administration Gambar 1. Struktur organisasi PT CFS Sales Surveyor Staff Scheduling Staff 7 Berdasarkan struktur dan deskripsi kerja masing-masing bagian tersebut, dapat terlihat bahwa diperlukan komitmen terhadap organisasi yang kuat agar organisasi ini dapat stabil melakukan pengembangan dan mencapai visinya, yaitu menjadi perusahaan terkemuka, terdepan dan terpercaya di bidang bahan bangunan inovatif. Perkembangan di PT CFS sendiri selain ditengarai dengan perkembangan target kerja juga diikuti oleh adanya perkembangan jumlah karyawan yang mengikuti adanya pertambahan posisi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Rentang usia bervariasi antara 23 sampai dengan 34 tahun. Rentang pendidikan mulai dari SMP sampai dengan strata satu. Pemilihan karyawan dilakukan dengan menggunakan tes kompetensi sehingga mereka yang masuk dan bergabung diperkirakan memiliki kompetensi dasar yang dituntut dari masing-masing posisi. Perkembangan yang dialami dari segi bisnis ini tidak serta merta berdiri sendiri melainkan juga didukung dengan perkembangan dalam jumlah pekerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusianya untuk dapat bersaing dengan industri sejenis. Dalam mencapai visinya untuk menjadi perusahaan terkemuka, terdepan dan terpercaya di bidang bahan bangunan inovatif, PT CFS berkomitmen melangkah untuk cepat mengerti dan tepat menanggapi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Keberhasilan mencapai tujuan ini tentu saja membutuhkan kepaduan antar sumber daya manusia yang terlibat dan membutuhkan komitmen yang kuat dalam pelaksanaannya terutama komitmen terhadap organisasi sebagai „kendaraan‟ yang digunakan. Di PT CFS permasalahan komunikasi yang dikhawatirkan nantinya akan berimbas kepada komitmen organisasi seseorang di tempat tersebut adalah ketidak tepatan penafsiran maksud seseorang terhadap orang yang lain. Hal ini akan menyebabkan kesalapahaman antar satu dengan yang lain dengan tidak adanya pemahaman maksud yang sama. Misalnya ada seorang yang memberikan data tanpa menjelaskan lebih lanjut maksud dari data tersebut apakah untuk diproses lebih lanjut, ataukah sudah dilaksanakan atau bahkan sudah disetujui. Contoh lain adalah pada saat seseorang tidak memahami target yang diberikan padanya dan kurang mengerti langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai kinerja optimal sehingga merasa kesulitan dan kemudian memutuskan keluar dari pekerjaan yang diembannya. 8 Interaksi sosial antar anggota dalam sebuah organisasi akan berhasil apabila terjalin komunikasi yang baik dan saling dipahami, demikian pula seluruh anggota merasa ikut terlibat atau berpartisipasi dalam setiap keputusan organisasi sehingga dapat menumbuhkan perasaan memiliki dan perasaan bertanggungjawab terhadap organisasi dan keputusannya. Hal ini menggambarkan bagaimana komunikasi interpersonal yang efektif akan memberikan efek positif terhadap peningkatan komitmen anggota. Dalam dunia kerja, melalui komunikasi interpersonal individu dapat mentransfer pikiran atau informasi yang ia miliki secara langsung kepada individu yang lain. Komunikasi interpersonal tidak hanya saling memberi dan menerima informasi, melainkan juga mencerminkan adanya kehangatan, keterbukaan dan dukungan selama terjadinya komunikasi sehingga dapat menimbulkan kepuasan dan kenyamanan dalam bekerja. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa komitmen anggota terhadap organisasi dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi antar anggota organisasi (Yoon & Thye, 2002). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen anggota organisasi adalah kesempatan untuk melakukan interaksi dengan orang lain yang merupakan salah satu cara pemenuhan kebutuhan sosial manusia. Saat kebutuhan ini terpenuhi, maka akan ada usaha dari individu untuk membalas kepada organisasi sebagai pihak yang memberi pemenuhan kebutuhan, yaitu dengan memberikan komitmen terhadap organisasi. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung pada keterbukaan antara anggota tim dan pemahaman yang jelas tentang ide-ide di antara mereka. Komunikasi yang efektif dapat menolong seseorang memiliki pemahaman yang jelas tentang suatu pendapat atau ide. (Meyer & Herscovitch, 2001; Yoon & Thye, 2002). Komunikasi interpersonal memainkan peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi. Peran komunikasi interpersonal yang efektif dalam suatu organisasi dapat dimulai dari hari pertama seorang bergabung dengan organisasi tersebut. Setiap individu harus berada pada tataran yang sama mengenai kejelasan sebuah ide maupun pesan sehingga terdapat kelancaran arus kerja. Pemimpin tim harus membuat sebuah sistem secara efektif mengkomunikasikan apa yang diharapkan dari rekan-rekan sekerjanya. Rincian, tenggat waktu yang penting, harus dibuat sangat jelas kepada masing-masing anggota untuk mendapatkan kinerja yang produktif. Para anggota juga harus 9 jelas tentang tujuan mereka sehingga dapat bekerja sesuai yang ditargetkan dan memiliki komitmen terhadap apa yang menjadi tugas serta tanggungjawabnya. Komunikasi interpersonal di organisasi dapat mempengaruhi keterikatan anggota terhadap organisasi tempatnya bekerja. Membangun komunikasi yang baik sama dengan membuat keuntungan yang tinggi. Semakin efektif komunikasi interpersonal di kalangan anggota, maka akan semakin tinggi kerjanya. Salah satu karaterisitik komitmen yang mempengaruhi dalam pembentukan komitmen organisasi yang kuat adalah komunikasi yang bersifat dua arah baik secara vertikal maupun searah (De Vries & Treacy-Florent, 2002). Grandjean & Guégen (2011) dalam penelitiannya mendapati bahwa individu yang dapat mengkomunikasikan pemikirannya secara baik dalam proses informasi akan menjadi lebih tertarik terhadap situasi yang terjadi dan lebih terlibat dengan kondisi organisasinya. Proses komunikasi yang terakomodasi dapat memberikan pengaruh positif terhadap perilaku seseorang yang membuatnya lebih terikat dan berkomitmen terhadap lingkungan kerjanya. Dessler (1994) juga menyatakan bahwa komitmen tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor finansial, fisiologis atau jaminan yang diberikan oleh organisasi melainkan juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan psikologis. Salah satu cara untuk menjembatani masalah yang ada dalam sebuah organisasi adalah dengan membudayakan komunikasi interpersonal yang efektif. Komitmen dibangun berdasarkan kepercayaan yang menuntut komunikasi dua arah. Semakin efektif komunikasi interpersonal yang terjadi di tempat kerja, maka akan mampu menumbuhkan, memelihara dan mempertahankan semangat kerja anggota. Semangat kerja yang tinggi akan menimbulkan dampak positif yaitu berupa meningkatnya komitmen anggota terhadap organisasi sehingga tujuan organisasi tercapai (Dessler, 1994; Meyer & Herscovitch,2001; Iqbal, 2010). De Vito (1997) menyatakan agar komunikasi interpersonal berlangsung dengan efektif, maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh para pelaku komunikasi interpersonal tersebut. a. Keterbukaan (openness) Keterbukaan adalah keinginan untuk membuka diri dalam rangka berinteraksi dengan orang lain. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal, yaitu komunikator harus terbuka pada komunikan dan demikian pula sebaliknya, kesediaan 10 komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang, serta mengakui perasaan, pikiran serta mempertanggungjawabkannya. b. Empati (emphaty) Empati adalah kemampuan untuk merasakan hal-hal yang dirasakan oleh orang lain. Hal ini termasuk salah satu cara untuk melakukan pemahaman terhadap orang lain. empati dapat dikomunikasikan secara verbal maupun nonverbal. c. Sikap mendukung (supportiveness) Meliputi tiga hal yaitu descriptiveness yang dipahami sebagai lingkunan yang tidak dievaluasi sehingga individu bebas dalam mengucapkan perasaannya, tidak defensif sehingga orang tidak malu dalam mengungkapkan perasaannya dan orang tidak akan merasa bawa dirinya dijadikan bahan kritikan terus menerus; spontanity dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara spontan dan mempunyai pandangan yang beorientasi ke depan yang mempunyai sikap terbuka dalam menyampaikan pemikirannya; provisionalism dipahami sebagai kemampuan untuk berpikir secara terbuka (open minded). d. Sikap positif (positiveness) Sikap positif dalam komunikasi interpersonal berarti bahwa kemampuan seseorang dalam memandang dirinya secara positif dan menghargai orang lain. Sikap postif tidak dapat lepas dari upaya mendorong, menghargai keberadaan serta pentingnya pihak lain. e. Kesetaraan (equality) Komunikasi interpersonal akan efektif apabila suasananya setara. Dimana ada pengakuan dari kedua belah pihak bahwa mereka samasama berharga dan ada sesuatu yang akan disumbangkan. Kesamaan dalam suatu komunikasi akan menjadikan suasana komunikasi yang akrab dan nyaman, sebab dengan tercapainya kesamaan maka kedua belah pihak baik komunikan maupun komunikator. Kesetaraan tidak berarti menerima semua perilaku verbal dan non verbal pihak lain melainkan memberikan „penghargaan positif tak bersyarat‟. 11 Menurut Lunandi (1994) ada empat aspek yang mempengaruhi komunikasi interpersonal yaitu : a. Citra diri (self-image). Setiap masnusia memliki gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosialnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menjadi penentu bagi apa yang dilihatnya, didengarnya dan bagaimana penilaian terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungannya dengan orang lain. b. Citra pihak lain (the image of the others) Citra pihak lain juga menentukan cara dan kemampuan orang dalam berkomunikasi. Pihak lain, yakni orang yang diajak berkomunikasi memiliki gambaran yang khas bagi dirinya. pada saat berkomunikasi itu ada campur tangan atau umpan balik antara citra diri dan citra pihak lain. c. Lingkungan fisik Faktor lingkungan memiliki pengaruh pada komunikasi karena setiap tempat memiliki norma sendiri yang harus ditaati. Memang tingkah laku manusia berbeda dari suatu tempat ke tempat yang lain. d. Lingkungan sosial Lingkungan sosial merupakan proses komunikasi yang terjadi pada situasi ataupun orangnya. Apabila situasi atau orangnya berbeda maka akan menyebabkan terjadinya proses komunikasi yang berbeda pula. Setiap orang harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan dimana ia berada, memiliki kemahiran untuk membedakan lingkungan yang satu dengan yang lain. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang ada dalam komunikasi interpersonal antara lain didasari oleh sikap terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif, kesamaan antara pihak terkait, citra diri, citra pihak lain, lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang pada akhirnya menimbulkan daya tarik seseorang dalam berkomunikasi juga sikap positif dan kesukaan pada orang lain untuk berkomunikasi yang lebih dikenal dengan atraksi interpersonal. 12 Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan cara yang efektif untuk menjembatani masalah dalam organisasi. Hal ini dikarenakan apabila kebutuhan sosial individu dapat terpenuhi dengan interaksi antar anggota dalam organisasi, maka akan tercipta iklim yang baik dalam upaya membangun dan meningkatkan komitmen anggota terhadap organisasi. Keadaan ini akan menyebabkan individu memahami bagaimana tuntutan lingkungan terhadap dirinya dan sebaliknya ia juga mampu meletakkan dan mengkomunikasikan pemikirannya terhadap pihak lain. Kemampuan komunikasi juga memiliki peranan penting dalam penyelesaian tugas dan kesuksesan pekerjaan ketika berhubungan dengan atasan, bawahan dan klien. (Di Salvo & Larsen, 1987; Yoon & Thye, 2002). Meski kemampuan komunikasi interpersonal merupakan salah satu kemampuan penting, namun tidak semua karyawan merupakan komunikator yang efektif. Terkadang ada pribadi karyawan yang terlalu banyak bicara, bertanya pada waktu yang kurang tepat, kurang mempertimbangkan situasi konsumen pada saat itu, gagal mendengarkan kebutuhan konsumen secara aktif dan kurang terampil dalam bertanya dan mengumpulkan data yang dibutuhkan. (Boroom, Goolsbye, Ramsey, 1998; Shoemaker, Johlke, 2002). Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan tertentu (Robbins,1990) Secara eksplisit hal tersebut menunjukkan bahwa pola interaksi sumber daya manusia dalam organisasi harus diseimbangkan dan diselaraskan agar organisasi dapat tetap eksis. Berdasarkan kondisi tersebut, organisasi yang ingin maju dan berkembang akan memikirkan kepuasan kerja para karyawan untuk menimbulkan semangat bekerja lebih baik lagi. Apabila karyawan tidak mendapatkan kepuasan, maka mereka cenderung akan mencari organisasi lain yang mampu memberikan kepuasan tersebut. Kepuasan kerja yang rendah menimbulkan dampak negatif, seperti mangkir kerja, pindah kerja, produktifitas rendah, kesehatan tubuh menurun, kecelakaan kerja, pencurian (Robbins, 1990). Selain produktivitas perusahaan terhambat biasanya perusahaan akan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menyelesaikan kasus yang terjadi. Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia dalam suatu organisasi menuntut untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan secanggih apapun 13 teknologi yang dipergunakan dalam suatu organisasi serta sebesar apapun modal organisasi, karyawan dalam organisasilah yang pada akhirnya akan menjalankannya. Kontribusi karyawan pada suatu organisasi akan menetukan kemajuan ataupun kemunduran organisasi tersebut. Komitmen organisasi merupakan salah satu variabel perilaku organisasi yang mulai diperhitungkan sebagai variabel yang memiliki pengaruh terhadap kinerja anggota serta merupakan topik yang sering didiskusikan dalam penelitian yang berhubungan dengan kinerja organisasi. Hubungan antara komitmen dengan beberapa variabel organisasi lainnya yang apabila tidak terpenuhi akan menyebabkan rendahnya komitmen organisasi seseorang adalah: (a) ketidakhadiran/absensi, (b) gaya kepemimpinan; (c) prestasi kerja; (d) omset; (e) komunikasi keterbukaan; (f) Keterlibatan jaringan; (g) partisipasi dalam pengambilan keputusan; (h) jumlah umpan balik yang diterima pada pekerjaan, dan strategi sosialisasi (i) karyawan baru (Varona,1996; Meyer dkk, 2002). Saat ini mudah didapati banyaknya individu yang berpindah kerja dari satu organisasi ke organisasi lainnya. Di satu sisi mereka beralasan bahwa mereka menginginkan pekerjaan lain yang lebih layak, kurang sesuainya kondisi organisasi dengan situasi kerja yang diharapkan, atau alasan lain adalah mereka kurang dapat mengungkapkan pemikiran dan pendapatnya kepada sistem yang ada di organisasinya. Bagi organisasi sendiri situasi dimana arus keluar-masuk anggota tinggi akan dirasa merugikan karena hal ini akan mengakibatkan ketidakstabilan pada organisasi, peningkatan biaya rekrutmen ataupun pelatihan pada anggota, turunnya integrasi antar anggota, demoralisasi pada anggota yang bertahan dan kesemuanya akan berpengaruh pada efektivitas dan produktivitas organisasi. Komitmen organisasi merupakan keadaan psikologis yang menunjukkan karakter hubungan anggota dengan organisasi dan mempunyai implikasi dalam keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi juga berhubungan sikap kerja, ketidakhadiran dan proses keluar masuk anggota. Pendekatan psikologis mendefinisikan komitmen sebagai suatu sikap atau orientasi terhadap organisasi yang menghubungkan atau menempel identitas orang ke organisasi. Dari sisi keanggotaan, komitmen yang rendah merupakan salah satu hal yang menyebabkan seseorang mudah meninggalkan organisasi dimana mereka bernaung. Padahal dari sisi organisasi 14 sendiri, kinerja organisasi sangat bergantung pada komitmen anggotanya. Apabila yang melakukan hal ini adalah anggota yang berkualitas dan dianggap dapat membawa kebaikan bagi organisasi, tentu saja kondisi ini akan membawa kerugian tersendiri bagi organisasi. Komitmen seseorang terhadap organisasinya akan meningkatkan peforma kinerjanya sehingga secara signifikan akan terkait dengan keberhasilan kinerja terhadap target yang ditentukan (Benkhoff, 1997; Allen dan Meyer, 1990; Meyer & Allen, 2001; Wasti, 2003). Robbins (1996) berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan organisasi serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. jadi komitmen yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang memperkejakannya. Sejalan dengan pendapat ini, Charles O‟Reilly (dalam Staw, 1991) juga memberi pemahaman komitmen organisasi sebagai perhatian psikologis individu terhadap organisasinya yang mencakup perasaan keterlibatan dalam pekerjaan, loyalitas dan keyakinan terhadap nilai-nilai organisasi. KOmitmen organisasi mempunyai hubungan positif dengan hasil yang dicapai organisasi dimana komitmen organisasi tinggi dapat menekan tingkat keluar masuk pekerja. Komitmen organisasi menurut Mowday, Porter & Steers (1982) adalah : 1. Sikap seorang anggota dalam mengidentifikasikan diri terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi; yang menggambarkan keterikatan terhadap ideologi yang dibuat dan telah ditentukan oleh organisasi. 2. Adanya kemauan untuk mengerahkan usaha terbaiknya dalam bekerja yang merupakan bagaimana seluruh anggota bekerja sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing dan sanggup menyelesaikan tugasnya sesuai dengan rencana maupun bekerja secara profesional demi organisasi yang merupakan kecenderungan anggota untuk selalu berbuat dengan cara yang sesuai untuk memberikan pelayanan demi organisasi; 3. Adanya keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang adalah merupakan faktor kebanggaan dan loyalitas yang dimiliki seseorang secara berkesinambungan dalam suatu organisasi dengan penghargaan yang diperoleh dan bermanfaat bagi anggota organisasi Para anggota yang memiliki komitmen kuat terhadap organisasi merupakan bagian yang paling kecil kemungkinannya untuk keluar dari organisasi. Sebaliknya, anggota 15 dengan komitmen organisasi yang rendah merupakan bagian yang sangat rentan untuk mudah melakukan proses keluar masuk (Mowday, Porter & Steers, 1982; Meyer & Allen, 1990; Wasti, 2003). Di dalam lingkup kerja PT CFS sendiri keadaan ini muncul pada saat karyawan melakukan pengunduran diri kurang dari waktu yang telah ditetapkan. berdasarkan data saat ini tingkat pengunduran diri karyawannya adalah sebesar 7%. Secara materi, kerugian yang ditanggung berupa biaya pemasangan iklan lowongan kerja di situs pencarian kerja, yaitu JobStreet, JobsDB dan iklan koran di Kedaulatan Rakyat. Selain pengunduran diri, gejala lain yang muncul adalah pencapaian target yang terlambat dari waktu yang telah ditetapkan, sikap kerja yang tidak mendukung iklim kerja yang positif serta ketidakterbukaan yang dirasakan mengganggu kelancaran kerja dalam organisasi. Kerugian yang ditimbulkan selain dari biaya rekrutmen yang cukup besar untuk mendapatkan seorang karyawan adalah terbuangnya waktu untuk mencari karyawan baru untuk mencapai target yang ada. Waktu yang digunakan dalam mencari karyawan tentu saja sebenarnya dapat digunakan untuk melakukan tindakan lain yang dapat mendukung meningatnya profit perusahaan. Beberapa penelitian terfokus pada efek langsung dari peristiwa yang dialami anggota ketika bekerja dengan komitmen mereka terhadap organisasi, padahal peristiwa yang dialami anggota dalam bekerja menumbuhkan emosi dan keyakinan tertentu terlebih dahulu kemudian barulah perasaan ini menumbuhkan komitmen terhadap organisasi. Oleh karena itu peristiwa yang dialami anggota dalam bekerja dimediasi oleh emosi positif secara umum, maupun kognisi berkaitan dengan perlakuan organisasi terhadap anggota (Yoon & Thye, 2002; Meyer dkk, 2002). Komitmen organisasi ini kemudian dikembangkan menjadi konsep komitmen yang berdasarkan pada kelekatan emosi yang disebut komitmen afektif (affective commitment), komitmen yang berdasarkan transaksinya dan disebut komitmen berkelanjutan (continuance commitment) serta komitmen normatif (normative commitment). Meskipun ketiga komponen tersebut mengaitkan anggota dengan organisasi tempatnya bekerja dan menurunkan tingkat keluar masuk anggota, tetapi bentuk hubungan antara komponen ini berbeda. Anggota dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap bekerja pada 16 organisasinya karena ia ingin, anggota dengan komitmen keberlanjutan bertahan di organisasinya karena dia butuh dan anggota dengan komitmen normatif bertahan bekerja di organisasi karena dia merasa dia harus bertahan. Dessler (1994) mengemukakan bahwa komitmen anggota dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh : a. Nilai – nilai kemanusiaan sebagai prioritas utama. Pondasi utama membangun komitmen anggota adalah adanya kesungguhan dari organisasi untuk memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan. Organisasi berasumsi bahwa anggota merupakan asset terpenting, percaya serta menghormati mereka sebagai individu, memperlakukan secara adil dan memperhatikan kesejahteraannya. b. Komunikasi dua arah yang komprehensif. Komitmen dibangun atas dasar kepercayaan dan kepercayaan membutuhkan komunikasi dua arah. Beberapa organisasi bahkan berusaha mengembangkan beberapa program yang menjamin berlangsungnya komunikasi tersebut. Membangun dan mendeteksi tingkatan komitmen dari seorang pekerja adalah tugas dari organisasi. Salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan pelatihan mengenai komunikasi interpersonal karena pelaksanaan program maupun pertukaran informasi tak lepas dari bagaimana kemampuan komunikasi interpersonal seseorang. Pelatihan komunikasi interpersonal ditengarai memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan komitmen seseorang terhadap organisasinya karena dapat mengurangi stres kerja pada individu tersebut (Ghazavi, Lohrasbi, dan Mehrabi, 2010). Seperti yang telah dijelaskan di awal, suatu organisasi memerlukan manusia sebagai sumber daya pendukung untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber daya manusia yang berkualitas dan berkomitmen akan menentukan efektivitas kinerja organisasi. Menurut Steers & Porter (1997) efektivitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengubah ketidakefektifan dalam bidang apapun. Salah satu cara pengembangan sumber daya manusia adalah pelatihan, yang didefinisikan sebagai aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian dan sikap melalui pengalaman belajar yang dirancang dalam rangka meningkatkan kinerja masa sekarang dan masa yang akan datang (Goldstein & Ford, 2002; Noe, 1999). 17 Dinamika hubungan komunikasi interpersonal dan komitmen organisasi Komunikasi interpersonal dalam suatu organisasi merupakan hal yang tidak dapat dielakkan. Melalui komunikasi interpersonal, individu dapat mentransfer pikiran atau informasi yang ia miliki kepada individu lain. Luthans (1995) menjelaskan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang erat dengan komitmen organisasi. Individu yang memiliki komitmen organisasi tinggi serta memiliki keterlibatan yang besar terhadap kegiatan-kegiatan organisasi akan mengembangkan penilaian yang positif terhadap pekerjaannya. Johlke dan Duhan (2000) juga menyatakan bahwa komunikasi interpersonal memiliki hubungan dengan kepuasan kerja dimana komunikasi interpersonal yang efektif dapat meningkatkan kepuasan kerja individu. Komitmen organisasi yang tinggi dalam diri karyawan akan mencerminkan rasa memiliki dalam diri individu tersebut terhadap organisasi sehingga apa yang ia lakukan dapat menimbulkan rasa puas atau tidak puas. Hal ini dapat dijembatani dengan adanya situasi komunikasi interpersonal yang efektif dimana antar individu yang ada dalam oganisasi memiliki keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif serta kesetaraan. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di PT CFS disertai dengan kajian teoritis yang ada, dapat diketahui bahwa komunikasi interpersonal yang efektif memiliki pengaruh timbale balik pada komitmen individu terhadap organisasi yang diikutinya. Hubungan antar variabel dapat dinyatakan dalam gambar berikut : Komunikasi interpersonal yang efektif Komitmen yang tinggi terhadap organisasi Gambar 2. Dinamika hubungan komunikasi interpersonal dengan komitmen organisasi Menilik beberapa gejala yang tampak pada saat dilakukan observasi pada PT CFS terhadap kinerja karyawannya, apabila organisasi tidak dapat menelaah maupun mewadahi isu yang muncul berkaitan dengan komitmen pada pegawainya, maka perilaku yang muncul cenderung akan merugikan organisasi itu sendiri antara lain kinerja anggota yang menurun, pemogokan, tingginya tingkat ketidakhadiran atau bahkan tingkat keluar masuk yang tinggi pula. 18 Kerugian yang ditimbulkan dapat muncul dari segi finansial maupun waktu. Organisasi dengan tingkat komitmen anggota organisasi yang rendah akan mengalami hambatan dalam meningkatkan kesempatan bekerjasama dalam kegiatan-kegiatan organisasi yang akan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Salah satu cara untuk mewadahi permasalahan ini adalah pelatihan. Melalui pelatihan diharapkan karyawan dapat mengembangkan kompetensinya sehingga selalu siap berkomitmen menghadapi tuntutan maupun perubahan yang dilakukan oleh organisasi dalam mencapai tujuan terbaiknya (Ghazavi, Lohrasbi, dan Mehrabi, 2010). Pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin trampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Dalam definisi lebih lanjut Mangkuprawira (2003) memberikan perbedaan pada pengertian pelatihan dan pendidikan. Pelatihan lebih merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja yang dapat digunakan dengan segera, sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum, terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang. Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen menurut As'ad (1987) : 1. Sasaran pelatihan atau pengembangan : setiap pelatihan harus mempunyai sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari pelatihan itu sendiri. 2. Pelatih (Fasilitator) : pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh pengetahuan ketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. 3. Bahan-bahan latihan: bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan sasaran pelatihan yang telah ditetapkan. 4. Metode latihan (termasuk alat bantu): setelah bahan dari latihan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat. 5. Peserta (trainee): peserta merupakan komponen yang cukup penting, sebab keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada pesertanya. 19 Bagi PT CFS sendiri, intervensi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan individu dalam menjalankan komunikasi yang efektif yang akan meningktakan komitmen organisasi baik dari pihak manajemen dan staf sehingga dapat menjadi upaya preventif untuk meminimalisir keluar masuknya staf serta meningkatkan keterlibatan dan komitmen para staf dalam pencapaian target kerja. Hal inilah yang menjadi tujuan penelitian ini diadakan agar komitmen organisasi dapat meningkat melalui pemberian pelatihan komunikasi interpersonal yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelatihan komunikasi interpersonal yang efektif dapat meningkatkan komitmen organisasi. Hipotesis penelitian ini adalah pelatihan komunikasi interpersonal yang efektif dapat efektif untuk meningkatkan komitmen organisasi. Pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : 20 Komitmen organisasi rendah : 1. Keterlambatan jam kerja 2. Kurang disiplin dalam menyetorkan uang yang menjadi target harian 3. Kurang cekatan dalam merespon permintaan klien dan rekan kerja lainnya 4. Menunda pekerjaan sehingga menghambat alur kerja divisi lainnya 5. Tidak menyampaikan informasi kepada yang berwenang terhadap informasi tersebut sehingga menimbulkan masalah dengan instansi luar yang menjadi klien perusahaan 6. Keluar dari perusahaan tanpa mengikuti aturan yang sudah ditetapkan dalam waktu yang singkat 7. Keluar dari perusahaan tanpa memberi informasi secara terbuka Komitmen organisasi meningkat : 1. Karyawan lebih disiplin dan peka terhadap kebutuhan perusahaan 2. Karyawan menaati aturan dan sistem yang dijalankan 3. Karyawan bekerja dengan lebih tepat waktu terhadap target kerjanya karena ia memahami tugas dan tanggungjawabnya 4. Karyawan menyikapi perannya dengan positif dan merasa terlibat baik terhadap tugasnya dengan rekan kerja, klien dan manajemen. 5. Pihak manajemen mengkomunikasikan sistem dan aturan yang ada dengan jelas dan terbuka sehingga karyawan juga memberikan respon yang tidak merugikan perusahaan Intervensi pelatihan komunikasi interpersonal yang efektif Gambar 3. Kerangka berpikir penelitian