3 PENGANTAR Persaingan bisnis di semua sektor

advertisement
3
PENGANTAR
Persaingan bisnis di semua sektor industri meningkat tajam dalam era
globalisasi seperti sekarang ini. Perusahaan menghadapi tantangan perubahan
lingkungan yang luar biasa seperti krisis keuangan, tidak menentunya kondisi
ekonomi, serta perkembangan pengetahuan dan teknologi. Hanya perusahaan
yang
memiliki
keunggulan
kompetitiflah
yang
mampu
bertahan
dan
memenangkan persaingan bisnis tersebut. Secara umum upaya yang dilakukan
oleh organisasi selalu ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan
karyawannya, dengan mendasarkan pada prinsip efektivitas dan efisiensi.
Sumber daya yang dimiliki merupakan bekal yang dapat membawa sebuah
organisasi tetap eksis apabila dikelola dengan baik.
Kodisi ini juga dirasakan dan dialami oleh salah satu pelaku industri di
Yogyakarta, yaitu PT Cahaya Fortuna Sejati (selanjutnya akan disingkat dengan
PT CFS). Sejak didirikan pada tahun 2007, PT CFS semakin berkembang dan
selalu
menanggapi
gejolak
kemajuan
dan
ketatnya
persaingan
dalam
industri rangka atap baja ringan. Selangkah dua langkah, perusahaan yang pada
awalnya berbentuk CV atau Persekutuan Komanditer ini memantapkan diri
sebagai Perseroan Terbatas pada tahun 2009. Langkah-langkah meneguh arah
dan semakin terpadu. PT CFS telah menjadi pelaku utama yang meniti bidang
konstruksi sipil khususnya struktur rangka atap baja ringan sebagai jalur
bisnisnya.
Layanan utama yang diberikan oleh PT CFS terdiri atas 2 kategori.
Pertama adalah layanan penjualan ritel material baja ringan, mulai dari proses
pemesanan/pembelian sampai pada layanan terakhir sebelum material dikirim
dan yang kedua adalah layanan penjualan proyek terpasang, mulai dari survei
proyek, sampai pada layanan terakhir pengajuan surat garansi. Keduanya
dilakukan berdasarkan Prosedur Operasional Standar (Standard Operating
Procedure) yang terpadu, tepat-guna dan menunjang optimalisasi pelayanan.
Diperkuat dengan tenaga-tenaga profesional, yang cerlang dan matang di
bidangnya, PT CFS berusaha untuk tetap dan selalu menjadi yang terdepan dan
terpercaya dalam industri baja ringan.
4
Pengambil keputusan dan juga pengamat kebutuhan organisasi dipegang
seutuhnya oleh direktur sebagai otoritas tertinggi di PT CFS. Selain membuat
perncanaan dan perkembangan perusahaan, direktur juga berperan sebagai
pengembang bisnis dan organisasi perusahaan, membuat target tahunan dan
memastikan pencapaian target tersebut serta melakukan fungsi kontrol terhadap
proses pencapaian target.
Dalam pelaksanaan kesehariannya direktur dibantu oleh :
1. Finance & Accounting Manager
Bertugas
untuk
melakukan
perencanaan
keuangan
perusahaan;
melakukan fungsi kontrol terhadap arus keuangan perusahaan dan
bertanggungjawab terhadap pelaporan pajak. Dalam kegiatan kesehariannya
seorang finance & accounting manager dibantu oleh tiga orang accounting
staff, seorang messenger dan seorang internal audit.
2. Sales Manager
Bertugas untuk menetapkan target penjualan bulanan dan tahunan
berdasarkan target tahunan yang ditetapkan; membuat perencanaan dan
fungsi kontrol terhadap pencapaian target; membuat strategi penjualan dan
komunikasi pemasaran serta melakukan fungsi kontrol terhadap kredit macet.
Dalam kegiatan kesehariannya seorang sales manager dibantu oleh seorang
marketing officer, seorang staf administrasi, dua orang senior sales, dua
orang junior sales dan seorang sales counter.
3. Operational Manager
Bertanggungjawab terhadap operasional perusahaan secara internal
maupun proyek lapangan; membuat rencana pembiayaan dan melakukan
fungsi kontrol terhadap pembiayaan operasional tersebut; melakukan
perbaikan dan pengambangan untuk meningkatkan fungsi operasional.
Dalam melakukan tugasnya dibantu oleh seorang supervisor engineer yang
membawahi seorang senior engineer dan dua orang junior engineer; seorang
operational staff yang mengontrol tiga orang office boy dan tiga orang supir
operasioan, serta seorang senior project officer yang membawahi seorang
surveyor staff dan seorang scheduling staff.
4. Factory Manager
Bertugas membuat perencanaan pembiayaan produksi berdasarkan
target penjualan; mengatur perencanaan dan pembelian material; serta
5
mengkaji efisiensi produksi termasuk mesin dan sumber daya manusia yang
terkait dengan produksi. Dalam melaksanakan kesehariannya dibantu oleh
seorang staf administrasi, seoran dispatcher, seorang supervisor production
dan empat orang pelaksana harian.
5. Engineer
Bertugas untuk melakukan analisa perkiraan biaya proyek sebagai dasar
sales dalam melakukan penjualan; membuat gambar perencanaan proyek
serta melakukan fungsi kontrol terhadap pembiayaan proyek.
6. Head Office
PT CFS memiliki dua kantor cabang di Magelang dan Solo. Kepala
cabang di wilayah Magelang dibantu oleh seorang project officer, seorang
administrasi keuangan, seorang administrasi pemasaran dan dua orang
sales. Sedangkan kantor cabang Solo seorang kepala cabang dibantu oleh
seorang project officer dan seorang staf administrasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka truktur organisasi yang ada di
dalam PT CFS dapat digambarkan sebagai berikut :
Director
Finance &
Accounting
Manager
Accounting
Accounting
Purchasing
Receivable
Messenger
Accounting
Staff
Internal Audit
Sales Manager
Sales
Administration
Marketing
Officer
Senior Sales
Junior Sales
Sales Counter
Operational
Manager
Supervisor
Engineer
Senior Engineer
Operational
Staff
Junior Engineer
Senior Project
Officer
Office Boy
Driver
Production
Supervisor
Operational
Factory
Manager
Production
Administration
Dispatcher
Head Office
Magelang
Project Officer
Finance
Administration
Sales
Administration
Head Office
Solo
Project Officer
Administration
Gambar 1. Struktur organisasi PT CFS
Sales
Surveyor Staff
Scheduling
Staff
7
Berdasarkan struktur dan deskripsi kerja masing-masing bagian tersebut,
dapat terlihat bahwa diperlukan komitmen terhadap organisasi yang kuat agar
organisasi ini dapat stabil melakukan pengembangan dan mencapai visinya,
yaitu menjadi perusahaan terkemuka, terdepan dan terpercaya di bidang bahan
bangunan inovatif. Perkembangan di PT CFS sendiri selain ditengarai dengan
perkembangan target kerja juga diikuti oleh adanya perkembangan jumlah
karyawan yang mengikuti adanya pertambahan posisi sesuai dengan kebutuhan
organisasi. Rentang usia bervariasi antara 23 sampai dengan 34 tahun. Rentang
pendidikan mulai dari SMP sampai dengan strata satu. Pemilihan karyawan
dilakukan dengan menggunakan tes kompetensi sehingga mereka yang masuk
dan bergabung diperkirakan memiliki kompetensi dasar yang dituntut dari
masing-masing posisi.
Perkembangan yang dialami dari segi bisnis ini tidak serta merta berdiri
sendiri melainkan juga didukung dengan perkembangan dalam jumlah pekerja
dan peningkatan kualitas sumber daya manusianya untuk dapat bersaing dengan
industri sejenis. Dalam mencapai visinya untuk menjadi perusahaan terkemuka,
terdepan dan terpercaya di bidang bahan bangunan inovatif,
PT CFS
berkomitmen melangkah untuk cepat mengerti dan tepat menanggapi kebutuhan
dan kepuasan pelanggan. Keberhasilan mencapai tujuan ini tentu saja
membutuhkan kepaduan antar sumber daya manusia yang terlibat dan
membutuhkan komitmen yang kuat dalam pelaksanaannya terutama komitmen
terhadap organisasi sebagai „kendaraan‟ yang digunakan.
Di PT CFS permasalahan komunikasi yang dikhawatirkan nantinya akan
berimbas kepada komitmen organisasi seseorang di tempat tersebut adalah
ketidak tepatan penafsiran maksud seseorang terhadap orang yang lain. Hal ini
akan menyebabkan kesalapahaman antar satu dengan yang lain dengan tidak
adanya pemahaman maksud yang sama. Misalnya ada seorang yang
memberikan data tanpa menjelaskan lebih lanjut maksud dari data tersebut
apakah untuk diproses lebih lanjut, ataukah sudah dilaksanakan atau bahkan
sudah disetujui. Contoh lain adalah pada saat seseorang tidak memahami target
yang diberikan padanya dan kurang mengerti langkah-langkah yang sebaiknya
dilakukan untuk mencapai kinerja optimal sehingga merasa kesulitan dan
kemudian memutuskan keluar dari pekerjaan yang diembannya.
8
Interaksi sosial antar anggota dalam sebuah organisasi akan berhasil
apabila terjalin komunikasi yang baik dan saling dipahami, demikian pula seluruh
anggota merasa ikut terlibat atau berpartisipasi dalam setiap keputusan
organisasi sehingga dapat menumbuhkan perasaan memiliki dan perasaan
bertanggungjawab
terhadap
organisasi
dan
keputusannya.
Hal
ini
menggambarkan bagaimana komunikasi interpersonal yang efektif akan
memberikan efek positif terhadap peningkatan komitmen anggota. Dalam dunia
kerja, melalui komunikasi interpersonal individu dapat mentransfer pikiran atau
informasi yang ia miliki secara langsung kepada individu yang lain. Komunikasi
interpersonal tidak hanya saling memberi dan menerima informasi, melainkan
juga mencerminkan adanya kehangatan, keterbukaan dan dukungan selama
terjadinya komunikasi sehingga dapat menimbulkan kepuasan dan kenyamanan
dalam bekerja. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa komitmen
anggota terhadap organisasi dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi antar
anggota organisasi (Yoon & Thye, 2002).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen anggota
organisasi adalah kesempatan untuk melakukan interaksi dengan orang lain
yang merupakan salah satu cara pemenuhan kebutuhan sosial manusia. Saat
kebutuhan ini terpenuhi, maka akan ada usaha dari individu untuk membalas
kepada organisasi sebagai pihak yang memberi pemenuhan kebutuhan, yaitu
dengan memberikan komitmen terhadap organisasi. Dapat dikatakan bahwa
keberhasilan suatu organisasi tergantung pada keterbukaan antara anggota tim
dan pemahaman yang jelas tentang ide-ide di antara mereka. Komunikasi yang
efektif dapat menolong seseorang memiliki pemahaman yang jelas tentang suatu
pendapat atau ide. (Meyer & Herscovitch, 2001; Yoon & Thye, 2002).
Komunikasi interpersonal memainkan peran yang sangat penting dalam
mencapai tujuan organisasi. Peran komunikasi interpersonal yang efektif dalam
suatu organisasi dapat dimulai dari hari pertama seorang bergabung dengan
organisasi tersebut. Setiap individu harus berada pada tataran yang sama
mengenai kejelasan sebuah ide maupun pesan sehingga terdapat kelancaran
arus kerja. Pemimpin tim harus membuat sebuah sistem secara efektif
mengkomunikasikan apa yang diharapkan dari rekan-rekan sekerjanya. Rincian,
tenggat waktu yang penting, harus dibuat sangat jelas kepada masing-masing
anggota untuk mendapatkan kinerja yang produktif. Para anggota juga harus
9
jelas tentang tujuan mereka sehingga dapat bekerja sesuai yang ditargetkan dan
memiliki komitmen terhadap apa yang menjadi tugas serta tanggungjawabnya.
Komunikasi interpersonal di organisasi dapat mempengaruhi keterikatan
anggota terhadap organisasi tempatnya bekerja. Membangun komunikasi yang
baik sama dengan membuat keuntungan yang tinggi. Semakin efektif komunikasi
interpersonal di kalangan anggota, maka akan semakin tinggi
kerjanya. Salah satu karaterisitik
komitmen
yang mempengaruhi dalam pembentukan
komitmen organisasi yang kuat adalah komunikasi yang bersifat dua arah baik
secara vertikal maupun searah (De Vries & Treacy-Florent, 2002).
Grandjean & Guégen (2011) dalam penelitiannya mendapati bahwa
individu yang dapat mengkomunikasikan pemikirannya secara baik dalam proses
informasi akan menjadi lebih tertarik terhadap situasi yang terjadi dan lebih
terlibat dengan kondisi organisasinya. Proses komunikasi yang terakomodasi
dapat memberikan pengaruh positif terhadap perilaku seseorang yang
membuatnya lebih terikat dan berkomitmen terhadap lingkungan kerjanya.
Dessler (1994) juga menyatakan bahwa komitmen tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor finansial, fisiologis atau jaminan yang diberikan oleh organisasi
melainkan juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan psikologis.
Salah satu cara untuk menjembatani masalah yang ada dalam sebuah
organisasi adalah dengan membudayakan komunikasi interpersonal yang efektif.
Komitmen dibangun berdasarkan kepercayaan yang menuntut komunikasi dua
arah. Semakin efektif komunikasi interpersonal yang terjadi di tempat kerja, maka
akan mampu menumbuhkan, memelihara dan mempertahankan semangat kerja
anggota. Semangat kerja yang tinggi akan menimbulkan dampak positif yaitu
berupa meningkatnya komitmen anggota terhadap organisasi sehingga tujuan
organisasi tercapai (Dessler, 1994; Meyer & Herscovitch,2001; Iqbal, 2010).
De Vito (1997) menyatakan agar komunikasi interpersonal berlangsung
dengan efektif, maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh para
pelaku komunikasi interpersonal tersebut.
a. Keterbukaan (openness)
Keterbukaan adalah keinginan untuk membuka diri dalam rangka
berinteraksi dengan orang lain. Kualitas keterbukaan mengacu pada
tiga aspek dari komunikasi interpersonal, yaitu komunikator harus
terbuka pada komunikan dan demikian pula sebaliknya, kesediaan
10
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang
datang,
serta
mengakui
perasaan,
pikiran
serta
mempertanggungjawabkannya.
b. Empati (emphaty)
Empati adalah kemampuan untuk merasakan hal-hal yang dirasakan
oleh orang lain. Hal ini termasuk salah satu cara untuk melakukan
pemahaman terhadap orang lain. empati dapat dikomunikasikan
secara verbal maupun nonverbal.
c. Sikap mendukung (supportiveness)
Meliputi tiga hal yaitu descriptiveness yang dipahami sebagai
lingkunan yang tidak dievaluasi sehingga individu bebas dalam
mengucapkan perasaannya, tidak defensif sehingga orang tidak malu
dalam mengungkapkan perasaannya dan orang tidak akan merasa
bawa dirinya dijadikan bahan kritikan terus menerus; spontanity
dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk berkomunikasi
secara spontan dan mempunyai pandangan yang beorientasi ke
depan yang mempunyai sikap terbuka dalam menyampaikan
pemikirannya; provisionalism dipahami sebagai kemampuan untuk
berpikir secara terbuka (open minded).
d. Sikap positif (positiveness)
Sikap
positif
dalam
komunikasi
interpersonal
berarti
bahwa
kemampuan seseorang dalam memandang dirinya secara positif dan
menghargai orang lain. Sikap postif tidak dapat lepas dari upaya
mendorong, menghargai keberadaan serta pentingnya pihak lain.
e. Kesetaraan (equality)
Komunikasi interpersonal akan efektif apabila suasananya setara.
Dimana ada pengakuan dari kedua belah pihak bahwa mereka samasama berharga dan ada sesuatu yang akan disumbangkan.
Kesamaan dalam suatu komunikasi akan menjadikan suasana
komunikasi yang akrab dan nyaman, sebab dengan tercapainya
kesamaan maka kedua belah pihak baik komunikan maupun
komunikator. Kesetaraan tidak berarti menerima semua perilaku
verbal dan non verbal pihak lain melainkan memberikan „penghargaan
positif tak bersyarat‟.
11
Menurut Lunandi (1994) ada empat aspek yang mempengaruhi
komunikasi interpersonal yaitu :
a. Citra diri (self-image).
Setiap masnusia memliki gambaran tertentu mengenai dirinya, status
sosialnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang
menjadi penentu bagi apa yang dilihatnya, didengarnya dan
bagaimana penilaian terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya.
Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang.
Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungannya dengan
orang lain.
b. Citra pihak lain (the image of the others)
Citra pihak lain juga menentukan cara dan kemampuan orang dalam
berkomunikasi. Pihak lain, yakni orang yang diajak berkomunikasi
memiliki gambaran yang khas bagi dirinya. pada saat berkomunikasi
itu ada campur tangan atau umpan balik antara citra diri dan citra
pihak lain.
c. Lingkungan fisik
Faktor lingkungan memiliki pengaruh pada komunikasi karena setiap
tempat memiliki norma sendiri yang harus ditaati. Memang tingkah
laku manusia berbeda dari suatu tempat ke tempat yang lain.
d. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial merupakan proses komunikasi yang terjadi pada
situasi ataupun orangnya. Apabila situasi atau orangnya berbeda
maka akan menyebabkan terjadinya proses komunikasi yang berbeda
pula. Setiap orang harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan
dimana ia berada, memiliki kemahiran untuk membedakan lingkungan
yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa aspek-aspek yang ada dalam komunikasi interpersonal antara lain
didasari oleh sikap terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif, kesamaan
antara pihak terkait, citra diri, citra pihak lain, lingkungan fisik dan lingkungan
sosial yang pada akhirnya menimbulkan daya tarik seseorang dalam
berkomunikasi juga sikap positif dan kesukaan pada orang lain untuk
berkomunikasi yang lebih dikenal dengan atraksi interpersonal.
12
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
interpersonal merupakan cara yang efektif untuk menjembatani masalah dalam
organisasi. Hal ini dikarenakan apabila kebutuhan sosial individu dapat terpenuhi
dengan interaksi antar anggota dalam organisasi, maka akan tercipta iklim yang
baik dalam upaya membangun dan meningkatkan komitmen anggota terhadap
organisasi. Keadaan ini akan menyebabkan individu memahami bagaimana
tuntutan lingkungan terhadap dirinya dan sebaliknya ia juga mampu meletakkan
dan mengkomunikasikan pemikirannya terhadap pihak lain.
Kemampuan
komunikasi
juga
memiliki
peranan
penting
dalam
penyelesaian tugas dan kesuksesan pekerjaan ketika berhubungan dengan
atasan, bawahan dan klien. (Di Salvo & Larsen, 1987; Yoon & Thye, 2002).
Meski kemampuan komunikasi interpersonal merupakan salah satu kemampuan
penting, namun tidak semua karyawan merupakan komunikator yang efektif.
Terkadang ada pribadi karyawan yang terlalu banyak bicara, bertanya pada
waktu yang kurang tepat, kurang mempertimbangkan situasi konsumen pada
saat itu, gagal mendengarkan kebutuhan konsumen secara aktif dan kurang
terampil dalam bertanya dan mengumpulkan data yang dibutuhkan. (Boroom,
Goolsbye, Ramsey, 1998; Shoemaker, Johlke, 2002).
Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara
sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, bekerja secara
terus menerus untuk mencapai tujuan tertentu (Robbins,1990) Secara eksplisit
hal tersebut menunjukkan bahwa pola interaksi sumber daya manusia dalam
organisasi harus diseimbangkan dan diselaraskan agar organisasi dapat tetap
eksis. Berdasarkan kondisi tersebut, organisasi yang ingin maju dan berkembang
akan memikirkan kepuasan kerja para karyawan untuk menimbulkan semangat
bekerja lebih baik lagi. Apabila karyawan tidak mendapatkan kepuasan, maka
mereka cenderung akan mencari organisasi lain yang mampu memberikan
kepuasan tersebut. Kepuasan kerja yang rendah menimbulkan dampak negatif,
seperti mangkir kerja, pindah kerja, produktifitas rendah, kesehatan tubuh
menurun, kecelakaan kerja, pencurian (Robbins, 1990). Selain produktivitas
perusahaan terhambat biasanya perusahaan akan mengeluarkan biaya yang
cukup besar untuk menyelesaikan kasus yang terjadi.
Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi menuntut untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan secanggih apapun
13
teknologi yang dipergunakan dalam suatu organisasi serta sebesar apapun
modal organisasi, karyawan dalam organisasilah yang pada akhirnya akan
menjalankannya. Kontribusi karyawan pada suatu organisasi akan menetukan
kemajuan ataupun kemunduran organisasi tersebut.
Komitmen organisasi merupakan salah satu variabel perilaku organisasi
yang mulai diperhitungkan sebagai variabel yang memiliki pengaruh terhadap
kinerja anggota serta merupakan topik yang sering didiskusikan dalam penelitian
yang berhubungan dengan kinerja organisasi. Hubungan antara komitmen
dengan beberapa variabel organisasi lainnya yang apabila tidak terpenuhi akan
menyebabkan
rendahnya
komitmen
organisasi
seseorang
adalah:
(a)
ketidakhadiran/absensi, (b) gaya kepemimpinan; (c) prestasi kerja; (d) omset; (e)
komunikasi keterbukaan; (f) Keterlibatan jaringan; (g) partisipasi dalam
pengambilan keputusan; (h) jumlah umpan balik yang diterima pada pekerjaan,
dan strategi sosialisasi (i) karyawan baru (Varona,1996; Meyer dkk, 2002).
Saat ini mudah didapati banyaknya individu yang berpindah kerja dari
satu organisasi ke organisasi lainnya. Di satu sisi mereka beralasan bahwa
mereka menginginkan pekerjaan lain yang lebih layak, kurang sesuainya kondisi
organisasi dengan situasi kerja yang diharapkan, atau alasan lain adalah mereka
kurang dapat mengungkapkan pemikiran dan pendapatnya kepada sistem yang
ada di organisasinya. Bagi organisasi sendiri situasi dimana arus keluar-masuk
anggota tinggi akan dirasa merugikan karena hal ini akan mengakibatkan
ketidakstabilan pada organisasi, peningkatan biaya rekrutmen ataupun pelatihan
pada anggota, turunnya integrasi antar anggota, demoralisasi pada anggota
yang bertahan dan kesemuanya akan berpengaruh pada efektivitas dan
produktivitas organisasi.
Komitmen organisasi merupakan keadaan psikologis yang menunjukkan
karakter hubungan anggota dengan organisasi dan mempunyai implikasi dalam
keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi, dengan kata lain
komitmen organisasi juga berhubungan sikap kerja, ketidakhadiran dan proses
keluar masuk anggota. Pendekatan psikologis mendefinisikan komitmen sebagai
suatu sikap atau orientasi terhadap organisasi yang menghubungkan atau
menempel identitas orang ke organisasi. Dari sisi keanggotaan, komitmen yang
rendah merupakan salah satu hal yang menyebabkan seseorang mudah
meninggalkan organisasi dimana mereka bernaung. Padahal dari sisi organisasi
14
sendiri, kinerja organisasi sangat bergantung pada komitmen anggotanya.
Apabila yang melakukan hal ini adalah anggota yang berkualitas dan dianggap
dapat membawa kebaikan bagi organisasi, tentu saja kondisi ini akan membawa
kerugian tersendiri bagi organisasi. Komitmen seseorang terhadap organisasinya
akan meningkatkan peforma kinerjanya sehingga secara signifikan akan terkait
dengan keberhasilan kinerja terhadap target yang ditentukan (Benkhoff, 1997;
Allen dan Meyer, 1990; Meyer & Allen, 2001; Wasti, 2003).
Robbins (1996) berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan
suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi
tertentu dan tujuan organisasi serta berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi tersebut. jadi komitmen yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi
yang memperkejakannya. Sejalan dengan pendapat ini, Charles O‟Reilly (dalam
Staw, 1991) juga memberi pemahaman komitmen organisasi sebagai perhatian
psikologis individu terhadap organisasinya yang mencakup perasaan keterlibatan
dalam pekerjaan, loyalitas dan keyakinan terhadap nilai-nilai organisasi.
KOmitmen organisasi mempunyai hubungan positif dengan hasil yang dicapai
organisasi dimana komitmen organisasi tinggi dapat menekan tingkat keluar
masuk pekerja.
Komitmen organisasi menurut Mowday, Porter & Steers (1982) adalah :
1. Sikap seorang anggota dalam mengidentifikasikan diri terhadap nilai-nilai dan
tujuan organisasi; yang menggambarkan keterikatan terhadap ideologi yang
dibuat dan telah ditentukan oleh organisasi.
2. Adanya kemauan untuk mengerahkan usaha terbaiknya dalam bekerja yang
merupakan
bagaimana
seluruh
anggota
bekerja
sesuai
dengan
tanggungjawabnya masing-masing dan sanggup menyelesaikan tugasnya
sesuai dengan rencana maupun bekerja secara profesional demi organisasi
yang merupakan kecenderungan anggota untuk selalu berbuat dengan cara
yang sesuai untuk memberikan pelayanan demi organisasi;
3. Adanya keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang adalah
merupakan faktor kebanggaan dan loyalitas yang dimiliki seseorang secara
berkesinambungan dalam suatu organisasi dengan penghargaan yang
diperoleh dan bermanfaat bagi anggota organisasi Para anggota yang
memiliki komitmen kuat terhadap organisasi merupakan bagian yang paling
kecil kemungkinannya untuk keluar dari organisasi. Sebaliknya, anggota
15
dengan komitmen organisasi yang rendah merupakan bagian yang sangat
rentan untuk mudah melakukan proses keluar masuk (Mowday, Porter &
Steers, 1982; Meyer & Allen, 1990; Wasti, 2003). Di dalam lingkup kerja PT
CFS
sendiri
keadaan
ini
muncul
pada
saat
karyawan
melakukan
pengunduran diri kurang dari waktu yang telah ditetapkan. berdasarkan data
saat ini tingkat pengunduran diri karyawannya adalah sebesar 7%. Secara
materi, kerugian yang ditanggung berupa biaya pemasangan iklan lowongan
kerja di situs pencarian kerja, yaitu JobStreet, JobsDB dan iklan koran di
Kedaulatan Rakyat.
Selain pengunduran diri, gejala lain yang muncul adalah pencapaian
target yang terlambat dari waktu yang telah ditetapkan, sikap kerja yang tidak
mendukung iklim kerja yang positif serta ketidakterbukaan yang dirasakan
mengganggu kelancaran kerja dalam organisasi. Kerugian yang ditimbulkan
selain dari biaya rekrutmen yang cukup besar untuk mendapatkan seorang
karyawan adalah terbuangnya waktu untuk mencari karyawan baru untuk
mencapai target yang ada. Waktu yang digunakan dalam mencari karyawan
tentu saja sebenarnya dapat digunakan untuk melakukan tindakan lain yang
dapat mendukung meningatnya profit perusahaan.
Beberapa penelitian terfokus pada efek langsung dari peristiwa yang
dialami anggota ketika bekerja dengan komitmen mereka terhadap organisasi,
padahal peristiwa yang dialami anggota dalam bekerja menumbuhkan emosi
dan keyakinan tertentu terlebih dahulu kemudian barulah perasaan ini
menumbuhkan komitmen terhadap organisasi. Oleh karena itu peristiwa yang
dialami anggota dalam bekerja dimediasi
oleh emosi positif secara umum,
maupun kognisi berkaitan dengan perlakuan organisasi terhadap anggota (Yoon
& Thye, 2002; Meyer dkk, 2002).
Komitmen organisasi ini kemudian dikembangkan menjadi konsep
komitmen yang berdasarkan pada kelekatan emosi yang disebut komitmen
afektif (affective commitment), komitmen yang berdasarkan transaksinya dan
disebut komitmen berkelanjutan (continuance commitment) serta komitmen
normatif
(normative
commitment).
Meskipun
ketiga
komponen
tersebut
mengaitkan anggota dengan organisasi tempatnya bekerja dan menurunkan
tingkat keluar masuk anggota, tetapi bentuk hubungan antara komponen ini
berbeda. Anggota dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap bekerja pada
16
organisasinya karena ia ingin, anggota dengan komitmen keberlanjutan bertahan
di organisasinya karena dia butuh dan anggota dengan komitmen normatif
bertahan bekerja di organisasi karena dia merasa dia harus bertahan.
Dessler (1994) mengemukakan bahwa komitmen anggota dalam suatu
organisasi dipengaruhi oleh :
a. Nilai – nilai kemanusiaan sebagai prioritas utama. Pondasi utama
membangun komitmen anggota adalah adanya kesungguhan dari
organisasi untuk memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan. Organisasi
berasumsi bahwa anggota merupakan asset terpenting, percaya serta
menghormati mereka sebagai individu, memperlakukan secara adil dan
memperhatikan kesejahteraannya.
b. Komunikasi dua arah yang komprehensif. Komitmen dibangun atas dasar
kepercayaan dan kepercayaan membutuhkan komunikasi dua arah.
Beberapa organisasi bahkan berusaha mengembangkan beberapa
program yang menjamin berlangsungnya komunikasi tersebut.
Membangun dan mendeteksi tingkatan komitmen dari seorang pekerja
adalah tugas dari organisasi. Salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan
adalah memberikan pelatihan mengenai komunikasi interpersonal karena
pelaksanaan program maupun pertukaran informasi tak lepas dari bagaimana
kemampuan
komunikasi
interpersonal
seseorang.
Pelatihan
komunikasi
interpersonal ditengarai memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan
komitmen seseorang terhadap organisasinya karena dapat mengurangi stres
kerja pada individu tersebut (Ghazavi, Lohrasbi, dan Mehrabi, 2010).
Seperti yang telah dijelaskan di awal, suatu organisasi memerlukan
manusia sebagai sumber daya pendukung untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sumber daya manusia yang berkualitas dan berkomitmen akan
menentukan efektivitas kinerja organisasi. Menurut Steers & Porter (1997)
efektivitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk
mengubah
ketidakefektifan
dalam
bidang
apapun.
Salah
satu
cara
pengembangan sumber daya manusia adalah pelatihan, yang didefinisikan
sebagai aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian dan sikap melalui
pengalaman belajar yang dirancang dalam rangka meningkatkan kinerja
masa sekarang dan masa yang akan datang (Goldstein & Ford, 2002;
Noe, 1999).
17
Dinamika hubungan komunikasi interpersonal dan komitmen organisasi
Komunikasi interpersonal dalam suatu organisasi merupakan hal yang
tidak dapat dielakkan. Melalui komunikasi interpersonal, individu dapat
mentransfer pikiran atau informasi yang ia miliki kepada individu lain. Luthans
(1995) menjelaskan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang erat dengan
komitmen organisasi. Individu yang memiliki komitmen organisasi tinggi serta
memiliki keterlibatan yang besar terhadap kegiatan-kegiatan organisasi akan
mengembangkan penilaian yang positif terhadap pekerjaannya.
Johlke
dan
Duhan
(2000)
juga menyatakan
bahwa
komunikasi
interpersonal memiliki hubungan dengan kepuasan kerja dimana komunikasi
interpersonal yang efektif dapat meningkatkan kepuasan kerja individu.
Komitmen organisasi yang tinggi dalam diri karyawan akan mencerminkan rasa
memiliki dalam diri individu tersebut terhadap organisasi sehingga apa yang ia
lakukan dapat menimbulkan rasa puas atau tidak puas. Hal ini dapat dijembatani
dengan adanya situasi komunikasi interpersonal yang efektif dimana antar
individu yang ada dalam oganisasi memiliki keterbukaan, empati, dukungan,
sikap positif serta kesetaraan.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di PT CFS disertai dengan
kajian teoritis yang ada, dapat diketahui bahwa komunikasi interpersonal yang
efektif memiliki pengaruh timbale balik pada komitmen individu terhadap
organisasi yang diikutinya. Hubungan antar variabel dapat dinyatakan dalam
gambar berikut :
Komunikasi interpersonal
yang efektif
Komitmen yang tinggi
terhadap organisasi
Gambar 2. Dinamika hubungan komunikasi interpersonal dengan komitmen
organisasi
Menilik beberapa gejala yang tampak pada saat dilakukan observasi
pada PT CFS terhadap kinerja karyawannya, apabila organisasi tidak dapat
menelaah maupun mewadahi isu yang muncul berkaitan dengan komitmen pada
pegawainya, maka perilaku yang muncul cenderung akan merugikan organisasi
itu sendiri antara lain kinerja anggota yang menurun, pemogokan, tingginya
tingkat ketidakhadiran atau bahkan tingkat keluar masuk yang tinggi pula.
18
Kerugian yang ditimbulkan dapat muncul dari segi finansial maupun waktu.
Organisasi dengan tingkat komitmen anggota organisasi yang rendah akan
mengalami hambatan dalam meningkatkan kesempatan bekerjasama dalam
kegiatan-kegiatan organisasi yang akan mengarah pada pencapaian tujuan
organisasi itu sendiri.
Salah satu cara untuk mewadahi permasalahan ini adalah pelatihan.
Melalui pelatihan diharapkan karyawan dapat mengembangkan kompetensinya
sehingga selalu siap berkomitmen menghadapi tuntutan maupun perubahan
yang dilakukan oleh organisasi dalam mencapai tujuan terbaiknya (Ghazavi,
Lohrasbi, dan Mehrabi, 2010). Pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses
mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan
semakin trampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan
semakin baik sesuai dengan standar. Dalam definisi lebih lanjut Mangkuprawira
(2003) memberikan perbedaan pada pengertian pelatihan dan pendidikan.
Pelatihan lebih merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja yang dapat
digunakan dengan segera, sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan
tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum, terstruktur untuk jangka
waktu yang jauh lebih panjang.
Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen
menurut As'ad (1987) :
1. Sasaran pelatihan atau pengembangan : setiap pelatihan harus mempunyai
sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-perilaku yang dapat
diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari pelatihan itu sendiri.
2. Pelatih (Fasilitator) : pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan
dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh pengetahuan
ketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan.
3. Bahan-bahan latihan: bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan
sasaran pelatihan yang telah ditetapkan.
4. Metode latihan (termasuk alat bantu): setelah bahan dari latihan ditetapkan
maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat.
5. Peserta (trainee): peserta merupakan komponen yang cukup penting, sebab
keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada pesertanya.
19
Bagi PT CFS sendiri, intervensi ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan individu dalam menjalankan komunikasi yang efektif yang akan
meningktakan komitmen organisasi baik dari pihak manajemen dan staf
sehingga dapat menjadi upaya preventif untuk meminimalisir keluar masuknya
staf serta meningkatkan keterlibatan dan komitmen para staf dalam pencapaian
target kerja. Hal inilah yang menjadi tujuan penelitian ini diadakan agar komitmen
organisasi
dapat
meningkat
melalui
pemberian
pelatihan
komunikasi
interpersonal yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
pelatihan komunikasi interpersonal yang efektif dapat meningkatkan komitmen
organisasi. Hipotesis penelitian ini adalah pelatihan komunikasi interpersonal
yang efektif dapat efektif untuk meningkatkan komitmen organisasi. Pemikiran
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
20
Komitmen organisasi rendah :
1. Keterlambatan jam kerja
2. Kurang disiplin dalam
menyetorkan uang yang
menjadi target harian
3. Kurang cekatan dalam
merespon permintaan
klien dan rekan kerja
lainnya
4. Menunda pekerjaan
sehingga menghambat
alur kerja divisi lainnya
5. Tidak menyampaikan
informasi kepada yang
berwenang terhadap
informasi tersebut
sehingga menimbulkan
masalah dengan instansi
luar yang menjadi klien
perusahaan
6. Keluar dari perusahaan
tanpa mengikuti aturan
yang sudah ditetapkan
dalam waktu yang singkat
7. Keluar dari perusahaan
tanpa memberi informasi
secara terbuka
Komitmen
organisasi
meningkat :
1. Karyawan
lebih
disiplin
dan
peka
terhadap kebutuhan
perusahaan
2. Karyawan
menaati
aturan dan sistem
yang dijalankan
3. Karyawan
bekerja
dengan lebih tepat
waktu terhadap target
kerjanya karena ia
memahami tugas dan
tanggungjawabnya
4. Karyawan menyikapi
perannya
dengan
positif dan merasa
terlibat baik terhadap
tugasnya
dengan
rekan kerja, klien dan
manajemen.
5. Pihak
manajemen
mengkomunikasikan
sistem dan aturan
yang ada dengan jelas
dan terbuka sehingga
karyawan
juga
memberikan
respon
yang tidak merugikan
perusahaan
Intervensi pelatihan
komunikasi interpersonal
yang efektif
Gambar 3. Kerangka berpikir penelitian
Download