BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2. Kajian Pustaka 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut dapat saya simpulkan bahwa pengertian Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, pelaporan, peramalan, dan evaluasi yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya, manajemen juga merupakan suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus. Melayu S.P Hasibuan menyatakan “manajemen adalah Ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyono, 2008), Sedangkan Menurut H. Koonez & O’Dannel dalam bukunya principles of management dikemukakan bahwa manajemen berhubungan dengan pencapaian tujuan yang dilakukan melalui orang lain (Purwoko: 2008). 8 9 Manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling). Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa defenisi manajemen adalah suatu alat yang digunakan dalam organisasi untuk menjalankan tugastugasnya demi mencapai tujuan yang efektif dan efisien. 2.2. Fungsi Manajemen Menurut George R. Terry (2008) dalam bukunya “Prinsip-prinsip Manajemen” terdapat fungsi manajemen, yakni : a. Planning, yakni menetapkan pekerjaan yang hasrus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan, termasuk kegiatan pengambilan keputusan. b. Organizing, yakni membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan wewenang diantara kelompok atau unit-unit organisasi. c. Actuating, atau disebut juga gerakan aksi, mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan 10 yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai. d. Controlling, yakni pengendalian dimana mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana. 2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia Pada awalnya, sumber daya didefenisikan sebagai alat mencapai tujuan atau kemampuan memperoleh keuntungan dari kesempatankesempatan tertentu atau meloloskan diri dari kesukaran sehingga dengan demikian perkataan “sumber daya” (resources) mendahului personase perkataan itu merefleksikan appraisal manusia. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan mengelola sumber daya manusia dalam suatu organisasi yang merupakan aset penting pencapaian tujuan organisasi tersebut. Departemen dalam organisasi yang khusus menangani pengelolaan SDM adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut Human Resources Department (HRD). “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah melatih, menilai, dan memberikan kompensasi proses memperoleh, kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan. “Dessler (2006 : 5) 11 Menurut A.F Stoner (www.google.com) manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Perusahaan menginginkan karyawannya menjalankan tugas yang diberikan dengan baik, namun jika tugas yang diberikan tidak bisa terlaksana dengan baik maka perlu diketahui sebab-sebabnya. Mungkin karyawan tersebut memang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan, mungkin juga dia tidak mempunyai dorongan atau motivasi untuk bekerja dengan baik. Oleh karena itu pengetahuan motivasi dan budaya organisasi perusahaan perlu diketahui oleh setiap pimpinan, setiap orang yang bekerja dengan bantuan orang lain. a. Tujuan MSDM Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. b. Fungsi MSDM Sudah merupakan tugas manajemen SDM untuk mengelola manusia seefektif mungkin agar diperoleh suatu satuan SDM yang merasa puas 12 dan memuaskan. Manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada SDM. Fungsi manajemen SDM tesebut adalah sebagai berikut : 1 Perencanaan ( Planning ) Perencanaan merupakan fungsi manajemen pertama mendahului fungsi manajemen lainnya. Perusahaan setelah menetapkan tujuannya kemudian akan membuat suatu perencanaan menyangkut kegiatan perusahaan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Bagi seorang manager, perencanaan berarti menentukan program tenaga kerja yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah ditetapkan perusahaan. Biasanya perencanaan ini juga menyangkut kegiatan-kegiatan personalia termasuk juga cara-cara pelaksanaan yang ditempuh perusahaan. 2 Pengorganisasian (Organizing) Apabila rencana telah ditetapkan maka pengorganisasian harus dilakukan oleh perusahana untuk dilaksanakan rencana tersebut. Seorang manager mempunyai tugas untuk menyusun suatu pengorganisasian dengan membuat struktur hubungan antara pekerjaan, kepegawaian dan factor-faktor fisik lainnya. 13 3. Pengarahan ( Directing ) Setelah perencanaan dan pengorganisasian dilaksanakan maka tugas selanjutnya adalah mengarahkan karyawan agar mereka dapat memahami dengan jelas tugas dan tanggung jawabnya sehingga dapat bekerja lebih efektif dan lebih termotivasi karena mendapatkan pengarahan yang jelas. 4. Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah fungsi manajerial yang berhubungan dengan pengaturan kegiatan agar sesuai dengan rencana mengenai tenaga kerja yang sebelumnya telah dirumuskan berdasarkan analisis terhadap sasaran dasar organisasi. 2.4 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakan orang lain agar mau bekerja sama dibawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pendapat ini dikemukakan oleh James M. Black dalam bukunya Management : a Guide to Executive Command. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin adalah unik dan tidak dapat diwariskan secara otomatis. Setiap pemimpin yang baik adalah mereka yang selain memiliki kemampuan pribadi baik berupa sifat maupun bakat, juga mampu membaca keadaan pengikut dan lingkungannya. Pemimpin perlu mengetahui kematangan pengikut sebab kaitan langsung antara gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dengan tingkat 14 kematangan pengikut agar pemimpin memperoleh ketaatan atau pengaruh yang memadai. 2.4.1 Kriteria Seorang Pemimpin Ideal Seorang pemimpin paling harus mampu memiliki kelebihan dibandingkan dengan kelompok yang dipimpinnya, sekaligus ada kesadaran pada dirinya bahwa dia memilki kelemahan dalam pekerjaan teknis, akan tetapi memiliki kelebihan dalam menggerakan orang. Lebih jauh lagi, baik karena jabatan formal atau karena kepentingan tertentu, seseorang yang menjalankan fungsi kepemimpinan setidaknya harus memiliki persyaratan atau sifat-sifat sebagai berikut : 1. Bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa. 2. Memiliki intelegensi yang tinggi. 3. Berpengetahuan luas yang kuat. 4. Memiliki fisik yang kuat. 5. Percaya Diri. 6. Dapat menjadi anggota kelompok. 7. Adil dan bijaksana. 8. Tegas dan berinisiatif. 9. Berkapasitas membuat keputusan. 10. Memiliki kestabilan emosi. 11. Sehat jasmani dan rohani. 12. Bersifat prospektif. 15 2.4.2 Gaya Kepemimpinan Suatu Organisasi yang berhasil mencapai tujuannya serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manejernya (pimpinannya). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsifungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya. Sebab itu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai dan mampu megarahkan bawahannya kearah pencapaian tujuan organisasi. Robbi (2006), menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Kepemimpinan menurut Siagian (2005), kemampuan seseorang untuk mempengaruhi,orang lain dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenangi. Sedangkan Yukl (2007), mengatakan kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Gibson (2006) mengatakan bahwa kepemimpinan (leadership) merupakan suatu usaha menggunakan pengaruh untuk memotivasi individu dalam mencapai beberapa tujuan. Flippo (2005), Berpendapat gaya kepemimpinan dapat 16 dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar beberapa sasaran. Sedangkan Thola (2006), menyatakan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku yang digunakan oleh orang lain seperti yang ia lihat, sehingga menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan. Selain percaya bahwa pemimpin dapat menunjukkan 17 lebih dari satu gaya kepemimpinan, dan mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan, yaitu: 1. Kepemimpinan partisipatif. Berkonsultasi dengan karyawan dan secara serius mempertimbangkan gagasan mereka pada saat mengambil keputusan. 2. Kepemimpinan yang mengarahkan/pengasuh (direktif). Memberikan panduan kepada para karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar kerja. 3. Kepemimpinan yang Otoriter / Authoritarian Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. 4. Kepemimpinan yang Birokratis /Bureaucratic Leadership Pemimpin birokratis bekerja “berdasarkan aturan”, memastikan staf mereka mengikuti prosedur secara tepat. Ini adalah gaya yang sangat tepat dalam melibatkan resiko keamanan yang serius (seperti mengoperasikan mesin, dengan substansi beracun atau pada ketinggian) atau dimana ada sejumlah uang yang besar terlibat (seperti penanganan uang kas) 18 5. Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian (prestasi). Mendorong para karyawan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka dengan menetapkan tujuan yang menantang, menekankan pada kesempurnaan, dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan. beberapa gaya kepemimpinan yang dominan sering diaktualisasikan seorang pemimpin dalam mengendalikan organisasinya, menurut Robi Toni (2008) adalah : a) Gaya Otokratik Pemimpin mengambil keputusan sendiri tanpa mendengarkan pendapat bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini biasanya tidak didambakan oleh para bawahannya karena dalam mengendalikan organisasi, unsure kemanusiaan seringkali diabaikan. b) Gaya Paternalistik Hubungan atasan bawahan seperti bapak dan anak. Keputusan dilakukan sendiri oleh atasan, baru kemudian sisampaikan kepada bawahan. Pemimpin bertindak untuk memenuhi kebutuhan bawhaannya dengan harapan para bawahan akan memperhatikan pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. c) Gaya Karismatik Tipe ini memandang kepemimpinan sebagai keseimbangan antara pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para 19 bawahan. Pemeliharaan hubungan didasarkan pada relasional, dan bukan berorientasi kekuasaan, walaupun dia memilikinya. d) Gaya Laissez Faire Orientasi lebih menitik beratkan pada keseimbangan hubungan atasan bawahan daripada pelaksanaan tugas. Dasar pemikirannya adalah jika dalam organisasi terdapat hubungan baik antara atasan dengan para bawahan diharapkan bawahan akan terdoronh menyelesaikan tugas-tugasnya secara bertanggung jawab. e) Gaya Liberal Mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuannya. Gaya ini lebih banyak mendelegasikan tugas kepada para bawahan sebagai bentuk kepercayaan atas kemampuan bawahannya. f) Gaya Demokratis Banyak yang berpendapat ini sebagai yang paling ideal, walau tidak ada jaminan organisasi akan berjalan tanpa hambatan. Umumnya pemimpin sadar biaya yang harus ditanggung organisasi. Gaya ini menyertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Bawahan diperlukan sebagai rekan kerja dengan menjaga keseimbangan orientasi penyelesaian tugas dan hubungan relasional. 2.4.3 Analisis Kepemimpinan Analisis Robi Toni (2008) mengenai Leadership : Dalam setiap organisasi dibutuhkan leadership yang kuat untuk menjalankan organisasi 20 mencapai tujuannya. Dalam pelaksanaannya pimpinan yang kuat juga harus didukung oleh bawahannya, karena pada akhirnya pelaksana kebijakan pimpinan adalah para bawahan. Kepemimpinan yang efektif selain harus melihat bagaimana gaya kepemimpinan dijalankan agar organisasi berjalan dengan baik. Analisis menurut Dessler (2006 : 4 ) adalah sebagai berikut : a. Perencanaan Menentukan sasaran dan standar-standar, membuat aturan dan prosedur, menyusun rencana-rencana, dan melakukan peramalan-peramalan. b. Pengorganisasian Memberikan tugas spesifik kepada setiap bawahan, membuat divisidivisi, mendelegasikan wewenanng kepada bawahan, membuat jalur wewenang dan komunikasi, mengkoordinasikan pekerjaan bawahan. c. Penyusunan Staff Menentukan tipe orang yang harus dipekerjakan, merekrut calon karyawan, memilih karyawan, menetapkan standar prestasi, memberikan konseling kepada karyawan, melatih dan mengembangkan karyawan. d. Kepemimpinan Mendorong orang lalin untuk menyelesaikan pekerjaan, mempertahankan semangat kerja, memotivasi bawahan e. Pengendalian standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi memeriksa untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai dibandingkan dengan standar-standar, melakukan koreksi jika dibutuhkan. 21 2.4.4 Fungsi Kepemimpinan Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok / organisasi masingh-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam dan bukan diluar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus mewujudkan dalam interaksi antar individu didalam situasi sosial suatu kelompok / organisasi. Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, seperti : 1) Fungsi instruksi Komunikasi bersifat satu arah dan pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menetukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif 2) Fungsi Konsultasi Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Dalam tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali meminta bahan pertimbangan. Tahap berikutnya konsultasi dari pemimpin pada orangorang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan pimpinan akan mendapatkan dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif. 22 3) Fungsi Partisipasi Dalam Fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. 4) Fungsi Deligasi Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat / menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi deligasi pada dasarnya kepercayaan. 5) Fungsi Pengendalian Fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses / efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. 2.5 Budaya Organisasi 2.5.1 Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi menurut Robbins (2008) adalah sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. 23 Budaya adalah kompleks nilai, gagasan, sikap, dan symbol lain yang bermakna yang melayani manusia untuk berkomunikasi, membuat tafsiran dan mengevaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya dan nilai-nilai diteruskan dari satu generasi kegenerasi yang lain. Budaya organisasi (corporate culture) sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi yang berbeda dengan organisasi lain. Stoner et.al, (2006), menyatakan budaya (culture) merupakan gabungan kompleks dari asusmsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Sedangkan budaya organisasi (organizational Culture) merupakan sejumlah pemahaman penting, seperti norma, sikap, dan keyakinan, yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi. (Stoner et.al,2006). Budaya melengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian perilaku yang dapat diterima masyarakat. Beberapa dari sikap perilaku yang lebih penting yang dipengaruhi oleh budaya adalah sebagai berikut : 1. Rasa diri dan ruang 2. Komunikasi dan bahasa 3. Pakaian dan penampilan 24 4. Makanan dan kebiasaan makan 5. Waktu dan kesadaran akan waktu 6. Hubungan (keluarga, organisasi, pemerintah dan sebagainya) 7. Nilai dan norma 8. Kepercayaan dan sikap 9. Proses mental dan pembelajaran 10. Kebiasaan kerja dan praktek Budaya mempengaruhi penggerak yang memotivasi orang untuk mengambil tindakan yang lebih jauh bahkan untuk motif yang bermacammacam seperti kebebasan, kemampuan baca tulis, atau kegairahan. Budaya dari suatu masyarakat menentukan bentuk komunikasi apa yang diizinkan sehubungan dengan maslah ini dan kerap sifat dan tingkah perilaku mencari yang dianggap sesuai oleh individu. Budaya organisasi merupakan suatu pola asumsi dasar yang dimiliki oleh anggota perusahaan yang berisi nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan yang mempengaruhi pemikiran, pembicaraan, tingkahnlaku, dan cara kerja karyawan sehari-hari, sehingga akan bermuara pada kualitas kinerja perusahaan. Menurut Schein (2005), budaya ada dalam tiga tingkat, yaitu : 1. Artefaks (artifacts) : Hal-hal yang ada bersama untuk menentukan budaya dan mengungkapkan apa sebenarnya budaya itu kepada mereka yang memperhatikan budaya. Artefaks termasuk produk, jasa dan bahkan pola tingkah laku dari anggota sebuah organisasi. 25 2. Nilai-Nilai yang didukung (Espoused Value) :Alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan suatu. 3. Asumsi Dasar ( Basic Assumption) : Keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Sedangkan Luthans (2006), menyatakan budaya organisasi mempunyai sejumlah karakteristik penting. Beberapa diantaranya adalah : 1. Aturan perilaku yang diamati : Ketika anggota organisasi berinteraksi satu smaa lain, mereka menggunakan bahasa, istilah dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku. 2. Norma : Adalah standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak organisasi menjadi “jangan melakukan terlalu banyak : jangan melakukan terlalu sedikit.” 3. Nilai Dominan : Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama. Contohnya adalah kualitas produk tinggi, sedikit absen dan efesiensi tinggi. 4. Filosofi : Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai bagaimana karyawan dan pelanggan diperlakukan. 5. Aturan : Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian organisasi. Pendatang baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang. 26 6. Iklim Organisasi : Merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan baru yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi dan cara anggota organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar. Hasil penelitian Kotter dan Heskett (1992, dalam Stoner et.al, 2006), menunjukan bahwa budaya mempunyai dampak yang kuat dan semakin besar pada prestasi kerja organisasi. Penelitian tersebut mempunyai empat kesimpulan, yaitu : 1. Budaya organisasi dapat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. 2. Budaya organisasi bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya perusahaan dalam decade mendatang. 3. Budaya organisasi yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang : budaya itu berkembang dengan mudah, bahkan dalam perusahaan yang penuh dnegan orang yang bijaksamana dan pandai. 4. Walaupun sulit untuk di ubah, budaya perusahaan dapat dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi. 27 2.6 Komitmen Organisasi Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola SDM. Seberapa jauh komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja, sangatlah menetukan organisasi itu dalam mencapai tujuannya. Dalam dunia kerja, komitmen karyawan terhadap organisasi sangatlah penting, karena jika para tenaga kerja berkomitmen pada organisasi, mereka mungkin akan lebih produktif. Menurut Morrow, Mc Elroy dan Blum (2008) komitmen organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi. Tiga sikap tersebut adalah : 1. Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification). 2. Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan. 3. Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal. Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat kepercayaan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut. Sedangkan Yuwaliatin (2006), mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi, keterlibatan dan loyalitas yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap organisasinya. 28 2.7 Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2008) dengan judul penelitian “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan”. Hasil pengujian hipotesis antara variabel Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasi karyawan yaitu thitung berada di daerah penolakan, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasi karyawan. Hipotesis antara variabel Budaya Organisasi terhadap Komitmen mempunyai pengaruh yang negatif terhadap komitmen organisasi. Pembuktian hipotesis dalam penelitian ini dapat sesuai dengan pembuktian oleh para peneliti terdahulu yang telah berhasil merumuskan dan membangun hipotesis atas pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. 2 Lokasi Penelitian terdahulu dilakukan pada Biro lingkup Departemen Pertanian. 2.8 Hubungan Variabel 2.8.1 Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan dengan Budaya Organisasi Kepemimpinan melibatkan lebih dari sekedar menggunakan kekuasaan dan menjalankan wewenang, serta ditampilkan pada tingkat yang berbeda. Pada tingkat individu misalnya, kepemimpinan 29 melibatkan pemberian nasehat, bimbingan, inspirasi dan motivasi. Para pemimpin membangun tim, menciptakan kesatuan dan menyelesaikan perselisihan di tingkat kelompok dan pada akhirnya pemimpin membangun budaya dan menciptakan perubahan dalam organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005). Menurut Schein (2006), Budaya diciptakan oleh pemimpin-pemimpinnya, pemimpinpemimpin diciptakan oleh budaya. Budaya pada hakekatnya merupakan pondasi bagi suatu organisasi. Jika pondasi yang dibuat tidak cukup kokoh, maka betapapun bagusnya suatu bangunan, ia tidak akan cukup kokoh untuk menopongnya. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bagaimana budaya seharusnya dibentuk. Dari berbagai penpadat tersebut yang tidak bisa dipungkiri adalah peran pimpinan. Menurut Yukl (2006), berpendapat bahwa para pemimpin organisasi memiliki potensi paling besar untuk menanamkan dan memperkuat aspek-aspek budaya organisasional dengan lima mekanisme utama, yaitu : 1. Perhatian. Pemimpin berperan dalam hal mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai dan perhatian-perhatian mereka melalui pilihan-pilihan untuk menanyakan, mengukur, mengomentari, memuji dan mengkritik. 2. Reaksi terhadap krisis. Keputusan-keputusan yang diambil para pimpinan sebagai reaksi mereka atas krisis yang dialami 30 organisasi berkaitan erat dengan emosionalitas mereka, oleh para anggota organisasi dapat digunakan untuk meningkatkan potensi mereka dalam rangka mempelajari nilai-nilai meningkatkan potensi mereka dalam rangka mempelajari nilai-nilai dan asumsiasumsi yang ada disekitar mereka. 3. Pemodelan peran, Pemimpin organisasi dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan melalui tindakan-tindakan mereka sendiri, khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri dan perilaku-perilaku diluar tugas mereka sehari-hari, seperti organization citizenship behavior, whistleblowing, taking change, role innovation, task revision, dan lain-lain. 4. Alokasi imbalan. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan imbalan formal seperti upah, promosi atau penghargaan informal dapat mengkomunikasikan sesuatu yang dianggap bernilai oleh pimpinan maupun oleh organisasi pengaruhi . 5. Kriteria seleksi dan pemecatan. Pimpinan organisasi dapat juga mempengaruhi budaya organisasi dengan merekrut orang-orang yang memiliki nilai-nilai, keterampilan atau kompetensi tertentu dan mempromosikan mereka ke posisi-posisi strategis. Kriteriakriteria pemutusan hubungan kerja (pemecatan) juga merefleksikan nilai-nilai perhatian organisasi. Banyak penelitian 31 yang telah dilakukan mencatat bahwa perilaku pemimpin transformasional berpengaruh secara signifikan terhadap budaya organisasi. Menurut Bass dan Avolio 2007), budaya organisasi seringkali merupakan hasil kreasi para pendirinya. Secara para penerus mereka membantu pembentukan budaya yang berkenaan kepercayaan pribadi para pendiri dan pemimpin organisasi. Suhana (2007, hal.47-53), dalam penelitiannya menguji hubungan antara gaya kepemimpinan, praktek-praktek MSDM, budaya, komitmen dan kinerja. Hubungan yang signifikan ditemukan antara gaya kepemimpinan dan budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan komitmen, dan antara budaya organisasi dan komitmen organisasi. 2.8.2 Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan dengan Komitmen Organisasi Dalam memelihara komitmen organisasi, peran seorang pemimpin sangat dibutuhkan dan kepemimpinan yang efektif menjadi syarat utama. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinan terlebih dahulu harus harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Suhana (2007), memuji pengaruh perilaku kepemimpinan yang berorientasi 32 pada hubungan dan tugas terhadap komitmen organisasi. Temuannya menunjukan bahwa perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan yang meliputi membangun kepercayaan, memberikan inspirasi, visi, mendorong kreativitas dan menekankan pengembangan berpengaruh secara positif pada komitmen efektif karyawan. Sementara perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas juga berpengaruh terhadap komitmen efektif karyawan, meski tingkat pengaruhnya lebih rendah. Penelitian dilakukan Chen (2006), menunjukan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja. Selain itu perryer dan Jordan (2005), meneliti dasar hubungan antara komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan dilihat dari gaya mendukung (support) dan gaya memadamkan (extinct) pada organisasi pemerintah federal Australia. Hasil penelitiannya menemukan bahwa baik gaya mendukung dan gaya memadamkan yang dimiliki seorang pemimpin mempengaruhi komitmen berorganisasi, dimana terjadi sebuah peningkatan dalam gaya mendukung yang dimiliki seorang pemimpin bersamaan dengan penurunan dalam gaya pemimpin yang cenderung memadamkan akan meningkatkan komitmen. Sedangkan Bourantas dan Papalexandris (2007), penelitiannya pada organisasi publik dan swasta di yunani menemukan perbedaan yang 33 signifikan pada pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan dan komitmen karyawan dimana pada organisasi publik kurang signifikan dibandingkan dengan organisasi swasta. Hal tersebut didukung dengan fakta bahwa karena peraturan upah mereka, penarikan, pemilihan, pelatihan dan kriteria serta prosedur kenaikan pangkat, organisasi publik di yunani kurang efektif daripada organisasi swasta dalam menjaga kompetensi pemimpin. Selain itu, organisasi swasta lebih bersaing dalam pasar buruh untuk menarik pemimpin yang tersedia lebih dapat bersaing. 2.8.3 Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya kuat merupakan budaya dimana nilai inti organisasi itu dipegang secara mendalam dan dianut bersana secara meluas (Robbin, 2006). selain itu Robbin (2006), berpendapat budaya organisasi adalah suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasiorganisasi lain. Sedangkan menurut Sunarto (2007), budaya organisasi sebagai keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang 34 timbul dalam suatu organisasi dikemukakan dengan lebih sederhana, budaya adalah “cara kami melakukan sesuatu disekitar sini”. Dari berbagai studi tentang budaya organisasi berpengaruh dalam aspek organisasional seperti : Peningkatan komitmen organisasi. Mckinnon et.al (2006). Terdapat tujuh karakteristik primer yang merupakan hakikat dari budaya organisasi menurut Robbin (2006), yaitu : 1. Inovasi dan mengambil resiko, artinya sejauh mana para karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail, artinya sejauh mana karyawan diharapkan memperliharkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi hasil, artinya sejauh mana para manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses-proses yang digunakan untuk mencapai hasil-hasil itu. 4. Orientasi orang, artinya sejauh mana keputusan-keputusan manajemen memperhitungkan pengaruh hasil-hasil terhadap manusia didalam organisasi. 5. Orientasi tim, artinya sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim, bukan berdasarkan individu. 35 6. Keagresifan, artinya sejauh mana orang bersikap agresif dan bersaing dan bukannya santai-santai. 7. Kemantapan, artinya sejauh menekankan dipertahankannya mana kegiatan status quo organisasi bukannya pertumbuhan. 2.9 Kerangka Pemikiran Gaya Kepemimpinan (X1) Komitmen Organisasi (Y) Budaya Organisasi (X2) 36 2.10 Hipotesis Menurut Sugiyono (2007 : 93), “Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.” Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perumusan hipotesis dalam penelitian skripsi ini “diduga terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi karyawan di PT. Mitra Inti Pranata”. Kriteria uji : 1. Ho1 : ρ = 0 (tidak terdapat pengaruh antara gaya kerpemimpinan terhadap komitmen organisasi) 2. Ha1 : ρ ≠ 0 (terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi) 3. Ho2 : ρ = 0 (tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap komitmen organisasi) 4. Ha2 : ρ ≠ 0 (terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap komitmen organisasi) 37 5. Ho3 : ρ = 0 (tidak terdapat pengaruh secara simultan antara gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi) 6. Ha3 : ρ ≠ 0 (terdapat pengaruh secara simultan antara gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi)