Teknik Penurunan Digital Surface Model (DSM) dari Citra Satelit ALOS Menjadi Digital Elevation Model (DEM) (Studi Kasus: Cilacap, Indonesia) Atriyon Julzarika, Kustiyo dan Wawan K. Harsanugraha Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional(LAPAN) Ringkasan Alos satellite is one of the natural resources satellite that could be used in 3D applications. The problems that be taken in generate 3D model with satellite imagery are the model always be formed as Digital Terrain Model (DSM), not Digital Terrain Model (DTM), Digitallen HheModellen (DHM), Digital Geoid Model (DGM) or Digital Elevation Model (DEM). The referention system of 3D model that are produced by Alos satellite image still as surface for z axis, for x axis and y axis has been closed to 2D referention system in some certain datum and system of map projection. In case, it needs accuracy and precision of Alos satellite data using a least square adjustment of parameter methods. This result will be used to change DSM to be DEM. It creates DEM using range z (elevation) methods. keyword: DSM, DEM, Adjustment 1 Pendahuluan Saat ini teknologi penginderaan jauh sudah mengalami kemajuan yang pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan banyaknya satelit yang berada di angkasa. Pada beberapa aplikasi yang bersifat kebumian, kebanyakan menggunakan satelit sumberdaya alam, seperti ALOS, Landsat, Ikonos, SPOT, Beijing-1, CBERS, Quick Bird, Aster, dan lain-lain. Dari sejumlah satelit tersebut, yang dapat dibuat model 3 dimensi (3D) adalah ALOS dan Aster. Pada penelitian ini lebih mengkaji pada satelit ALOS. Ada beberapa hal penting yang berhubungan dengan model permukaan digital, diantaranya DSM, DEM, DTM, dan DGM. DSM merupakan model permukaan digital dengan referensi permukaan objek terhadap Mean Sea Level (MSL) 18,61 tahun. DEM merupakan model permukaan digital yang mempunyai referensi terhadap ellipsoid. DTM merupakan model permukaan digital yang mempunyai referensi terhadap koordinat toposentrik dan telah dilakukan koreksi unsur-unsur geodetis terhadap model tersebut. DGM merupakan model permukaan digital yang mempunyai referensi terhadap geoid/rata-rata ekuipotensial yang berimpit dengan MSL. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang membahas tentang koreksi geometrik citra satelit Alos dengan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter. Penelitian sebelumnya sudah diperoleh besar akurasi dan presisi dan citra Alos secara 3D. PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008 30 2 Diagram alir penelitian Gambar 1: Diagram alir penelitian 3 Metodologi penelitian Pada penelitian ini lebih melakukan cara mengubah DSM menjadi DEM dengan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter. Hasil koreksi geometrik berupa akurasi dan presisi yang diperoleh dari penelitian sebelumnya digunakan untuk penurunan DSM menjadi DEM (DSM2DEM). Hasil DEM tersebut kemudian akan digunakan sebagai referensi pada penelitian berikutnya, yaitu untuk menurunkan DEM menjadi DTM. 4 Survei pendahuluan Pada penelitian sebelumnya, dilakukan koreksi geometrik citra Alos yang masih berformat RAW data. Pengolahan citra tersebut pertama kali dilakukan untuk pemodelan 3D yaitu penggabungan citra Alos backward, nadir, dan forward. Pada penelitian tersebut menggunakan delapan titik dari hasil ukuran GPS Geodetik yang berfungsi sebagai Ground Control Point (GCP). Sedangkan untuk penentuan akurasi dan presisi citra Alos dengan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter hanya menggunakan tujuh titik penelitian (titik ke-8 GCP tidak dipakai). Berikut ini posisi dan model citra Alos dengan delapan titik penelitian. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa nilai koordinat pada arah sumbu x memiliki akurasi tinggi sebesar X0 ± σx atau 0.671857454108123 ± 0.6529571338124070 m sehingga akan mengurangi bias yang ditimbulkan terhadap pola dan model akurasi dan presisi terhadap tujuh titik penelitian (Julzarika, 2007). Nilai koordinat pada arah sumbu y memiliki akurasi sangat tinggi sebesar Y 0±σy atau 0.233028981951454± 0.6529552888307150 m sehingga akan mengurangi bias yang ditimbulkan terhadap pola dan model akurasi dan presisi terhadap tujuh titik penelitian (Julzarika, 2007). Nilai koordinat pada arah sumbu z memiliki akurasi lebih rendah sebesar Z0±σz atau 2.52733193815344± 0.7378906512590360 m sehingga bias yang ditimbulkan terhadap pola dan model akurasi dan presisi terhadap tujuh titik penelitian akan lebih besar. Hal ini akan berpengaruh terhadap besar bias yang terjadi pada arah sumbu x dan sumbu y (Julzarika, 2007). 31 Gambar 2: Koreksi geometrik citra satelit Alos Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa nilai koordinat pada arah sumbu x mempunyai presisi kurang seksama. Hal ini ditandai dengan beberapa nilai —wi— memiliki nilai lebih besar sehingga akan mempengaruhi pola dan model tujuh titik penelitian terhadap tujuh titik penelitian. Nilai koordinat pada arah sumbu y mempunyai presisi seksama. Hal ini ditandai dengan beberapa nilai —wi— memiliki nilai kecil sehingga akan mempengaruhi pola dan model tujuh titik penelitian terhadap tujuh titik penelitian. Nilai koordinat pada arah sumbu z mempunyai presisi lebih seksama. Hal ini ditandai dengan beberapa nilai —wi— memiliki nilai lebih kecil sehingga akan mempengaruhi pola dan model tujuh titik penelitian terhadap tujuh titik penelitian. Pada penelitian ini akan mengkaji penurunan DSM menjadi DEM pada wilayah penelitian titik ke-3. Berikut ini merupakan tampilan DSM pada wilayah titik penelitian ke-3. Gambar 3: DSM wilayah penelitian titik ke-3 Pada DSM tersebut masih terdapat tutupan awan, sedangkan pada bagian lain terdapat objek berupa hutan dan sungai. Berikut ini adalah tampilan 3D dari wilayah titik penelitian ke-3. 32 Gambar 4: View DSM wilayah penelitian titik ke-3 5 Hasil dan pembahasan 5.1 Koreksi DSM Hasil penelitian sebelumnya berupa akurasi masing-masing titik terutama titik ke-3, akan digunakan untuk penurunan DSM menjadi DEM. Berikut ini nilai akurasi pada titik penelitian ke-3. 1. Tinggi titik penelitian ke-3 adalah 9,79 meter 2. Akurasi sumbu x adalah X0 ± σx atau 0.671857454108123 ± 0.6529571338124070 m 3. Akurasi sumbu y adalah Y 0 ± σy atau 0.233028981951454 ± 0.6529552888307150 m 4. Akurasi sumbu z adalah Z0 ± σz atau 2.52733193815344 ± 0.7378906512590360 m 5. Range arah sumbu x : X-dxi s/d X+dxi Maka range X = X (pada penelitian ini lebih mengutamakan elevasi/sumbu z) 6. Range arah sumbu y : Y-dyi s/d Y+dyi Maka range Y = Y (pada penelitian ini lebih mengutamakan elevasi/sumbu z) 7. Range arah sumbu z : Z-dzi s/d Z+dzi Maka range Z adalah [9,79-(2.52733193815344 + 0.7378906512590360)] meter s/d [[9,79+(2.52733193815344 + 0.7378906512590360)] meter 8. Range Z adalah 6.525 -13.055 meter 5.2 Uji range DSM Penurunan DEM dari DSM pada wilayah penelitian ke-3 mempunyai syarat mutlak, yaitu nilai DEM dari DSM hanya terdapat pada Range Z (6.525 -13.055 meter), sedangkan nilai yang berada diluar range merupakan Bull Eyes. Istilah ini sering digunakan dalam interpolasi kontur. Bull Eyes merupakan titik, garis, atau area yang mempunyai nilai ketinggian, akan tetapi nilai tersebut tidak merepresentasikan keadaan sebenarnya di lapangan. Bull Eyes bisa disebabkan oleh interpolasi kontur yang salah akibat penyebaran titik tinggi yang tidak merata atau bisa juga disebabkan oleh nilai titik tinggi yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Berikut ini merupakan hasil penurunan DSM menjadi DEM yang telah sesuai dengan range Z. 5.3 Pembuatan DEM Pada tampilan awal terlebih dahulu ditentukan kontur berupa garis dan area pada wilayah titik penelitian ke-3. Setelah itu, kontur dibuat menjadi Triangular Irregular Network (TIN) yang akan digunakan untuk pembuatan grid kontur.Nilai titik elevasi sepanjang garis kontur merupakan nilai elevasi sesuai dengan range Z. Berikut ini merupakan tampilan TIN wilayah titik penelitian ke-3. Dari gambar tersebut terlihat DEM tersebut tidak mencerminkan topografi yang signifikan, hanya berupa daerah datar. Warna hijau muda 33 Gambar 5: Kontur range z hasil DSM2DEM merepresentasikan wilayah dengan nilai 9,75-13,055 meter, sedangkan warna hijau tua merepresentasikan wilayah dengan nilai 6,525-9,75 meter. Gambar 6: TIN range z hasil DSM2DEM Proses selanjutnya TIN yang diubah menjadi Grid kemudian ditampilkan hasil akhir berupa DEM. Berikut ini merupakan tampilan 3D DEM wilayah penelitian titik ke-3. Warna biru merepresentasikan nilai elevasi titik penelitian ke-3 sebesar 9,75 meter. Warna kuning sampai merah bata merepresentasikan nilai elevasi 9,75-13,055 meter. Nilai elevasi 6,525-9,75 meter terletak dibawah warna biru. Sedangkan Mean Sea Level (MSL) direpresentasikan oleh warna ungu. Kenampakan hutan maupun sungai sekarang sudah berupa DEM atau bare bald. Kenampakan tajuk pohon (hutan sudah dihilangkan berdasarkan range z). Gambar 7: 3D View DSM2DEM Gambar di bawah ini juga memiliki representasi yang sama dengan gambar sebelumnya. Wilayah titi 34 penelitian ke-3 sudah merepresentasikan DEM. Warna hijau samapi dengan cyan merepresentasika nilai elevasi 6,525-9,75 meter. Sedangkan nilai elevasi 9,75-13,055 meter direpresentasikan dengan warna cyan sampai merah bata. Selain itu metode dengan range z ini juga bisa merepresentasikan hydrology flow seperti kenampakan sungai, thalweg, aliran sungai, breakline, flow direction, dan kenampakan hydrology flow yang lainnya. Gambar 8: DEM wilayah penelitian titik ke-3 5.4 Analisis DEM secara profil melintang Profil merupakan kenampakan objek baik secara topografi maupun non topografi. Profil terbagi atas dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Profil memanjang merupakan kenampakan objek memanjang mengikuti sumbu objek tersebut, misal profil as jalan, breakline, garis antar thalweg sungai. Sedangkan profil melintang merupakan kenampakan objek secara melintang secara tegak lurus terhadap sumbu objek tersebut. Contoh profil melintang adalah kenampakan melintang dari jalan, profil melintang sungai, continental shelf, pegunungan, perbukitan, dan lain-lain. Pada penelitian ini, hasil penurunan DSM2DEM akan diuji menurut profil melintang objek pada wilayah titik penelitian ke-3. Pada proses ini dipilih objek sampel dengan membuat garis lurus secara melintang dari hutan sebelah barat melewati sungai menuju hutan sebelah timur. Dari kenampakan tersebut dapat dianalisa secara visual dan spasial bahwa pada wilayah hutan (daratan) masih terlihat kenampakan tajuk pohon/hutan. Kenampakan hutan tersebut masih berupa hutan yang lebat. Selain itu nilai ketinggian dari tajuk pohon tersebut hampir semuanya berada diluar nilai maksimal (13,055 meter) range z. Pada wilayah titik penelitian ke-3 tersebut dilakukan pendekatan dengan nilai elevasi pendekatan 90 meter. Berikut ini adalah profil melintang wilayah penelitian titik ke-3 dalam bentuk DSM. Selanjutnya pada wilayah sungai, terlihat kenampakan objek yang tidak merata, yang disebabkan oleh kenampakan aliran air sungai, semak belukar serta kenampakan pohon di sekitar sungai. Proses penurunan DSM menjadi DEM akan mengubah profil melintang dari objek wilayah penelitian titik ke-3. Nilai elevasi pada DEM sudah direferensikan pada ellipsoid. Analisa DEM secara profil melintang juga dilakukan pada area yang sama dengan DSM sebelumnya. Sebagai contoh, diambil profil melintang di wilayah hutan (daratan). Pada profil melintang tersebut sudah terlihat penurunan DSM menjadi DEM. Pada profil melintang DEM ini akurasi elevasi bisa mencapai 0,05 meter sehingga bisa digunakan untuk aplikasi tsunami modeling, burned forestry, hydrology flow, pergeseran tanah, pergerakan lempeng, maupun aplikasi pemodelan yang lain. Kemudian dilanjutkan terhadap profil melintang sungai dari hasil penurunan DSM menjadi DEM. Dari hasil DEM tersebut terlihat morfologi sungai yang sudah direferensikan terhadap ellipsoid. 35 Gambar 9: Profil melintang DSM (hutan dan sungai) Gambar 10: Profil melintang DEM (hutan) Gambar 11: Profil melintang DEM (sungai) 6 Kesimpulan Penelitian tentang penurunan DSM menjadi DEM dengan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter mempunyai beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. DSM dapat diubah menjadi DEM dengan menggunakan metode hitung perataan kuadrat terkecil. 2. DEM yang dibuat merupakan hasil range z sebesar (Z-dzi s/d Z+dzi) sedangkan nilai titik tinggi di luar range z merupakan Bull Eyes. 3. Pembuatan DEM dilakukan dengan cara pembuatan kontur range z kemudian diubah jadi TIN dan selanjutnya dijadikan Grid. Pada akhirnya ditampilkan menjadi DEM. 36 Daftar pustaka Arsana, I.M.A., dan Julzarika, A., 2006, Liscad-Surveying & Engineering Software, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada and PT. Leica/Almega Geosystem, Yogyakarta. Arsana, I.M.A, dan Julzarika, A., 2007, the usefull of Google fitures/Memanfaatkan Fitur-Fitur Google, 1st printed, PT. Elexmedia Komputindo, Jakarta. Hadiman., 1999, Adjustment computation/Hitung Perataan, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada, Yogyakarta. Hadiman., 2005, System and coordinate transformation/Sistem dan Transformasi Koordinat, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada, Yogyakarta. Hanselman, D., dan Littlefield, B., 1997, Matlab, 9th printed, PT. Andi offset, Yogyakarta. Julzarika, A., 2008, 3D Modelling Technical of Lapan Tubsat Satellite Imagery Using Videogrammetry and Its Statistical Test (Study of Case: Merapi Volcano, Yogyakarta, Indonesia), ASAIHL SCOPUS Young Scientist Award 2008 (Nominee), Thailand. Julzarika, A., 2008, 3D Modelling Technical of Lapan Tubsat Satellite Imagery Using Videogrammetry and Its Statistical Test (Study of Case: Merapi Volcano, Yogyakarta, Indonesia), Khwarizmi International Award 2008, Iran. Julzarika, A., 2007, Analysis of coordinates changing caused by the changing of map file types in developing internet based geographic information system/Analisa Perubahan Koordinat Akibat Proses Perubahan Format Tampilan Peta pada Pembuatan Sistem Informasi Geografis Berbasis Internet, Undergraduate thesis, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada, Yogyakarta. Julzarika, A., 2007, AutoCad Map, Geodetic Engineering, University of Diponegoro, Semarang. Julzarika, A., 2007, AutoCad Land Development, Geodetic Engineering, University of Diponegoro, Semarang. Julzarika, A, 2008, Differential of Digital Surface Model (DSM) to be Digital Elevation Model (DEM) from ALOS Satellite Imagery Using Least Square Adjustment Computation (Study of Case: Cilacap, Indonesia), ASAIHL SCOPUS Young Scientist Award 2008 (Nominee), Thailand. Julzarika, A, 2008, Differential of Digital Surface Model (DSM) to be Digital Elevation Model (DEM) from ALOS Satellite Imagery Using Least Square Adjustment Computation (Study of Case: Cilacap, Indonesia), Khwarizmi International Award 2008, Iran. Julzarika, A., 2007, Hidrography surveying I (Videogrammetry, Underwater Photogrammetry, Underwater Archeology)/(Bahan Kuliah Survei Hidrografi I (Videogrammetry, Underwater Photogrammetry, Underwater Archeology), Geodetic Engineering, University of Diponegoro, Semarang. Julzarika, A., 2008, Optimization of differential DSM2DEM using optical and radar data according to Geodesy and Geomatis Engineering.Optimasi penurunan DSM2DEM dengan menggunakan data optis dan data radar menurut Teknik Geodesi dan Geomatika. General Stadium, Geodetic Engineering, University of Diponegoro, Semarang. Konecny dan Lehmann, 1984, Photogrammetrie, Walter de Gruyter & Co., Berlin, Jerman. Soetaat., 1996, Least square adjustment/Hitung kuadrat terkecil lanjut, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada, Yogyakarta. Soetaat., 2001, System and coordinate transformation/Sistem dan Transformasi Koordinat, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada, Yogyakarta. Spiegel, M.R., 1975, Theory and Problems of Probability and Statistics, Mc Grow-Hill book company, USA. 37 Uotila, U.A., 1985, Adjustment Computations Notes, Department of Geodetic Science and Surveying The Ohio State University, Ohio. Widjajanti, N., 1997, Adjustment computation/Diktat Hitung Perataan, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada, Yogyakarta. Widjajanti, N.,dan Sutanta, H. 2006: Digital Terrain Model/Model Permukaan Digital, Geodesy and Geomatics Engineering, University of Gadjah Mada, Yogyakarta. Wolf, P.R., 1981, Adjustment Computations: (practical least square for surveyors), 2nd edition, Institute Technology of Bandung, Bandung. 38