70 BAB V PENUTUP Kesimpulan Dari uraian bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa, upaya Perlindungan Spesies Langka oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta adalah Upaya Sosialisi, Penyuluhan, Kampanye, Pendidikan Lingkungan di SD, SMP, SMA, dan organisasi pecinta alam yang dilakukan secara rutin kemudian ada Upaya Preventif, Penjagaan di wilayah tempat masuknya satwa dan tanaman langka setelah itu ada upaya respresif seperti, operasi intelijen yaitu pengumpulan bahan dan keterangan dari masyarakat dan operasi gabungan yaitu BKSDA bekerjasama dengan polisi setempat untuk pelaku yang tidak dapat atau tidak kooperatif dalam upaya persuasif, biasanya pelaku akan lebih takut dan apabila masih tidak mau untuk menyerahkan satwa langka tersebut akan dibawa ke jalur hukum. Dalam upaya-upaya pemberantasan perdagangan spesies langka tersebut BKSDA masih menemui kesulitan di lapangan, adapun kendala-kendala yang dialami sebagai berikut a. Kesulitan dalam menangani masalah masuknya satwa langka dari luar DI Yogyakarta dikarenakan banyaknya pintu masuk dan tidak dimungkinkan untuk mengadakan operasi terus menerus, sehingga upaya penjagaan kurang maksimal walaupun sudah berkerja sama dengan polisi 71 b. Untuk penjualan spesies langka di Internet yang marak terjadi, terkadang alamat yang tertera di website itu fiktif belaka, atau alamatnya palsu. c. Karena kurangnya sumber daya manusia di bidang intelijen tidak seperti intelijen polisi, berbeda dalam segi sarana, prasarana dan pelatihannya. d. Tidak mempunyai akses pelacakan nomor telepon selular dan ip addresnya belum bisa dilacak seperti di kepolisian, karena tidak memiliki kerjasama dengan operator terkait. e. Dari segi sanksi dianggap tidak menimbulkan efek jera karena pada kenyataan di lapangan biasanya hakim hanya menjatuhi hukuman hanya dilihat dari segi materil atau hanya dari harganya saja, tetapi tidak melihat dari segi pengaruh pada ekosistemnya, efek dari kurangnya populasi suatu satwa pasti mempengaruhi populasi satwa yang lain bahkan tumbuhan karena mereka terhubung dalam suatu rantai makanan. f. Kemudian dari masalah internal BKSDA di Indonesia masih kurang penindakan di habitat asli satwa langka tersebut, karena perdagangan satwa langka susah diberantas apabila satwa tersebut tetap diburu dan disediakan ke pasar-pasar hewan, sehingga seperti sekarang DI Yogyakarta sebagian besar hanya menjadi tempat transaksi satwa langka tersebut, spesies-spesies langka terus dipasok dari wilayah aslinya ke DI Yogyakarta. 72 Kemudian kesimpulan kedua untuk dapat melaksanakan CITES dengan efektif, maka sistem perundang-undangan nasional harus mengacu pada ketentuan CITES. Penulis berkesimpulan ada 4 hal pokok yang harus dicakup dalam legislasi nasional untuk melaksanakan CITES, sebagai berikut, keberadaan otoritas pengelola nasional dan otoritas keilmuan, Hukum yang melarang perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi CITES ,sanksi hukum bagi pelaku perdagangan, hukum untuk penyitaan barang bukti dan memberlakukan kebijakan re-ekspor, indonesia telah mengadopsi CITES dengan baik dengan diaksesinya konvesi CITES ditambah berbagai peraturan nasional yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, peraturan itu cukup sebagai landasan hukum dalam perdagangan satwa langka di Indonesia beserta pihak-pihak yang berwenang, dengan diaksesinya CITES membawa dampak positif dalam penegakan hukum di Indonesia terkait perdagangan tanaman dan satwa langka tersebut, hal dibuktikan dengan adanya lampiran CITES mengenai yang mana satwa dan tanaman terancam punah mana yang tidak terancam punah sehingga perdagangan ditingkat nasional maupun ekspor tanaman dan binatang langka termasuk kucing hutan bisa diminimalisir serendah mungkin. 73 Saran 1. Dari sisi Sumber Daya Manusia masih diperlukan adanya pelatihan dan penambahan sarana dan prasarana kepada penyidik pegawai negeri, Pemerintah Indonesia masih kurang memberi perhatian kepada penyidik pegawai negeri setempat karena menurut pengakuan responden pelatihan dan sarana serta akses kepada pihak terkait seperti operator dan alamat website (IP Addres) masih terbatas secara koneksi dan juga kemampuan. 2. Lebih meningkatkan lagi komunikasi antar penyidik, karena kurangnya komunikasi internal sehingga tidak maksimalnya upaya yang dilakukan untuk memberantas perdagangan spesies langka terutama kucing hutan yang masih terjadi menurut data dan penelitian penulis. 3. Dari sisi hukum, masih kurangnya pemahaman hakim mengenai ekosistem, hal ini membuat penjatuhan sanksi hukum yang hanya berdasarkan harga suatu barang, tetapi tidak melihat dari segi rusaknya ekosistem suatu wilayah. 4. Lebih meningkatkan lagi sosialisasi tentang satwa dan tanaman langka dalam masyarakat, salah satu faktor masyarakat membeli satwa atau tanaman langka karena tidak tahu bahwa tanaman atau satwa tersebut dilindungi di Indonesia, jadi BKSDA selaku yang berwenang dalam hal konservasi alam harus lebih sering lagi dan rutin untuk memberikan sosialisasi dalam masyarakat.