Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teh
Tanaman teh aslinya ditulis oleh Linnaeus di dalam sistem binomialnya
pada tahun 1753 sebagai Thea sinensis, sekarang teh dimasukkan pasa marga
Camellia sebagai Camellia sinensis (keluarga Theacceae). Linnaeus mengakui dua
jenis yang sebelumnya digambarkan oleh John Hill, yaitu, Thea Viridis dan Thea
Bohea. secara keliru dianggap bahwa teh Thea Bohea adalah sumber teh hitam,
sedangkan Thea Viridis menghasilkan teh hijau. Namun, pada tahun 1843 Robert
Fortune menemukan bahwa teh hitam dan teh hijau dihasilkan dari daun tanaman
yang sama dengan proses produksi yang berbeda. Banyak jenis (spesialis)
tanaman teh yang dikenal seperti Thea Bohea, Thea Viridis, Thea Cantonensis,
Thea Assamica, Camellia thea, Camellia Theaifera dan lain-lain (James, 1992).
Teh hijau, teh putih maupun teh hitam berasal dari tanaman yang sama,
yaitu Camellia sinensis, yang membedakannya adalah cara penanganan
pascapemetikan. Teh hijau diproses dengan cara khusus, begitu daun dipetik, daun
teh di kukus hingga kering, tetapi warnanya tidak berubah, dengan demikian,
warnanya cenderung hijau yang berarti zat anti oksidan polifenol tidak banyak
yang hilang. Untuk menghasilkan teh putih diperlukan daun teh pilihan yang
masih muda dan masih dipenuhi bulu-bulu halus. Teh putih diolah dengan dua
tahap, yakni penguapan, pengeringan tanpa penggilingan, dan fermentasi sehingga
penampilan teh putih tidak banyak berubah dari daun aslinya dan teh yang
dihasilkan pun berwarna putih keperakan. Pengolahan teh hitam lebih rumit lagi
Universitas Sumatera Utara
karena harus melalui proses fermentasi dan penggilingan, sehingga minyak
esensial dan sari teh muncul dan mengeluarkan aroma khas. Kualitas daun teh
yang baik adalah yang berasal dari pucuk daun atau daun teh muda yang belum
mekar (Mangan, 2003).
Daun
teh
berbau
khas
aromatik
rasanya
agak
sepet,
uraian
makroskopiknya sebagai berikut :
a. Helai-helai daun dengan tepi bergerigi tebal, berbentuk sudip melebar
sampai sudip memanjang, panjangnya tidak lebih dari 5 cm, dan
bertangkai pendek,
b. Permukaan daun bagian atas mengkilat, pada daun muda permukaan
bawah berambut setelah tua permukaan menjadi licin,
Kandungan zat pada daun teh : 1% - 4% kafein, 7% - 15% tanin dan
minyak astiri. Penggunaan sebagai obat antidotum pada keracunan oleh logam logam berat dan alkaloida (Kartasapoetra, 1992).
2.2 Jenis Teh
Pada umumnya teh-teh dapat dikelompokkan dalam tiga golongan:
1. Teh yang difermentasikan atau teh hitam
2. Tidak difermentasikan atau teh hijau
3. Setengah difermentasikan atau teh oolong
Perbedaan antara jenis teh tersebut dikarenakan perbedaan cara produksi, iklim
lokal, tanah dan kondisi pengolahan (James, 1992).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Black Tea (Teh Hitam)
Teh hitam dan teh hijau berasal dari proses produksi yang berbeda yang
dikenakan pada jenis daun teh yang sama, sesudah dipetik, daun dikeringkan lalu
diletakkan pada baki bambu di bawah matahari atau di dalam pabrik. Proses ini
membutuhkan waktu 18 sampai 24 jam. Lalu daun digiling dengan tangan atau
mesin. Tujuan penggilingan adalah memecahkan sel-sel daun dan melepaskan air
atau enzim-enzim yang ada dalam daun. Penggilingan dapat terjadi selama
maksimum tiga jam. Lalu bahan di bawa ke roll breaker dan green leaf sifting
machine, kemudian difermentasikan dalam baki-baki, di rak-rak atau di lantai
semen yang dingin di bawah kain basah selama setengah sampai empat setengah
jam, kemudian selanjutnya diproses pengapian (pengeringan) dalam panci-panci
atau baki-baki atau di mesin mengapian. Proses ini memerlukan waktu 30 sampai
40 menit (James, 1992).
2.2.2 Green tea (Teh Hijau atau Teh Wangi)
Teh hijau diproduksi dengan penguapan tanpa fermentasi dalam silinder
atau dandang yang berlobang supaya warna hijaunya bertahan. Perbedaan pokok
antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam mengalami proses
fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya, teh hijau tidak
mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya. Teh hitam tidak mengandung
unsur-unsur lain di luar pucuk teh, sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak
hilang (karena tidak mengalami proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan
wangi-wangian non teh. Di Indonesia biasanya bunga melati digunakan dalam
proses ini (James, 1992).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Oolong tea ( Teh Oolong)
Teh setengah difermentasikan atau teh oolong mempunyai beberapa ciri
khas dari teh hitam dan teh hijau. Daun-daun dapat dikeringkan dalam proses
produksi dan difermentasikan secara parsial. Teh oolong, khas / Teh Cina /
Taiwan, merupakan semacam perkawinan antara teh hitam dan teh hijau,
mengalami ”setengah fermentasi”.
2.3 Asam Sitrat
Asam sitrat yang dipakai berbentuk anhidrat. Mengandung tidak kurang
dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C6 H8 O7 , dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus,
putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam. Kelarutan sangat
mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter,
(Depkes, 1995).
2.4 Pengatur keasaman
Pengatur keasaman merupakan senyawa kimia yang bersifat asam dan
merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke
dalam pangan dengan berbagai tujuan. Asidulan tidak bertindak sebagai penegas
rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat asam
senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan
pengawet. Kemudian pH rendah buffer yang dihasilkan mempermudah proses
pengolahan. Bahan tersebut bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam
mencegah ketengikan dan browning. Penggunaan pengatur keasaman di dalam
Universitas Sumatera Utara
pangan, yaitu untuk memperoleh rasa asam yang tajam, sebagai pengontrol pH
atau sebagai pengawet (Cahyadi, 2006)
Nilai pH suatu bahan berhubungan dengan derajat keasaman ataupun
kebasaan bahan pangan tersebut. Nilai pH 7 menunjukkan keadaan netral, harga di
bawahnya menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut bersifat asam, sedangkan
nilai di atasnya menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut bersifat basa.
Keaadaan yang bersifat asam mudah dicapai dengan penambahan asam,
sedangkan keadaan basa dapat dicapai dengan menambahkan basa. Sejumlah
pengaturan keasaman tersebut pada umumnya terdapat delapat jenis asam organik
yang lebih sering digunakan untuk memperoleh atau memberikan rasa asam pada
bahan pangan, di antaranya adalah asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam
fumarat, asam malat, asam suksinat, asam tartrat dan asam fosfat (Cahyadi, 2006).
2.4.1 Tujuan Penggunaan
Salah satu tujuan utama penambahan asam pada bahan pangan adalah
untuk memberikan rasa asam. Asam juga dapat mengintensifkan penerimaan rasarasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+ atau ion hidrogenium
H3O+ .
Pengelompokan pengatur keasaman jika ditinjau dari fungsi pengatur
keasaman tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengasam
-
Asam asetat
-
Asam suksinat
-
Asam tartrat
-
Asam malat
Universitas Sumatera Utara
-
Asam fumarat
-
Asam laktat
-
Asam piruvat
-
Asam sitrat
-
Asam pirofosfat
-
Asam ortofosfat
2. Basa
-
Na-sesquikarbonat
-
Natrium bikarbonat
-
Natriun hidroksida
-
Amonium bikarbonat
3. Penetral
-
Asam-asam lemak jenuh
-
Asam-asam lemak tak jenuh
Fungsi penambahan penetral atau pendapar adalah untuk menjaga agar
suatu pH suatu bahan menjadi tetap. Pengatur keasaman biasanya digunakan
didalam bahan pangan seperti salad, margarin, baking powder, bir, roti, selai, jeli,
natural cheese, es krim, bahan pangan yang dikalengkan (sarden, makanan bayi,
sayuran dan buah-buahan) (Cahyadi, 2006).
2.4.2 Persyaratan
Makanan
yang
dikonsumsi harus
mempunyai
mutu
yang baik,
menyehatkan dan aman, sehingga angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
yang disebabkan oleh pangan rendah. Penetapan batas (limit) penggunaan harian
(daily intake) adalah sangat esensial untuk perlindungan konsumen. Sejak tahun
Universitas Sumatera Utara
1955 para ahli WHO menangani aspek toksikologi penggunaan bahan tambahan
pangan sehingga dapat dikeluarkan nilai ADI (acceptable daily intake) untuk
bahan tambahan pangan. ADI dari suatu bahan kimia merupakan jumlah dari
bahan tersebut yang dinyatakan dalam mg bahan per kg berat badan yang
meskipun dicerna setiap hari tetap bersifat aman dan tidak menimbulkan
gangguan pada kesehatan ataupun efek keracunan dan resiko lainnya. Harga ADI
ini merupakan hal yang mutlak bisa diubah atau diperbaiki jika ada informasi baru
(Cahyadi, 2006)
Menurut
peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
722/Menkes/Per/IX/88 bahwa yang dimaksud dengan Pengatur Keasaman adalah
bahan
tambahan
pangan
yang
dapat
mengasamkan,
menetralkan
dan
mempertahankan derajat keasaman. Salah satu tujuan utama penambahan asam
pada bahan pangan adalah untuk memberi rasa asam. Asam juga dapat
mengintensifkan penerimaan rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam
adalah ion H + atau ion hidrogenium H3O+ (Cahyadi, 2006).
Pada umumnya semua bahan kimia jika dipakai dalam jumlah yang
berlebihan akan bersifat racun, baik pada manusia ataupun pada hewan. Berikut
ini adalah ADI dari beberapa pengatur keasaman, menurut Maurice Hanssen dan
Jill Marsden dalam bukunya The New E for Additives (Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Daftar ADI beberapa pengatur keasaman
Jenis pengatur keasaman
ADI
Asam asetat
Secukupnya
Kalsium asetat
Secukupnya
Asam laktat
Secukupnya
Asam malat
Secukupnya
Asam fumarat
0-6 mg/kg berat badan
Asam sitrat
Secukupnya
Asam tartrat
0-30 mg/kg berat badan
Asam fosfat
0-70 mg/kg berat badan
Asam adipat
0-5 mg/kg berat badan
Sumber: (Cahyadi, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Download