BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Sungai Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sepadan. Sedangkan wilayah sungai yang dimaksud adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai (M. Umron dan Ishak, 2008:44). Tetapi pada jaman sekarang ini fungsi sungai yaitu sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia (M.Umron dan Ishak dalam PP nomor 35 tahun 1991 pasal 17, 2008:44) tidak lagi menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat yang berada disekitarnya tetapi digunakan sebagai tempat pembuangan limbah bagi industri-industri manufaktur. Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan apa yang sudah diatur oleh pemerintah yaitu sebagai penghidupan manusia. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (menurut PP Nomor 20 Tahun 1990). Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut : 9 10 1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu. 2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku minum. 3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. 4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air (Purba, 2009:15) Menurut Wardhana (2004), mengatakan bahwa dalam menilai adanya suatu pencemaran air dapat dilakukan melihat beberapa indikator fisik dari air yang telah tercemar yaitu : 1. Adanya perubahan suhu air. 2. Adanya perubahan pH. 3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa. 4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut. (dalam Djunaidi: 2008) 2.1.2 Sifat umum air Air memiliki sifat umum fisika juga sifat kimia yaitu : 1. Sifat fisika air a. Titik beku 0ºC b. Masa jenis es (0ºC) 0,92 g/cm3 c. Masa jenis air (0ºC) 1,00 g/cm3 d. Panas lebur 80 kal/g e. Titik didih 100ºC f. Panas penguapan 540 kal/g 11 2. Sifat kimia air a. Air dapat terurai oleh pengaruh arus listrik b. Air merupakan pelarut yang baik c. Air dapat bereaksi dengan basa kuat ataupun dengan asam kuat d. Air bereaksi dengan berbagai substansi (Gabriel dalam Purba, 2009:15-16) 2.1.3 Baku Mutu Air Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan perundangundangan yang berlaku. Sedangkan status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (KepMen Lingkungan Hidup nomor 115 tahun 2003). Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Untuk Kegiatan Industri Baku Mutu Limbah Cair No Parameter Satuan Teknik Pengujian Gol. I Gol. II FISIKA 1. Temperatur ºC 38 40 Temperatur 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. KIMIA pH Cadmium (Cd) Raksa (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Sianida (CN) BOD mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 6,0-9,0 0,05 0,002 0,1 0,1 0,05 50 6,0-9,0 0,1 0,005 1 0,5 0,5 150 8. COD mg/l 100 300 pH meter AAS AAS AAS AAS Destilasi Titrimetri Reflux Kalium Dikromat 12 2.1.4 Dampak Pencemaran Logam Berat Dalam kemajuan teknologi dan industri pada masa sekarang ini yang dimanfaatkan oleh manusia menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Bahkan bukan hanya penurunan lingkungan tapi dari kegiatan manusia di bidang industri tersebut dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup dimuka bumi karena dalam pemanfaatan sumber daya dengan menggunakan kemajuan teknologi yang ada menggunakan berbagai macam bahan kimia dan logam berat dalam proses tersebut. Larutan kimia yang digunakan, logam-logam berat yang terkandunga dalam suatu bahan galian jika di tambang tetapi tidak dimanfaatkan dengan sebaik mungkin dan dibuang langsung ke lingkungan (badan air) maka akan terakumulasi di lingkungan dan dapat mencemarkan lingkungan dan hal ini sangatlah membahayakan makhluk hidup yang memanfaatkan lingkungan sebagai kebutuhan hidupnya. 2.1.5 Pengertian Sianida Sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan siano (CN-) sebagai struktur utama. Sianida tersebar luas di perairan dan berada dalam bentuk ion sianida (CN-), hidrogen sianida (HCN-), dan metalosianida. Keberadaan sianida sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, oksigen terlarut, salinitas dan keberadaan ion lain. Sianida dalam bentuk ion mudah terserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN- (Sihombing, 2007: 45). Sianida merupakan konstituen anorganik limbah B3 yang sangat utama. Diantara senyawa sianida anorganik berbahaya (menurut Environmental 13 Protection Agency) adalah hidrogen sianida, asam hidrosianat, serta sianida dari barium, kalsium, nikel, kalium, perak, natrium, dan seng. Sianida mengalami disosiasi dalam persamaan reaksi (Sugeng Purnomo, 2011: 309) : KCN + H2O H+ + K+ HCN CN- + H+ Sianida yang terdapat diperairan terutama yang berasal dari limbah industri sehingga sianida dapat menghambat pertukaran oksigen pada makhluk hidup. Sianida dalam bentuk ion mudah terserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN-. Pada pH yang lebih kecil dari 8, sianida berada dalam bentuk HCN yang dianggap lebih toksik bagi organisme akuatik daripada CN-. Sianida berdampak negatif terhadap makhluk hidup, yakni mengganggu fungsi hati, pernapasan dan menyebabkan kerusakan tulang (Purba, 2009: 14). Sianida yang terdapat di perairan terutama berasal dari limbah industri, misalnya industry pelapisan logam, pertambangan emas, pertambangan perak, industri pupuk, dan industri besi baja. Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan emas dan perak dapat mencapai 250 mg/liter Sianida bersifat mudah mengurai dan mudah berikatan dengan ion logam, misalnya tembaga dan besi. Sianida merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam kegunaan, termasuk sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam (Libertus, 2008: 24). Senyawa adalah senyawa sian (CN) yang sudah lama terkenal sebagai racun. Di dalam tubuh akan menghambat pernapasan jaringan, sehingga terjadi 14 asfiksia, orang merasa tercekik dan cepat diikuti kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise dam iritasi. Sianida ini didapatkan secara alamiah di berbagai tumbuhan. Apabila ada di dalam air minum, maka untuk menghilangkan diperlukan pengolahan khusus. Selain itu, hidrocyanida juga mudah terbakar (Juli Soemirat, 2011: 136-137). Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau. dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN) (Utama, 2006). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan mencampur asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaran plastik, wool, dan produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri (Libertus, 2008: 24-25). Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Bentuk bentuk sianida bisa berupa : 1. Inorganic cyanide : Hidrogen Sianida (HCN). 2. Cyanide salts (garam sianida) : Potasium Sianida (KCN), Sodium Sianida(NaCN), Calcium Sianida (Ca(CN)2. 15 3. Metal cyanide (logam sianida) : Potasium Silver Cyanide (C2AgN2K), Gold(I) Cyanide (AuCN), Mercury Cyanide (Hg(CN)2), Zinc Cyanide (Zn(CN)2, Lead Cyanide (Pb(CN)2 4. Metal cyanide salts : Sodium Cyanourite. 5. Cyanogens halides : Cyanogen Klorida (CClN), Cyanogen Bromide (CBrN) 6. Cyanogens : Cyanogen (CN)2 7. Aliphatic nitriles : Acetonitrile (C2H3N), Acrylonitrile (C3H3N), Butyronitrile (C4H7N), Propionitrile (C3H5N) 8. Cyanogens glycosides : Amygdalin (C20H27NO11), Linamarin (C10H17NO6). (Sugeng Purnomo, 2011: 309) Sianida bisa berupa gas berwarna seperti hydrogen cyanide (HCN) atau cyanogen chloride (CNCl), dapat juga berbentuk kristal seperti sodium cyanide (NaCN) or potassium cyanide (KCN). Kadang - kadang sianida berbau seperti “bitter almond”, tapi sianida tidak selalu berbau, dan tidak semua orang yang bias mendeteksi bau sianida. Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyNo C dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN- dapat ditemukan dalam bentuk senyawa. Beberapa dalah gas, dan lainnya adalah padat atau cair, setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat berbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Contohnya adalah HCN (hydrogen sianida) KCN ( kalium sianida) (Margreth, 2009: 15). 16 Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. (Libertus, 2008: 2). Banyak sianida di tanah atau di air berasal dari proses industri. Sumber terbesarnya yaitu aliran buangan dari proses pertambangan logam, industry kimia organik, pabrik besi dan baja, serta pengolahan air limbah publik. Sebagian kecil sianida ditemukan pada hujan yang membawa garam-garam sianida yang terdapat di jalan (Purba, 2009: 16). Sianida umumnya ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur kimia organik maupun anorganik lain membentuk suatu senyawa. Contoh yang paling sering ditemukan antara lain hidrogen sianida, sodium sianida dan potassium sianida. Hidrogen sianida berbentuk gas, tak berwarna, berbau khas dan mudah sekali menguap. Potassium sianida dan sodium sianida berbentuk padat, serbuk Kristal berwarna putih dan larut dalam air (Sihombing, 2007: 46). Kebanyakan dari bahan pencemar anorganik yang penting terdapat sebagai unsur-unsur renik. Sianida CN- merupakan salah satu bahan pencemar anorganik yang paling penting. Dalam air sianida terdapat sebagai HCN, suatu asam lemak dengan pKg = 6 x 10-10. Ion sianida mempunyai afinitas terhadap banyak ion logam, misalnya berbentuk ferrosinida yang relatif kurang beracun, Fe (CN)64-, 17 HCN merupakan gas yang mudah menguap dan sangat beracun (Achmad, 2004: 101). Sianida banyak digunakan secara luas dalam industry, terutama untuk pembersih logam dan pengelasan listri. Gas ini merupaka salah satu gas utama efluen pencemar dari dapur-dapur gas dan oven-oven batu bara. Sianida di gunakan pula dalam prosesing mineral-mineral tertentu, seperti dalam pencucian bijih emas (Achmad, 2004: 102). Bahan pencemar anorganik lainnya adalah ammonia, karbondioksida, hydrogen, sulfida, nitrit dan sulfit. Kehadiran senyawa nitrogen dalam bentuk ammonia yang cukup banyak memberikan masalah yang cukup besar terhadap kualitas air (Achmad, 2004: 102). Upaya yang biasa dilakukan oleh pihak industri terhadap limbah sianida antara lain metode kimiawi dan metode fisik (penampungan). Proses detoksifikasi sianida secara kimiawi dapat menimbulkan persenyawaan kimia yang menghasilkan senyawa kimia baru yang bisa jadi bersifat toksik atau tidak dapat didegradasi secara biologis. Metode penampungan limbah yang mengandung sianida di sebuah penampungan (semacam danau buatan) juga relatif tidak efisien karena memerlukan waktu yang relatif lama dan tentu saja akan merusak lingkungan (Sihombing, 2007: 45). Selain logam berat yang digunakan oleh penambang dalam hal ini Merkuri (Hg) senyawa B3 juga digunakan oleh para penambang yaitu Sianida (CN). Senyawa ini digunakan oleh para penambang untuk mendapatkan hasil yang berupa emas yang berasal dari lumpur. Proses dalam menghasilkan emas yaitu : 1. Mengumpulkan ampas (lumpur) ke dalam mixer (penggilingan). 18 2. Kemudian hasil dari mixer dialirkan ke tong. 3. Dari hasil mixer tersebut, tunggu hingga menjadi 50 karung kemudian dimasukkan kapur. 4. Jika sudah mencapai setengah tong dicampurkan costic sebanyak 3 Kg 5. Kemudian tambah lagi ampas hingga mencapai 100 karung, 6. Setelah itu tambahkan lagi kapur sebanyak 1 karung, diukur pH mencapai 12,5. 7. Kemudian diamkan selama 2 jam. 8. Setelah itu mencampurkan CN sebanyak 7 Kg. 9. Setelah 5 jam masukkan lagi karbon sebanyak 1,5 karung. 10. Selanjutnya 36 jam kemudian di campurkan CN sebanyak 1 Kg. 11. Jika sudah 4 jam berlalu dikuras airnya untuk proses pengambilan karbon yang menangkap kandungan emas (pemisahan). 12. Kemudian dilakukan proses pembakaran karbon sampai hancur (terbakar seluruhnya). 13. Hasil dari karbon yang sudah hancur dicampur costic sebanyak 1 Kg dan minyak tanah secukupnya. Diletakkan di cana untuk proses peleburan hingga menghasilkan emas. 2.1.6 Sifat Fisika dan Kimia Sianida. Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan bau yang menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN dapat terbentuk dengan reaksi sebagai berikut: NaCN + H2O → HCN + NaOH 19 KCN + H2O → HCN + KOH Natrium sianida dengan rumus kimia NaCN, merupakan padatan berbentuk kristal yang bersifat racun, dengan titik leleh dan titik didih masingmasing 5630oC dan 1490oC. Daya uap 1.1 x 106 mg/m3 pada 25 ° C 2.6 x 106 mg/m3 pada 12.9 ° C. Daya larut dalam air dan dalam bahan pelarut yang lain komplit pada suhu 250 ° C. Dapat dicampur sempurna pada bahan pelarut organik lainnya 6.9 g/100 mL pada 20 ° C. Bisa dicampur dengan bahan organik lainnya tapi campurannya tidak stabil. Dekontaminasi pada kulit bila terkena Dengan air atau dengan air sabun. 2.1.7 Gejala Keracunan Sianida Sianida dianggap sebagai pencemar (polutan) karena sifatnya yang toksik (beracun) bagi makhluk hidup yang rendah untuk waktu yang cukup lama antara lain dapat menyebabkan gangguan pernapasan (sulit bernapas), sakit kepala dan pembesaran kelenjar tyroid, sedangkan kontak pada konsentrasi tinggi dengan waktu yang singkat dapat menyebabkan gangguan pada otak, jaringan syaraf bahkan dapat menyebabkan koma dan kematian (Sihombing, 2007: 45). Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari; 1. Dosis sianida 2. Banyaknya paparan 3. Jenis paparan 4. Tipe komponen dari sianida (Septia Dewi, dkk, 2011: 7). 20 Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Libertus, 2008: 2) Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Libertus, 2008: 2). Keracunan sianida dan beberapa bahan seperti merkuri, arsen, talium, karbamat, organofosfat, karbon mono-oksida, dapat menyebabkan abnormalitas warna kulit, kelembaban / kebasahan berlebih ataupun sebaliknya kekeringan kulit. Warna kulit kebiruan karena defisiensi oksigen dalam darah (gejala sianotik) dapat menjadi bukti keracunan sianida, karbon mono-oksida atau nitrit. Sedangkan efek fisiologis sianida berupa peningkatan ataupun penurunan laju 21 pernafasan, sama halnya dengan pemaparan karbon mono-oksida (Sugeng Purnomo, 2011: 309). Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Libertus, 2008: 25). Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus. Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan cepat setelah pemaparan yang berat (Libertus, 2008: 27-28). Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. 22 Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Libertus, 2008: 28). Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang (Libertus, 2008: 28). 2.1.8 Efek Terhadap Kesehatan Efek sianida terhadap kesehatan yaitu : 1. Inhalasi Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas g/ml tetapi angkaminimal hydrogen sianida di udara adalah 0,02-0,20 ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat terbang ke angkasa. Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi 23 2. Mata dan Kulit Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar. 3. Saluran Pencernaan (ingested) Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan (Dewi, dkk, 2011: 10). 2.1.9 Kondisi Pemejaan Sianida Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pemejanan sianida antara lain: 1. Jenis pemejanan : akut dan kronis 2. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan 3. Lama, kekerapan : akut atau berulang 4. Takaran atau dosis: a) Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3, dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3. b) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang 24 direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit. c) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit. d) Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida (pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin. 5. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri, kesengajaan. ( Libertus, 2008: 25-26). 2.1.10 Mekanisme Efek Toksik Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan academia. 25 Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Sianida yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolism menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin. Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Libertus, 2008: 26-27). 2.1.11 Diagnosis Sianida Diagnosis dilakukan berdasarkan pada riwayat pemaparan atau tampaknya gejala dan tanda keracunan. Asidosis laktat parah biasanya terjadi dengan pemaparan yang signifikan. Tingkat saturasi oksigen vena dapat memperlihatkan penghambatan konsumsi oksigen selular. Cara klasik dengan mengenali bau kacang almond boleh digunakan ataupun tidak, karena vairiasi genetik dalam kemampuan untuk mengenali baunya (Libertus, 2008: 29). 26 2.2 Kerangka Berfikir 2.1.1 Kerangka Teori Air Sungai Kegiatan Pertambangan Penggunaan Sianida (CN) Pencemaran Air Sungai Inhalasi Mata dan Kulit Saluran Pencernaan Penurunan Kualitas Kimia Air Sungai Pemeriksaan Kulitas Kimia (CN) Dengan Metode Ion Selektif Meter 27 2.1.2 Kerangka Konsep ≤ Baku Mutu (0,5 Mg/L) Air Sungai di hulu Air Sungai di tengah Air Sungai di hilir Kadar Sianida (CN) > Baku Mutu (0,5 Mg/L) Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa peneliti melakukan penelitian di Sungai Tombulilato dibagian hulu, tengah dan hilir sungai. Dengan melakukan penelitian ini peneliti memeriksa air sungai terdapat kadar sianida (CN) atau tidak. Apabila air Sungai Tombulilato ditiga titiki tersebut mengandung Sianida (CN), maka dilihat telah melebihi batas toleransi atau tidak melebihi batas toleransi dimana batas toleransi menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 yaitu > 0,5 Mg/L.