BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Konsep-konsep di dalam penelitian ini adalah: dukungan kepemimpinan,
pengalaman, kemudahan, dan kemampuan dalam penggunaan komputer terhadap
manfaat kegunaan yang dirasa dan kemudahan yang dirasa penggunaan sebagaimana
penjelasan berikut ini. Terlebih dahulu dipaparkan tentang dasar pemanfaatan
teknologi informasi beserta latar belakang perkembangannya.
2. 1 Teori Dasar Pemanfaatan Teknologi Informasi
Semenjak tahun 1980–an, berbagai penelitian dilakukan untuk
menghasilkan suatu model penerimaan terhadap penggunaan teknologi komputer.
Beberapa model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer, diantaranya
yang tercatat dalam berbagai literatur dan referensi hasil riset dibidang teknologi
informasi, adalah Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planned Behaviour
(TPB), dan Technology Acceptance Model (TAM).
2. 2 Theory of Reasoned Action (TRA)
Teori ini diperkenalkan oleh Ajzen dan Fishbein tahun 1967, Ajzen dan
Fishbein (1970, 1975, 1980). TRA menerapkan teori perilaku manusia secara
umum. Teori ini digunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia khususnya
yang berkaitan dengan permasalahan sosial, psikologis kemudian makin bertambah
10
fungsinya dan digunakan juga untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan
dengan perilaku kesehatan.
Teori ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perilaku pada
umumnya terjadi dengan adanya niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat
seseorang dipengaruhi oleh sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa
perilaku itu penting. Teori ini juga menjelaskan sifat-sifat normatif yang mungkin
dimiliki orang. Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude),
keinginan/intensi (intention) dan perilaku intensi yang merupakan prediksi terbaik
dari perilaku. Jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara
terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intensi orang tersebut.
TRA juga mengatakan bahwa individu akan menggunakan komputer jika mereka
mengetahui adanya keuntungan atau hasil positif dalam penggunaan komputer
tersebut. (Fisben dan Ajzen, 1980). Sesuai dengan namanya, TRA didasarkan pada
asumsi bahwa manusia biasanya berperilaku dengan cara yang sadar, dimana
mereka biasanya mempertimbangkan informasi yang tersedia, dan secara implisit
ataupun eksplisit juga mempertimbangkan implikasi-implikasi dari tindakantindakan yang dilakukan.
Pada dasarnya menurut TRA, minat-minat merupakan suatu fungsi dari
dua penentu dasar, satu yang berhubungan dengan faktor pribadi dan yang lainnya
berhubungan dengan pengaruh sosial. Penentu yang pertama yang berhubungan
dengan faktor pribadi adalah sikap terhadap perilaku individual (attitude toward
the behavior). Sikap ini adalah evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan (affect)
positif atau negatif dari individual jika harus melakukan perilaku tertentu yang
11
diingin
nkan. Indiviidu akan menggunakan
m
n teknologi informasi jika
j
mempuunyai
alasan yang tepat dan menguuntungkan, contohnya
c
p
pekerjaan
daapat diselesaaikan
c
dengann hasil yangg lebih baik sehingga kinnerja individdu tersebut dapat
d
lebih cepat
dikatak
kan meningkkat.
Gamb
bar 2.1 Diagrram showing the
t Theory off Reasoned Acction
Sourrce : Fisbein dan
d Middlestaadt
Intensi ditentukan oleh
o
sikap dan
d norma suubyektif. Koomponen perrtama
mengaacu pada sikkap terhadapp perilaku. Sikap
S
ini meerupakan haasil pertimbaangan
untung
g dan rugi daari perilaku tersebut
t
(Ouut Comes of the
t Behaviorr). Disampinng itu
juga diipertimbangkkan pentingnnya konsekuuensi-konsekkuensi yang akan terjadii bagi
12
individu. (Evaluation Regarding the Out Come). Komponen kedua mencerminkan
dampak dari norma-norma subyektif norma sosial mengacu pada keyakinan
seseorang terhadap bagaimana dan apa yang diperlukan orang-orang yang
dianggapnya penting (referent persons) dan motivasi seseorang untuk mengikuti
pikiran tersebut.
Menurut Fisbein dan Middlestadt (1989) ada variabel eksternal yang
muncul tidak secara langsung dalam Theory of Reasoned Action seperti variabel
demografis, jenis kelamin, usia. Variabel seperti ini bukannya kurang penting,
tetapi efeknya pada intensi (keinginan) dianggap terkait dengan sikap, norma
subyektif dari komponen-komponen ini. Fokus sasaran ialah prediksi dan
pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan dibawah kendali
seseorang. Artinya bahwa perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi secara
jelas dengan pertimbangan: Tindakan (action), sasaran (target), konteks (context),
waktu (time).
2. 3 Theory of Planned Behavior (TRB)
Teori Perilaku Terencana ini dikembangkan oleh Ajzen dan koleganya
(Ajzen dan Madden 1986) yang merupakan pengembangan dari teori perilaku
terencana Theory of Reasoned Action (TRA). Teori perilaku terencana ini
menekankan pada niat perilaku sebagai akibat atau hasil kombinasi beberapa
kepercayaan. Niat merupakan konsepsi dari tindakan terencana dalam mencapai
tujuan berperilaku.
13
Ada beberapa tujuan dan manfaat dari teori ini, antara lain adalah untuk
meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasi terhadap perilaku yang
bukan dibawah kendali atau kemauan individu sendiri. Untuk mengidentifikasi
bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan perilaku
dan juga untuk menjelaskan pada tiap aspek penting beberapa perilaku manusia
seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang calon dalam
pemilu, mengapa tidak masuk kerja atau mengapa melakukan hubungan pranikah.
Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku.
Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi
untuk berperilaku.
Jika Theory Reasoned Action berhasil ketika diaplikasikan pada
perilaku yang di bawah kendali individu sendiri. Jika perilaku tersebut tidak
sepenuhnya di bawah kendali atau kemauan individu, meskipun ia sangat
termotivasi oleh sikap dan norma subjektifnya, ia mungkin tidak akan secara nyata
menampilkan perilaku tersebut. Sebaliknya, Theory of Planned Behavior
dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak di
bawah kendali individu.
Pada intinya Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi
bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasiinformasi yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi
dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak
melakukan perilaku-perilaku tertentu.
14
Masalah terkait TRA akan muncul jika teori tersebut diaplikasikan pada
perilaku yang tidak sepenuhnya di bawah kendali seorang individu tersebut. TPB
memperhitungkan bahwa semua perilaku tidaklah di bawah kendali dan
sepenuhnya di luar kendali. Sebenarnya perilaku-perilaku tersebut berada pada
suatu titik dalam suatu kontinum dari semulanya di bawah kendali menjadi tidak
terkendali. Dalam keadaan ekstrim, mungkin sama sekali tidak terdapat
kemungkinan untuk mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya
kesempatan, karena tidak adanya sumber daya atau ketrampilan. Faktor-faktor
pengendali tersebut terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal
antara lain keterampilan, kemampuan, informasi, emosi, stres, dan sebagainya.
Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan faktor-faktor lingkungan.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen memodifikasi TRA
dengan menambahkan anteseden intensi yang ke tiga yang disebut perceived
behavioral control (PBC). Dengan tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia
menamai ulang teorinya menjadi Theory of Planned Behavior (TPB). PBC
menunjuk suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau
tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah dibawah pengendaliannya. Orang
cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan
suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau
kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia
percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. PBC
dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui intensi.
Jalur langsung dari PBC ke perilaku diharapkan muncul ketika terdapat
15
keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali yang aktual dari
seseorang atas suatu perilaku. Theory of Planned Behavior dapat digambarkan
melalui gambar sebagai berikut:
Gambar 2.2: Diagram Theory of Planned Behavior
Gambar diatas menjelaskan bahwa Model teoritik dari Theory Planned
Behavior (perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu :
1) Latar belakang (background factors), seperti usia, jenis kelamin, suku,
status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan. Itu
dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Di
dalam kategori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar belakang, yaitu
Personal, Sosial, dan Informasi. Faktor personal adalah sikap umum
seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai
hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial
antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan,
16
penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan
dan ekspose pada media.
2) Keyakinan Perilaku (Behavioral Belief) yaitu hal-hal yang diyakini oleh
individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap
terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara efektif
terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku
tersebut.
3) Keyakinan Normatif (Normative Beliefs), yang berkaitan langsung dengan
pengaruh lingkungan. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya
orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others)
dapat mempengaruhi keputusan individu.
4) Norma subjektif (Subjective Norm) adalah sejauh mana seseorang memiliki
motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan
dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak
pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan
oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang
tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975)
menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan
fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang
berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
5) Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs)
diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan
perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena
17
melihat orang lain (misalnya teman atau keluarga dekat) melaksanakan
perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat
melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman,
keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan.
Selain itu ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan
perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan
memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat
pelaksanaan perilaku.
6) Persepsi kemampuan mengontrol (Perceived Behavioral Control), yaitu
keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu
untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas
kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki
kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi
ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral
control).
Niat untuk melakukan perilaku (Intention) adalah kecenderungan
seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat
ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku
tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu,
dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam
kehidupannya.
18
Jadi Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu
intensi berperilaku yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh
dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam
mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki
untuk melakukan suatu perilaku).
2. 4 Technology Acceptance Model (TAM)
Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, namun belum
adanya sebuah model yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan
pengguna atas aplikasi atau sistem berbasis elektronik. Sebuah sistem komputer
tidak akan berarti apa-apa bila tidak dapat menaikkan performa suatu organisasi
atau perusahaan. Di era 1980-an, mulai banyak peneliti yang berkonsentrasi pada
bidang ilmu interaksi manusia-komputer dan mencoba menggabungkan dengan
ilmu-ilmu psikologi, dari sana kemudian TAM lahir.
Technology Acceptance Model (TAM) pertama kali dikembangkan oleh
Davis (1986) dan kemudian dipakai serta dikembangkan kembali oleh beberapa
peneliti seperti Adam et al. (1992) Szajna (1994), Igbaria et al. (1995) dan
Venkatesh. Dan dikembangkan lagi oleh Davis (2000). Modifikasi model TAM
dilakukan oleh Venkantesh (2002) dengan menambahkan variable trust dengan
judul: Trust enhanced Technology Acceptance Model, yang meneliti tentang
hubungan antar variabel TAM dan trust. Modifikasi TAM lain yaitu Trust and Risk
in Technology Acceptance Model (TRITAM) yang menggunakan variabel
kepercayaan dan resiko bersama variabel TAM (Lui and Jamieson, 2003).
19
Model Penerimaan Teknologi (TAM) yang dikembangkan oleh Davis
(1989) adalah model yang berhasil dan sangat dapat diterima untuk memprediksi
penerimaan terhadap suatu teknologi yang baru diterapkan. Untuk saat ini, TAM
merupakan salah satu kontribusi teoritis yang paling penting terhadap penerimaan
dan penggunaan suatu sistem informasi. Banyak penelitian telah meneliti ulang,
memperluas, dan menggunakan TAM.
Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan
yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap
sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Reaksi dan
persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan mempengaruhi sikapnya dalam
penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhinya
adalah
persepsi
pengguna
terhadap
kemanfaatan
dan
kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks
pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan
kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai
tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.
Menurut Davis perilaku menggunakan TI diawali oleh adanya persepsi
mengenai manfaat (perceived of usefulness) dan persepsi mengenai kemudahan
menggunakan TI (ease of use). Kedua komponen ini bila dikaitkan dengan TRA
adalah bagian dari belief. Davis mendefinisikan persepsi mengenai kegunaan
(perceived of usefulness) ini berdasarkan definisi dari kata useful yaitu capable of
being
used
advantageously,
atau
dapat
digunakan
untuk
tujuan
yang
menguntungkan. Persepsi terhadap kegunaan adalah manfaat yang diyakini
20
indivvidu dapat diperolehnya
d
a apabila meenggunakan TI. Pengguuna yang pootensial
percaaya bahwa aplikasi
a
terteentu bergunaa, mungkin mereka,
m
padda saat yangg sama,
percaaya bahwa siistem ini terrlalu sulit unntuk digunakkan dan mannfaat yang di dapat
dari penggunaan
p
yang melebbihi upaya menggunakan
m
n aplikasi. Artinya,
A
di saamping
manffaat atau keg
gunaannya, penerapan
p
sisstem teknoloogi informassi akan dipenngaruhi
juga oleh kemudaahan yang dirasa
d
pengguunaan (perceived ease of
o use). Olehh sebab
itu Davis menam
mbahkan dua komponen itu
i pada moddel TAM.
Secaraa sederhana TAM dapat digambarkaan dalam berrikut:
Gambar
G
2.3:: Diagram Tecchnology Accceptance Moddel
Manfaaat yang diirasa terhaddap manfaat teknologi dapat diukuur dari
beberrapa faktor sebagai
s
berikkut (Wijaya, 2006):
•
Penggunaan teknologi
t
daapat meningkkatkan produuktivitas penngguna.
•
Penggunaan teknologi
t
daapat meningkkatkan kinerjja penggunaa.
•
Penggunaan teknologi dapat
d
meninngkatkan efisiensi prosees yang dilaakukan
pengguna.
21
Pada umumnya penguna teknologi akan memiliki persepsi positif
terhadap teknologi yang disediakan, persepsi negatif terjadi biasanya dikarenakan
setelah pengguna mencoba teknologi tersebut atau pengguna berpengalaman buruk
terhadap penggunaan teknologi tersebut.
Faktor penyebab pengalaman sebenarnya berkaitan erat dengan faktor
kedua dari TAM yaitu kemudahan yang dirasa dalam menggunakan teknologi.
Menurut Wijaya (2006), kemudahan yang dirasa dalam menggunakan teknologi
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu
1) Faktor pertama berfokus pada teknologi itu sendiri misalnya pengalaman
pengguna terhadap penggunana teknologi yang sejenis. Pengalaman baik
pengguna akan teknologi sejenis akan mempengaruhi persepsi pengguna
terhadap teknologi..
2) Faktor kedua adalah reputasi akan teknologi tersebut yang diperoleh oleh
pengguna. Reputasi yang baik yang didengar oleh pengguna akan mendorong
keyakinan pengguna akan kemudahan penggunaan teknologi tersebut,
demikian pula sebaliknya.
3) Faktor ketiga yang mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kemudahan
menggunakan teknologi adalah tersedianya mekanisme support yang handal.
Selain faktor diatas juga terdapat faktor lainnya yang menyebabkan
Kemudahan yg dirasa dalam penggunaan sistem:
1) Menyakinan pengguna bahwa tidak susah dalam menggunakan sistem.
2) Menyakikan pengguna bahwa dengan adanya system maka pekerjaan yang
dilakukan akan lebih mudah.
22
3) Menyakikan
pengguna
bahwa
proses
pembelajaran
system
tidaklah
membutuhkan waktu yang lama dan kerja keras.
Dalam konteks organisasi, kegunaan ini tentu saja dikaitkan dengan
peningkatan kinerja individu yang secara langsung atau tidak langsung. Sedikit
berbeda dengan persepsi individu terhadap kegunaan TI, variabel lain yang
dikemukakan Davis mempengaruhi kecenderungan individu menggunakan TI
adalah persepsi terhadap kemudahan dalam menggunakan TI. Kemudahan (ease)
bermakna tanpa kesulitan atau terbebaskan dari kesulitan atau tidak perlu berusaha
keras. Dengan demikian persepsi mengenai kemudahan menggunakan ini merujuk
pada keyakinan individu bahwa sistem TI yang akan digunakan tidak merepotkan
atau tidak membutuhkan usaha yang besar, pada saat digunakan.
Apapun yang dirasa baik terhadap manfaat TI (Perceived usefulness)
dan persepsi kemudahan penggunaan TI (Perceived ease of use) mempengaruhi
sikap (Attitude) individu terhadap penggunaan TI, yang selanjutnya akan
menentukan apakah orang berniat untuk menggunakan TI (Intention). Niat untuk
menggunakan TI akan menentukan apakah orang akan menggunakan TI
(Behavior). Dalam TAM, Davis (1986) menemukan bahwa persepsi terhadap
manfaat TI juga mempengaruhi persepsi kemudahan penggunaan TI tetapi tidak
berlaku sebaliknya. Dengan demikian, selama individu merasa bahwa TI
bermanfaat
dalam
tugas-tugasnya,
maka
individu
akan
berniat
untuk
menggunakannya terlepas apakah TI itu mudah atau tidak mudah digunakan.
Untuk mengungkap lebih jauh mengenai saling hubungan antara persepsi terhadap
manfaat dan persepsi kemudahan menggunakan TI ini. Davis (1989) melakukan
23
penelitian dengan menghubungkan antara Persepsi
Kegunaan dengan
Persepsi Kemudahan dalam Penggunaan seperti pada table dibawah:
No
Kegunaan (usefulness)
Kemudahan (ease of use)
1.
Bekerja lebih cepat
Mudah dipelajari
2.
Kinerja
Dapat dikontrol
Produktivitas
3.
meningkat
Jelas dan mudah dipahami
4.
Efektif
Fleksibel
5.
Mempermudah tugas
Mudah dikuasai/terampil
6.
Kegunaan
Mudah digunakan
Table 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap TI
Jadi menurut Davis (1989), ada lima pembentukan sikap yang
mempengaruhi perilaku seseorang dalam penggunaan teknologi informasi:
1. Perceived Ease of Use
Menyakinkan bahwa teknologi informasi yang akan mudah untuk digunakan.
2. Perceived Usefullness
Menyakinkan bahwa teknologi informasi yang digunakan akan memberikan
manfaat.
3. Atitude Toward Using
Menyakinkan sikap pengguna untuk menggunakan teknologi informasi.
4. Behavioral Intention of Use
Meningkatkan perilaku pengguna untuk terus menggunakan teknologi
informasi.
24
5. Actual System Usage
Menyatakan bahwa pengguna telah menggunakan teknologi informasi
sepenuhnya dengan didasarkan manfaat yang didapat.
2. 5 Teori Tentang Subjek yang Berkaitan dengan Variabel
1. Pengertian Persepsi
Menurut Mitchel (1982) persepsi merupakan proses transformasi yang
membentuk dan menghasilkan apa sebenarnya yang dialami. Dalam proses
persepsi individu terdapat mekanisme seleksi dan organisasi. Menurut Leavitt
(1972). Ada empat aturan yang dapat menjelaskan proses persepsi, yaitu
pengujian masa lalu, pemilihan persepsi pada hal-hal yang berdasarkan
kebutuhan, mengabaikan hal-hal yang mengganggu, dan perhatian terhadap
segala sesuatu yang membahagiakan dirinya. Informasi yang diperoleh melalui
proses seleksi itu diproses, disusun, dan diklasifikasikan ke dalam bentuk yang
memiliki arti bagi individu.
Berdasarkan pengertian diatas tentang persepsi tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses kognitif untuk
mengadakan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta pengiterpretasian
untuk menjadi suatu gambaran objek tertentu secara utuh.
2. Manfaat yang dirasa (Percieved Usefulness)
Menurut Davis, manfaat yang dirasa "the degree to which a person
believes that using a particular system would enhance his or her job
25
performance" atau dapat diartikan “tingkat kepercayaan seseorang bahwa
dengan menggunakan sistem tertentu dapat meningkatkan performansi
pekerjaannya”. Dalam model TAM, perceived usefulness digunakan untuk
mengukur seberapa besar seorang pelanggan merasa bahwa suatu teknologi
dapat berguna bagi dirinya. Sebuah sistem dengan “perceived usefulness” yang
tinggi, dipercaya pelanggan dapat memberikan hubungan “use-performance”
yang positif.
Manfaat yang dirasa (perceived usefulness) merupakan suatu tingkatan
dimana seseorang percaya bahwa pengguna suatu sistem tertentu akan dapat
meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi tersebut
maka, Thompson (1991) menyimpulkan kemanfaatan teknologi informasi
merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam
melaksanakan
tugas.
Dia
juga
menyebutkan
bahwa
individu
akan
menggunakan teknologi informasi jika orang tersebut mengetahui manfaat atau
kegunaan positif yang didapat atas penggunaanya.
Venkatesh dan Morris (2003) menyatakan bahwa terdapat pengaruh
penting manfaat dalam pemahaman respon individual dalam teknologi
informasi. Venkatesh dan Davis (2000) membagi dimensi manfaat yang dirasa
menjadi berikut:
a. Penggunaan sistem mampu meningkatkan kinerja individu (improves
job performance).
b. Penggunaan sistem mampu menambah tingkat produktifitas individu
(increases productivity).
26
c.
Penggunaan sistem mampu meningkatkan efektifitas kinerja individu
(enhances effectiveness).
d.
Penggunaan sistem bermanfaat bagi individu (the system is useful).
3. Kemudahan yang dirasa Penggunaan (Perceived Ease of Use)
Penelitian Jeon, (2006) menjelaskan kompleksitas sebagai tingkat
persepsi terhadap teknologi komputer yang dipersepsikan sebagai hal yang
relatif sulit dipahami dan digunakan. Thompson (1991) menemukan bahwa
semakin kompleks suatu inovasi, semakin rendah tingkat penyerapannya. Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemudahan terhadap sebuah
teknologi informasi dapat mempengaruhi pemahaman pengguna dalam
menggunakan teknologi informasi.
Definisi tersebut juga didukung oleh Arief Wibowo (2006) yang
menyatakan bahwa kemudahan dalam penggunaan sebuah teknologi
didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa teknologi
tersebut dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Dan juga didefinisikan
sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem informasi
akan meningkatkan prestasi kerja seorang karyawan.
Kemudahan merupakan satu variabel dalam model TAM untuk melihat
pengaruh terhadap kegunaan yang dirasa (perceived usefulness) dan
penggunaan sesungguhnya (actual usage).
Perceived Ease of Use didefinisikan Davis (1989) sebagai “the degree to which
a person believes that using a particular system would be free from effort” atau
27
“kepercayaan seseorang dengan menggunakan suatu sistem tertentu akan
mempermudah usaha yang dikeluarkan”. Apabila perceived usefulness
menekankan kepada manfaat suatu sistem atau teknologi, maka perceived ease
of use menekankan kepada kemudahan penggunaan sistem atau teknologi
tersebut. Suatu sistem yang sulit dikendalikan, akan memberikan tingkat
perceived ease of use yang negatif.
Kemudahan yang dirasa harus mampu meyakinkan pengguna bahwa
teknologi informasi yang akan digunakan mudah dan bukan merupakan beban
bagi mereka. Teknologi informasi yang mudah digunakan akan terus dipakai
oleh perusahaan. Kemudahan yang dirasa dalam penggunaan mempengaruhi
kegunaan, sikap, minat dan penggunaan sepenuhnya, Chau dalam Wiyono
(2008).
Kemudahan yang dirasa penggunaan (Perceived Ease of Use) sebuah
teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa
komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989).
Kepercayaan ini menentukan suatu sikap pemakai ke arah penggunaan suatu
sistem kemudian menentukan niat tingkah laku dan mengarah pada
penggunaan sistem secara nyata.
Davis (1986) mendefinisikan kemudahan penggunaan (perceived ease of
use) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan
sistem tertentu dapat mengurangi usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu.
Menurut Goodwin (1987), Silver (1988), dalam Maskur (2005), intensitas
penggunaan dan interaksi antara pengguna dengan sistem juga dapat
28
menunjukan kemudahan penggunaan. Sistem yang lebih sering digunakan
menunjukan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan
dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya.
Venkatesh dan Davis (2000: 201) membagi dimensi kemudahan yang
dirasa penggunaan menjadi berikut:
a. Interaksi individu dengan sistem jelas dan mudah dimengerti (clear and
understandable).
b.
Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk berinteraksi dengan sistem
tersebut (does not require a lot of mental effort).
c.
Sistem mudah digunakan (easy to use).
4. Sikap Terhadap Penggunaan (Attitude toward Using)
Attitude toward Using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap
penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai
dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya
(Davis, 1989). Peneliti lain menyatakan bahwa faktor sikap (attitude) sebagai
salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual. Sikap seseorang
terdiri atas unsur kognitif / cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan
komponen - komponen yang berkaitan dengan perilaku (behavioral
components) (Nasution, 2006).
Menurut Arif Hermawan (2008) dan Suseno (2009), Sikap pada
penggunaan sesuatu menurut Akers dan Myers (1997) adalah, sikap suka atau
tidak suka terhadap penggunaan suatu produk. Sikap suka atau tidak suka
29
terhadap suatu produk ini dapat digunakan untuk memprediksi perilaku niat
seseorang untuk menggunakan suatu produk atau tidak menggunakannya.
Sikap
technology),
terhadap
penggunaan
didefinisikan
sebagai
teknologi
evaluasi
(attitude
dari
toward
pemakai
using
tentang
ketertarikannya dalam menggunakan teknologi.
5. Minat Perilaku Penggunaan (Behavioral Intention to Use)
Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksireaksi (reactions) dari suatu obyek atau organisme. Perilaku dapat berupa
sadar atau tidak sadar, terus terang atau tidak, sukarela atau tidak. Perilaku
manusia dapat berupa perilaku yang umum atau tidak umum, dapat diterima
atau tidak dapat diterima. Manusia mengevaluasi penerimaan dari perilaku
dengan menggunakan standar pembandingan yang disebut dengan normanorma sosial (social norms) dan meregulasi perilaku dengan menggunakan
kontrol sosial (social control).
Behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap
menggunakan suatu teknologi (Davis, 1986). Tingkat penggunaan sebuah
teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatian
pengguna terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginan menambah alat
pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk
memotivasi pengguna lain. Menurut Arief Hermawan (2008) dalam Suseno
(2009) mendefinisikan minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral
intention) sebagai minat atau keinginan seseorang untuk melakukan perilaku
30
tertentu. Sedangkan (Malhotra, 1999) menyatakan bahwa sikap perhatian
untuk menggunakan adalah prediksi yang baik untuk mengetahui penggunaan
sebenarnya (Actual Usage).
Sudah
menjadi
sifat
dasar
seorang
manusia
memiliki
rasa
keingintahuan atau penasaran (curiosity). Apabila seorang pelanggan
dihadapkan dengan suatu produk baru, maka ada sebagian dari mereka yang
ingin mencoba produk baru tersebut. Terlebih bila pelanggan tersebut belum
mengetahui fungsi dari produknya. Tingkat keinginan mencoba yang demikian
memberikan hubungan positif kepada behavioral intention to use.
6. Pengguna Sesungguhnya (Actual Usage)
Actual System Usage adalah kondisi nyata penggunaan sistem. Menurut
Wibowo (2008) mendefinisikan penggunaan sesungguhnya (actual system
usage) sebagai suatu kondisi nyata penggunaan sistem. Seseorang akan puas
menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah
digunakan dan akan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari
kondisi nyata penggunaan.
Menurut Davis (1989), bentuk pengukuran pengguna sesungguhnya
(actual usage) adalah frekuensi dan durasi waktu penggunaan terhadap
teknologi informasi.
31
7. Dukungan Pimpinan (Leader Support)
Dukungan pimpinan (leader support) seperti, sering menggunakan katakata dorongan, memberikan memberikan pujian, atau melakukan pendekatan
secara sosial kepada karyawannya, sehingga karyawan merasa termotivasi dan
kompeten. Sehingga akan membuat kompetensi pribadi karyawan tersebut
timbul dan bersemangat. Dan pada akhirnya akan meningkatkan sikap
penggunaan teknologi informasi. Beda halnya jika karyawan tersebut dalam
kondisi stress, takut, cemas, depresiasi dan lainnya maka akan menurunkan
keyakinan karyawan dan kurang bersemangat, sehingga akan berdampak buruk
pada penerimaan sistem informasi tersebut.
Pemimpin sering bertindak sebagai agen dari organisasi untuk
mengarahkan dan untuk mengevaluasi kontribusi karyawan. Perlakuan yang
diterima pegawai dari supervisor cenderung untuk memberikan kontribusi dan
memberikan persepsi kepada pegawai bahwa dia mendapat dukungan dari
organisasi. Teori kepemimpinan yang membahas tentang kualitas atasanbawahan adalah teori pertukaran atasan-bawahan (leader-member exchange
theory). Konsep pertukaran tersebut berasal dari teori pertukaran sosial (social
exchange theory) sehingga pertukaran antara atasan dengan bawahan ini dapat
diartikan sebagai hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahannya.
(Leader-member exchange theory) LMX berfokus pada dyad, yaitu hubungan
antara pemimpin dan setiap bawahan yang dianggap secara mandiri, dimana
hubungan yang terjadi antara dua orang yang berada pada tingkat atau level
32
yang berbeda dalam suatu organisasi, atasan dan bawahannya (Murphy &
Ensher, 1999).
Menurut teori kepemimpin ini, kualitas interaksi antara seorang atasan
dengan seorang bawahannya adalah bervariasi, mulai dari interaksi yang
berkualitas tinggi (high leader-member exchange) sampai dengan intrekasi
yang berkualitas rendah (low leader-member exchange). Selanjutnya kualitas
interaksi atasan-bawahan yang terjadi akan mempengaruhi gaya kepemimpinan
seorang atasan, karena itu seorang atasan akan menerapkan gaya
kepemimpinan yang berbeda. Hal inilah yang membedakannya dengan teori
kepemimpinan
lain
yang
menyatakan
bahwa
seorang
atasan
akan
mengembangkan gaya kepemimpinan yang sama dengan setiap individu yang
menjadi bawahannya.
Penelitian oleh Lunenburg (2010) serta Jayasree Krishnan dan Sheela
Mary (2012) menyatakan bahwa jika seorang pemimpin sering bertindak
sebagai agen dari organisasi untuk memberikan penghargaan dan untuk
mengevaluasi kontribusi karyawan, dimana pegawai menerima perlakuan
bahwa pemimpin cenderung berkontribusi untuk membuat persepsi pegawai
bahwa mereka didukung oleh organisasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa tingkat kepemimpinan atau dukungan pimpinan akan menimbulkan
hubungan positif dengan persepsi dukungan organisasi. Dukungan organisasi
ini yang dapat berpengaruh terhadap perilaku pegawai terhadap minat perilaku
sehingga bisa meningkatkan minat akan pengguna teknologi informasi.
33
Mc Clane (1991) mengemukakan bahwa pada awal interaksi atasanbawahan, seseorang atasan akan mengkategorikan secara implisit bawahannya
menjadi keanggotan in-group dan out-group. Hal ini didukung oleh Yukl
(1989) yang menyatakan kategori ini akan terus berlanjut dalam jangka waktu
tertentu. Pengkategorian atasan bawahannya menjadi in-group dan out-group
sebenarnya kurang jelas, tetapi Chen, Lamb, & Zhang 2007 menyatakan bahwa
kategori in-group atau out-group ini tergantung pada tingkat kesesuaian antara
atasan dengan anggota dalam dyad-nya.
Seorang atasan akan memberikan perlakuan yang berbeda terhadap
anggota in-group dan out-group. Berdasarkan pendapat Ilies, Nahrgang, dan
Morgeson (2007), bahwa dari berbagai penelitian yang telah dilakukan
dilaporkan bahwa bawahan yang dikategorikan sebagai in-group lebih sedikit
mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan atasannya, dan lebih banyak
menghasbiskan waktu bersama jika dibandingkan dengan bawahan yang
dikategorikan sebagai out-group. Kategori keanggotaan kelompok inilah yang
akan menentukan kualitas interaksi antara atasan dengan bawahannya.
Pemahaman terhadap Leader-member Exchange tidak hanya terpaku
pada ikatan fisik yang mengharuskan bawahan selalu mengikuti perintah dari
atasannya, namun pemahaman Leader-member Exchange mencakup lingkup
yang lebih dalam lagi yaitu ikatan interaksi antara karyawan dan pimpinan
(Leonard, 2002).
34
Dalam penelitian Liden dan Maslyn (1998) dijelaskan bahwa LMX
memiliki empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap
profesi.
1) Kontribusi
Persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu
antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal penting dalam
mengevaluasi kegiatan yang berorientasi pada tugas adalah suatu tingkat
dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi
uraian kerja dan atau kontrak kerja, demikian juga dengan pimpinan yang
menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut.
2) Loyalitas
Pernyataan atau ungkapan untuk mendukung penuh tujuan dan sifat
individu lainnya dalam hubungan timbal balik pemimpin dan bawahan.
Loyalitas menyangkut suatu kesetiaan penuh terhadap seseorang secara
konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya.
3) Afeksi
Perasaan dan kepedulian di antara pemimpin dan bawahannya yang
berdasarkan terutama pada daya tarik antar individu dan bukan hanya pada
pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kepedulian yang demikian
mungkin saja dapat ditunjukkan dalam suatu keinginanan untuk melakukan
hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat, seperti antar sahabat.
4) Respek terhadap profesi
35
Persepsi mengenai sejauh mana pada setiap hubungan timbal balik telah
memiliki dan membangun reputasi di dalam dan di luar organisasi,
melebihi apa yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan. Persepsi ini bisa
saja berdasarkan pada riwayat hidup seseorang, seperti pengalaman pribadi
seseorang, pendapat-pendapat orang lain di dalam dan di luar organisasi,
serta keberhasilan atau penghargaan professional lainnya yang telah diraih
seseorang. Oleh karena itu, mungkin saja persepsi tentang rasa hormat pada
seseorang tersebut telah ada sebelum bekerja atau bertemu dengan orang
tersebut.
8. Pengalaman (Experience)
Pengalaman (experience) menggunakan sistem teknologi informasi
dipercaya akan dapat membantu karyawan didalam menggunakan aplikasi, hal
ini pasti akan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam penerimaan sistem
informasi, karena dengan semakin berpengalaman seorang karyawan dalam
menggunakan sistem teknologi informasi, maka persepsi kemudahan
penggunaan sistem teknologi informasi semakin tinggi.
Pengalaman merupakan suatu tindakan dalam model TAM untuk
melihat pengaruh pengalaman terhadap persepsi kegunaan (perceived
usefulness) dan persepsi kemudahan dalam penggunaan (perceived ease of
use).
Pengalaman ini diukur dengan indikator didalamnya yaitu:
1. Memiliki banyak pengalaman
36
2. Bertahun tahun dalam mengunakan
Ajzein dan Fishbein (1980) penelitian menemukan adanya perbedaaan
yang signifikan antara pengguna yang berpengalaman dengan yang tidak
berpengalaman dalam pengaruh penggunaan sesungguhnya (actual usage).
Kajian Taylor dan Todd (1995) tentang pengguna yang berpengalaman
menunjukan bahwa ada korelasi yang kuat antara minat menggunakan suatu
teknologi dengan perilaku penggunaan (behavioral usage) suatu teknologi.
Agarwal dan Prasad (1999) mengungkapkan bahwa ada hubungan kuat
antara seseorang yang mempunyai pengalaman terhadap suatu teknologi yang
sejenis. Dalam penelitian kali ini peneliti ingin mencari hubungan antara
pengalaman
(experience)
terhadap
persepsi
kemudahaan
penggunaan
(perceived ease of use) dan persepsi kegunaan (perceived usefulness).
Penelitian Taylor dan Todd (1995) juga menemukan perbedaan yang
signifikan antara pengguna sistem yang berpengalaman dan yang belum
berpengalaman dalam penentuan untuk menggunakan sistem. Hasil dari
penelitian ini juga menemukan bahwa minat untuk menggunakan system akan
lebih besar untuk pengguna yang berpengalaman dari pada yang belum atau
kurang pengalaman.
9. Kemampuan menggunakan komputer (Ability to use computer)
Menurut Doyle (2005) keahlian penggunaan komputer didefinisikan
sebagai “an individual’s judgement of their capability to use a computer.”
Keahlian penggunaan komputer diartikan sebagai pertmbangan kapabilitas
37
seseorang untuk menggunakan computer / sistem informasi / teknologi
informasi.
Menurutnya, masing-masing orang percaya bahwa kemampuan
penggunaan
komputer
yang
dimilikinya
tidak
berhubungan
dengan
pengalaman masa lampau tetapi lebih difokuskan pada kemampuannya untuk
tugas-tugas tertentu yang sedang dihadapi.
Sementara menurut Bandura (2006) keahlian menggunakan komputer
diartikan sebagai “kepercayaan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mengoperasikan komputer yang dipengaruhi oleh motivasi dan perilaku”.
Secara lebih jelas mengenai kemampuan menggunakan komputer seperti
berikut “People’s judgments of their capabilities to organize and execute
courses of action required to attain designated types of performances. It is
concerned not with the skills one has but with judgements of what one can do
with whatever skills one possesses”.
Menurut
Indriantoro
(2000)
keahlian
berkomputer
seseorang
didefinisikan sebagai “kemampuan dalam penggunaan aplikasi komputer,
sistem operasi, penanganan file dan perangkat keras, penyimpanan data dan
penggunaan tombol keyboard.” Keahlian seseorang dalam penggunaan
komputer digunakan sebagai proksi dari pengendalian internal individu dalam
konteks teknologi informasi, misalnya seseorang yang mempunyai level
kemampuan menggunakan komputer yang tinggi merasa lebih kuat dalam
mengendalikan aktifitas yang dilakukan dalam penggunaan teknologi informasi
38
dibandingkan dengan orang yang mempunyai level kemampuan menggunakan
yang rendah (Horvat, 1996).
Untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam menggunakan
komputer terdapat tiga pertanyaan yang dapat ditanyakan:
1. Seberapa cepat dalam menyelesaikan pekerjaan dengan menggunakan
komputer?
2. Seberapa banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan menggunakan
komputer?
3. Seberapa mudah beradaptasi akan teknologi baru?
Definisi
tersebut
menunjukan
bahwa
kemampuan
penggunaan
computer merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan
computer.
2. 6 Pengertian Teknologi Informasi
Menurut Maharsi (2000) dan Whitten (2004) “information technology is
a contemporary term that describes the combination of computer technology
(hardware and software) with the telecommunications technology (data, image,
and voice networks)”. Teknologi informasi adalah sebuah istilah yang menjelaskan
kombinasi antara teknologi komputer (hardware dan software) dengan teknologi
telekomunikasi (data, gambar, dan jaringan suara). Teknologi informasi adalah
kumpulan sumber daya informasi perusahaan, para penggunanya, serta manajemen
yang menjalankannya, meliputi infrastruktur teknologi informasi dan semua sistem
informasi lainnya dalam perusahaan.
39
Infrastruktur teknologi informasi meliputi proses integrasi, operasi,
dokumentasi, pemeliharaan, dan manajemennya (Rainer, Turban, 2006).
Sedangkan menurut William & Sawyer (2005) “information technology is a
general term that describes any technology that helps to produces, maltipulate,
store, communicate, and/or disseminate information”. Definisi tersebut dapat
diartikan sebagai teknologi informasi adalah istilah yang umum untuk
mendeskripsikan teknologi yang membantu menghasilkan, memanipulasi,
menyimpan, mengkomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi.
Menurut Thompson dan Cats-Baril (2003), teknologi informasi adalah
perangkat keras dan perangkat lunak yang dikemas sebagai suatu alat untuk
menangkap, menyimpan, memproses, dan menghasilkan data. Adapun pengertian
teknologi informasi menurut Alter (1999) adalah perangkat keras dan perangkat
lunak yang digunakan oleh sistem informasi.
Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi
informasi merupakan teknologi yang menggabungkan antara perangkat keras,
perangkat lunak, dan sistem informasi yang dapat membantu mengelola,
menghasilkan,
memamipulasi,
menyimpan,
mengkomunikasikan
dan
atau
menyebarkan informasi dan terdiri dati komponen-komponen seperti hardware,
software serta jaringan yang merupakan bagian dari sistem informasi (SI).
2. 7 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Rainer (2006) sistem informasi adalah sekumpulan komponen
yang terorganisasi dan saling berhubungan atau berinteraksi secara sistematis
40
untuk membangun atau mengolah data menjadi informasi. Menurut Bodnar dan
Hopwood (2000) sistem informasi adalah sekelompok perangkat keras dan
perangkat lunak yang dirancang untuk mengubah data menjadi informasi yang
bermanfaat. Menurut Alter (1999) sistem informasi adalah bentuk tertentu dari
sistem kerja yang menggunakan teknologi informasi untuk menangkap (capture),
transmisi, menyimpan, mencari kembali (revive), memanipulasi dan menampilkan
informasi.
Sedangkan menurut Thompson dan Cat-Baril (2003) sebuah sistem
informasi adalah sebuah sistem yang terintegrasi, berbasiskan teknologi informasi
yang dirancang untuk mendukung operasi, manajemen, dan fungsi pembuatan
keputusan dalam sebuah organisasi. Menurut Turban (2003) “information system
(IS) collects processes, stores, analyzes and disterminates information for a
specific purpose”. Definisi tersebut dapat dijelaskan sebagai sistem informasi yaitu
mengumpulkan,
memproses,
menyimpan,
menganalisis
dan
menyebarkan
informasi untuk sebuah tujuan spesifik. Sistem informasi memerlukan teknologi
komputer didalam organisasi yang berfungsi untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh user.
Sistem informasi merupakan suatu sistem yang mengubah data menjadi
informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan
mencapai tujuan dalam suatu organisasi. Dari definisi teori-teori diatas dapat kita
disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sistem kerja yang terdiri dari
hardware, software, jaringan, komputer, sumber daya yang mengumpulkan,
41
menyimpan, menampilkan informasi yang mendukung satu atau lebih sistem kerja
yang ada didalam suatu perusahaan.
2. 8 Pengertian Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Setiap organisasi khususnya perusahaan memerlukan data yang bersifat
riil dari setiap tingkatan manajemennya. Data tersebut disusun dan dikelola dalam
sebuah sistem informasi. Salah satu sistem informasi terpenting pada perusahaan
adalah mengenai Sistem Informasi Sumber Daya Manusia / Human Resource
Information System (HRIS).
Menurut Marimin, Tanjung, dan Prabowo (2006), Sistem Informasi
Sumber Daya Manusia (SISDM) adalah suatu sistem yang terdiri dari software dan
hardware yang dirancang untuk menyimpan dan memproses semua informasi
karyawan. Aplikasi SISDM mempunyai peranan penting dalam menyiapkan
sumber daya manusia secara efektif dan efisien melalui tersedianya informasi
sumber daya manusia yang cepat, lengkap, dan akurat. SISDM dapat memberikan
beberapa keuntungan, di antaranya:
1. SISDM memungkinkan departemen SDM berperan aktif dalam perencanaan
strategis organisasi.
2. SISDM memungkinkan departemen SDM dapat mengambil perspektif global
terhadap persediaan dan kebutuhan pengembangan SDM untuk selanjutnya
diinterpretasikan dengan cara yang lebih efektif.
42
3. SISDM memungkinkan departemen SDM dapat mengambil manfaat dari akses
langsung ke sumber data eksternal yang berisi informasi penting bagi
penyusunan strategi SDM.
4. SISDM memungkinkan departemen SDM melakukan perencanaan dan
pengelolaan akan lebih terarah, lebih proporsional, dan lebih obyektif.
Marimin, Tanjung, dan Prabowo (2006) juga berpendapat bahwa
Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia (SISDM) adalah prosedur
sistematik untuk mengumpulkan, menyimpan, mempertahankan, menarik, dan
memvalidasi data yang dibutuhkan oleh organisasi sumber daya manusia,
aktivitas-aktivitas personalia, dan karakteristik unit organisasi. Penggunaan
SISDM dapat mengotomatiskan sebagian besar pekerjaan pencatatan atau
pendataan pegawai suatu organisasi dan dapat mempermudah kinerja pegawai di
departemen SDM. Dengan sistem yang terintegrasi, SISDM dapat mengurangi
duplikasi dan kesalahan dalam menyajikan informasi pegawai. Fungsi dari sistem
informasi sumber daya manusia memiliki empat kegiatan utama diantaranya:
1. Perekrutan dan Penerimaan (Recruiting and Hiring). SDM membantu
menerima pegawai baru ke dalam perusahaan. SDM selalu mengikuti
perkembangan terakhir dalam peraturan pemerintah yang mempengaruhi
praktek kepegawaian dan memberikan masukan kepada manajemen untuk
menentukan kebijakan yang sesuai.
2. Pendidikan dan Pelatihan. Selama periode kepegawaian seseorang, SDM dapat
mengatur berbagai program pendidikan dan pelatihan yang diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keahlian kerja pegawai.
43
3. Manajemen Data. SDM menyimpan database yang berhubungan dengan
pegawai dan memproses data tersebut untuk memenuhi kebutuhan informasi
pemakai,
penghentian
dan
admistrasi
tunjangan.
Selama
seseorang
diperkerjakan oleh perusahaan mereka menerima paket tunjangan. Setelah
penghentian, SDM mengurus program pensiun perusahaan bagi mantan
pegawai yang berhak.
2. 9 Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini akan dipaparkan sejumlah penelitian yang telah
dilakukan seputar topik penelitian ini. Beberapa penelitian yang dipilih untuk
mendapatkan tinjauan khusus yang berkaitan langsung dengan tema “sistem
informasi”; sebagian lagi lebih menekankan “sistem informasi keperilakuan”, dan
ada pula yang menekankan pada tema-tema tambahan yang mendukung penjelasan
empirik perihal variabel-variabel dalam penelitian ini.
Titik berat dalam paparan ini adalah model-model yang dikembangkan
para peneliti terdahulu, untuk memperoleh gambaran yang mengenai hubungan
antar variabel. Selain itu, dikemukakan pula temuan-temuan pokok, terutama
temuan yang dianggap relevan dan mendukung pemahaman tentang topic
penelitian ini.
Beberapa riset yang telah dilakukan pada periode pengenalan lebih
banyak menguji TAM dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan teknologi.
Penelitian berikut ini mengenai minat perilaku untuk menggunakan
sistem informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Jiming Wu dan Lederer (2009)
44
tentanng meta-anaalisis peran lingkungan berbasis keesukarelaan dalam
d
penerrimaan
teknoologi
inform
masi.
Peneelitian
ini
mengembangkan
moodel
penguukuran
penerrimaan sisttem teknoloogi informaasi, dimanaa variabel dependen dalam
penellitian ini adaalah minat keeperilakuan untuk mengggunakan (beehavioral inttention
to use) dan peenggunaan sesunguhnyya (actual usage). Seedangkan vaariabel
indeppenden dalaam penelitiaan ini, dianttaranya persepsi kegunnaan dan peersepsi
kemuudahan penggunaan.
Gaambar 2.4: Persepsi
P
Keguunaan, Persepssi Kemudahann, Minat untuuk Menggunaakan,
Penggun
naan Sesunggguhnya, serta Lingkungan Berbasis
B
Kesukarelaan
Peneliitian tersebuut juga didukkung oleh penelitian
p
yaang dilakukaan oleh
Oye, N.D, A. laahad, N, Abb. Rabin (22012) tentanng pengaruhh antara tekknologi
inform
masi dan komunikasi (IC
CT), teori peemersatu darri penerimaaan dan pengggunaan
teknoologi (UTAU
UT), keyakkinan pengggunaan kom
mputer (CSE
E), sikap terhadap
45
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, kecemasan tentang penggunaan
komputer terhadap penerimaan dan penggunaan ICT. Studi kasus dalam penelitian
ini dilakukan pada staf akademi Universitas Adamawa State, Nigeria. Penelitian
ini dikerjakan dengan menggunakan 100 responden.
Penelitian ini memverifikasi pengaruh empat kontruksi unified theory
of acceptance and use of technology (UTAUT) dan tiga konstruksi TAM pada
perilaku dari akademisi universitas terhadap penerimaan dan penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengajar dan belajar. Hal
tersebut merupakan teori model UTAUT yang diverifikasi menggunakan analisis
regresi untuk memahami niat perilaku dari staf akademis universitas terhadap
penerimaan dan penggunaan TIK dalam tempat kerja mereka. UTAUT ini
membangun secara signifikan berkorelasi dengan niat perilaku untuk menerima
dan menggunakan TIK. Ini adalah faktor yang terkait dengan penerimaan dan
penggunaan TIK dalam Universitas Adamawa State.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa staf akademik Universitas
Adamawa State tidak menolak penerimaan dan penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi di tempat kerja mereka. UTAUT sukses dalam memprediksi
tentang penerimaan dan penggunaan TIK oleh akademisi di Universitas Adamawa
State. Keyakinan sendiri terhadap komputer memiliki pengaruh positif pada niat
perilaku untuk menerima dan menggunakan TIK. Sikap terhadap penggunaan TIK
oleh para staf akademik memiliki pengaruh positif pada niat perilaku mereka untuk
menerima dan menggunakan teknologi. Kecemasan (kekhawatiran) tentang
penggunaan komputer memiliki dampak terhadap penerimaan dan penggunaan
46
TIK oleh staf akademik. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa akademisi masih
mengalami ketakutan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kegiatan belajar dan mengajar. Berikut model penelitian yang dihasilkan oleh Oye,
N.D, A. lahad, N, Ab. Rabin.
Unified Theory of
Acceptance and Use
of technology
(UTAUT)
Information and
communication
technology (ICT)
Acceptance and Use of ICT
Computer self
efficacy
Attitudes
towards ICT
Anxiety about computer use
Gambar 2.5 Model Hubungan Minat Perilaku untuk Menerima dan Menggunakan
Teknologi Komunikasi dan Informasi oleh Oye, N.D, A. lahad, N, Ab. Rabin.
Sedangkan Abdulhameed Rakan Alenezi, Abdul Malek Abdul Karim
dan Arsaythamby Veloo (2010) melakukan penelitian bahwa hasil regresi stepwise
menunjukkan
bahwa
kecemasan
komputer,
keyakinan
sendiri
terhadap
penggunaan komputer dan kenikmatan secara signifikan mempengaruhi niat siswa
untuk menggunakan e-learning, sementara pengalaman internet yang tidak
signifikan mempengaruhi mereka.
47
Gambar
G
2.6 Model
M
Hubunngan Antara persepsi
p
manffaat, persepsi kemudahan
mennggunakan daan niat perilakku
Chi-Chheng Chang, Chi-Fang Yan,
Y
Ju-Shiih Tseng (2012), melakkukan
u
penelittian dimanaa kenyamanaan penggunnaan merupaakan salah satu fitur untuk
mobilee learning, appakah itu meempengaruhhi sikap dan berniat
b
menggunakan mobile
m
technology. Peneriimaan teknoologi modell (TAM), diiusulkan oleeh David (1989),
uas dengan persepsi kennyamanan yang
y
dirasakkan (perceivved convenieence)
diperlu
pada penilitian
p
inni. Berkenaaan dengan belajar
b
bahaasa inggris melalui tellepon
selulerr, variabel daalam teori TAM yang diiperluas dan penjelasan ini dianalisis dan
faktor anteseden yang
y
memppengaruhi peenerimaan pembelajaran
p
n bahasa innggris
melalu
ui telepon sellular juga dipperiksa.
Hasil penelitian ini menunnjukkan baahwa perseepsi kemuddahan
penggu
unaan
secaara
positiff
mempenggaruhi
perssepsi
kenyyamanan
d
dalam
mengg
gunakan moobile technnology untuuk belajar bahasa Innggris. Perrsepsi
kenyam
manan secara positif meempengaruhii persepsi keegunaan dalaam menggunnakan
48
mobile technolog
gy untuk belajar bahassa Inggris. Persepsi keenyamanan positif
memppengaruhi siikap mengguunakan mobile technologgy untuk pembelajaran bahasa
Inggrris. Persepsii kemudahaan penggunaaan secara positif dalaam mempenngaruhi
perseepsi kegunaaan.
Persep
psi kemudahhan pengguunaan secaraa positif meempengaruhii sikap
mengggunakan tek
knologi mobbile untuk belajar
b
bahasa Inggris. Persepsi
P
keggunaan
secarra positif mempengaru
m
uhi sikap menggunakkan teknologi mobile untuk
pembbelajaran bah
hasa Inggris. Persepsi keegunaan seccara positif mempengaru
m
uhi niat
perilaaku untuk menggunakaan mobile technology dalam pem
mbelajaran bahasa
Inggrris. Sikap menggunakan
m
n secara poositif memppengaruhi niiat perilaku untuk
mengggunakan teeknologi moobile dalam
m pembelajaaran bahasa Inggris. Peersepsi
kemuudahan peng
ggunaan dann niat perilakku untuk menggunakan
m
n teknologi mobile
m
tidak memiliki hu
ubungan sebbab-akibat.
49
Gambar 2.7 Model Hubungan Persepsi Kenyamanan dalam Perluasan TAM
Nozarah Mohd Suki dan Norbayah Mohd Suki (2011),
melalukan
penelitian yang bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi kegunaan
(perceived usefulness), persepsi kemudahan dalam penggunaan (perceived ease of
use), kenikmatan yang dirasakan (perceived enjoyment), sikap (attitude) dan niat
pelanggan kearah menggunakan layanan mobile 3G. Penggunaan data cross
sectional dikumpulkan melalui survei dan dianalisis dengan menggunakan analisis
faktor, korelasi dan analisis regresi. Dari 150 kuesioner hanya 100 orang
menggunakan. Temuan menunjukkan bahwa persepsi kegunaan (perceived
usefulness), persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) dan sikap
(attitude) yang bersama-sama bertanggung jawab dalam menentukan niat
pelanggan untuk menggunakan layanan mobile 3G. Kegunaan ditemukan
dirasakan sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap niat pelanggan kunci
untuk menggunakan layanan mobile 3G.
Nadim Jahangir dan Noorjahan Begum (2008), penelitian ini bertujuan
untuk mengusulkan kerangka kerja konseptual yang akan menyelidiki efek
persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan penggunaa
(perceived ease of use), dan keamanan dan privasi pada adaptasi mediasi
pelanggan melalui sikap pelanggan dalam konteks penggunaan e-banking. Untuk
menguji kerangka penelitian, teknik pemodelan persamaan struktural telah
diterapkan pada data yang dikumpulkan dari 227 nasabah bank komersial swasta di
Bangladesh. Penelitian ini bertujuan untuk menguji model teoritis untuk mengukur
apakah hungungan antara persepsi kegunaan, kemudahan penggunaan, keamanan
50
dan privasi dapat menumbuhkan sikap adaptasi pelanggan. Hasil awal dari studi ini
menunjukkan bahwa kegunaan, kemudahan penggunaan, keamanan dan privasi
secara signifikan dan positif berhubungan dengan adaptasi pelanggan.
Penelitian Jayasree Krishnan dan Sheela Mary (2012) menyatakan
bahwa supervisor sering bertindak sebagai agen dari organisasi untuk memberikan
penghargaan dan untuk mengevaluasi kontribusi karyawan, dimana karyawan
menerima perlakuan bahwa supervisor cenderung berkontribusi untuk membuat
persepsi karyawan bahwa mereka didukung oleh organisasi. Dengan demikian,
diyakini bahwa tingkat kepemimpinan atau dukungan pengawasan hubungan
positif dengan persepsi dukungan organisasi. Dukungan organisasi ini yang dapat
berpengaruh terhadap perilaku karyawan. Leader Member Exchange (LMX)
pendekatan kepemimpinan ini hanya untuk mempertimbangkan hubungan antara
pemimpin dan pengikut dan pertukaran yang menentukan efektivitas organisasi.
Hubungan antara pemimpin dan anggota, tidak hanya mempengaruhi
kinerja karyawan, tetapi juga dapat mempengaruhi hubungan antara karyawan dan
organisasi. Leader-Member Exchance (LMX) sangat penting bagi karyawan yang
berhubungan organisasi.
51
Gamb
bar 2.8 Anteceedants of Perrceived Organnisational Suppport
Sona Mardikyan,
M
Betul Besiroglu, daan Gozde Uzmaya (22012)
melaku
ukan penelittian yang bertujuan
b
unntuk mengujji sikap konnsumen dann niat
terhadaap teknologgi 3G. Untuuk mencapaai itu, konseep yang terrkait ke doomain
teknolo
ogi 3G adalaah ulasan daan kerangka teoritis berddasarkan TA
AM dan UTA
AUT.
Menurrut hasil pennelitian, gennder dan jennis pembayaaran tidak berpengaruh
b
pada
perilak
ku niat 3G. Namun,
N
ada perbedaan
p
y
yang
signifikkan antara tinngkat pendiddikan.
Dengan
n peningkattan tingkat pendidikan,, orang mem
miliki kecennderungan untuk
u
mengg
gunakan teknnologi ini, untuk
u
mengaadopsi dan menambahkkannya ke dalam
d
kehidu
upan sehari--hari merekka. Di sisii lain, perrsepsi kegunnaan (perceived
52
usefuulness) adalaah penentu kuat
k
penerim
maan pengguuna dan perrilaku pengggunaan.
Dalam
m
studi
teersebut,
m
menunjukkan
bahwa
r
responden
sangat
k
3G
G teknologi.. Selain itu, terdapat siggnifikan hubbungan
mempperhatikan kegunaan
antara persepsi kegunaan (perceived usefulnesss) dan perrsepsi kemuudahan
kegunnaan (perceeived ease off use) yang diterima dallam model UTAUT
U
dan TAM.
Berikkut model peenelitian yanng dihasilkann sebagai berrikut.
Gambarr 2.9 Variabell Eksternal, Variabel
V
Konttrol, dan Minaat Perilaku
Farzan
na Parveen dan
d Ainin Suulaiman (20008) melakukkan penelitiaan yang
dilakuukan kepada pengguna telepon sellular dan innternet untukk menemukaan niat
mengggunakan WIMD
W
di Maalaysia menggunakan convenience sampling. Konsep
K
yang diusulkan dalam model
m
ini didukung
d
o
oleh
data empiris.
e
Haasilnya
menuunjukkan du
ukungan yanng kuat unntuk semua hipotesis. Hasil
H
keseluuruhan
53
penelittian ini menuunjukkan baahwa dalam rangka untuuk mempelaajari niat perrilaku
menuju
u WIMD dii Malaysia, model peneerimaan teknnologi sangaat sesuai deengan
nilai siignifikansi sebesar
s
0,0000 yang kurrang dari 0,001, sehinggaa model terrsebut
signifik
kan pada 999%. Hasil inii menunjukkkan bahwa keyakinan
k
peerilaku, keguunaan
yang dirasajkan
d
m
memiliki
dam
mpak positif terhadap niaat untuk meengadopsi WIMD
W
dan vaariabel sepertti inovasi peersonal dan kompleksitas
k
s teknologi memiliki
m
dam
mpak
positiff pada perseppsi kegunaann dan persepssi kemudahaan penggunaaan WIMD.
Gaambar 2.10 Model
M
Hubunggan TAM Terrhadap WIMD
D
Penelitiian yang dilakukan
d
oleh Tien-Chen Chieen (2012) yang
mputer
menjellaskan tentaang keterkaaitan antaraa kemampuuan pengguunaan kom
terhadaap efektivitaas e-learningg. Hasil darii penelitian tersebut
t
mennyebutkan bahwa
kemam
mpuan pengggunaan kom
mputer memppunyai penggaruh tentangg korelasi antara
a
54
sistem fungsional dan efektivitas tenaga pengajar. Akan tetapi tidak berpengaruh
terhadap korelasi antara sistem interaksi dan efektivitas tenaga pengajar.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Henny Medyawati, Marieta
Christiyanti, dan Muhammad Yunanto (2011) yang menjelaskan tentang hubungan
antara kemampuan penggunaan komputer, pengalaman menggunakan komputer,
relevansi, keamanan dan kepribadian, desain layar, persepsi kemudahan
penggunaan, persepsi kegunaan, dan sikap penggunaan teknologi terhadap
penerimaan dari E-banking (ACC). Penelitian tersebut menghasilkan informasi
bahwa keyakinan sendiri dalam menggunakan komputer tidak berpengaruh
signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan.
Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa variabel pengalaman
menggunakan komputer berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi
kemudahan penggunaan. Variabel kerelevanan mempunyai hubungan signifikan
pada persepsi kemudahan penggunaan, akan tetapi tidak mempunyai hubungan
terhadap persepsi kegunaan. Variabel keamanannya tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan. Variabel desain layar tidak
mempunyai pengaruh signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan, akan
tetapi variabel tersebut mempunyai hubungan signifikan terhadap persepsi
kegunaan.
Pada variabel persepsi kemudahan penggunaan mempunyai pengaruh
signifikan terhadap variabel persepsi kegunaan dan sikap dari pengguna teknologi
E-banking. Variabel persepsi kegunaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap sikap pengguna. Serta variabel sikap pengguna mempunyai pengaruh
55
signifikan terhadap kegunaan dan penerimaan adanya E-banking (ACC). Berikut
model penelitian yang dihasilkan sebagai berikut.
Gambar 2.11 Analisis Penggunaan E-banking dengan TAM
Hubungan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah
sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini.
No
Peneliti
Manfaa
Perseps
Sikap
Minat
Penggun
Dukun
Pengal
Kemud
Kemamp
t
i
pengg
Mengg
a
gan
aman
ahan
uan
Keguna
Kemud
una
unakan
Sesungg
Pemi
dalam
an yang
ahan
(ATU)
(BIU)
uhnya
mpin
penggun
dirasak
Penggu
(AU)
(LMX)
aan
an
naan
kompute
r
1
Novliadi, 2006
2
Jahangir, 2008
3
Parveen dan
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Sulaiman, 2008
4
Jiming Wu dan
Lederer, 2009
X
X
56
5
Almahamid,
X
X
X
2010
6
Lunenburg,
X
X
2010
7
Rakan, 2010
8
Medyawati,
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
2011
9
Suki, 2011
X
X
X
10
Chang, 2012
X
X
X
11
Chien, 2012
12
Ikechukwu,
X
X
X
X
X
2012
13
Krishnan dan
X
X
Sheela, 2012
14
Lo, 2012
15
Mardikyan,
X
X
X
X
X
X
X
X
2012
16
Oye, 2012
17
Sandjaja dan
X
X
X
X
X
X
Handoyo, 2012
18
Penelitian ini
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Table 2.2 Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini
2. 10 Teori Untuk Analisa Data
Metode analisis data adalah merupakan proses penyerdehanaan data
agar lebih mudah dibaca dan intrepretasikan (Singarimbun dan Effendi, 1999).
Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur khususnya dalam penelitian
kuantitatif selain menggunakan statistik inferensial juga menggunakan statistik
deskriptif. Dalam penelitian ini akan menggunakan analisis data statistik, dimana
57
salah satu fungsi pokoknya adalah menyederhanakan data penelitian yang
jumlahnya besar menjadi satu informasi yang lebih sederhana sehingga mudah
dipahami.
Penelitian ini menekankan pada pendekatan kuantitatif dalam
melakukan analisis data maka metode analisis data yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik
inferensial.
Analisis statistik deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui distribusi
frekuensi jawaban responden dari hasil kuesioner. Yaitu dengan cara
mengumpulkan data dari hasil jawaban responden, selanjutnya ditabulasi dalam
tabel dan dilakukan pembahasan secara deskriptif. Ukuran deskriptif adalah
pemberian angka, baik dalam jumlah responden (orang) beserta nilai rata-rata
jawaban responden maupun prosentase.
Analisis deskriptif diuraikan dalam bentuk frekuensi, central tendency
measurement (ukuran tendensi memusat) dan dispersion measurement (ukuran
penyebaran). Analisis frekuensi dalam bentuk absolute dan prosentase ditunjukan
untuk memperoleh diskripsi baik profile pemakai aplikasi HRIS, maupun diskripsi
setiap indikator atau item setiap konstruk atau variabel latennya.
Sedangkan analisis statistik inferensial dilakukan dengan pendekatan
Generalized Structured Component Analysis (GSCA) yang merupakan pendekatan
baru terhadap structural equation model – maximum likelihood (SEM-ML) (Wang
dan Takane, 2004; 2007; 2009) dimana sekarang telah banyak digunakan oleh
peneliti. Alasan memilih GSCA dalam penelitian ini adalah:
58
1) Model kerangka pikir konseptual yang dibentuk (Gambar 3.1) merupakan
suatu kerangka yang memilki hirarkis hubungan kausal yang terstruktur dalam
3 order sebagai cerminan praktek SEM yang terintegrasi, terkoordinasi, dan
terkolaborasi.
2) Model konseptual yang dibentuk terdiri dari beberapa variabel reflektif dan
variabel formatif, jadi secara teori sangat sesuai dengan model GSCA.
3) Banyaknya indikator item dalam model struktural dalam penelitian memiliki
arti yang tinggi untuk mengkonfirmasikan uni-dimensional dari setiap variabel
latennya sebagaimana dalam aplikasi GSCA.
4) GSCA adalah metode analisis yang kuat dan tidak memerlukan banyak asumsi,
dimana memungkinkan untuk menganalisis serangkaian variabel laten secara
bersamaan.
5) GSCA tidak harus menggunakan sampel besar.
Kegiatan pertama dalam GSCA adalah melakukan pengukuran
konstruk berdasarkan blok-blok dan dimensi konsepnya. Analisis ini dilakukan
dengan mengidentifikasi koefisien AVE (average extracted) sebagai ukuran dalam
validitas pengukuran konstruk. Metode lain untuk menilai discriminant validity
adalah dengan menggunakan dengan membandingkan root of average extracted
(AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya
dalam model. Jika akar kuadrat (AVE) lebih besar daripada nilai korelasi antara
konstruk dengan konstruk lainnya dalam model maka akan memilki nilai
discriminant validity yang lebih baik.
59
Disamping validitas dalam pengukuran konstruk, pada umumnya
diikuti dengan pengukuran reliabilitas. GESCA sebagai software yang digunakan
dalam analisis untuk penelitian ini pada dasarnya masih berstatus “Beta version”,
sehingga beberapa peneliti melakukan uji reliabilita konstruk berdasarkan
koefisien Alpha Cronbach. Tetapi koefisien yang didapat pada dasarnya
merupakan cerminan dari reliabilitas instrument kuesioner, bukan reliabilitas
pengukuran konstruk yang mendasari dalam analisis persamaan struktural.
Mengingat status software GSCA yang masih beta maka untuk menjadi status
yang lebih tinggi (komersial) maka perlu kelengkapan analisisnya, khususnya
pemenuhan asumsi klasiknya (multikolinearitas, autokorelasi, linearitas dan
sebagainya) kecuali normalitas yang telah diakui bahwa GSCA sangat fleksibel.
GSCA dapat diposisikan sebagai pendekatan baru dalam kelompok
SEM (Structural Equation Model) yang pada awalnya secara umum dibagi dua:
(1) covariace based SEM yang diwakili oleh software seperti AMOS, LISREL,
dan lain-lain, dan (2) component-based SEM yang diwakili pendekatan Partial
Least Square (PLS) dengan software seperti LVPLS, VisualPLS, dan lain-lain
60
Gambar 2.12 Posisi GSCA dalam Pendekatan SEM
CSA-SEM (melaluiu software seperti AMOS, LISREL) dikenal
memiliki kelebihan dalam hal kemampuannya untuk :
a. Mengkonfirmasi undimensionalitas dari beberpa indikator untuk sebuah
konstruk atau konsep atau faktor.
b. Menguji kesesuaia/ketepatan sebuah model berdasarkan data empiris yang
diteliti.
61
c. Menguji kesesuaian model sekaligus hubungan kausalitas antara factor yang
dibangun/diamati dalam model tersebut (Ferdinand, 2000).
Setelah melihat gambar perbandingan diatas, maka berikut adalah
perbandingan persyaratan yang harus dipenuhi oleh ketiga pendekatan tersebut :
CSA
Dikenal dengan Hard
PLS
Dikenal dengan untuk
GSCA
Dikenal dengan Soft
Modelling
sample dibawah 100
Modelling
Jumlah sample besar
Jumah sample
Jumlah sample tidak
antara 100-200
mendekati 100
harus besar. Beberapa uji
coba dengan n=50 dapat
memperoleh hasil seperti
n=70 pada PLS dan
n=100 pada CSA.
Data harus berdistribusi
Data tidak harus
Data tidak harus
normal
berdistribusi normal
berdistribusi normal
Skala pengukuran
Skala pengukuran
Skala pengukuran
indikator menggunakan
indikator
indikator dapat dalam
minimal interval
menggunakan minimal skala nominal, ordinal,
interva
interval dan rasio.
Mengharuskan variabel
Variable Laten.
Indikator bisa bersifat
laten, indikatornya
Indikator bisa bersifat
reflektif ataupun
bersifat reflektif.
reflektif ataupun
formatif.
Indikator dipandang
formatif.
sebagai variabel yang
mempengaruhi variabel
laten. Jika bersifat
formatif akan
menghasilkan model
yang unindentified
yang berarti akan
62
terdapat covariance nol
Tabel 2.3 Perbedaan Persyaratan Ketiga Pendekatan SEM
Namun disisi lain terdapat kelemahan yang dihadapi adalah pada
persyaratan-persyaratan yang ketat terhadap data yang dianalisis, serta jumlah
sampel minimum yang cukup besar. Oleh karena itu CSA-SEM dikenal sebagai
hard-modeling. Sebaliknya PLS memberikan kelonggaran pada persyaratanpersyaratan dimaksud, namun memiliki kelemahan karena tidak memiliki fungsi
optimalisasi dan penetapan kecocokan model yang bersifat global, melainkan
hanya pada tingkat lokal. Adapun GSCA merupakan pendekatan berbasis
komponen, namun berusaha mengambil kelebihan-kelebihan pada model berbasis
kovarian. Secara ringkas dapat dipahami
CSA
PLS
GSCA
Variable Lanten
Faktor
Komponen
Komponen
Jumlah Persamaan
Satu
Dua
Satu
Parameter Model
Loading
Loading
Loading
Koefisien path,
Koefisien path,
Koefisien path,
variance error,
Berat
Berat
rata-rata faktor
Komponen
Komponen
dan atau variance
Input Data
Variance, korelasi Data mentah
Data mentah
Metode Estimasi
Utamakan
Least Square
Least Square
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Maksimul
Likehood (ML)
Fungsi Optimasisasi Ya
Global
Asumsi Ormalitas
Diperlukan untuk
Maksimul
63
Likehood
Pengukuran FIT
Overall dan Lokal Lokal
Model
Overall dan
Lokal
Tabel 2.4 Kesamaan dan Perbedaan CSA, PLS dan GSCA
Dengan demikian GSCA menjanjikan kemampuan analisis yang
mendekati kemampuan CSA-SEM dengan tetap mempertahankan simplisitas dari
permodelan PLS, sehingga dapat menjadi pilihan dalam melakukan analisis
statistik inferensial.
Berdasarkan pemahaman di atas, tetap diakuai bahwa GSCA memiliki
kelebihan dan kelemahan. Namun sebagai salah satu alternatif dalam kelompok
analisis pemodelan struktural (SEM), maka dapat dipertimbangkan sebagai alat
analisis yang efektif untuk menetapkan kecocokan model dan pengujian hipotesis
penelitian.
Kelebihan
1. Tdak Memerlukan Asumsi Distribusi Tertentu -> Normalitas
2. Bisa Menggunakan Indikator Formatif dan Reflektif
3. Dapat menghindari adanya faktor interdependency
Kelemahan
1. Menggunakan metode Bootstrap (sama dengan PLS)
2. Efektif menghindari asumsi normalitas – multivariate
3. Software masih Beta (dalam pengembangan) ke-pemenuhan asumsi
klasik: Multikolineritas, heterokedasitas dan juga masalah reliabilitas
yang lain (saat ini ditunjukan dengan AVE)
Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan GSCA
Secara umum, langkah-langkah strandar dalam menggunakan SEM
menurut Ferdinand 2000 adalah:
1) pengembangan model berdasarkan teori
2) Menyusun path diagram untuk menyatakan hubungan kausalitas
64
3) Menterjemahkan path diagram kedalam persamaan-persamaan struktural dan
spesifikasi model pengukuran
4) Memilih jenis input dan estimasi model yang diusulkan.
5) Pendugaan parameter
6) Menilai kriteria goodness of fit
7) Pengujian hipotesa
Download