9 BAB II LANDASAN TEORI Konsep-konsep di dalam penelitian ini adalah: dukungan kepemimpinan, pengalaman, kemudahan, dan kemampuan dalam penggunaan komputer terhadap manfaat kegunaan yang dirasa dan kemudahan yang dirasa penggunaan sebagaimana penjelasan berikut ini. Terlebih dahulu dipaparkan tentang dasar pemanfaatan teknologi informasi beserta latar belakang perkembangannya. 2. 1 Teori Dasar Pemanfaatan Teknologi Informasi Semenjak tahun 1980–an, berbagai penelitian dilakukan untuk menghasilkan suatu model penerimaan terhadap penggunaan teknologi komputer. Beberapa model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer, diantaranya yang tercatat dalam berbagai literatur dan referensi hasil riset dibidang teknologi informasi, adalah Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planned Behaviour (TPB), dan Technology Acceptance Model (TAM). 2. 2 Theory of Reasoned Action (TRA) Teori ini diperkenalkan oleh Ajzen dan Fishbein tahun 1967, Ajzen dan Fishbein (1970, 1975, 1980). TRA menerapkan teori perilaku manusia secara umum. Teori ini digunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia khususnya yang berkaitan dengan permasalahan sosial, psikologis kemudian makin bertambah 10 fungsinya dan digunakan juga untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Teori ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perilaku pada umumnya terjadi dengan adanya niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat seseorang dipengaruhi oleh sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa perilaku itu penting. Teori ini juga menjelaskan sifat-sifat normatif yang mungkin dimiliki orang. Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), keinginan/intensi (intention) dan perilaku intensi yang merupakan prediksi terbaik dari perilaku. Jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intensi orang tersebut. TRA juga mengatakan bahwa individu akan menggunakan komputer jika mereka mengetahui adanya keuntungan atau hasil positif dalam penggunaan komputer tersebut. (Fisben dan Ajzen, 1980). Sesuai dengan namanya, TRA didasarkan pada asumsi bahwa manusia biasanya berperilaku dengan cara yang sadar, dimana mereka biasanya mempertimbangkan informasi yang tersedia, dan secara implisit ataupun eksplisit juga mempertimbangkan implikasi-implikasi dari tindakantindakan yang dilakukan. Pada dasarnya menurut TRA, minat-minat merupakan suatu fungsi dari dua penentu dasar, satu yang berhubungan dengan faktor pribadi dan yang lainnya berhubungan dengan pengaruh sosial. Penentu yang pertama yang berhubungan dengan faktor pribadi adalah sikap terhadap perilaku individual (attitude toward the behavior). Sikap ini adalah evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan (affect) positif atau negatif dari individual jika harus melakukan perilaku tertentu yang 11 diingin nkan. Indiviidu akan menggunakan m n teknologi informasi jika j mempuunyai alasan yang tepat dan menguuntungkan, contohnya c p pekerjaan daapat diselesaaikan c dengann hasil yangg lebih baik sehingga kinnerja individdu tersebut dapat d lebih cepat dikatak kan meningkkat. Gamb bar 2.1 Diagrram showing the t Theory off Reasoned Acction Sourrce : Fisbein dan d Middlestaadt Intensi ditentukan oleh o sikap dan d norma suubyektif. Koomponen perrtama mengaacu pada sikkap terhadapp perilaku. Sikap S ini meerupakan haasil pertimbaangan untung g dan rugi daari perilaku tersebut t (Ouut Comes of the t Behaviorr). Disampinng itu juga diipertimbangkkan pentingnnya konsekuuensi-konsekkuensi yang akan terjadii bagi 12 individu. (Evaluation Regarding the Out Come). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang diperlukan orang-orang yang dianggapnya penting (referent persons) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut. Menurut Fisbein dan Middlestadt (1989) ada variabel eksternal yang muncul tidak secara langsung dalam Theory of Reasoned Action seperti variabel demografis, jenis kelamin, usia. Variabel seperti ini bukannya kurang penting, tetapi efeknya pada intensi (keinginan) dianggap terkait dengan sikap, norma subyektif dari komponen-komponen ini. Fokus sasaran ialah prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan dibawah kendali seseorang. Artinya bahwa perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi secara jelas dengan pertimbangan: Tindakan (action), sasaran (target), konteks (context), waktu (time). 2. 3 Theory of Planned Behavior (TRB) Teori Perilaku Terencana ini dikembangkan oleh Ajzen dan koleganya (Ajzen dan Madden 1986) yang merupakan pengembangan dari teori perilaku terencana Theory of Reasoned Action (TRA). Teori perilaku terencana ini menekankan pada niat perilaku sebagai akibat atau hasil kombinasi beberapa kepercayaan. Niat merupakan konsepsi dari tindakan terencana dalam mencapai tujuan berperilaku. 13 Ada beberapa tujuan dan manfaat dari teori ini, antara lain adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasi terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu sendiri. Untuk mengidentifikasi bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan perilaku dan juga untuk menjelaskan pada tiap aspek penting beberapa perilaku manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang calon dalam pemilu, mengapa tidak masuk kerja atau mengapa melakukan hubungan pranikah. Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Jika Theory Reasoned Action berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yang di bawah kendali individu sendiri. Jika perilaku tersebut tidak sepenuhnya di bawah kendali atau kemauan individu, meskipun ia sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektifnya, ia mungkin tidak akan secara nyata menampilkan perilaku tersebut. Sebaliknya, Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak di bawah kendali individu. Pada intinya Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasiinformasi yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-perilaku tertentu. 14 Masalah terkait TRA akan muncul jika teori tersebut diaplikasikan pada perilaku yang tidak sepenuhnya di bawah kendali seorang individu tersebut. TPB memperhitungkan bahwa semua perilaku tidaklah di bawah kendali dan sepenuhnya di luar kendali. Sebenarnya perilaku-perilaku tersebut berada pada suatu titik dalam suatu kontinum dari semulanya di bawah kendali menjadi tidak terkendali. Dalam keadaan ekstrim, mungkin sama sekali tidak terdapat kemungkinan untuk mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya kesempatan, karena tidak adanya sumber daya atau ketrampilan. Faktor-faktor pengendali tersebut terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal antara lain keterampilan, kemampuan, informasi, emosi, stres, dan sebagainya. Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan faktor-faktor lingkungan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen memodifikasi TRA dengan menambahkan anteseden intensi yang ke tiga yang disebut perceived behavioral control (PBC). Dengan tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia menamai ulang teorinya menjadi Theory of Planned Behavior (TPB). PBC menunjuk suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah dibawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. PBC dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui intensi. Jalur langsung dari PBC ke perilaku diharapkan muncul ketika terdapat 15 keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali yang aktual dari seseorang atas suatu perilaku. Theory of Planned Behavior dapat digambarkan melalui gambar sebagai berikut: Gambar 2.2: Diagram Theory of Planned Behavior Gambar diatas menjelaskan bahwa Model teoritik dari Theory Planned Behavior (perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu : 1) Latar belakang (background factors), seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan. Itu dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Di dalam kategori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar belakang, yaitu Personal, Sosial, dan Informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, 16 penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan dan ekspose pada media. 2) Keyakinan Perilaku (Behavioral Belief) yaitu hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara efektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut. 3) Keyakinan Normatif (Normative Beliefs), yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu. 4) Norma subjektif (Subjective Norm) adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak. 5) Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs) diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena 17 melihat orang lain (misalnya teman atau keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan. Selain itu ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku. 6) Persepsi kemampuan mengontrol (Perceived Behavioral Control), yaitu keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral control). Niat untuk melakukan perilaku (Intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu, dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. 18 Jadi Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu intensi berperilaku yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku). 2. 4 Technology Acceptance Model (TAM) Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, namun belum adanya sebuah model yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan pengguna atas aplikasi atau sistem berbasis elektronik. Sebuah sistem komputer tidak akan berarti apa-apa bila tidak dapat menaikkan performa suatu organisasi atau perusahaan. Di era 1980-an, mulai banyak peneliti yang berkonsentrasi pada bidang ilmu interaksi manusia-komputer dan mencoba menggabungkan dengan ilmu-ilmu psikologi, dari sana kemudian TAM lahir. Technology Acceptance Model (TAM) pertama kali dikembangkan oleh Davis (1986) dan kemudian dipakai serta dikembangkan kembali oleh beberapa peneliti seperti Adam et al. (1992) Szajna (1994), Igbaria et al. (1995) dan Venkatesh. Dan dikembangkan lagi oleh Davis (2000). Modifikasi model TAM dilakukan oleh Venkantesh (2002) dengan menambahkan variable trust dengan judul: Trust enhanced Technology Acceptance Model, yang meneliti tentang hubungan antar variabel TAM dan trust. Modifikasi TAM lain yaitu Trust and Risk in Technology Acceptance Model (TRITAM) yang menggunakan variabel kepercayaan dan resiko bersama variabel TAM (Lui and Jamieson, 2003). 19 Model Penerimaan Teknologi (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989) adalah model yang berhasil dan sangat dapat diterima untuk memprediksi penerimaan terhadap suatu teknologi yang baru diterapkan. Untuk saat ini, TAM merupakan salah satu kontribusi teoritis yang paling penting terhadap penerimaan dan penggunaan suatu sistem informasi. Banyak penelitian telah meneliti ulang, memperluas, dan menggunakan TAM. Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Menurut Davis perilaku menggunakan TI diawali oleh adanya persepsi mengenai manfaat (perceived of usefulness) dan persepsi mengenai kemudahan menggunakan TI (ease of use). Kedua komponen ini bila dikaitkan dengan TRA adalah bagian dari belief. Davis mendefinisikan persepsi mengenai kegunaan (perceived of usefulness) ini berdasarkan definisi dari kata useful yaitu capable of being used advantageously, atau dapat digunakan untuk tujuan yang menguntungkan. Persepsi terhadap kegunaan adalah manfaat yang diyakini 20 indivvidu dapat diperolehnya d a apabila meenggunakan TI. Pengguuna yang pootensial percaaya bahwa aplikasi a terteentu bergunaa, mungkin mereka, m padda saat yangg sama, percaaya bahwa siistem ini terrlalu sulit unntuk digunakkan dan mannfaat yang di dapat dari penggunaan p yang melebbihi upaya menggunakan m n aplikasi. Artinya, A di saamping manffaat atau keg gunaannya, penerapan p sisstem teknoloogi informassi akan dipenngaruhi juga oleh kemudaahan yang dirasa d pengguunaan (perceived ease of o use). Olehh sebab itu Davis menam mbahkan dua komponen itu i pada moddel TAM. Secaraa sederhana TAM dapat digambarkaan dalam berrikut: Gambar G 2.3:: Diagram Tecchnology Accceptance Moddel Manfaaat yang diirasa terhaddap manfaat teknologi dapat diukuur dari beberrapa faktor sebagai s berikkut (Wijaya, 2006): • Penggunaan teknologi t daapat meningkkatkan produuktivitas penngguna. • Penggunaan teknologi t daapat meningkkatkan kinerjja penggunaa. • Penggunaan teknologi dapat d meninngkatkan efisiensi prosees yang dilaakukan pengguna. 21 Pada umumnya penguna teknologi akan memiliki persepsi positif terhadap teknologi yang disediakan, persepsi negatif terjadi biasanya dikarenakan setelah pengguna mencoba teknologi tersebut atau pengguna berpengalaman buruk terhadap penggunaan teknologi tersebut. Faktor penyebab pengalaman sebenarnya berkaitan erat dengan faktor kedua dari TAM yaitu kemudahan yang dirasa dalam menggunakan teknologi. Menurut Wijaya (2006), kemudahan yang dirasa dalam menggunakan teknologi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu 1) Faktor pertama berfokus pada teknologi itu sendiri misalnya pengalaman pengguna terhadap penggunana teknologi yang sejenis. Pengalaman baik pengguna akan teknologi sejenis akan mempengaruhi persepsi pengguna terhadap teknologi.. 2) Faktor kedua adalah reputasi akan teknologi tersebut yang diperoleh oleh pengguna. Reputasi yang baik yang didengar oleh pengguna akan mendorong keyakinan pengguna akan kemudahan penggunaan teknologi tersebut, demikian pula sebaliknya. 3) Faktor ketiga yang mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kemudahan menggunakan teknologi adalah tersedianya mekanisme support yang handal. Selain faktor diatas juga terdapat faktor lainnya yang menyebabkan Kemudahan yg dirasa dalam penggunaan sistem: 1) Menyakinan pengguna bahwa tidak susah dalam menggunakan sistem. 2) Menyakikan pengguna bahwa dengan adanya system maka pekerjaan yang dilakukan akan lebih mudah. 22 3) Menyakikan pengguna bahwa proses pembelajaran system tidaklah membutuhkan waktu yang lama dan kerja keras. Dalam konteks organisasi, kegunaan ini tentu saja dikaitkan dengan peningkatan kinerja individu yang secara langsung atau tidak langsung. Sedikit berbeda dengan persepsi individu terhadap kegunaan TI, variabel lain yang dikemukakan Davis mempengaruhi kecenderungan individu menggunakan TI adalah persepsi terhadap kemudahan dalam menggunakan TI. Kemudahan (ease) bermakna tanpa kesulitan atau terbebaskan dari kesulitan atau tidak perlu berusaha keras. Dengan demikian persepsi mengenai kemudahan menggunakan ini merujuk pada keyakinan individu bahwa sistem TI yang akan digunakan tidak merepotkan atau tidak membutuhkan usaha yang besar, pada saat digunakan. Apapun yang dirasa baik terhadap manfaat TI (Perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan TI (Perceived ease of use) mempengaruhi sikap (Attitude) individu terhadap penggunaan TI, yang selanjutnya akan menentukan apakah orang berniat untuk menggunakan TI (Intention). Niat untuk menggunakan TI akan menentukan apakah orang akan menggunakan TI (Behavior). Dalam TAM, Davis (1986) menemukan bahwa persepsi terhadap manfaat TI juga mempengaruhi persepsi kemudahan penggunaan TI tetapi tidak berlaku sebaliknya. Dengan demikian, selama individu merasa bahwa TI bermanfaat dalam tugas-tugasnya, maka individu akan berniat untuk menggunakannya terlepas apakah TI itu mudah atau tidak mudah digunakan. Untuk mengungkap lebih jauh mengenai saling hubungan antara persepsi terhadap manfaat dan persepsi kemudahan menggunakan TI ini. Davis (1989) melakukan 23 penelitian dengan menghubungkan antara Persepsi Kegunaan dengan Persepsi Kemudahan dalam Penggunaan seperti pada table dibawah: No Kegunaan (usefulness) Kemudahan (ease of use) 1. Bekerja lebih cepat Mudah dipelajari 2. Kinerja Dapat dikontrol Produktivitas 3. meningkat Jelas dan mudah dipahami 4. Efektif Fleksibel 5. Mempermudah tugas Mudah dikuasai/terampil 6. Kegunaan Mudah digunakan Table 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap TI Jadi menurut Davis (1989), ada lima pembentukan sikap yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam penggunaan teknologi informasi: 1. Perceived Ease of Use Menyakinkan bahwa teknologi informasi yang akan mudah untuk digunakan. 2. Perceived Usefullness Menyakinkan bahwa teknologi informasi yang digunakan akan memberikan manfaat. 3. Atitude Toward Using Menyakinkan sikap pengguna untuk menggunakan teknologi informasi. 4. Behavioral Intention of Use Meningkatkan perilaku pengguna untuk terus menggunakan teknologi informasi. 24 5. Actual System Usage Menyatakan bahwa pengguna telah menggunakan teknologi informasi sepenuhnya dengan didasarkan manfaat yang didapat. 2. 5 Teori Tentang Subjek yang Berkaitan dengan Variabel 1. Pengertian Persepsi Menurut Mitchel (1982) persepsi merupakan proses transformasi yang membentuk dan menghasilkan apa sebenarnya yang dialami. Dalam proses persepsi individu terdapat mekanisme seleksi dan organisasi. Menurut Leavitt (1972). Ada empat aturan yang dapat menjelaskan proses persepsi, yaitu pengujian masa lalu, pemilihan persepsi pada hal-hal yang berdasarkan kebutuhan, mengabaikan hal-hal yang mengganggu, dan perhatian terhadap segala sesuatu yang membahagiakan dirinya. Informasi yang diperoleh melalui proses seleksi itu diproses, disusun, dan diklasifikasikan ke dalam bentuk yang memiliki arti bagi individu. Berdasarkan pengertian diatas tentang persepsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses kognitif untuk mengadakan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta pengiterpretasian untuk menjadi suatu gambaran objek tertentu secara utuh. 2. Manfaat yang dirasa (Percieved Usefulness) Menurut Davis, manfaat yang dirasa "the degree to which a person believes that using a particular system would enhance his or her job 25 performance" atau dapat diartikan “tingkat kepercayaan seseorang bahwa dengan menggunakan sistem tertentu dapat meningkatkan performansi pekerjaannya”. Dalam model TAM, perceived usefulness digunakan untuk mengukur seberapa besar seorang pelanggan merasa bahwa suatu teknologi dapat berguna bagi dirinya. Sebuah sistem dengan “perceived usefulness” yang tinggi, dipercaya pelanggan dapat memberikan hubungan “use-performance” yang positif. Manfaat yang dirasa (perceived usefulness) merupakan suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa pengguna suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi tersebut maka, Thompson (1991) menyimpulkan kemanfaatan teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam melaksanakan tugas. Dia juga menyebutkan bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika orang tersebut mengetahui manfaat atau kegunaan positif yang didapat atas penggunaanya. Venkatesh dan Morris (2003) menyatakan bahwa terdapat pengaruh penting manfaat dalam pemahaman respon individual dalam teknologi informasi. Venkatesh dan Davis (2000) membagi dimensi manfaat yang dirasa menjadi berikut: a. Penggunaan sistem mampu meningkatkan kinerja individu (improves job performance). b. Penggunaan sistem mampu menambah tingkat produktifitas individu (increases productivity). 26 c. Penggunaan sistem mampu meningkatkan efektifitas kinerja individu (enhances effectiveness). d. Penggunaan sistem bermanfaat bagi individu (the system is useful). 3. Kemudahan yang dirasa Penggunaan (Perceived Ease of Use) Penelitian Jeon, (2006) menjelaskan kompleksitas sebagai tingkat persepsi terhadap teknologi komputer yang dipersepsikan sebagai hal yang relatif sulit dipahami dan digunakan. Thompson (1991) menemukan bahwa semakin kompleks suatu inovasi, semakin rendah tingkat penyerapannya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemudahan terhadap sebuah teknologi informasi dapat mempengaruhi pemahaman pengguna dalam menggunakan teknologi informasi. Definisi tersebut juga didukung oleh Arief Wibowo (2006) yang menyatakan bahwa kemudahan dalam penggunaan sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa teknologi tersebut dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Dan juga didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem informasi akan meningkatkan prestasi kerja seorang karyawan. Kemudahan merupakan satu variabel dalam model TAM untuk melihat pengaruh terhadap kegunaan yang dirasa (perceived usefulness) dan penggunaan sesungguhnya (actual usage). Perceived Ease of Use didefinisikan Davis (1989) sebagai “the degree to which a person believes that using a particular system would be free from effort” atau 27 “kepercayaan seseorang dengan menggunakan suatu sistem tertentu akan mempermudah usaha yang dikeluarkan”. Apabila perceived usefulness menekankan kepada manfaat suatu sistem atau teknologi, maka perceived ease of use menekankan kepada kemudahan penggunaan sistem atau teknologi tersebut. Suatu sistem yang sulit dikendalikan, akan memberikan tingkat perceived ease of use yang negatif. Kemudahan yang dirasa harus mampu meyakinkan pengguna bahwa teknologi informasi yang akan digunakan mudah dan bukan merupakan beban bagi mereka. Teknologi informasi yang mudah digunakan akan terus dipakai oleh perusahaan. Kemudahan yang dirasa dalam penggunaan mempengaruhi kegunaan, sikap, minat dan penggunaan sepenuhnya, Chau dalam Wiyono (2008). Kemudahan yang dirasa penggunaan (Perceived Ease of Use) sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989). Kepercayaan ini menentukan suatu sikap pemakai ke arah penggunaan suatu sistem kemudian menentukan niat tingkah laku dan mengarah pada penggunaan sistem secara nyata. Davis (1986) mendefinisikan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem tertentu dapat mengurangi usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Menurut Goodwin (1987), Silver (1988), dalam Maskur (2005), intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna dengan sistem juga dapat 28 menunjukan kemudahan penggunaan. Sistem yang lebih sering digunakan menunjukan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya. Venkatesh dan Davis (2000: 201) membagi dimensi kemudahan yang dirasa penggunaan menjadi berikut: a. Interaksi individu dengan sistem jelas dan mudah dimengerti (clear and understandable). b. Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk berinteraksi dengan sistem tersebut (does not require a lot of mental effort). c. Sistem mudah digunakan (easy to use). 4. Sikap Terhadap Penggunaan (Attitude toward Using) Attitude toward Using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya (Davis, 1989). Peneliti lain menyatakan bahwa faktor sikap (attitude) sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual. Sikap seseorang terdiri atas unsur kognitif / cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan komponen - komponen yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components) (Nasution, 2006). Menurut Arif Hermawan (2008) dan Suseno (2009), Sikap pada penggunaan sesuatu menurut Akers dan Myers (1997) adalah, sikap suka atau tidak suka terhadap penggunaan suatu produk. Sikap suka atau tidak suka 29 terhadap suatu produk ini dapat digunakan untuk memprediksi perilaku niat seseorang untuk menggunakan suatu produk atau tidak menggunakannya. Sikap technology), terhadap penggunaan didefinisikan sebagai teknologi evaluasi (attitude dari toward pemakai using tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi. 5. Minat Perilaku Penggunaan (Behavioral Intention to Use) Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksireaksi (reactions) dari suatu obyek atau organisme. Perilaku dapat berupa sadar atau tidak sadar, terus terang atau tidak, sukarela atau tidak. Perilaku manusia dapat berupa perilaku yang umum atau tidak umum, dapat diterima atau tidak dapat diterima. Manusia mengevaluasi penerimaan dari perilaku dengan menggunakan standar pembandingan yang disebut dengan normanorma sosial (social norms) dan meregulasi perilaku dengan menggunakan kontrol sosial (social control). Behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan suatu teknologi (Davis, 1986). Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatian pengguna terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginan menambah alat pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain. Menurut Arief Hermawan (2008) dalam Suseno (2009) mendefinisikan minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention) sebagai minat atau keinginan seseorang untuk melakukan perilaku 30 tertentu. Sedangkan (Malhotra, 1999) menyatakan bahwa sikap perhatian untuk menggunakan adalah prediksi yang baik untuk mengetahui penggunaan sebenarnya (Actual Usage). Sudah menjadi sifat dasar seorang manusia memiliki rasa keingintahuan atau penasaran (curiosity). Apabila seorang pelanggan dihadapkan dengan suatu produk baru, maka ada sebagian dari mereka yang ingin mencoba produk baru tersebut. Terlebih bila pelanggan tersebut belum mengetahui fungsi dari produknya. Tingkat keinginan mencoba yang demikian memberikan hubungan positif kepada behavioral intention to use. 6. Pengguna Sesungguhnya (Actual Usage) Actual System Usage adalah kondisi nyata penggunaan sistem. Menurut Wibowo (2008) mendefinisikan penggunaan sesungguhnya (actual system usage) sebagai suatu kondisi nyata penggunaan sistem. Seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan. Menurut Davis (1989), bentuk pengukuran pengguna sesungguhnya (actual usage) adalah frekuensi dan durasi waktu penggunaan terhadap teknologi informasi. 31 7. Dukungan Pimpinan (Leader Support) Dukungan pimpinan (leader support) seperti, sering menggunakan katakata dorongan, memberikan memberikan pujian, atau melakukan pendekatan secara sosial kepada karyawannya, sehingga karyawan merasa termotivasi dan kompeten. Sehingga akan membuat kompetensi pribadi karyawan tersebut timbul dan bersemangat. Dan pada akhirnya akan meningkatkan sikap penggunaan teknologi informasi. Beda halnya jika karyawan tersebut dalam kondisi stress, takut, cemas, depresiasi dan lainnya maka akan menurunkan keyakinan karyawan dan kurang bersemangat, sehingga akan berdampak buruk pada penerimaan sistem informasi tersebut. Pemimpin sering bertindak sebagai agen dari organisasi untuk mengarahkan dan untuk mengevaluasi kontribusi karyawan. Perlakuan yang diterima pegawai dari supervisor cenderung untuk memberikan kontribusi dan memberikan persepsi kepada pegawai bahwa dia mendapat dukungan dari organisasi. Teori kepemimpinan yang membahas tentang kualitas atasanbawahan adalah teori pertukaran atasan-bawahan (leader-member exchange theory). Konsep pertukaran tersebut berasal dari teori pertukaran sosial (social exchange theory) sehingga pertukaran antara atasan dengan bawahan ini dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahannya. (Leader-member exchange theory) LMX berfokus pada dyad, yaitu hubungan antara pemimpin dan setiap bawahan yang dianggap secara mandiri, dimana hubungan yang terjadi antara dua orang yang berada pada tingkat atau level 32 yang berbeda dalam suatu organisasi, atasan dan bawahannya (Murphy & Ensher, 1999). Menurut teori kepemimpin ini, kualitas interaksi antara seorang atasan dengan seorang bawahannya adalah bervariasi, mulai dari interaksi yang berkualitas tinggi (high leader-member exchange) sampai dengan intrekasi yang berkualitas rendah (low leader-member exchange). Selanjutnya kualitas interaksi atasan-bawahan yang terjadi akan mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang atasan, karena itu seorang atasan akan menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Hal inilah yang membedakannya dengan teori kepemimpinan lain yang menyatakan bahwa seorang atasan akan mengembangkan gaya kepemimpinan yang sama dengan setiap individu yang menjadi bawahannya. Penelitian oleh Lunenburg (2010) serta Jayasree Krishnan dan Sheela Mary (2012) menyatakan bahwa jika seorang pemimpin sering bertindak sebagai agen dari organisasi untuk memberikan penghargaan dan untuk mengevaluasi kontribusi karyawan, dimana pegawai menerima perlakuan bahwa pemimpin cenderung berkontribusi untuk membuat persepsi pegawai bahwa mereka didukung oleh organisasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepemimpinan atau dukungan pimpinan akan menimbulkan hubungan positif dengan persepsi dukungan organisasi. Dukungan organisasi ini yang dapat berpengaruh terhadap perilaku pegawai terhadap minat perilaku sehingga bisa meningkatkan minat akan pengguna teknologi informasi. 33 Mc Clane (1991) mengemukakan bahwa pada awal interaksi atasanbawahan, seseorang atasan akan mengkategorikan secara implisit bawahannya menjadi keanggotan in-group dan out-group. Hal ini didukung oleh Yukl (1989) yang menyatakan kategori ini akan terus berlanjut dalam jangka waktu tertentu. Pengkategorian atasan bawahannya menjadi in-group dan out-group sebenarnya kurang jelas, tetapi Chen, Lamb, & Zhang 2007 menyatakan bahwa kategori in-group atau out-group ini tergantung pada tingkat kesesuaian antara atasan dengan anggota dalam dyad-nya. Seorang atasan akan memberikan perlakuan yang berbeda terhadap anggota in-group dan out-group. Berdasarkan pendapat Ilies, Nahrgang, dan Morgeson (2007), bahwa dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dilaporkan bahwa bawahan yang dikategorikan sebagai in-group lebih sedikit mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan atasannya, dan lebih banyak menghasbiskan waktu bersama jika dibandingkan dengan bawahan yang dikategorikan sebagai out-group. Kategori keanggotaan kelompok inilah yang akan menentukan kualitas interaksi antara atasan dengan bawahannya. Pemahaman terhadap Leader-member Exchange tidak hanya terpaku pada ikatan fisik yang mengharuskan bawahan selalu mengikuti perintah dari atasannya, namun pemahaman Leader-member Exchange mencakup lingkup yang lebih dalam lagi yaitu ikatan interaksi antara karyawan dan pimpinan (Leonard, 2002). 34 Dalam penelitian Liden dan Maslyn (1998) dijelaskan bahwa LMX memiliki empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi. 1) Kontribusi Persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang berorientasi pada tugas adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja dan atau kontrak kerja, demikian juga dengan pimpinan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut. 2) Loyalitas Pernyataan atau ungkapan untuk mendukung penuh tujuan dan sifat individu lainnya dalam hubungan timbal balik pemimpin dan bawahan. Loyalitas menyangkut suatu kesetiaan penuh terhadap seseorang secara konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya. 3) Afeksi Perasaan dan kepedulian di antara pemimpin dan bawahannya yang berdasarkan terutama pada daya tarik antar individu dan bukan hanya pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kepedulian yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam suatu keinginanan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat, seperti antar sahabat. 4) Respek terhadap profesi 35 Persepsi mengenai sejauh mana pada setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam dan di luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan. Persepsi ini bisa saja berdasarkan pada riwayat hidup seseorang, seperti pengalaman pribadi seseorang, pendapat-pendapat orang lain di dalam dan di luar organisasi, serta keberhasilan atau penghargaan professional lainnya yang telah diraih seseorang. Oleh karena itu, mungkin saja persepsi tentang rasa hormat pada seseorang tersebut telah ada sebelum bekerja atau bertemu dengan orang tersebut. 8. Pengalaman (Experience) Pengalaman (experience) menggunakan sistem teknologi informasi dipercaya akan dapat membantu karyawan didalam menggunakan aplikasi, hal ini pasti akan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam penerimaan sistem informasi, karena dengan semakin berpengalaman seorang karyawan dalam menggunakan sistem teknologi informasi, maka persepsi kemudahan penggunaan sistem teknologi informasi semakin tinggi. Pengalaman merupakan suatu tindakan dalam model TAM untuk melihat pengaruh pengalaman terhadap persepsi kegunaan (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan dalam penggunaan (perceived ease of use). Pengalaman ini diukur dengan indikator didalamnya yaitu: 1. Memiliki banyak pengalaman 36 2. Bertahun tahun dalam mengunakan Ajzein dan Fishbein (1980) penelitian menemukan adanya perbedaaan yang signifikan antara pengguna yang berpengalaman dengan yang tidak berpengalaman dalam pengaruh penggunaan sesungguhnya (actual usage). Kajian Taylor dan Todd (1995) tentang pengguna yang berpengalaman menunjukan bahwa ada korelasi yang kuat antara minat menggunakan suatu teknologi dengan perilaku penggunaan (behavioral usage) suatu teknologi. Agarwal dan Prasad (1999) mengungkapkan bahwa ada hubungan kuat antara seseorang yang mempunyai pengalaman terhadap suatu teknologi yang sejenis. Dalam penelitian kali ini peneliti ingin mencari hubungan antara pengalaman (experience) terhadap persepsi kemudahaan penggunaan (perceived ease of use) dan persepsi kegunaan (perceived usefulness). Penelitian Taylor dan Todd (1995) juga menemukan perbedaan yang signifikan antara pengguna sistem yang berpengalaman dan yang belum berpengalaman dalam penentuan untuk menggunakan sistem. Hasil dari penelitian ini juga menemukan bahwa minat untuk menggunakan system akan lebih besar untuk pengguna yang berpengalaman dari pada yang belum atau kurang pengalaman. 9. Kemampuan menggunakan komputer (Ability to use computer) Menurut Doyle (2005) keahlian penggunaan komputer didefinisikan sebagai “an individual’s judgement of their capability to use a computer.” Keahlian penggunaan komputer diartikan sebagai pertmbangan kapabilitas 37 seseorang untuk menggunakan computer / sistem informasi / teknologi informasi. Menurutnya, masing-masing orang percaya bahwa kemampuan penggunaan komputer yang dimilikinya tidak berhubungan dengan pengalaman masa lampau tetapi lebih difokuskan pada kemampuannya untuk tugas-tugas tertentu yang sedang dihadapi. Sementara menurut Bandura (2006) keahlian menggunakan komputer diartikan sebagai “kepercayaan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mengoperasikan komputer yang dipengaruhi oleh motivasi dan perilaku”. Secara lebih jelas mengenai kemampuan menggunakan komputer seperti berikut “People’s judgments of their capabilities to organize and execute courses of action required to attain designated types of performances. It is concerned not with the skills one has but with judgements of what one can do with whatever skills one possesses”. Menurut Indriantoro (2000) keahlian berkomputer seseorang didefinisikan sebagai “kemampuan dalam penggunaan aplikasi komputer, sistem operasi, penanganan file dan perangkat keras, penyimpanan data dan penggunaan tombol keyboard.” Keahlian seseorang dalam penggunaan komputer digunakan sebagai proksi dari pengendalian internal individu dalam konteks teknologi informasi, misalnya seseorang yang mempunyai level kemampuan menggunakan komputer yang tinggi merasa lebih kuat dalam mengendalikan aktifitas yang dilakukan dalam penggunaan teknologi informasi 38 dibandingkan dengan orang yang mempunyai level kemampuan menggunakan yang rendah (Horvat, 1996). Untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam menggunakan komputer terdapat tiga pertanyaan yang dapat ditanyakan: 1. Seberapa cepat dalam menyelesaikan pekerjaan dengan menggunakan komputer? 2. Seberapa banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan menggunakan komputer? 3. Seberapa mudah beradaptasi akan teknologi baru? Definisi tersebut menunjukan bahwa kemampuan penggunaan computer merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan computer. 2. 6 Pengertian Teknologi Informasi Menurut Maharsi (2000) dan Whitten (2004) “information technology is a contemporary term that describes the combination of computer technology (hardware and software) with the telecommunications technology (data, image, and voice networks)”. Teknologi informasi adalah sebuah istilah yang menjelaskan kombinasi antara teknologi komputer (hardware dan software) dengan teknologi telekomunikasi (data, gambar, dan jaringan suara). Teknologi informasi adalah kumpulan sumber daya informasi perusahaan, para penggunanya, serta manajemen yang menjalankannya, meliputi infrastruktur teknologi informasi dan semua sistem informasi lainnya dalam perusahaan. 39 Infrastruktur teknologi informasi meliputi proses integrasi, operasi, dokumentasi, pemeliharaan, dan manajemennya (Rainer, Turban, 2006). Sedangkan menurut William & Sawyer (2005) “information technology is a general term that describes any technology that helps to produces, maltipulate, store, communicate, and/or disseminate information”. Definisi tersebut dapat diartikan sebagai teknologi informasi adalah istilah yang umum untuk mendeskripsikan teknologi yang membantu menghasilkan, memanipulasi, menyimpan, mengkomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. Menurut Thompson dan Cats-Baril (2003), teknologi informasi adalah perangkat keras dan perangkat lunak yang dikemas sebagai suatu alat untuk menangkap, menyimpan, memproses, dan menghasilkan data. Adapun pengertian teknologi informasi menurut Alter (1999) adalah perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan oleh sistem informasi. Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi merupakan teknologi yang menggabungkan antara perangkat keras, perangkat lunak, dan sistem informasi yang dapat membantu mengelola, menghasilkan, memamipulasi, menyimpan, mengkomunikasikan dan atau menyebarkan informasi dan terdiri dati komponen-komponen seperti hardware, software serta jaringan yang merupakan bagian dari sistem informasi (SI). 2. 7 Pengertian Sistem Informasi Menurut Rainer (2006) sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang terorganisasi dan saling berhubungan atau berinteraksi secara sistematis 40 untuk membangun atau mengolah data menjadi informasi. Menurut Bodnar dan Hopwood (2000) sistem informasi adalah sekelompok perangkat keras dan perangkat lunak yang dirancang untuk mengubah data menjadi informasi yang bermanfaat. Menurut Alter (1999) sistem informasi adalah bentuk tertentu dari sistem kerja yang menggunakan teknologi informasi untuk menangkap (capture), transmisi, menyimpan, mencari kembali (revive), memanipulasi dan menampilkan informasi. Sedangkan menurut Thompson dan Cat-Baril (2003) sebuah sistem informasi adalah sebuah sistem yang terintegrasi, berbasiskan teknologi informasi yang dirancang untuk mendukung operasi, manajemen, dan fungsi pembuatan keputusan dalam sebuah organisasi. Menurut Turban (2003) “information system (IS) collects processes, stores, analyzes and disterminates information for a specific purpose”. Definisi tersebut dapat dijelaskan sebagai sistem informasi yaitu mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi untuk sebuah tujuan spesifik. Sistem informasi memerlukan teknologi komputer didalam organisasi yang berfungsi untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh user. Sistem informasi merupakan suatu sistem yang mengubah data menjadi informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan mencapai tujuan dalam suatu organisasi. Dari definisi teori-teori diatas dapat kita disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sistem kerja yang terdiri dari hardware, software, jaringan, komputer, sumber daya yang mengumpulkan, 41 menyimpan, menampilkan informasi yang mendukung satu atau lebih sistem kerja yang ada didalam suatu perusahaan. 2. 8 Pengertian Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Setiap organisasi khususnya perusahaan memerlukan data yang bersifat riil dari setiap tingkatan manajemennya. Data tersebut disusun dan dikelola dalam sebuah sistem informasi. Salah satu sistem informasi terpenting pada perusahaan adalah mengenai Sistem Informasi Sumber Daya Manusia / Human Resource Information System (HRIS). Menurut Marimin, Tanjung, dan Prabowo (2006), Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM) adalah suatu sistem yang terdiri dari software dan hardware yang dirancang untuk menyimpan dan memproses semua informasi karyawan. Aplikasi SISDM mempunyai peranan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia secara efektif dan efisien melalui tersedianya informasi sumber daya manusia yang cepat, lengkap, dan akurat. SISDM dapat memberikan beberapa keuntungan, di antaranya: 1. SISDM memungkinkan departemen SDM berperan aktif dalam perencanaan strategis organisasi. 2. SISDM memungkinkan departemen SDM dapat mengambil perspektif global terhadap persediaan dan kebutuhan pengembangan SDM untuk selanjutnya diinterpretasikan dengan cara yang lebih efektif. 42 3. SISDM memungkinkan departemen SDM dapat mengambil manfaat dari akses langsung ke sumber data eksternal yang berisi informasi penting bagi penyusunan strategi SDM. 4. SISDM memungkinkan departemen SDM melakukan perencanaan dan pengelolaan akan lebih terarah, lebih proporsional, dan lebih obyektif. Marimin, Tanjung, dan Prabowo (2006) juga berpendapat bahwa Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia (SISDM) adalah prosedur sistematik untuk mengumpulkan, menyimpan, mempertahankan, menarik, dan memvalidasi data yang dibutuhkan oleh organisasi sumber daya manusia, aktivitas-aktivitas personalia, dan karakteristik unit organisasi. Penggunaan SISDM dapat mengotomatiskan sebagian besar pekerjaan pencatatan atau pendataan pegawai suatu organisasi dan dapat mempermudah kinerja pegawai di departemen SDM. Dengan sistem yang terintegrasi, SISDM dapat mengurangi duplikasi dan kesalahan dalam menyajikan informasi pegawai. Fungsi dari sistem informasi sumber daya manusia memiliki empat kegiatan utama diantaranya: 1. Perekrutan dan Penerimaan (Recruiting and Hiring). SDM membantu menerima pegawai baru ke dalam perusahaan. SDM selalu mengikuti perkembangan terakhir dalam peraturan pemerintah yang mempengaruhi praktek kepegawaian dan memberikan masukan kepada manajemen untuk menentukan kebijakan yang sesuai. 2. Pendidikan dan Pelatihan. Selama periode kepegawaian seseorang, SDM dapat mengatur berbagai program pendidikan dan pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian kerja pegawai. 43 3. Manajemen Data. SDM menyimpan database yang berhubungan dengan pegawai dan memproses data tersebut untuk memenuhi kebutuhan informasi pemakai, penghentian dan admistrasi tunjangan. Selama seseorang diperkerjakan oleh perusahaan mereka menerima paket tunjangan. Setelah penghentian, SDM mengurus program pensiun perusahaan bagi mantan pegawai yang berhak. 2. 9 Penelitian Terdahulu Pada bagian ini akan dipaparkan sejumlah penelitian yang telah dilakukan seputar topik penelitian ini. Beberapa penelitian yang dipilih untuk mendapatkan tinjauan khusus yang berkaitan langsung dengan tema “sistem informasi”; sebagian lagi lebih menekankan “sistem informasi keperilakuan”, dan ada pula yang menekankan pada tema-tema tambahan yang mendukung penjelasan empirik perihal variabel-variabel dalam penelitian ini. Titik berat dalam paparan ini adalah model-model yang dikembangkan para peneliti terdahulu, untuk memperoleh gambaran yang mengenai hubungan antar variabel. Selain itu, dikemukakan pula temuan-temuan pokok, terutama temuan yang dianggap relevan dan mendukung pemahaman tentang topic penelitian ini. Beberapa riset yang telah dilakukan pada periode pengenalan lebih banyak menguji TAM dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan teknologi. Penelitian berikut ini mengenai minat perilaku untuk menggunakan sistem informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Jiming Wu dan Lederer (2009) 44 tentanng meta-anaalisis peran lingkungan berbasis keesukarelaan dalam d penerrimaan teknoologi inform masi. Peneelitian ini mengembangkan moodel penguukuran penerrimaan sisttem teknoloogi informaasi, dimanaa variabel dependen dalam penellitian ini adaalah minat keeperilakuan untuk mengggunakan (beehavioral inttention to use) dan peenggunaan sesunguhnyya (actual usage). Seedangkan vaariabel indeppenden dalaam penelitiaan ini, dianttaranya persepsi kegunnaan dan peersepsi kemuudahan penggunaan. Gaambar 2.4: Persepsi P Keguunaan, Persepssi Kemudahann, Minat untuuk Menggunaakan, Penggun naan Sesunggguhnya, serta Lingkungan Berbasis B Kesukarelaan Peneliitian tersebuut juga didukkung oleh penelitian p yaang dilakukaan oleh Oye, N.D, A. laahad, N, Abb. Rabin (22012) tentanng pengaruhh antara tekknologi inform masi dan komunikasi (IC CT), teori peemersatu darri penerimaaan dan pengggunaan teknoologi (UTAU UT), keyakkinan pengggunaan kom mputer (CSE E), sikap terhadap 45 penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, kecemasan tentang penggunaan komputer terhadap penerimaan dan penggunaan ICT. Studi kasus dalam penelitian ini dilakukan pada staf akademi Universitas Adamawa State, Nigeria. Penelitian ini dikerjakan dengan menggunakan 100 responden. Penelitian ini memverifikasi pengaruh empat kontruksi unified theory of acceptance and use of technology (UTAUT) dan tiga konstruksi TAM pada perilaku dari akademisi universitas terhadap penerimaan dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengajar dan belajar. Hal tersebut merupakan teori model UTAUT yang diverifikasi menggunakan analisis regresi untuk memahami niat perilaku dari staf akademis universitas terhadap penerimaan dan penggunaan TIK dalam tempat kerja mereka. UTAUT ini membangun secara signifikan berkorelasi dengan niat perilaku untuk menerima dan menggunakan TIK. Ini adalah faktor yang terkait dengan penerimaan dan penggunaan TIK dalam Universitas Adamawa State. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa staf akademik Universitas Adamawa State tidak menolak penerimaan dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di tempat kerja mereka. UTAUT sukses dalam memprediksi tentang penerimaan dan penggunaan TIK oleh akademisi di Universitas Adamawa State. Keyakinan sendiri terhadap komputer memiliki pengaruh positif pada niat perilaku untuk menerima dan menggunakan TIK. Sikap terhadap penggunaan TIK oleh para staf akademik memiliki pengaruh positif pada niat perilaku mereka untuk menerima dan menggunakan teknologi. Kecemasan (kekhawatiran) tentang penggunaan komputer memiliki dampak terhadap penerimaan dan penggunaan 46 TIK oleh staf akademik. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa akademisi masih mengalami ketakutan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan belajar dan mengajar. Berikut model penelitian yang dihasilkan oleh Oye, N.D, A. lahad, N, Ab. Rabin. Unified Theory of Acceptance and Use of technology (UTAUT) Information and communication technology (ICT) Acceptance and Use of ICT Computer self efficacy Attitudes towards ICT Anxiety about computer use Gambar 2.5 Model Hubungan Minat Perilaku untuk Menerima dan Menggunakan Teknologi Komunikasi dan Informasi oleh Oye, N.D, A. lahad, N, Ab. Rabin. Sedangkan Abdulhameed Rakan Alenezi, Abdul Malek Abdul Karim dan Arsaythamby Veloo (2010) melakukan penelitian bahwa hasil regresi stepwise menunjukkan bahwa kecemasan komputer, keyakinan sendiri terhadap penggunaan komputer dan kenikmatan secara signifikan mempengaruhi niat siswa untuk menggunakan e-learning, sementara pengalaman internet yang tidak signifikan mempengaruhi mereka. 47 Gambar G 2.6 Model M Hubunngan Antara persepsi p manffaat, persepsi kemudahan mennggunakan daan niat perilakku Chi-Chheng Chang, Chi-Fang Yan, Y Ju-Shiih Tseng (2012), melakkukan u penelittian dimanaa kenyamanaan penggunnaan merupaakan salah satu fitur untuk mobilee learning, appakah itu meempengaruhhi sikap dan berniat b menggunakan mobile m technology. Peneriimaan teknoologi modell (TAM), diiusulkan oleeh David (1989), uas dengan persepsi kennyamanan yang y dirasakkan (perceivved convenieence) diperlu pada penilitian p inni. Berkenaaan dengan belajar b bahaasa inggris melalui tellepon selulerr, variabel daalam teori TAM yang diiperluas dan penjelasan ini dianalisis dan faktor anteseden yang y memppengaruhi peenerimaan pembelajaran p n bahasa innggris melalu ui telepon sellular juga dipperiksa. Hasil penelitian ini menunnjukkan baahwa perseepsi kemuddahan penggu unaan secaara positiff mempenggaruhi perssepsi kenyyamanan d dalam mengg gunakan moobile technnology untuuk belajar bahasa Innggris. Perrsepsi kenyam manan secara positif meempengaruhii persepsi keegunaan dalaam menggunnakan 48 mobile technolog gy untuk belajar bahassa Inggris. Persepsi keenyamanan positif memppengaruhi siikap mengguunakan mobile technologgy untuk pembelajaran bahasa Inggrris. Persepsii kemudahaan penggunaaan secara positif dalaam mempenngaruhi perseepsi kegunaaan. Persep psi kemudahhan pengguunaan secaraa positif meempengaruhii sikap mengggunakan tek knologi mobbile untuk belajar b bahasa Inggris. Persepsi P keggunaan secarra positif mempengaru m uhi sikap menggunakkan teknologi mobile untuk pembbelajaran bah hasa Inggris. Persepsi keegunaan seccara positif mempengaru m uhi niat perilaaku untuk menggunakaan mobile technology dalam pem mbelajaran bahasa Inggrris. Sikap menggunakan m n secara poositif memppengaruhi niiat perilaku untuk mengggunakan teeknologi moobile dalam m pembelajaaran bahasa Inggris. Peersepsi kemuudahan peng ggunaan dann niat perilakku untuk menggunakan m n teknologi mobile m tidak memiliki hu ubungan sebbab-akibat. 49 Gambar 2.7 Model Hubungan Persepsi Kenyamanan dalam Perluasan TAM Nozarah Mohd Suki dan Norbayah Mohd Suki (2011), melalukan penelitian yang bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan dalam penggunaan (perceived ease of use), kenikmatan yang dirasakan (perceived enjoyment), sikap (attitude) dan niat pelanggan kearah menggunakan layanan mobile 3G. Penggunaan data cross sectional dikumpulkan melalui survei dan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor, korelasi dan analisis regresi. Dari 150 kuesioner hanya 100 orang menggunakan. Temuan menunjukkan bahwa persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) dan sikap (attitude) yang bersama-sama bertanggung jawab dalam menentukan niat pelanggan untuk menggunakan layanan mobile 3G. Kegunaan ditemukan dirasakan sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap niat pelanggan kunci untuk menggunakan layanan mobile 3G. Nadim Jahangir dan Noorjahan Begum (2008), penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan kerangka kerja konseptual yang akan menyelidiki efek persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan penggunaa (perceived ease of use), dan keamanan dan privasi pada adaptasi mediasi pelanggan melalui sikap pelanggan dalam konteks penggunaan e-banking. Untuk menguji kerangka penelitian, teknik pemodelan persamaan struktural telah diterapkan pada data yang dikumpulkan dari 227 nasabah bank komersial swasta di Bangladesh. Penelitian ini bertujuan untuk menguji model teoritis untuk mengukur apakah hungungan antara persepsi kegunaan, kemudahan penggunaan, keamanan 50 dan privasi dapat menumbuhkan sikap adaptasi pelanggan. Hasil awal dari studi ini menunjukkan bahwa kegunaan, kemudahan penggunaan, keamanan dan privasi secara signifikan dan positif berhubungan dengan adaptasi pelanggan. Penelitian Jayasree Krishnan dan Sheela Mary (2012) menyatakan bahwa supervisor sering bertindak sebagai agen dari organisasi untuk memberikan penghargaan dan untuk mengevaluasi kontribusi karyawan, dimana karyawan menerima perlakuan bahwa supervisor cenderung berkontribusi untuk membuat persepsi karyawan bahwa mereka didukung oleh organisasi. Dengan demikian, diyakini bahwa tingkat kepemimpinan atau dukungan pengawasan hubungan positif dengan persepsi dukungan organisasi. Dukungan organisasi ini yang dapat berpengaruh terhadap perilaku karyawan. Leader Member Exchange (LMX) pendekatan kepemimpinan ini hanya untuk mempertimbangkan hubungan antara pemimpin dan pengikut dan pertukaran yang menentukan efektivitas organisasi. Hubungan antara pemimpin dan anggota, tidak hanya mempengaruhi kinerja karyawan, tetapi juga dapat mempengaruhi hubungan antara karyawan dan organisasi. Leader-Member Exchance (LMX) sangat penting bagi karyawan yang berhubungan organisasi. 51 Gamb bar 2.8 Anteceedants of Perrceived Organnisational Suppport Sona Mardikyan, M Betul Besiroglu, daan Gozde Uzmaya (22012) melaku ukan penelittian yang bertujuan b unntuk mengujji sikap konnsumen dann niat terhadaap teknologgi 3G. Untuuk mencapaai itu, konseep yang terrkait ke doomain teknolo ogi 3G adalaah ulasan daan kerangka teoritis berddasarkan TA AM dan UTA AUT. Menurrut hasil pennelitian, gennder dan jennis pembayaaran tidak berpengaruh b pada perilak ku niat 3G. Namun, N ada perbedaan p y yang signifikkan antara tinngkat pendiddikan. Dengan n peningkattan tingkat pendidikan,, orang mem miliki kecennderungan untuk u mengg gunakan teknnologi ini, untuk u mengaadopsi dan menambahkkannya ke dalam d kehidu upan sehari--hari merekka. Di sisii lain, perrsepsi kegunnaan (perceived 52 usefuulness) adalaah penentu kuat k penerim maan pengguuna dan perrilaku pengggunaan. Dalam m studi teersebut, m menunjukkan bahwa r responden sangat k 3G G teknologi.. Selain itu, terdapat siggnifikan hubbungan mempperhatikan kegunaan antara persepsi kegunaan (perceived usefulnesss) dan perrsepsi kemuudahan kegunnaan (perceeived ease off use) yang diterima dallam model UTAUT U dan TAM. Berikkut model peenelitian yanng dihasilkann sebagai berrikut. Gambarr 2.9 Variabell Eksternal, Variabel V Konttrol, dan Minaat Perilaku Farzan na Parveen dan d Ainin Suulaiman (20008) melakukkan penelitiaan yang dilakuukan kepada pengguna telepon sellular dan innternet untukk menemukaan niat mengggunakan WIMD W di Maalaysia menggunakan convenience sampling. Konsep K yang diusulkan dalam model m ini didukung d o oleh data empiris. e Haasilnya menuunjukkan du ukungan yanng kuat unntuk semua hipotesis. Hasil H keseluuruhan 53 penelittian ini menuunjukkan baahwa dalam rangka untuuk mempelaajari niat perrilaku menuju u WIMD dii Malaysia, model peneerimaan teknnologi sangaat sesuai deengan nilai siignifikansi sebesar s 0,0000 yang kurrang dari 0,001, sehinggaa model terrsebut signifik kan pada 999%. Hasil inii menunjukkkan bahwa keyakinan k peerilaku, keguunaan yang dirasajkan d m memiliki dam mpak positif terhadap niaat untuk meengadopsi WIMD W dan vaariabel sepertti inovasi peersonal dan kompleksitas k s teknologi memiliki m dam mpak positiff pada perseppsi kegunaann dan persepssi kemudahaan penggunaaan WIMD. Gaambar 2.10 Model M Hubunggan TAM Terrhadap WIMD D Penelitiian yang dilakukan d oleh Tien-Chen Chieen (2012) yang mputer menjellaskan tentaang keterkaaitan antaraa kemampuuan pengguunaan kom terhadaap efektivitaas e-learningg. Hasil darii penelitian tersebut t mennyebutkan bahwa kemam mpuan pengggunaan kom mputer memppunyai penggaruh tentangg korelasi antara a 54 sistem fungsional dan efektivitas tenaga pengajar. Akan tetapi tidak berpengaruh terhadap korelasi antara sistem interaksi dan efektivitas tenaga pengajar. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Henny Medyawati, Marieta Christiyanti, dan Muhammad Yunanto (2011) yang menjelaskan tentang hubungan antara kemampuan penggunaan komputer, pengalaman menggunakan komputer, relevansi, keamanan dan kepribadian, desain layar, persepsi kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, dan sikap penggunaan teknologi terhadap penerimaan dari E-banking (ACC). Penelitian tersebut menghasilkan informasi bahwa keyakinan sendiri dalam menggunakan komputer tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan. Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa variabel pengalaman menggunakan komputer berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan. Variabel kerelevanan mempunyai hubungan signifikan pada persepsi kemudahan penggunaan, akan tetapi tidak mempunyai hubungan terhadap persepsi kegunaan. Variabel keamanannya tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan. Variabel desain layar tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan, akan tetapi variabel tersebut mempunyai hubungan signifikan terhadap persepsi kegunaan. Pada variabel persepsi kemudahan penggunaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel persepsi kegunaan dan sikap dari pengguna teknologi E-banking. Variabel persepsi kegunaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna. Serta variabel sikap pengguna mempunyai pengaruh 55 signifikan terhadap kegunaan dan penerimaan adanya E-banking (ACC). Berikut model penelitian yang dihasilkan sebagai berikut. Gambar 2.11 Analisis Penggunaan E-banking dengan TAM Hubungan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini. No Peneliti Manfaa Perseps Sikap Minat Penggun Dukun Pengal Kemud Kemamp t i pengg Mengg a gan aman ahan uan Keguna Kemud una unakan Sesungg Pemi dalam an yang ahan (ATU) (BIU) uhnya mpin penggun dirasak Penggu (AU) (LMX) aan an naan kompute r 1 Novliadi, 2006 2 Jahangir, 2008 3 Parveen dan X X X X X X X X X X Sulaiman, 2008 4 Jiming Wu dan Lederer, 2009 X X 56 5 Almahamid, X X X 2010 6 Lunenburg, X X 2010 7 Rakan, 2010 8 Medyawati, X X X X X X X X X X X 2011 9 Suki, 2011 X X X 10 Chang, 2012 X X X 11 Chien, 2012 12 Ikechukwu, X X X X X 2012 13 Krishnan dan X X Sheela, 2012 14 Lo, 2012 15 Mardikyan, X X X X X X X X 2012 16 Oye, 2012 17 Sandjaja dan X X X X X X Handoyo, 2012 18 Penelitian ini X X X X X X X X X Table 2.2 Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini 2. 10 Teori Untuk Analisa Data Metode analisis data adalah merupakan proses penyerdehanaan data agar lebih mudah dibaca dan intrepretasikan (Singarimbun dan Effendi, 1999). Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur khususnya dalam penelitian kuantitatif selain menggunakan statistik inferensial juga menggunakan statistik deskriptif. Dalam penelitian ini akan menggunakan analisis data statistik, dimana 57 salah satu fungsi pokoknya adalah menyederhanakan data penelitian yang jumlahnya besar menjadi satu informasi yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami. Penelitian ini menekankan pada pendekatan kuantitatif dalam melakukan analisis data maka metode analisis data yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui distribusi frekuensi jawaban responden dari hasil kuesioner. Yaitu dengan cara mengumpulkan data dari hasil jawaban responden, selanjutnya ditabulasi dalam tabel dan dilakukan pembahasan secara deskriptif. Ukuran deskriptif adalah pemberian angka, baik dalam jumlah responden (orang) beserta nilai rata-rata jawaban responden maupun prosentase. Analisis deskriptif diuraikan dalam bentuk frekuensi, central tendency measurement (ukuran tendensi memusat) dan dispersion measurement (ukuran penyebaran). Analisis frekuensi dalam bentuk absolute dan prosentase ditunjukan untuk memperoleh diskripsi baik profile pemakai aplikasi HRIS, maupun diskripsi setiap indikator atau item setiap konstruk atau variabel latennya. Sedangkan analisis statistik inferensial dilakukan dengan pendekatan Generalized Structured Component Analysis (GSCA) yang merupakan pendekatan baru terhadap structural equation model – maximum likelihood (SEM-ML) (Wang dan Takane, 2004; 2007; 2009) dimana sekarang telah banyak digunakan oleh peneliti. Alasan memilih GSCA dalam penelitian ini adalah: 58 1) Model kerangka pikir konseptual yang dibentuk (Gambar 3.1) merupakan suatu kerangka yang memilki hirarkis hubungan kausal yang terstruktur dalam 3 order sebagai cerminan praktek SEM yang terintegrasi, terkoordinasi, dan terkolaborasi. 2) Model konseptual yang dibentuk terdiri dari beberapa variabel reflektif dan variabel formatif, jadi secara teori sangat sesuai dengan model GSCA. 3) Banyaknya indikator item dalam model struktural dalam penelitian memiliki arti yang tinggi untuk mengkonfirmasikan uni-dimensional dari setiap variabel latennya sebagaimana dalam aplikasi GSCA. 4) GSCA adalah metode analisis yang kuat dan tidak memerlukan banyak asumsi, dimana memungkinkan untuk menganalisis serangkaian variabel laten secara bersamaan. 5) GSCA tidak harus menggunakan sampel besar. Kegiatan pertama dalam GSCA adalah melakukan pengukuran konstruk berdasarkan blok-blok dan dimensi konsepnya. Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi koefisien AVE (average extracted) sebagai ukuran dalam validitas pengukuran konstruk. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah dengan menggunakan dengan membandingkan root of average extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Jika akar kuadrat (AVE) lebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model maka akan memilki nilai discriminant validity yang lebih baik. 59 Disamping validitas dalam pengukuran konstruk, pada umumnya diikuti dengan pengukuran reliabilitas. GESCA sebagai software yang digunakan dalam analisis untuk penelitian ini pada dasarnya masih berstatus “Beta version”, sehingga beberapa peneliti melakukan uji reliabilita konstruk berdasarkan koefisien Alpha Cronbach. Tetapi koefisien yang didapat pada dasarnya merupakan cerminan dari reliabilitas instrument kuesioner, bukan reliabilitas pengukuran konstruk yang mendasari dalam analisis persamaan struktural. Mengingat status software GSCA yang masih beta maka untuk menjadi status yang lebih tinggi (komersial) maka perlu kelengkapan analisisnya, khususnya pemenuhan asumsi klasiknya (multikolinearitas, autokorelasi, linearitas dan sebagainya) kecuali normalitas yang telah diakui bahwa GSCA sangat fleksibel. GSCA dapat diposisikan sebagai pendekatan baru dalam kelompok SEM (Structural Equation Model) yang pada awalnya secara umum dibagi dua: (1) covariace based SEM yang diwakili oleh software seperti AMOS, LISREL, dan lain-lain, dan (2) component-based SEM yang diwakili pendekatan Partial Least Square (PLS) dengan software seperti LVPLS, VisualPLS, dan lain-lain 60 Gambar 2.12 Posisi GSCA dalam Pendekatan SEM CSA-SEM (melaluiu software seperti AMOS, LISREL) dikenal memiliki kelebihan dalam hal kemampuannya untuk : a. Mengkonfirmasi undimensionalitas dari beberpa indikator untuk sebuah konstruk atau konsep atau faktor. b. Menguji kesesuaia/ketepatan sebuah model berdasarkan data empiris yang diteliti. 61 c. Menguji kesesuaian model sekaligus hubungan kausalitas antara factor yang dibangun/diamati dalam model tersebut (Ferdinand, 2000). Setelah melihat gambar perbandingan diatas, maka berikut adalah perbandingan persyaratan yang harus dipenuhi oleh ketiga pendekatan tersebut : CSA Dikenal dengan Hard PLS Dikenal dengan untuk GSCA Dikenal dengan Soft Modelling sample dibawah 100 Modelling Jumlah sample besar Jumah sample Jumlah sample tidak antara 100-200 mendekati 100 harus besar. Beberapa uji coba dengan n=50 dapat memperoleh hasil seperti n=70 pada PLS dan n=100 pada CSA. Data harus berdistribusi Data tidak harus Data tidak harus normal berdistribusi normal berdistribusi normal Skala pengukuran Skala pengukuran Skala pengukuran indikator menggunakan indikator indikator dapat dalam minimal interval menggunakan minimal skala nominal, ordinal, interva interval dan rasio. Mengharuskan variabel Variable Laten. Indikator bisa bersifat laten, indikatornya Indikator bisa bersifat reflektif ataupun bersifat reflektif. reflektif ataupun formatif. Indikator dipandang formatif. sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten. Jika bersifat formatif akan menghasilkan model yang unindentified yang berarti akan 62 terdapat covariance nol Tabel 2.3 Perbedaan Persyaratan Ketiga Pendekatan SEM Namun disisi lain terdapat kelemahan yang dihadapi adalah pada persyaratan-persyaratan yang ketat terhadap data yang dianalisis, serta jumlah sampel minimum yang cukup besar. Oleh karena itu CSA-SEM dikenal sebagai hard-modeling. Sebaliknya PLS memberikan kelonggaran pada persyaratanpersyaratan dimaksud, namun memiliki kelemahan karena tidak memiliki fungsi optimalisasi dan penetapan kecocokan model yang bersifat global, melainkan hanya pada tingkat lokal. Adapun GSCA merupakan pendekatan berbasis komponen, namun berusaha mengambil kelebihan-kelebihan pada model berbasis kovarian. Secara ringkas dapat dipahami CSA PLS GSCA Variable Lanten Faktor Komponen Komponen Jumlah Persamaan Satu Dua Satu Parameter Model Loading Loading Loading Koefisien path, Koefisien path, Koefisien path, variance error, Berat Berat rata-rata faktor Komponen Komponen dan atau variance Input Data Variance, korelasi Data mentah Data mentah Metode Estimasi Utamakan Least Square Least Square Tidak Ya Tidak Tidak Maksimul Likehood (ML) Fungsi Optimasisasi Ya Global Asumsi Ormalitas Diperlukan untuk Maksimul 63 Likehood Pengukuran FIT Overall dan Lokal Lokal Model Overall dan Lokal Tabel 2.4 Kesamaan dan Perbedaan CSA, PLS dan GSCA Dengan demikian GSCA menjanjikan kemampuan analisis yang mendekati kemampuan CSA-SEM dengan tetap mempertahankan simplisitas dari permodelan PLS, sehingga dapat menjadi pilihan dalam melakukan analisis statistik inferensial. Berdasarkan pemahaman di atas, tetap diakuai bahwa GSCA memiliki kelebihan dan kelemahan. Namun sebagai salah satu alternatif dalam kelompok analisis pemodelan struktural (SEM), maka dapat dipertimbangkan sebagai alat analisis yang efektif untuk menetapkan kecocokan model dan pengujian hipotesis penelitian. Kelebihan 1. Tdak Memerlukan Asumsi Distribusi Tertentu -> Normalitas 2. Bisa Menggunakan Indikator Formatif dan Reflektif 3. Dapat menghindari adanya faktor interdependency Kelemahan 1. Menggunakan metode Bootstrap (sama dengan PLS) 2. Efektif menghindari asumsi normalitas – multivariate 3. Software masih Beta (dalam pengembangan) ke-pemenuhan asumsi klasik: Multikolineritas, heterokedasitas dan juga masalah reliabilitas yang lain (saat ini ditunjukan dengan AVE) Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan GSCA Secara umum, langkah-langkah strandar dalam menggunakan SEM menurut Ferdinand 2000 adalah: 1) pengembangan model berdasarkan teori 2) Menyusun path diagram untuk menyatakan hubungan kausalitas 64 3) Menterjemahkan path diagram kedalam persamaan-persamaan struktural dan spesifikasi model pengukuran 4) Memilih jenis input dan estimasi model yang diusulkan. 5) Pendugaan parameter 6) Menilai kriteria goodness of fit 7) Pengujian hipotesa