iii kerangka pemikiran

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Karakteristik Konsumen
Konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa yang
tersedia di masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Menurut Sumarwan (2004), konsumen terdiri dari dua jenis yaitu konsumen
individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa
untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi
bisinis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintahan, dan lembaga lainnya
(sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan lain-lain). Karakteristik konsumen
menurut Sumarwan (2004) meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen,
kepribadian konsumen, serta karakteristik demografi konsumen.
Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih banyak
mengenai produk akan memiliki informasi yang besar terhadap produk tersebut,
sehingga konsumen cenderung tidak termotivasi untuk mencari informasi karena
konsumen merasa cukup terhadap pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
dalam mengambil keputusan. Kepribadian konsumen akan berpengaruh pada
motivasi konsumen dalam mencari informasi terhadap produk. Konsumen yang
memiliki kepribadian pencari informasi akan meluangkan waktu untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Karakteristik demografi konsumen meliputi
beberapa variabel seperti usia, pendidikan, agama, suku bangsa, warga negara
keturunan, pendapatan, jenis kelamin, status pernikahan, jenis keluarga,
pekerjaan, lokasi geografi, jenis rumah tangga, dan kelas sosial (Sumarwan 2004).
Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap barang
dan jasa maupun merek yang akan dibeli.
3.1.2. Karakteristik Produk
Produk umumnya merupakan barang dan jasa yang ditawarkan untuk
memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan konsumen (Kotler & Amstrong 2003).
19
Produk dapat diuraikan melalui karakteristik atau atribut yang diwakili oleh
dimensi kualitas yang terdapat pada barang dan jasa tersebut. Restoran merupakan
sebuah perusahaan jasa yang menawarkan produk hybrid kepada pasar sasarannya
(Kotler & Amstrong 2003). Produk hybrid merupakan penawaran yang terdiri atas
komponen barang dan jasa yang ditawarkan kepada konsumen.
Dimensi kualitas yang dapat menilai karakteristik produk seperti harapan
konsumen pada restoran terbagi menjadi dua kategori, yaitu dimensi kualitas
barang dan dimensi kualitas jasa. Kualitas barang adalah sejauh mana barang
dapat berfungsi sesuai ekspektasi konsumen. Dimensi kualitas barang berdasarkan
Minor dan Mowen (1998) terdiri atas:
1) Fungsi (Performance) merupakan kinerja utama dari beroperasinya barang
tersebut.
2) Fitur (Features) yaitu dimensi yang menunjukkan karakteristik sekunder yang
melengkapi fungsi dasar dari barang.
3) Keandalan (Reliability) yaitu dimensi yang menunjukkan kemungkinan
barang gagal atau tidak berfungsi selama satu periode tertentu.
4) Usia produk (Durability) yaitu dimensi yang menunjukkan jumlah manfaat
yang diperoleh dari barang sebelum barang tersebut secara fisik menjadi tidak
terpakai.
5) Pelayanan (Serviceability) yaitu dimensi yang menunjukkan kecepatan,
keramahan, kompetensi, dan kemudahan direparasi.
6) Estetika (Aesthetics) yaitu dimensi yang menunjukkan unsur penilaian
subjektif pribadi mengenai bagaimana suatu barang terlihat.
7) Persepsi kualitas (Perceived quality) yaitu citra dan reputasi barang serta
tanggung jawab perusahaan terhadap barang tersebut.
Kualitas jasa adalah sejauh mana jasa memenuhi spesifikasi-spesifikasinya
berdasarkan perspektif pengguna jasa. Dimensi kualitas jasa berdasarkan
Parasuraman et al. (1988), diacu dalam Tjiptono dan Chandra (2007) antara lain:
1) Keandalan (Reliability) berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali dilakukan kesepakatan
terhadap jasa tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya
sesuai dengan waktu yang telah disepakati.
20
2) Daya tanggap (Responsive) berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para
karyawan untuk membantu konsumen dan merespon permintaan konsumen,
serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan
jasa secara cepat. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen
perusahaan untuk memberikan pelayanan yang tepat pada waktunya.
3) Jaminan (Assurance) yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan
kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan
rasa aman bagi para konsumennya.
4) Empati (Empathy) berarti perusahaan memahami masalah konsumennya dan
bertindak demi kepentingan konsumen, serta memberikan perhatian para
personal kepada para konsumen dan memiliki jam operasi yang nyaman.
Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pekerja untuk menyelami
perasaan sebagaimana jika pekerja itu sendiri mengalaminya
5) Bukti fisik (Tangibles) berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,
perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan
karyawan.
3.1.3. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen menurut Engel et al. (1994) didefinisikan sebagai
tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan
menghabiskan barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan
menyusuli tindakan ini. Proses keputusan pembelian terhadap barang dan jasa
dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis
yang akhirnya akan menghasilkan strategi pemasaran (Gambar 7). Pemasar yang
memahami perilaku konsumen akan mampu memperkirakan kecenderungan
konsumen bereaksi terhadap informasi, sehingga pemasar dapat menyusun
strategi pemasaran yang sesuai.
21
Pengaruh Lingkungan
• Budaya
• Kelas Sosial
• Pengaruh Pribadi
• Keluarga
• Situasi
Proses Keputusan
Pengenalan Kebutuhan
Perbedaan Individu
• Sumber Daya
Konsumen
• Motivasi dan
Keterlibatan
• Pengetahuan
• Sikap
• Kepribadian, Gaya
hidup, dan Demografi
Pencarian Informasi
•
Evaluasi Alternatif
Pembelian
•
•
Proses Psikologis
Pengolahan
Informasi
Pembelajaran
Perubahan
Sikap/Perilaku
Hasil
Strategi Pemasaran
• Produk
• Harga
• Promosi
• Distribusi
Gambar 7. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan PengaruhPengaruhnya
Sumber: Engel et al. (1994)
3.1.3.1 Pengaruh Lingkungan
Sebagai makhluk sosial, konsumen akan mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial yang berkaitan dengan konsumen
akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Berdasarkan Engel et al.
(1994), pengaruh lingkungan yang mempengaruhi proses keputusan, antara lain:
budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Menurut Engel et al.
(1994), budaya mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol lain yang
bermakna untuk membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan
melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Lingkungan sosial lainnya, kelas
sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu
22
yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama (Engel et al. 1994). Kelas sosial
dibedakan oleh perbedaan status ekonomi sosial sehingga akan menghasilkan
perbedaan perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan.
Pengaruh
pribadi
mengacu
pada
kelompok
acuan
yang
dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen dalam mengonsumsi
barang dan jasa tertentu. Konsumen akan memiliki respon terhadap tekanan yang
dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan
orang lain Engel et al. (1994). Namun, pengaruh utama pada sikap dan perilaku
individu adalah pengaruh lingkungan keluarga. Keluarga menurut Engel et al.
(1994) adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan
melalui darah, perkawinan, adopsi, dan tinggal bersama. Pengaruh lingkungan
lainnya adalah situasi yakni perilaku konsumen di sebuah lingkungan untuk
mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan Engel et al. (1994), situasi yang
mempengaruhi konsumen terbagi dalam tiga bidang utama, yakni situasi
komunikasi, pembelian, dan pemakaian.
3.1.3.2 Perbedaan Individu
Konsumen memiliki pribadi individu yang berbeda-beda. Perbedaan
individu tersebut mempengaruhi konsumen dalam melakukan proses keputusan
pembelian. Ada lima hal dimana konsumen menjadi berbeda antara satu dan
lainnya (Engel et al. 1994), yaitu sumberdaya konsumen, keterlibatan dan
motivasi, pengetahuan, sikap, serta kepribadian, gaya hidup, dan demografi.
Persepsi
konsumen
mengenai
sumberdaya
yang
tersedia
akan
mempengaruhi kesediaan menggunakan sumberdayanya untuk mengonsumsi
barang atau jasa. Berdasarkan Engel et al. (1994), konsumen memiliki tiga
sumberdaya untuk melakukan proses pertukaran barang dan jasa, yaitu:
sumberdaya ekonomi, temporal atau waktu, dan kapasitas kognitif. Selain
sumberdaya, pengaruh perbedaan individu adalah motivasi dan keterlibaan.
Kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa akan menimbulkan motivasi untuk
membeli dan mengonsumsi barang dan jasa tersebut. Keterlibatan merupakan
faktor penting dalam mengerti motivasi. Bila keterlibatan tinggi, maka ada
23
motivasi untuk memperoleh dan mengolah informasi yang jauh lebih besar
terhadap proses keputusan pembelian.
Menurut Sumarwan (2004), pengetahuan konsumen akan mempengaruhi
proses keputusan pembelian. Pengetahuan konsumen yang luas akan berdampak
pada pencarian informasi terhadap barang dan jasa. Selain itu, sikap sebagai
pengaruh pribadi merupakan ungkapan perasaan konsumen mengenai suatu objek
apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan
konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Sikap
konsumen menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen
karena sikap terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku.
Perbedaan kepribadian konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen
dalam memilih atau membeli barang dan jasa. Kepribadian berkaitan dengan
perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri manusia, sehingga perbedaan
karakteristik tersebut akan menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu
(Sumarwan 2004). Kepribadian berhubungan dengan gaya hidup konsumen. Gaya
hidup menggambarkan perilaku individu, yaitu bagaimana individu tersebut
hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya
(Sumarwan 2004). Gaya hidup berkaitan dengan demografi konsumen. Demografi
menggambarkan karakteristik konsumen, sehingga kepribadian, gaya hidup, dan
demografi akan mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian.
3.1.3.3 Proses Psikologi
Pengolahan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap merupakan tiga
proses psikologis (Engel et al. 1995). Komunikasi merupakan kegiatan pemasaran
inti. Penemuan bagaimana orang menerima, mengolah, dan mengerti komunikasi
pemasaran merupakan hal yang penting pada penelitian konsumen. Pengolahan
informasi merupakan bagaimana cara-cara dimana informasi ditransformasikan,
dikurangi, dirinci, disimpan, didapatkan kembali, dan digunakan.
Pembelajaran merupakan proses dimana pengalaman menyebabkan
perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. Ada empat jenis pembelajaran
menurut (Engel et al. 1995), yaitu pembelajaran kognitif, pengkondisian klasik,
pengkondisian operant, dan pembelajaran vicarious. Selain itu, pengaruh proses
24
psikologi lainnya, yakni perubahan sikap dan perilaku mencerminkan pengaruh
psikologis dasar yang menjadi subjek dari beberapa penelitian perilaku konsumen.
Perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran pemasaran karena dapat
dipengaruhi oleh beragam situasi. Pemasar perlu mengetahui dan memahami
perubahan sikap dan perilaku agar pemasar dapat menentukan proses pemasaran
yang sesuai.
3.1.3.4 Proses Keputusan
Perilaku pengambilan keputusan akan berbeda pada masing-masing
konsumen karena konsumen dipengaruhi oleh pengaruh yang berbeda.
Karakteristik perilaku proses keputusan konsumen menurut Engel et al. (1995)
terdiri dari pemecahan masalah diperluas (extended prolem solving), pemecahan
masalah terbatas (limited prolem solving), dan perilaku kebiasaan (habitual
prolem solving). Konsumen sebagai tipe pemecahan masalah diperluas (extended
prolem
solving)
atau selanjutnya
dikatakan
konsumen
terencana
akan
memanfaatkan kasus pengambilan keputusan yang spesifik, sehingga keterlibatan
konsumen dalam proses pengambilan keputusan tinggi. Konsumen sebagai tipe
pemecahan masalah terbatas (limited prolem solving) atau selanjutnya dikatakan
konsumen spontan memiliki tingkat keterlibatan konsumen terhadap proses
pengambilan keputusan rendah. Konsumen sebagai tipe pengambilan keputusan
kebiasaan (habitual prolem solving) atau selajutnya dikatakan konsumen rutin
telah merutinkan pengambilan keputusan pembelian atau memicu respon
pembelian produk yang sama, yang dicirikan dengan ketiadaan pencarian
informasi eksternal dan evaluasi alternatif. Berdasarkan Engel et al. (1995),
keputusan konsumen dalam membeli atau mengonsumsi barang dan jasa terdiri
dari beberapa langkah, antara lain: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, pembelian, dan hasil.
Konsumen akan mengenali kebutuhannya saat terjadi perbedaan antara
keadaan yang diinginkan konsumen dengan keadaan yang terjadi secara nyata
atau situasi aktual. Konsumen terencana akan memiliki keterlibatan dan risiko
yang dirasakan tinggi. Hal tersebut berlawanan dengan konsumen spontan dimana
konsumen tipe ini memiliki keterlibatan dan risiko yang dirasakan rendah dalam
25
pengambilan keputusan pembelian. Pengenalan kebutuhan tipe konsumen rutin
memicu respons membeli produk yang sama. Sebelum dikenali, kebutuhan harus
diaktifkan terlebih dahulu. Berdasarkan Engel et al. (1995), pengaktifan
kebutuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: waktu, perubahan situasi,
pemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan individu, dan pengaruh
pemasaran.
Pencarian informasi akan dilakukan konsumen apabila konsumen percaya
bahwa kebutuhannya dapat dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu
barang dan jasa. Konsumen terencana akan memiliki motivasi yang kuat untuk
mencari informasi, banyak sumber yang digunakan, serta informasi diproses
secara cermat, tetapi konsumen spontan sebaliknya. Konsumen rutin melakukan
pencarian informasi terbatas, yakni informasi internal. Menurut Engel et al.
(1995), pencarian informasi didapat melalui pencarian informasi yang disimpan di
dalam ingatan atau pencarian internal dan pencarian informasi yang didapat
dengan keputusan dari lingkungan atau pencarian eksternal.
Evaluasi alternatif merupakan konsumen melakukan evaluasi terhadap
pilihan barang dan jasa kemudian memilihnya sesuai dengan keinginannya (Engel
et al. 1995). Konsumen terencana akan melakukan proses evaluasi yang cermat,
kriteria evaluasi yang digunakan banyak, alternatif yang dirasakan berbeda secara
signifikan, teknik kompensasi dimana atribut yang lemah ditutupi oleh atribut
lainnya, serta keyakinan, sikap, dan niat dipegang kuat. Konsumen spontan
sebaliknya dan pembelian percobaan menjadi sarana utama evaluasi. Konsumen
rutin tidak melalui tahap evaluasi alternatif karena telah terbiasa membeli produk
yang sama.
Engel et al. (1995) menyatakan bahwa pembelian dilakukan saat
konsumen telah memutuskan pilihan alternatif yang akan diambil atau
penggantinya jika diperlukan. Konsumen terencana akan melakukan proses
pembelian di banyak tempat sebelum memilih satu tujuan, pemilihan tempat
pembelian memerlukan proses keputusan, serta negosiasi dan komunikasi sangat
diperlukan. Konsumen spontan tidak termotivasi untuk berbelanja secara ekstensi,
lebih menyukai one stop shopping, serta sering terdorong oleh peragaan dan
26
insentif di tempat pembelian. Konsumen rutin cenderung membeli produk yang
sama sehingga pembelian cenderung merupakan rutinitas.
Hasil atau perilaku konsumen pasca pembelian terjadi setelah konsumen
membeli dan mengonsumsi barang dan jasa. Pada tahap ini, konsumen melakukan
evaluasi terhadap pilihan barang dan jasa yang dibeli dan dikonsumsinya terhadap
harapan konsumen dari barang dan jasa tersebut (Engel et al. 1995). Konsumen
dapat merasa puas atau tidak puas bergantung pada hasil dari harapan konsumen
yang terpenuhi atau tidak. Konsumen terencana beranggapan bahwa kepuasan
sangat penting dan loyalitas merupakan hasilnya serta termotivasi untuk
mengusahakan ganti rugi seandainya terjadi ketidakpuasan. Konsumen spontan
beranggapan kepuasan memotivasi pembelian ulang karena inersia bukan loyalitas
serta konsekuensi utama ketidakpuasan adalah penggantian merek. Begitu halnya
pada konsumen rutin yang melakukan pembelian ulang karena faktor terbiasa.
3.1.3.5. Strategi Pemasaran
Proses pembelian adalah istilah yang merujuk pada interaksi antara
konsumen dan produsen (Engel et al. 1995). Produsen akan mengambil strategi
pemasaran setelah memahami proses pengambilan keputusan konsumen. Proses
pengambilan keputusan akan menggambarkan perilaku konsumen dalam proses
pembelian
serta
pengaruh-pengaruhnya.
Pemahaman
mengenai
proses
pengambilan keputusan akan membantu produsen dalam memformulasi dan
menetapkan strategi pemasaran yang tepat untuk konsumen.
3.1.4. Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen merupakan elemen pokok yang menentukan dalam
suatu organisasi pemasaran. Sumarwan (2004) menyatakan kepuasan dan
ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan
konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen
dari produk yang dibeli. Tingkat kepuasan konsumen yang tinggi akan membawa
beberapa manfaat bagi perusahaan, antara lain: respon terhadap strategi produsen
berbiaya rendah, manfaat ekonomik retensi pelanggan dibandingkan penjaringan
pelanggan secara terus-menerus, customer life time value, daya persuasif, reduksi
27
sensitivitas harga, dan kepuasan pelanggan sebagai indikator kesuksesan bisnis di
masa depan (Tim Marknesis 2009).
Pencapaian kepuasan konsumen melalui kualitas pelayanan dapat
ditingkatkan dengan beberapa pendekatan, yaitu: memperkecil kesenjangankesenjangan yang terjadi antara pihak manajemen dan konsumen, perusahaan
harus mampu membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi di dalam
perbaikan proses pelayanan, memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menyampaikan keluhan, serta mengembangkan dan menerapkan accountable,
proactive, dan partnership marketing sesuai situasi pemasaran yang ada (Kotler &
Keller 2007).
3.1.4.1. Model Kepuasan Konsumen
Model kepuasan konsumen akan menjelaskan penyusunan kerangka
teoretikal terhadap faktor-faktor pembentukan, proses pembentukan, serta
konsekuensi kepuasan konsumen. Salah satu model kepuasan konsumen adalah
model diskonfirmasi harapan dari kepuasan dan ketidakpuasan. Model
diskonfirmasi menegaskan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan konsumen
purnabeli ditentukan oleh evaluasi konsumen terhadap perbedaan antara
ekspektasi awal dengan persepsi terhadap kinerja produk aktual setelah
pemakaian produk (Minor & Mowen 1998).
Pengambilan keputusan konsumen terhadap pembelian dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti pengalaman, rekomendasi konsumen lain, komunikasi
pemasaran, dan pengetahuan atas merek-merek penting. Faktor-faktor tersebut
akan menghasilkan ekspektasi dan harapan di benak konsumen terhadap barang
dan jasa yang dibeli. Setelah pemakaian barang dan jasa, konsumen melakukan
proses evaluasi dan pembandingan terhadap kondisi aktual barang dan jasa
tersebut. Pembandingan terhadap keadaan aktual dengan kondisi yang diterima
konsumen akan menghasilkan evaluasi gap antara harapan dengan keadaan aktual
yang dirasakan konsumen. Evaluasi gap tersebut selanjutnya akan menghasilkan
tiga kondisi konsumen, yaitu diskonfirmasi negatif bila kondisi aktual kurang dari
harapan konsumen, konfirmasi harapan bila kondisi aktual sama dengan harapan
konsumen, dan diskonfirmasi positif bila kondisi aktual melebihi harapan
28
konsumen. Diskonfirmasi negatif mengakibatkan ketidakpuasan konsumen,
sedangkan konfirmasi dan diskonfirmasi positif mengakibatkan kepuasan
konsumen (Gambar 8).
•
•
•
•
Pengalaman
Rekomendasi
Komunikasi pemasaran
Pengetahuan atas merekmerek penting
Harapan
Mengenai Merek
Seharusnya
Berfungsi
Evaluasi Mengenai
Fungsi Merek yang
Sesungguhnya
Evaluasi Gap Antara
Harapan dan yang
Sesungguhnya
Ketidakpuasan
Emosional: Merek
Tidak Memenuhi
Harapan
Konfirmasi Harapan:
Fungsi Merek Tidak
Berbeda dengan
Harapan
Kepuasan
Emosional:
Fungsi Merek
Melebihi Harapan
Gambar 8. Model Diskonfirmasi Harapan
Sumber: Minor dan Mowen (1998)
3.1.4.2. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengukur kepuasan
konsumen. Kotler (2005) mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur
kepuasan konsumen, yaitu sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost
customer analysis, dan survei kepuasan konsumen.
1) Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan yang berorientasi pada konsumen perlu menyediakan akses
yang mudah dan nyaman bagi para konsumennya untuk menyampaikan saran,
kritik, pendapat, dan keluhan. Media yang digunakan dapat berupa kotak saran
yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis atau lokasi yang mudah dijangkau
dan sering dilewati konsumen, kartu komentar yang bisa diisi langsung
29
maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan, saluran telepon khusus
bebas pulsa, website, dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui metode
ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada
perusahaan, sehingga perusahaan akan bertindak secara tanggap dan cepat
untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Namun, model ini bersifat
pasif karena perusahaan menunggu inisiatif konsumen untuk menyampaikan
keluhan yang mengakibatkan tidak lengkapnya gambaran mengenai kepuasan
dan ketidakpuasan konsumen.
2) Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berpurapura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan perusahaan pesaing.
Ghost shoppers diminta menggunakan produk perusahaan serta melakukan
interaksi dengan staf penyedia jasa. Berdasarkan pengalaman tersebut, ghost
shoppers kemudian diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan
kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan perusahaan pesaing.
3) Lost Customer Analysis
Metode lainnya dalam mengukur kepuasan konsumen adalah
melakukan analisis terhadap konsumen yang meninggalkan perusahaan atau
tidak mengonsumsi produk perusahaan kembali (Lost Customer Analysis).
Perusahaan menguhubungi para pelanggan yang telah berhenti menggunakan
produk atau yang telah berpindah perusahaan agar dapat memahami mengapa
konsumen berpindah dari perusahaan lama, sehingga perusahaan dapat
mengambil kebijakan perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Kesulitan
metode ini adalah pada tahap mengidentifikasi dan mengontak mantan
konsumen yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja
perusahan.
4) Survei Kepuasan Pelanggan
Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan melalui pos, telepon,
email, website, maupun wawancara langsung. Melalui survei kepuasan
pelanggan, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara
langsung dari pelanggan serta memberikan kesan positif bahwa perusahaan
30
menaruh perhatian terhadap pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan
melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a) Directly Reported Satisfaction
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan item-item spesifik yang
menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b) Derived Satisfaction
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada metode ini menyangkut dua hal
utama, yaitu Pertama, tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap
kinerja produk atau perusahaan pada atribut-atribut yang relevan, dan
Kedua, persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk atau perusahaan
bersangkutan (perceived performance). Alternatif lainnya yaitu tingkat
kepentingan masing-masing atribut atau tingkat kinerja ideal.
c) Problem Analysis
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah
yang mereka hadapi berkaitan dengan barang atau jasa perusahaan dan
saran perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis konten
terhadap semua permasalahan dan saran perbaikan untuk mengidentifikasi
bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak lanjut
segera.
d) Importance Performance Analysis
Pada metode ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan
berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja perusahaan (perceived
performance) pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian nilai ratarata tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan akan dianalisis di
importance performance matrix. Matriks ini bermanfaat sebagai pedoman
dalam mengalokasikan sumberdaya organisasi yang terbatas pada bidangbidang yang spesifik, dimana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada
kepuasan pelanggan total. Selain itu matriks ini juga menunjukkan bidang
atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu
dikurangi prioritasnya.
31
3.1.4.3. Pengaruh Kepuasan Konsumen terhadap Laba Perusahaan
Peningkatan kualitas dan kinerja atribut produk dan pelayanan akan
mempengaruhi kepuasan konsumen. Dengan meningkatnya kepuasan konsumen
maka diharapkan pelanggan bertahan juga meningkat. Retensi pelanggan akan
menghasilkan laba yang lebih besar (Gambar 9).
Kinerja
Atribut
Kepuasan
Konsumen
Retensi
Pelanggan
Laba
Gambar 9. Pengaruh Kepuasan Konsumen terhadap Laba Perusahaan
Sumber: Lupiyoadi dan Hamdani (2008)
Program kepuasan konsumen bertujuan untuk meningkatkan kinerja
positif pada atribut, sehingga atribut yang dianggap penting akan diketahui dan
peningkatan kinerja dilakukan melalui atribut tersebut. Atribut yang kurang
menurut konsumen dapat diperbaiki sedangkan atribut yang dapat meningkatkan
kepuasan konsumen dapat dipertahankan. Kepuasan konsumen tersebut akan
menghasilkan retensi pelanggan, sehingga semakin tinggi pelanggan yang
bertahan maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh. Konsumen yang mampu
menghasilkan laba adalah orang, rumah tangga, atau perusahaan yang dari waktu
ke waktu memberikan arus pendapatan yang jauh melebihi arus biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik, menjual, dan melayani konsumen
tersebut (Kotler 2005).
3.1.5. Loyalitas Konsumen
Signifikansi loyalitas konsumen terkait dengan kelangsungan perusahaan
terhadap kuatnya pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Perusahaan
dapat mempertahankan tingkat laba yang stabil dengan menerapkan strategi
defensif seperti usaha mempertahankan konsumen dibandingkan dengan usaha
agresif seperti mencari pelanggan baru. Loyalitas konsumen merupakan
kombinasi antara kemungkinan pelanggan untuk membeli ulang dari pemasok
yang sama di kemudian hari dan kemungkinan untuk membeli barang atau jasa
perusahaan pada berbagai tingkat harga (Tim Marknesis 2009).
32
Aaker (1997) mengemukakan bahwa loyalitas menjadi gagasan sentral
pemasaran dimana salah satu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap sebuah
merek. Hal tersebut mencerminkan bagaimana pelanggan akan beralih ke merek
lain jika merek tersebut membuat suatu perubahan, baik dari segi harga atau
produknya. Berbagai manfaat yang didapat dari pelanggan yang loyal, antara lain
mengurangi biaya-biaya pemasaran, meningkatkan penjualan, memikat pelanggan
baru, dan merespon ancaman pesaing. Loyalitas pelanggan dapat ditingkatkan
dengan melayani pelanggan dengan tepat (treat the customer right), menjaga
kedekatan dengan pelanggan (stay close to the customer), memperhatikan
kepuasan pelanggan (measure manage customer satisfication), menciptakan biaya
peralihan, dan memberikan pelayanan ekstra.
Loyalitas konsumen dapat diukur berdasarkan beberapa tingkatan. Setiap
tingkatan menunjukkan tantangan yang harus dihadapi masing-masing konsumen.
Beberapa tingkatan yang digunakan dalam pengukuran loyalitas konsumen
berdasarkan Aaker (1997), antara lain:
1) Switcher Buyer
Tingkatan loyalitas konsumen yang paling dasar adalah switcher buyer.
Apabila frekuensi konsumen terhadap proses pemindahan pembelian dari
merek satu ke merek lainnya semakin tinggi, maka konsumen tersebut dapat
dikategorikan sebagai konsumen yang tidak loyal. Konsumen yang termasuk
dalam kategori tersebut adalah kelompok switcher buyer. Ciri kelompok
switcher buyer adalah pembelian suatu merek karena harga.
2) Habitual Buyer
Konsumen yang termasuk kategori habitual buyer adalah pembeli yang puas
terhadap produk, atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Kelompok
habitual buyer membeli suatu merek karena alasan kebiasaan sehingga tidak
terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu
peralihan merek terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha. Namun,
apabila merek tersebut justru mengalami perubahan baik terhadap usaha,
biaya, dan risiko untuk mendapatkannya maka kelompok kategori ini juga
tidak akan menanggung biaya peralihan yang ditimbulkan oleh merek
33
tersebut. Pembeli yang termasuk kategori habitual buyer tidak menanggung
biaya peralihan terhadap merek.
3) Satisfied Buyer
Satisfied buyer merupakan kategori pembeli yang puas dengan merek yang
mereka konsumsi. Namun, pembeli pada kategori satisfied buyer dapat
menanggung switching cost atau biaya peralihan, seperti waktu, biaya, atau
risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek atau perubahan yang
dilakukan merek tersebut sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk
mendapatkannya. Konsumen kategori ini rela menanggung biaya peralihan
untuk mendapatkan merek yang akan dikonsumsinya tersebut.
4) Liking the Brand
Pembeli yang termasuk kategori liking the brand merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Perasaan emasional pada kategori
ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol rangkaian
pengalaman dalam menggunakan merek tersebut sebelumnya. Kelompok
kategori ini bisa dikatakan sebagai teman dari merek karena terdapat perasaan
emosional yang terkait.
5) Commited Buyer
Commited buyer merupakan kategori pembeli yang setia. Pembeli pada
kategori ini memiliki kebanggan dalam menggunakan suatu merek. Bahkan,
merek tersebut menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun ekspresi
dari penggunanya. Salah satu ciri commited buyer adalah tindakan pembeli
untuk merekomendasikan merek yang telah digunakan kepada orang lain.
Piramida loyalitas merek (Gambar 10) menunjukkan bahwa loyalitas
merek tersebut masih sangat rendah. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang
tidak diharapkan perusahaan. Kondisi piramida loyalitas merek yang baik adalah
piramida dengan kondisi terbalik.
34
Keterangan:
A
A : Persen commited buyer
B
B : Persen liking the brand
C : Persen satisfied buyer
C
D : Persen habitual buyer
E : Persen switcher buyer
D
E
Gambar 10. Piramida Loyalitas Merek
Sumber: Aaker (1997)
3.1.6. Konsep Pemasaran Jasa
Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan
manajerial yang didalamnya individu maupun kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain. Penawaran sebuah perusahaan jasa
kepada pasar sasarannya biasanya mencakup lima jenis jasa (Kotler & Amstrong
2003), yaitu produk fisik murni, produk fisik dengan jasa pendukung, produk
hybrid, jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor, dan jasa murni.
Restoran termasuk pada produk hybrid dimana penawaran tersebut terdiri atas
komponen barang dan jasa.
Pemasaran jasa didukung oleh bauran pemasaran sebagai alat pemasaran.
Bauran pemasaran adalah perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan
untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasaran. Unsur bauran pemasaran jasa
(Dibb & Simkin 1993, diacu dalam Tjiptono & Chandra 2007) terdiri atas:
1) Produk (Product)
Produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan
sejumlah nilai kepada konsumen. Konsumen tidak hanya membeli fisik dari
produk tetapi juga membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut.
Keunggulan produk jasa terletak pada kualitasnya yang mencakup keandalan,
ketanggapan, jaminan, empati, dan bukti fisik. Unsur produk berkaitan dengan
35
rentang produk, tingkat kualitas, nama merek, lini layanan, garansi, dan
dukungan purnabeli.
2) Harga (Price)
Harga merupakan jumlah nilai yang dipertukarkan kepada konsumen untuk
memiliki atau menggunakan jasa atau produk. Strategi penentuan harga
berpengaruh dalam pemberian nilai kepada konsumen dan mempengaruhi
citra produk, serta kepuasan konsumen untuk membeli. Unsur harga berkaitan
dengan tingkat harga, diskon, komisi, syarat pembayaran, persepsi konsumen
terhadap nilai, kualitas harga, dan diferensiasi.
3) Tempat (Place)
Tempat dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas
saluran distribusi. Dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara
penyampaian jasa kepada konsumen dan di mana lokasi yang strategis. Unsur
tempat berkaitan dengan lokasi, prominence, aksesibilitas, saluran distribusi,
dan cakupan distribusi.
4) Promosi (Promotion)
Promosi didefinisikan sebagai kumpulan dari kiat intensif yang beragam dan
kebanyakan berjangka pendek. Promosi dirancang untuk mendorong
pembelian suatu produk atau jasa agar lebih cepat dan lebih besar oleh
konsumen dan pedagang. Unsur promosi berkaitan dengan publisitas,
periklanan, personal selling, promosi penjualan, direct and online marketing,
serta sponsorship.
5) Proses (Process)
Proses merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur,
jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas, dan hal-hal rutin, di mana jasa
dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen. Proses dapat dibedakan ke
dalam dua cara, yaitu: kompleksitas yang berhubungan dengan langkahlangkah dan tahapan proses, dan keragaman yang berhubungan dengan adanya
perubahan dalam langkah-langkah atau tahapan proses.
6) Orang (People)
Orang sebagai karyawan berkaitan dengan pelatihan, wewenang, komitmen,
insentif, penampilan, sikap, dan perilaku antarpribadi, sedangkan pelanggan
36
lain berkaitan dengan perilaku, keterlibatan, sikap, komunikasi, pendidikan,
dan kontak antar pelanggan. Untuk mencapai kualitas diperlukan pelatihan
staf sehingga karyawan mampu memberikan kepuasan kepada konsumen.
7) Bukti Fisik (Physical Evidence)
Bukti fisik merupakan lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung
berinteraksi dengan konsumen. Ada dua jenis bukti fisik, yakni bukti penting
(essential evidence) merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh
pemberi jasa mengenai desain dan tata letak dari gedung, ruang, dan lain-lain
dan bukti pendukung (peripheral evidence) merupakan nilai tambah yang bila
berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kota Batam sebagai daerah kepulauan memiliki potensi perikanan laut
untuk dikembangkan. Potensi perikanan laut tersebut dapat dilihat dari tren
jumlah produksi perikanan laut yang selalu meningkat. Selain itu, Kota Batam
merupakan salah satu pintu masuk utama negara Indonesia yang setiap tahunnya
mampu memberikan devisa kepada negara melalui kunjungan wisman. Hasil laut
yang memadai dapat dijadikan sebagai kekayaan kuliner ciri khas daerah yang
digunakan untuk menarik wisatawan ke Kota Batam. Dengan demikian, peluang
untuk mengembangkan dan memajukan usaha restoran seafood terbuka lebar.
Meskipun demikian, usaha restoran seafood dihadapkan pada persaingan
usaha kuliner yang meningkat setiap tahunnya. Bahkan, pada tahun 2007 hingga
2008 tercatat empat restoran seafood baru di Kota Batam. Hal tersebut
diindikasikan berdampak pada penerimaan laba bersih restoran seafood Golden
Prawn yang mengalami tren penurunan pada setiap bulannya. Penurunan laba
bersih tersebut dikarenakan jumlah konsumen yang melakukan pembelian di
restoran seafood Golden Prawn menurun. Turunnya jumlah kunjungan konsumen
restoran seafood Golden Prawn diduga adanya penurunan tingkat kepuasan dan
loyalitas konsumen restoran. Beberapa konsumen yang harapannya belum
terpenuhi menuliskan keluhannya di blog. Dengan demikian, persaingan yang
semakin meningkat serta banyaknya keluhan terhadap restoran seafood Golden
37
Prawn menyebabkan perlunya penelitian yang menganalisis kepuasan dan
loyalitas konsumen berdasarkan atribut-atribut bauran pemasaran restoran.
Analisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen didahului dengan proses
keputusan pembelian konsumen restoran seafood Golden Prawn. Setelah
konsumen mendapatkan hasil dari proses pembelian maka konsumen akan
melakukan evaluasi yang menghasilkan kepuasan dan keloyalan terhadap restoran
seafood Golden Prawn. Proses pengambilan keputusan konsumen akan
memberikan pemahaman mengenai perilaku konsumen pada tahap-tahap
keputusan pembelian. Dengan demikian, restoran mampu mengetahui tipe
pengambilan keputusan pembelian konsumen serta memberikan masukan pada
alternatif bauran pemasaran yang direkomendasikan.
Hasil proses keputusan pembelian adalah perasaan puas atau tidak puas
dari konsumen terhadap produk yang telah dikonsumsinya. Pemahaman mengenai
tingkat kepuasan konsumen akan memberikan masukan kepada restoran terhadap
perbaikan kinerja atribut restoran sehingga konsumen menjadi puas terhadap
kinerja
restoran.
Kepuasan
konsumen
merupakan salah satu indikator
terbentuknya loyalitas konsumen. Konsumen menjadi loyal atau tidak dapat
dilihat dari penilaian kepuasan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi.
Konsumen yang loyal akan tetap melakukan pembelian di restoran meskipun ada
perubahan pada restoran tersebut.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan informasi
mengenai tipe pengambilan keputusan pembelian, tingkat kepuasan, dan loyalitas
konsumen. Informasi tersebut akan memberikan alternatif bauran pemasaran yang
dapat membantu restoran dalam memformulasikan serta memilih strategi
pemasaran yang sesuai. Strategi pemasaran yang tepat sasaran dapat membentuk
dan mempertahankan loyalitas konsumen serta mendapatkan konsumen baru.
Dengan demikian, loyalitas konsumen yang terbentuk dapat mendorong
konsumen untuk melakukan pembelian secara kontinu yang nantinya akan
berdampak pada kontinuitas usaha restoran (Gambar 11).
38
• Kota Batam memiliki potensi hasil
kelautan yang besar
• Kota Batam sebagai pintu masuk
wisatawan mancanegara dan
wisatawan domestik
• Peluang besar mengembangkan dan
memajukan restoran seafood
Peningkatan persaingan
usaha kuliner
khususnya restoran
seafood di Kota Batam
Restoran Seafood Golden Prawn menghadapi persaingan usaha
• Tren laba bersih restoran seafood Golden Prawn menurun
• Jumlah kunjungan konsumen ke restoran seafood Golden
Prawn menurun
• Keluhan-keluhan konsumen disampaikan melalui blog
• Hal tersebut diduga karena kepuasan dan loyalitas
konsumen menurun
Perilaku Konsumen
Proses Keputusan Pembelian:
• Pengenalan kebutuhan
• Pencarian informasi
• Evaluasi alternatif
• Keputusan pembelian
• Perilaku pascapembelian
Tingkat Kepuasan Konsumen:
• Produk
• Harga
• Tempat
• Promosi
• Orang
• Proses
• Bukti fisik
Analisis Deskriptif
Customer
Satisfaction
Index
Importance
Performance
Analysis
Tingkat Loyalitas
Konsumen melalui
Piramida Loyalitas:
• Commited buyer
• Liking the brand
• Satisfied buyer
• Habitual buyer
• Switcher buyer
Analisis Deskriptif
Rekomendasi alternatif bauran pemasaran restoran seafood Golden Prawn
Gambar 11. Kerangka Pemikiran Operasional
Sumber: Data Primer (2010)
39
Download