Penyaluran Energi Konflik Elit Politik

advertisement
Penyaluran Energi Konflik Elit Politik
Pada Koridor Demokrasi
Oleh Gumilar R. Somantri
•
•
•
•
Konflik elit politik dewasa ini telah mencapai tingkat yang “mengkhawatirkan”.
Elit politik terbius oleh agenda-agenda “kecil” memperebutkan kekuasaan,
ketimbang hirau dengan agenda besar bangsa seperti penyelesaian krisis multi
dimensi dalam kerangka mengarahkan perjalanan bangsa ke arah kehidupan yang
adil, makmur, dan demokratis. Sebenarnya konflik elit tersebut tidaklah selalu
bersisi negatif sepanjang ia terlembaga dan mengikuti aturan-aturan yang
disepakati bersama. Tulisan pendek ini akan mendiskusikan penyaluran energi
konflik politik pada koridor demorasi.
Konsep konflik kita pahami sebagai “pertentangan yang jelas diantara individuindividu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat, atau diantara negara
bangsa” (Jary and Jary, 1991). Pada masyarakat mana pun konflik mungkin
muncul diantara dua atau lebih orang, gerakan-gerakan sosial, partai politik, dan
kolektivitas etnis, agama, atau ras. Konflik seringkali muncul karena perebutan
sumber daya atau kesempatan langka. Hal ini dapat terjadi pula dalam konteks
hubungan negara dan masyarakat. Konflik mungkin melembaga. Artinya ia
bersifat damai dan diatur oleh seperangkat aturan yang disepakati bersama. Atau
ia bersifat “unregulated” seperti kekerasan yang dilakukan oleh dan terhadap
gerakan revolusioner tertentu. Konflik yang melembaga ini sering dilihat sebagai
bukti dari proses demokrasi yang sehat. Hal ini sejalan dengan cara pandang
perspektif pluralistik yang melihat masyarakat penuh dengan persaingan
kepentingan, dan aturan-aturan dan lembaga-lembaga demokratis memungkinkan
terjadinya artikulasi dan resolusi konflik.
Dalam kajian sosiologis, istilah elite biasanya merujuk pada elit politik. Dalam
kaitan ini, terdapat dua asumsi yang banyak dikenal dari teori elit. Pertama,
pembagian diantara elit dan massa merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan di
dalam suatu masyarakat modern yang kompleks. Kedua, aspirasi para demokrat
radikal mengenai rakyat secara keseluruhan yang diyakini sebagai dapat
“berkuasa” adalah keliru. Meminjam pesimisme Pareto dan Mosca, demokrasi
modern ditandai oleh kenyataan bahwa “nasib” massa ditentukan oleh para elit.
Dalam nada lebih optimis, Dahl (1991) berpendapat bahwa kompetisi demokratis
diantara elit-elit perwakilan yang menjadi rival satu sama lain, merupakan contoh
bentuk terbaik dari praktek pemerintahan modern.
Persoalan penting untuk kasus Indonesia saat ini adalah kompetisi antar elit
politik sudah mencapai titik “kurang sehat”. Konflik antar elit politik lebih
memberikan gambaran pada penghancuran kehidupan demokrasi modern itu
sendiri, daripada sebagai contoh wajar dari praktek pemerintahan modern. Hal ini
dapat terlihat baik dari perilaku politik para legislator, pemimpin partai politik,
maupun eksekutif yang saling bertikai dengan cara-cara di luar aturan main
•
•
•
demokrasi. Mereka mengeluarkan aneka jurus, dari mulai pengerahan massa
hingga penelanjangan persona secara tidak etis.
Gambaran konflik elit di atas menjadi cermin lemahnya kehidupan demokrasi
perwakilan pada masyarakat Indonesia. Demokrasi pada masyarakat ini tidak
ditopang oleh kehadiran elit perwakilan yang kurang berkualitas. Banyak diantara
para elit politik yang bersikap dan berperilaku tidak sejalan dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Para elit ini tidak mempunyai kesadaran dan pandangan mendalam
mengenai kehidupan bangsa ke depan. Dalam kaitan ini, tampaknya jalan keluar
yang mungkin dilakukan adalah, meminjam pendapat Alexis de Tocquiville,
memberikan pendidikan politik pada para aktor dan calon aktor politik.
Selain persoalan kualitas para aktor politik di atas, tampaknya lembaga-lembaga
demokrasi perlu dibangun dan diperkuat. Hal ini diperlukan suatu kemauan dan
kerja keras dari semua kalangan untuk mengevaluasi dan merumuskan konstitusi
(melalui amandemen atau baru sama sekali) dan peraturan lain yang akan menjadi
pilar dan rambu-rambu dari proses politik di negeri ini. Melalui cara ini
diharapkan perilaku politik, termasuk di dalamnya konflik antar elit, didasarkan
pada norma-norma dan peranan-peranan baku yang telah disepakati bersama.
Melalui upaya “pemberdayaan” elit politik dan lembaga demokrasi di atas
diharapkan konflik elit dapat bersifat produktif bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Konflik elit dapat dipandang nantinya dapat sebagai penjelmaan proses
dinamis dari demokrasi.
Download