1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum dapat juga dimaknai sebagai kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut sudah seharusnya melibatkan berbagai macam unsur dari pemerintah sebagai pelaksana dan masyarakat sebagai obyek dari pelaksana. Salah satu indikator dari kesejahteraan masyarakat adalah pembangunan yang berpihak pada rakyat kecil. Rakyat kecil yang dimaksud adalah kelompok yang mengalami keterbelakangan dalam segi kehidupan sosial, ekonomi dan pendidikan. Kenyataan ini paling sering dijumpai di daerah perdesaan. Beberapa masalah yang menyebabkan terjadinya adalah masih minimnya pembangunan masyarakat desa. Pembangunan desa sesungguhnya dapat dimulai secara sederhana, yaitu upaya yang dilakukan melalui proses yang berangkat dari kemampuan, kemauan dan kebutuhan masyarakat dalam memenuhi penghidupan dan menyelenggarakan kehidupannya. Masyarakat sesungguhnya memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan potensi lokal, kelembagaan dan tata cara yang ada, sehingga setiap upaya perubahan dan pembangunan seyogyanya mempertimbangkan dinamika masyarakat dan potensi lokal yang tersedia (Baiquni, 2001) 2 Pembangunan masyarakat desa sampai saat ini masih sangat relevan untuk dibahas atau didiskusikan dalam berbagai macam kesempatan. Hal ini disebabkan karena adanya alasan tertentu. Pertama, kendati dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan kota maju dengan amat pesat, namun secara umum wilayah negara kita masih didominasi daerah perdesaan. Kedua, sejak awal tahun 1970-an pemerintah orde baru telah mencanangkan berbagai macam kebijaksanaan dan program pembangunan perdesaan yang ditandai oleh inovasi teknologi modern, secara umum kondisi sosial ekonomi desa masih memprihatinkan. Apalagi dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 sampai sekarang, maka kemiskinan dan keterbelakangan menjadi masalah krusial di perdesaan. Kegiatan pembangunan desa perlu diarahkan untuk merubah kehidupan masyarakat desa menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya berisi usaha untuk memberdayakan masyarakat desa sehingga mereka mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi. Pembangunan perdesaan dalam perkembangannya tidak semata-mata terbatas pada peningkatan produksi pertanian dan juga tidak hanya mencakup implementasi program peningkatan kesejahteraan sosial melalui distribusi uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar, tetapi lebih dari itu adalah upaya dengan menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat lepas dari belenggu struktural yang menyulitkan. Karena itu, ruang lingkup pembangunan perdesaan sebenarnya sangat luas, implikasi sosial dan politiknya juga tidak sederhana. 3 Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah perdesaan sangat penting untuk diketahui dan menjadi prioritas dalam pelaksanaannya. Dalam hal ini peran pemerintah pusat maupun daerah sebagai pengambil kebijakan sangat dibutuhkan bagi masyarakat yang ada di perdesaan khususnya. Kebijakan efektif yang diambil pemerintah dalam menangani masalah ini umumnya dalam bentuk program pembangunan perdesaan. Namun di sisi lain program tersebut tidak akan berjalan sesuai dengan harapan bilamana masyarakat sebagai sasaran program belum memahami posisinya sebagai obyek sekaligus subyek program tersebut. Tingkat kesejahteraan akan bisa diwujudkan pada daerah perdesaan bilamana masyarakat di daerah perdesaan tersebut sudah dapat diberdayakan. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat memegang peranan yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Chambers (1983), konsep pemberdayaan terdiri dari tiga, yaitu: (1) Enabling, menciptakan suasana atau iklim kondusif yang memungkinkan untuk berkembangnya potensi yang dimiliki masyarakat, acuannya adalah mengetahui bahwa setiap masyarakat memiliki potensi yang dikembangkan; (2) Empowering, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat; dan (3) Protect, melindungi dalam arti mencegah yang lemah bertambah menjadi lemah karena kurang berdaya dalam menghadapi yang kuat. Negara berkembang Indonesia telah yang merupakan negara-negara mencanangkan berbagai macam yang sedang program-program pembangunan perdesaan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. Program pembangunan yang diharapkan hendaknya bisa memberdayakan masyarakat melalui partisipasi dalam 4 program tersebut. Dalam hal ini peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan demi kelancaran program yang dicanangkan, sehingga persoalan dan solusi bisa diketahui dan ditanggulangi secara tepat. Sumodiningrat (1999) menyatakan, model pembangunan yang partisipatif mengutamakan pembangunan yang dilakukan dan dikelola langsung oleh masyarakat lokal, khususnya di perdesaan, dalam wadah musyawarah pembangunan di tingkat kecamatan. Lebih lanjut Sumodiningrat menjelaskan tentang beberapa program model pembangunan partisipatif, diantaranya: (1) Program Inpres Desa Tertinggal (IDT); (2) Bantuan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal; (3) Bantuan Program Pengembangan Kecamatan (PPK); (4) Program Pemberdayaan Daerah Mengatasi Krisis Ekonomi; dan (5) Program Pengembangan Kawasan Desa-Kota Terpadu. Salah satu model program pembangunan partisipatif adalah proyek Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM). Program ini merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektifitas kegiatan serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) adalah 5 program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Adapun tujuan proyek PNPM-MP adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Kegiatan PNPM-MP akan dibiayai melalui dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai melalui BLM tersebut adalah: (1) kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi bagi Rumah Tangga Miskin (RTM); (2) kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat (pendidikan non formal); (3) kegiatan peningkatan kapasitas/keterampilan kelompok usaha ekonomi; dan (4) penambahan permodalan simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). Kegiatan Simpan Pinjam untuk kelompok Perempuan (SPP) merupakan salah satu jenis kegiatan PNPM-MP yang pengelola dan anggotanya adalah kaum perempuan. Dalam hal ini perempuan dianggap memiliki peran sentral untuk menyukseskan program pembangunan di samping laki-laki, sehingga makna dari gender berupa konsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat perubahan keadaan sosial dan budaya masyarakat dapat teratasi. Dengan demikian di harapkan akan keikutsertaan kaum perempuan dalam pembangunan sehingga penyetaraan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sama, kecuali yang bersifat kodrat seperti 6 perbedaan organ biologis antara laki-laki dan perempuan. Kenyataan ini sangat serius ditanggapi pemerintah pusat melalui Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender (PUG) dalam pembangunan. Maksud dari PUG adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan monitoring atas kebijakan dan program pembangunan. Dengan PUG dalam pembangunan, perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang nantinya diharapkan transformasi dari keadaan tidak setara antara perempuan dan laki-laki dalam hak dan kondisi sosial menjadi setara bagi keduanya serta terpenuhinya kebutuhan praktis dan strategis gender. Dengan mengikuti kegiatan SPP diharapkan perempuan bisa berperan aktif dalam merumuskan seluruh tahapan kegiatan sehingga proporsi keterlibatan antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan program PNPM-MP bisa terwujud. Kegiatan SPP berada di lingkup daerah perdesaan, yang bertujuan memberikan kemudahan akses pendanaan usaha mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan dan mendorong penanggulangan RTM. Dalam pelaksanaannya kaum perempuan akan didampingi oleh Konsultan PNPM-MP (Fasilitator) selaku pendamping dalam hal memfasilitasi seluruh proses kegiatan, menjaga pelaksanaan program sesuai prosedur dan mendorong tindak lanjut penanganan masalah. Fasilitator dalam hal ini tidak berwenang mengambil atau menentukan keputusan, sehingga peran aktif dari perempuan selaku anggota SPP sangatlah 7 menentukan kesuksesan kegiatan. Peran aktif di sini berupa partisipasi perempuan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan sampai pada pertanggungjawaban akhir untuk persyaratan mendapatkan BLM di periode selanjutnya. 1.2 Permasalahan Penelitian Desa Koholimombono merupakan satu dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Wabula Kabupaten Buton. Desa ini berdiri tahun 2006 yang merupakan pemekaran dari desa induk Holimombo serta termasuk desa yang baru di Kecamatan Wabula. Sejak tahun 2009 kecamatan Wabula telah menerima bantuan PNPM-MP termasuk kegiatan SPP di dalamnya, demikian juga desa Koholimombono. Dalam pelaksanaan kegiatan SPP, desa Koholimombono terbilang selangkah lebih maju dari desa lainya di Kecamatan Wabula. Hal ini dapat diketahui dengan jumlah ketunggakan angsuran setiap akhir tahun paling sedikit dibandingkan dengan desa lain. Sementara di sisi lain tingkat pendidikan masyarakat khususnya kaum perempuan sebagai anggota SPP sangatlah rendah. Namun kenyataan ini tidak membuat mereka bersifat pasif dalam keikutsertaannya pada kegiatan SPP. Sampai saat ini belum ada kajian yang komprehensif tentang Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang tertuju pada satu desa seperti halnya di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula. Adapun jika ada kajian tentang SPP hanya sebatas evaluasi intern setiap akhir tahun yang dilakukan pengurus PNPM-MP termasuk pengurus SPP dan pelaksanaannya dalam lingkup kecamatan untuk pertanggungjawaban di tingkat Kabupaten dengan tujuan untuk mendapatkan 8 kelanjutan program di tahun berikutnya. Hal ini menarik dalam rangka memberikan masukan/input bagi pemerintah setempat untuk mewujudkan dan menyukseskan pelaksanaan program guna mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan dari proyek PNPM-MP itu sendiri. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan Program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Adapun pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana profil perempuan dalam pelaksanaan program SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton? 2. Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton? 3. Faktor-faktor internal dan eksternal mana saja yang berhubungan dengan tingkat partisipasi perempuan dalam pelaksanaan kegiatan SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton? 4. Bagaimana penyusunan arah kebijakan strategi peningkatan partisipasi Perempuan dalam pelaksanaan program SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini berdasarkan permasalahan penelitian di atas adalah sebagai berikut : 9 1. Mengidentifikasi profil perempuan dalam pelaksanaan program kegiatan SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula 2. Menganalisis tingkat partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program kegiatan SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton 3. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan tingkat partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program kegiatan SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton 4. Menyusun arah kebijakan strategi peningkatan partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program kegiatan SPP di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton? 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi pengembangan penelitian khususnya yang berkaitan dengan kegiatan program kesejahteraan perempuan; 2. Secara praktis atau secara aplikatif, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat : a. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Buton dalam rangka pengentasan atau penanggulangan kemiskinan melalui program kesejahteraan masyarakat khususnya kaum perempuan di tahun-tahun mendatang; b. Memberikan kontribusi praktis bagi para perumus atau pelaksana kebijakan proyek penanggulangan kemiskinan. 10 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian ini tentang partisipasi perempuan dalam program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) dengan tujuan untuk mengetahui profil perempuan dalam pelaksanaan program SPP, tingkat partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program SPP, faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi perempuan dan menyusun strategi peningkatan partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program SPP. Penelitian terdahulu tentang kegiatan SPP dan tingkat partisipasi perempuan dalam suatu program sudah pernah dilakukan di beberapa tempat dengan tujuan yang bermacam-macam. Untuk lebih jelasnya tentang penelitian terdahulu dapat dirinci pada table 1.1 berikut ini: 11 Tabel 1.1 : Penelitian Tentang Kegiatan SPP dan Partisipasi Perempuan Dalam Suatu Program No. 1. Nama Peneliti Sri Wahyuningsih (2004) Judul Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Prasarana Permukiman (Studi Kasus Pembangunan Sarana Air Bersih Melalui Program Pengembangan Kecamatan di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau) Metode Metode kualitatif pendekatan eksplanatory 2. T. Nazlah Khairati (2005) metode survai 3. Issantia Retno Sulistiawati (2010) Tingkat Partisipasi Perempuan dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Keberdayaan Ekonomi Perempuan Peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. metode survai 4. Cahyanti Novika Masril (2011) metode survai 5. Ripna Tri Cahyani (2011) Tingkat Partisipasi Perempuan terhadap Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program PNPMMP (Desa Dramaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) (Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di salah satu Desa di Kabupaten Banyumas) 6. Anzal Abu (2013) Partisipasi Perempuan dalam Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di Desa Koholimombono Kecamatan Wabula Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara metode survai (kualitatif dan kuantitatif) metode survai Hasil dan Kesimpulan Bentuk partisipasi Perempuan dalam pembangunan sarana air bersih adalah diwujudkan dalam bentuk tenaga maupun ide/gagasan. Proporsi terbesar dikontribusikan dalam bentuk tenaga karena keterbatasan dana perempuan untuk berkontribusi uang maupun material, serta masih adanya waktu luang untuk kontribusi tenaga. Program pengembangan masyarakat di desa Meskom yang telah dilaksanakan tidak berperspektif gender, sama sekali tidak secara spesifik ditujukan untuk mengembangkan potensi golongan perempuan di desa Meskom. Peserta program secara dominan adalah para laki-laki nelayan dalam posisi mereka sebagai kepala rumah tangga (sebagai suami), sehingga istri-istri mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam program. Tingkat partisipasi perempuan peserta program PNPM tergolong rendah. Hal ini dikarenakan adanya beban kerja ganda pada perempuan peserta program yang akhirnya mempengaruhi partisipasi dalam mengikuti program tersebut secara keseluruhan. Mereka lebih fokus dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari seperti membersihkan rumah dan mengurus anak. Namun, dikarenakan kebutuhan ekonomi yang mendesak sehingga mereka akhirnya mengikuti kegiatan program dana bergulir PNPM Mandiri untuk menambah penghasilan serta melakukan usaha guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Secara keseluruhan 89 persen anggota SPP di Desa Dramaga memiliki tingkat partisipasi yang tergolong rendah, kecuali di tahap pemanfaatan hasil, serta menunjukkan bahwa faktor kemampuan berpengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi anggota SPP Golongan wanita pada umur dewasa yang kebanyakan adalah pengurus menunjukkan tingkat partisipasi yang lebih tinggi. Sebagian besar pengurus tergolong pada usia dewasa dan termasuk usia produktif, ternyata lebih aktif dalam kegiatan SPP, serta sebagian besar Perempuan anggota SPP menilai bahwa pengaruh peran KPMD-P, TPK, Kepala Desa, dan BPD kurang maksimal dalam kegiatan SPP. Partisipasi Perempuan pada Kegiatan SPP di Desa Koholimobono masih tergolong rendah. Faktor internal yang berhubungan terhadap partisipasi berupa faktor usia, pendidikan, pendapatan, lama usaha dan jumlah pinjaman, sedangkan faktor eksternal yang berhubungan berupa peran aktif Kades, TPK, TPU, Tim Pemantau, KPMDP dan peran aktif seluruh Pelaku kegiatan SPP di tingkat desa.