Chapter II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah dan nama
asing, habitat (daerah tumbuhan), morfologi tumbuhan, kandungan kimia, dan
khasiat tumbuhan.
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika dari tumbuhan sirsak sebagai berikut: (Sunarjono, 2005)
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Polycarpiceae
Famili
: Annonaceae
Genus
: Annona
Spesies
: Annona muricata L.
2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing
2.1.2.1 Nama Daerah
Sirsak, nangka sebrang, nangka londo (Jawa), nangka walanda (Sunda),
nangka buris (Madura), durian betawi (Minangkabau), deureujan (Aceh), tarutung
olanda (Batak), jambu landa (Lampung), srikaya belanda (Sulawesi Selatan), naka
(Flores), naka walanda (Ternate), wakano (Nusa Laut), srikaya jawa (Bali) (Sri,
2012).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2 Nama Asing
Ai ata malai (Timor), Brazilian pawpaw, soursop, prickly custard apple,
soursapi (Inggris), guanabana, anona, catche, catoche, catuche, zapote agrio
(Spanyol), sauersack, stachelannone, anona, flashendaum, satchel anone,
stachlieger (Jerman), zuurzak (Belanda), corossol, corossolier, epineux (Perancis),
graviola, pinha azeda (Portugis), tapotapo urepe (Tahiti), sarifa, seremaia (Fiji)
(Sri, 2012).
2.1.3 Habitat (Daerah Tumbuh)
Sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan derajat keasaman
(pH) antara 5 - 7. Jadi, tanah yang sesuai adalah tanah yang agak asam sampai
agak alkalis. Ketinggian tempat antara 100 - 1000 m di atas permukaan laut lebih
cocok untuk tamanan sirsak. Pada daerah dengan ketinggian 1000 di atas
permukaan laut tanaman sirsak enggan tumbuh dan berbuah. Suhu udara yang
sesuai untuk tanaman sirsak adalah 22-32oC. Curah hujan yang dibutuhkan
tanaman sirsak antara 1500 - 3000 mm/tahun (Sunarjono, 2005).
2.1.4 Morfologi Tumbuhan
a. Daun
Daun berbentuk bulat telur terbalik, berwarna hijau muda sampai hijau tua,
ujung daun meruncing, pinggiran rata dan permukaan daun mengkilap (Radi,
1998).
b. Bunga
Bunga tunggal (flos simplex) dalam satu bunga terdapat banyak putik
sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. bagian bunga tersusun secara
hemicylis, yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran yang lain spiral atau terpencar.
Universitas Sumatera Utara
mahkota bunga berjumlah 6 sepalum yang terdiri atas 2 lingkaran, bentuknya
hampir segi tiga, tebal dan kaku, berwarna kuning keputih-putihan, dan setelah tua
mekar, kemudian lepas dari dasar bunganya. putik dan benang sari lebar dengan
banyak karpel (bakal buah). bunga keluar dari ketiak daun, cabang, ranting, atau
pohon. bunga umumnya sempurna, tetapi terkadang hanya bunga jantan dan
bunga betina saja dalam satu pohon. bunga melakukan penyerbukan silang, karena
umumnya tepung sari matang lebih dahulu sebelum putiknya (Radi, 1998).
c. Buah
Buah sejati berganda (agregat fruit) yakni buah yang berasal dari satu bunga
dengan banyak bakal buah tetapi membentuk satu buah. buah memiliki duri sisik
halus. apabila sudah tua daging buah berwarna putih, lembek, dan berserat dengan
banyak biji berwarna coklat kehitaman (Radi, 1998).
d. Biji
Berwarna coklat agak kehitaman dan keras, berujung tumpul, permukaan
halus mengkilat dengan ukuran panjang kira-kira 16,8 mm dan lebar 9,6 mm. jumlah
biji dalam satu buah bervariasi, berkisar antara 20 - 70 butir biji normal, sedangkan
yang tidak normal berwarna putih kecoklatan dan tidak berisi (Radi, 1998).
e. Pohon
Memiliki model Troll, ketinggian mencapai 8 - 10 meter, dan diameter batang
10 - 30 cm (Radi, 1998).
2.1.5 Kandungan Kimia
Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan kimia
lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins merupakan
senyawa yang memiliki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa
Universitas Sumatera Utara
yang dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel
kanker (Mardiana, 2011).
2.1.6 Khasiat Tumbuhan
Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan
kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk
pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam,
diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam urat,
gatal-gatal, bisul, flu, dan lain-lain (Mardiana, 2011).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen
POM, 2000).
Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari untuk ekstraksi
adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat
tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air
(Ditjen POM, 1986).
2.2.1. Metode-Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Cara dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat).
2. Cara panas
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Universitas Sumatera Utara
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40-50oC).
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
2.3 Sistem Imun
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh, baik manusia maupun
hewan, yang mempunyai kemampuan mengenal suatu benda asing terhadap tubuh
dan selanjutnya tubuh akan memberikan respon dalam bentuk netralisasi,
melenyapkan atau memasukkan dalam proses metabolisme dengan akibat dapat
menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan bagi jaringan tubuhnya
(Subowo,1993).
Semua makhluk hidup vertebrata mampu memberikan tanggapan dan
menolak benda-benda atau konfigurasi yang dianggap asing oleh tubuhnya.
Kemampuan ini disebabkan oleh sel-sel khusus yang mampu mengenali dan
membedakan konfigurasi asing (non-self) dari konfigurasi yang berasal dari
tubuhnya sendiri (self). Sel khusus tersebut adalah limfosit yang merupakan sel
imunokompeten dalam sistem imun. Konfigurasi asing tersebut dinamakan
Universitas Sumatera Utara
antigen atau imunogen, sedangkan proses serta fenomena yang menyertainya
dinamakan respon imun (Subowo, 1993).
Tahap awal mekanisme tubuh dalam mengenal molekul asing adalah tahap
pengenalan. Ada 2 sistem pertahanan tubuh yang berperan dalam hal ini, yaitu:
(Handojo, 2003).
1. Sistem pertahanan tubuh alamiah (innate immune system), yang dibawa
sejak lahir. Komplemen memegang peranan penting dalam mengenal jasad
mikroorganisme tertentu dan segera menghancurkannya.
2. Sistem pertahanan tubuh yang didapat (adaptive immune system), dalam hal
ini antibodi memegang peranan utama. Dalam mengenal molekul asing
yang masuk ke dalam tubuh reseptor dibentuk dengan cara menyatukan
beberapa segmen dari gen sehingga terbentuk suatu reseptor yang spesifik
untuk molekul tertentu.
Bila sistem imun bekerja pada zat yang diangap asing, maka ada dua jenis
respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon
imun spesifik (Kresno, 2001).
2.3.1 Imunomodulator
Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meregulasi sistem
imun dengan tujuan menormalkan atau membantu mengoptimalkan sistem imun.
Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling
berpengaruh. Imunomodulator dapat dibagi menjadi 2, yaitu imunostimulator dan
imunosupresor.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.1 Imunostimulator
`Imunostimulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan respon imun.
Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun dengan berbagai cara seperti
meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, NK-cells dan makrofag serta
melepaskan interferon dan interleukin (Tan dan Rahardja, 2007).
2.3.1.2 Imunosupresor
Imunosupresor adalah senyawa yang dapat menurunkan respon imun.
Imunosupresor mampu menghambat traskripsi dari sitokin dan memusnahkan sel
T. Imunosupresor dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu agen alkilasi, tiopurin,
antimetabolit, produk fungi misalnya siklosporin, dan golongan kortikosteroid
(Tan dan Rahardja, 2007).
2.4 Darah
Darah adalah jaringan pengikat dengan sel-selnya terendam dalam cairan
matriks yang terdiri dari senyawa organic dan anorganik (Girindra, 1988). Darah
membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rata-rata 5 liter
pada wanita dan 5,5 liter pada pria (Sherwood, 2001). Darah terdiri atas sel dan
cairan yang mengalir satu arah secara teratur di dalam sitem sirkulasi tertutup.
Darah terutama terdorong ke depan oleh kontraksi ritmik jantung dan terdiri atas 2
bagian: unsur berbentuk, atau sel-sel darah, dan plasma, yaitu cairan tempat unsur
berbentuk berada. Unsur berbentuk meliputi eritrosit (sel darah merah), platelet
(trombosit), dan leukosit (sel darah putih) (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Darah merupakan cairan tubuh yang sangat mudah diperoleh tanpa
menyakiti hewan yang bersangkutan dibandingkan dengan cairan tubuh lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Suatu contoh darah akan memberikan gambaran tentang keadaan darah pada
waktu diperoleh, sedangkan jika diambil berkali-kali dalam waktu tertentu akan
memperlihatkan gambaran yang dinamis dari perubahan faal atau perubahan
patologis yang dialami selama penelitian berlangsung (Girindra, 1988).
Secara umum, jumlah maksimum darah yang aman diambil adalah 1% dari
berat tubuh hewan (Meredith dan Crossley, 2002). Darah yang akan digunakan
untuk hematologi, dikumpulkan pada tabung yang mengandung antikoagulan,
seperti ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) atau heparin (Campbell, 2004).
2.4.1 Leukosit (Sel darah putih)
Leukosit merupakan unit mobil/ aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem
pertahanan tubuh ini dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit dan mososit,
dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di dalam jaringan limfe (eritrosit dan sel-sel
plasma), tetapi setelah dibentuk sel-sel ini akan diangkut di dalam darah menuju
ke berbagai macam bagian tubuh untuk dipergunakan. Manfaat sel-sel lekosit ini
adalah kebanyakan sel-sel ini secara khusus dibawa atau diangkut menuju daerahdaerah yang mengalami peradangan yang berat, jadi sel-sel ini menyediakan
pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen infeksi yang mungkin ada (Guyton
dan Hall, 1996).
Pada keadaan normal terdapat 4.000 - 11.000 sel lekosit per mikro liter
darah manusia. Dari jumlah itu, jenis terbanyak adalah granulosit (lekosit
polimorfonuklear,
pmn).
Sebagian
besar
sel
tersebut
mengandung
granulanetrofilik), sebagian kecil mengandung granula yang dapat diwarnai
dengan zat warna asam (eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula
basofilik (basofil). Dua jenis sel lain yang lazim ditemukan dalam darah tepi
Universitas Sumatera Utara
adalah limfosit, yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, serta
monosit, yang mengandung banyak granula sitoplasma tidak bergranula dan
mempunyai inti berbentuk menyerupai ginjal. Kerja sama sel-sel tersebut
menyebabkan tubuh memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap berbagai
tumor dan infeksi virus, bakteri serta parasit (Ganong, 1999). Walaupun ada
beberapa tipe dari lekosit dan berbeda bentuknya secara morfologis semua bagian
berfungsi bersama yaitu membantu mempertahankan tubuh melawan masuknya
mikroba asing (Kapit, dkk., 1987).
Sel-sel darah yang terlibat dalam respon imun diturunkan dari pluripoten
hematopoitik stem cell (Sigal dan Ron, 1994 dalam Damayanti, 1999). Stem cell
tersebut kemudian berdeferensiasi menjadi dua jalur yang berlainan, yaitu:
mieloid dan limfoid. Mieloid terdiri dari granulosit polimorfonuklear (basofil/
mass cell, netrofil, eosinofil), monosit/ makrofag dan megakariosit/platelet,
sedangkan limfoid terdiri dari limfosit T, limfosit B, dan sel NK (Norin, 1989).
Limfosit, netrofil, eosinofil, basofil dan monosit merupakan unit yang aktif pada
sistem
imunitas,
sehingga
diberi
nama
sel
imunokompeten.
Sel-sel
imunokompeten tersebut dapat digunakan sebagai indikator kualitas ketahanan/
kekebalan tubuh. Indikator kekebalan tubuh yang innate akan diwakili oleh
basofil, eosinofil , netrofil, dan monosit, sedangkan indikator kekebalan tubuh
yang adaptive diwakili oleh limfosit (Kuby, 1994). Kebanyakan dari sel-sel ini di
dalam aliran darah bersifat non fungsional dan bilamana secara khusus diangkut
menuju ke jaringan yang mengalami peradangan (Ganong, 1999).
Universitas Sumatera Utara
a. Granulosit polimorfonuklear
Semua sel granulosit memiliki granula sitoplasmik yang mengandung
substansi biologik aktif, yang berperan dalam reaksi peradangan dan alergi
(Ganong, 1999). Polimorfonuklear (PMN) granulosit berdasarkan pengecatan
granula dalam Sitioplasmanya, dibedakan dalam tiga macam sel, yaitu netrofil,
basofil dan eosinofil. PMN didalam sirkulasi darah berjumlah 60-70%, sedangkan
sisanya mengalami\ ekstravasasi. PMN mempunyai umur singkat, kira-kira hanya
2 sampai 3 hari. Sel-sel ini berperan penting dalam reaksi inflamasi. Sel-sel ini
(terutama netrofil) akan memfagositosis dan merusak organisma yang diselubungi
antibodi dan komplemen. Eosinofil, basofil, dan sel mast dapat melepaskan enzim
ke ekstraseluler melalui fusi dari granula intraseluler spesifik di plasma membran,
melalui proses eksositosis (Norin, 1989).
b. Eosinofil
Jumlah eosinofil kira-kira 2-5% dari sel darah putih pada keadaan normal.
Eosinofil dibedakan dari sel yang lain karena mempunyai granula berwarna merah
jingga yang berisi protein basa dan enzim perusak. Seperti halnya netrofil,
eosinofil juga dapat melakukan fagositas dan membunuh mikroorganisma. Kalau
mendapat rangsangan yang sesuai, eosinofil menjadi aktif dan terjadilah
degranulasi. Akibatnya adalah dilepaskannya berbagai enzim yang dapat
menghancurkan berbagai mediator yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit
(Kresno, 1998).
Eosinofil sangat aktif dalam pertahanan infeksi parasit dan memainkan
peranan kecil dalam asma (Mackinon, 1992). Sedangkan menurut Peakman dan
Vergoni (1997), peran utama eosinofil pada pertahanan host adalah proteksi
Universitas Sumatera Utara
melawan parasit multi seluler seperti cacing (helmints) yang dihasilkan oleh
pelepasan toksin protein kation.
c. Neutrofil
Neutrofil merupakan sel darah putih yang memiliki granul-granul pada
sitoplasmanya. Granul sitoplama neutrofil dapat bereaksi dengan zat warna asam
maupun basa. Secara mikroskopis, neutrofil merupakan sel darah putih yang
memiliki banyak inti (Kresno, 1998). Neutrofil merupakan sel yang bergerak aktif
dan dalam waktu singkat dapat berkumpul di tempat yang diperlukan. Proses
pergerakan sel sebagai respons terhadap rangsangan spesifik disebut kemotaksis
(Guyton dan Hall, 2007; Colville dan Bassert, 2002). Bahan-bahan yang dapat
merangsang neutrofil adalah racun yang dikeluarkan oleh bakteri, produk
degenerative dari jaringan yang meradang, beberapa produk reaksi “kompleks
komplemen” yang diaktifkan dalam jaringan yang meradang dan beberapa reaksi
yang disebabkan oleh pembekuan plasma dalam area yang meradang (Guyton dan
Hall, 2007).
Jumlah neutrofil di dalam tubuh yaitu 62% dari jumlah keseluruhan
leukosit (pada orang dewasa jumlah leukosit sekitar 7000 per mikroliter darah).
Apabila jumlah neutrofil dalam darah lebih banyak dibandingkan dengan keadaan
normal, dikatakan bahwa mengalami neutrofilia, sedangkan apabila jumlahnya
lebih sedikit daripada keaadan normal, dikatakan bahwa mengalami neutropenia
(Guyton dan Hall, 2007).
d. Basofil
Basofil dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak
tepat di sisi luar kapiler dalam tubuh (Kresno, 1988). Basofil dan sel mast
Universitas Sumatera Utara
memiliki granul yang serupa, tetapi inti sel basofil mengalami segmentasi,
sedangkan inti sel mast berbentuk bulat atau oval (Vanteenhouse, 2006). Jumlah
basofil dalam sirkulasi hanya sedikit, sekitar 0,4% dari jumlah leukosit (Kresno,
1988; Vansteenhouse, 2006). Sel basofil mengandung granul kasar yang bewarna
biru bila diwarnai dengan zat warna basa dan bewarna terang bila diwarnai
dengan zat warna metakromatik. Sel yang mirip basofil sangat banyak dijumpai
dalam jaringan kulit, mukosa saluran nafas dan jaringan ikat. Sel-sel ini disebut
mastisit yang mengandung histamin dalam granulnya dan bertanggung jawab
terhadap terjadinya reaksi alergi atau hipersensitivitas. Basofil dalam sirkulasi dan
basofil dalam jaringan mempunyai fungsi dan sifat biokimia yang serupa (Kresno,
1988).
e. Monosit
monosit dalam darah pada keadaan normal hanya berada dalam jumlah
terbatas. Secara umum, monosit merupakan jenis leukosit berukuran terbesar
dalam darah (Campbell, 2004). Jumlah monosit hanya sekitar 5% dari jumlah
total leukosit. Monosit berukuran besar dan memiliki nucleus tunggal serta
memiliki granular sitoplasma yang sedikit (Kresno, 1988). Monosit biasnya
berukuran lebih besar dari limfosit dan neutrofil (Vansteenhouse, 2006). Monosit
berasal dari sel induk yang sama dengan granulosit. Sel ini mengalami maturasi di
dalam sumsum tulang, berada dalam sirkulasi sebentar kemudian masuk ke dalam
jaringan dan menjadi magrofag (Kresno, 1988; Vansteenhouse, 2006). Monosit
yang telah tumbuh menjadi magrofag mampu bergerak, melakukan fagositosis,
mensekresi enzim, mengenal partikel dan melakukan interaksi yang kompleks
dengan imunogen dan komponen seluler maupun humoral sistem imun (Kresno,
Universitas Sumatera Utara
1988). Menurut Campbell (2004), monosit memiliki kemampuan untuk menelan
dan mendegradasi mikroorganisme dan sel-sel abnormal. Monosit juga berperan
dalam regulasi respon imun dan mielopoiesis. Proses fagositosis monosit bekerja
sam dengan neutrofil di jaringan untuk mengeliminasi agen infeksi (Guyton dan
Hall, 2007).
f. Limfosit
limfosit tersebar dalam nodul limfe, dapat juga dijumpai dalam jaringan
limfoid, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus gastrointestinal dan sumsum
tulang (Guyton dan Hall, 2007). Jumlah limfosit sekitar 30% dari jumlah total sel
darah putih. Pada umumnya peningkatan jumlah limfosit didahului dengan
kejadian peningkatan jumlah neutrofil. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada
keadaan stress dan infeksi kronis. Penurunan jumlah limfosit berhubungan dengan
infeksi virus dan pemberian obat imunosupresan (Meyer, dkk., 1992).
Menurut Raskin (2000), peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) dapat
terjadi karena induksi epinefrin, penyakit infeksius dan neoplasia, sedangkan
penurunan
jumlah
limfosit
(limfopenia)
dapat
terjadi
karena
induksi
kortikosteroid, penyakit infeksius, kerusakan pada sistem limfatik, kongenital dan
mastositosis (mastositemia).
Limfosit mempunyai inti yang bulat atau inti yang agak berlekuk dengan
tanpa kondensasi kromatin yang berubah-ubah atau tetap. Sitoplasma limfosit
membentuk lingkaran yang sempit dan berwarna sangat biru. Limfosit beredar
secara ekstensif sehingga mengakibatkan pertukaran secara terus menerus antara
limfosit yang ada di dalam jaringan, cairan limfe dan sirkulasi darah (Kresno,
1988). Aktivitas imunologik umumnya terjadi di luar sirkulasi darah. Namun
Universitas Sumatera Utara
demikian, respons imunologik kadang-kadang menyebabkan perubahan yang khas
pada limfosit yang beredar dalam sirkulasi darah. Limfosit berfungsi dalam
pembentukan antibody (Coles, 1986).
2.5 Prednison
Prednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral,
tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal, atau
melalui rektal. Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 – 80 mg per hari,
bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien
terhadap terapi. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis
protein. Molekul hormone memasuki sel melewati membran plasma secara difusi
pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang
spesifik dalanm sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor- steroid.
Komplek ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan
berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis
protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek
fisiologik steroid (Suherman, 2007).
Kortikosteroid
dibedakan
menjadi
dua
golongan
besar
yaitu
glukokortikoid dan mineralkortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada
penyimpanan glikogen hepar dan efek anti inflamasi, sedangkan pengaruhnya
pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Sebaliknya golongan mineralkortikoid
efek utamanya adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan
pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Umumnya golongan
Universitas Sumatera Utara
mineralkortikoid tidak mempunyai khasiat anti inflamasi yang berarti, kecuali 9 αfluorokortisol (Suherman, 2007).
Struktur prednison dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur Prednison
Nama kimia
: 17,21-Dihidroksipregna-1,4-diena-3,11,20-trion
Sinonim
: Prednisonum, Deltasone, Liquid Pred, Orasone, Adasone,
Rumus molekul
: C21H26O5
Berat molekul
: 358,43 gr/mol
Pemerian
: Serbuk hablur putih atau praktis putih, tidak berbau, melebur
pada suhu 230oC disertai peruraian.
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%, lakukan pengeringan pada 105oC
selama 3 jam.
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam
kloroform dalam dioksan dan dalam metanol. Toleransi
dalam 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q)
C21H26O5 dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM,
1995).
Universitas Sumatera Utara
Download