BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah dan nama asing, habitat (daerah tumbuhan), morfologi tumbuhan, kandungan kimia, dan khasiat tumbuhan. 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Sistematika dari tumbuhan sirsak sebagai berikut: (Sunarjono, 2005) Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polycarpiceae Famili : Annonaceae Genus : Annona Spesies : Annona muricata L. 2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing 2.1.2.1 Nama Daerah Sirsak, nangka sebrang, nangka londo (Jawa), nangka walanda (Sunda), nangka buris (Madura), durian betawi (Minangkabau), deureujan (Aceh), tarutung olanda (Batak), jambu landa (Lampung), srikaya belanda (Sulawesi Selatan), naka (Flores), naka walanda (Ternate), wakano (Nusa Laut), srikaya jawa (Bali) (Sri, 2012). Universitas Sumatera Utara 2.1.2.2 Nama Asing Ai ata malai (Timor), Brazilian pawpaw, soursop, prickly custard apple, soursapi (Inggris), guanabana, anona, catche, catoche, catuche, zapote agrio (Spanyol), sauersack, stachelannone, anona, flashendaum, satchel anone, stachlieger (Jerman), zuurzak (Belanda), corossol, corossolier, epineux (Perancis), graviola, pinha azeda (Portugis), tapotapo urepe (Tahiti), sarifa, seremaia (Fiji) (Sri, 2012). 2.1.3 Habitat (Daerah Tumbuh) Sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan derajat keasaman (pH) antara 5 - 7. Jadi, tanah yang sesuai adalah tanah yang agak asam sampai agak alkalis. Ketinggian tempat antara 100 - 1000 m di atas permukaan laut lebih cocok untuk tamanan sirsak. Pada daerah dengan ketinggian 1000 di atas permukaan laut tanaman sirsak enggan tumbuh dan berbuah. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman sirsak adalah 22-32oC. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman sirsak antara 1500 - 3000 mm/tahun (Sunarjono, 2005). 2.1.4 Morfologi Tumbuhan a. Daun Daun berbentuk bulat telur terbalik, berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung daun meruncing, pinggiran rata dan permukaan daun mengkilap (Radi, 1998). b. Bunga Bunga tunggal (flos simplex) dalam satu bunga terdapat banyak putik sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. bagian bunga tersusun secara hemicylis, yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran yang lain spiral atau terpencar. Universitas Sumatera Utara mahkota bunga berjumlah 6 sepalum yang terdiri atas 2 lingkaran, bentuknya hampir segi tiga, tebal dan kaku, berwarna kuning keputih-putihan, dan setelah tua mekar, kemudian lepas dari dasar bunganya. putik dan benang sari lebar dengan banyak karpel (bakal buah). bunga keluar dari ketiak daun, cabang, ranting, atau pohon. bunga umumnya sempurna, tetapi terkadang hanya bunga jantan dan bunga betina saja dalam satu pohon. bunga melakukan penyerbukan silang, karena umumnya tepung sari matang lebih dahulu sebelum putiknya (Radi, 1998). c. Buah Buah sejati berganda (agregat fruit) yakni buah yang berasal dari satu bunga dengan banyak bakal buah tetapi membentuk satu buah. buah memiliki duri sisik halus. apabila sudah tua daging buah berwarna putih, lembek, dan berserat dengan banyak biji berwarna coklat kehitaman (Radi, 1998). d. Biji Berwarna coklat agak kehitaman dan keras, berujung tumpul, permukaan halus mengkilat dengan ukuran panjang kira-kira 16,8 mm dan lebar 9,6 mm. jumlah biji dalam satu buah bervariasi, berkisar antara 20 - 70 butir biji normal, sedangkan yang tidak normal berwarna putih kecoklatan dan tidak berisi (Radi, 1998). e. Pohon Memiliki model Troll, ketinggian mencapai 8 - 10 meter, dan diameter batang 10 - 30 cm (Radi, 1998). 2.1.5 Kandungan Kimia Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan kimia lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins merupakan senyawa yang memiliki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa Universitas Sumatera Utara yang dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker (Mardiana, 2011). 2.1.6 Khasiat Tumbuhan Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam, diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam urat, gatal-gatal, bisul, flu, dan lain-lain (Mardiana, 2011). 2.2 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995). Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari untuk ekstraksi adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air (Ditjen POM, 1986). 2.2.1. Metode-Metode Ekstraksi Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Cara dingin Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari: a. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). 2. Cara panas Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari: a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. b. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Universitas Sumatera Utara c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40-50oC). d. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit). e. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000). 2.3 Sistem Imun Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh, baik manusia maupun hewan, yang mempunyai kemampuan mengenal suatu benda asing terhadap tubuh dan selanjutnya tubuh akan memberikan respon dalam bentuk netralisasi, melenyapkan atau memasukkan dalam proses metabolisme dengan akibat dapat menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan bagi jaringan tubuhnya (Subowo,1993). Semua makhluk hidup vertebrata mampu memberikan tanggapan dan menolak benda-benda atau konfigurasi yang dianggap asing oleh tubuhnya. Kemampuan ini disebabkan oleh sel-sel khusus yang mampu mengenali dan membedakan konfigurasi asing (non-self) dari konfigurasi yang berasal dari tubuhnya sendiri (self). Sel khusus tersebut adalah limfosit yang merupakan sel imunokompeten dalam sistem imun. Konfigurasi asing tersebut dinamakan Universitas Sumatera Utara antigen atau imunogen, sedangkan proses serta fenomena yang menyertainya dinamakan respon imun (Subowo, 1993). Tahap awal mekanisme tubuh dalam mengenal molekul asing adalah tahap pengenalan. Ada 2 sistem pertahanan tubuh yang berperan dalam hal ini, yaitu: (Handojo, 2003). 1. Sistem pertahanan tubuh alamiah (innate immune system), yang dibawa sejak lahir. Komplemen memegang peranan penting dalam mengenal jasad mikroorganisme tertentu dan segera menghancurkannya. 2. Sistem pertahanan tubuh yang didapat (adaptive immune system), dalam hal ini antibodi memegang peranan utama. Dalam mengenal molekul asing yang masuk ke dalam tubuh reseptor dibentuk dengan cara menyatukan beberapa segmen dari gen sehingga terbentuk suatu reseptor yang spesifik untuk molekul tertentu. Bila sistem imun bekerja pada zat yang diangap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik (Kresno, 2001). 2.3.1 Imunomodulator Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meregulasi sistem imun dengan tujuan menormalkan atau membantu mengoptimalkan sistem imun. Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Imunomodulator dapat dibagi menjadi 2, yaitu imunostimulator dan imunosupresor. Universitas Sumatera Utara 2.3.1.1 Imunostimulator `Imunostimulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan respon imun. Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun dengan berbagai cara seperti meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, NK-cells dan makrofag serta melepaskan interferon dan interleukin (Tan dan Rahardja, 2007). 2.3.1.2 Imunosupresor Imunosupresor adalah senyawa yang dapat menurunkan respon imun. Imunosupresor mampu menghambat traskripsi dari sitokin dan memusnahkan sel T. Imunosupresor dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu agen alkilasi, tiopurin, antimetabolit, produk fungi misalnya siklosporin, dan golongan kortikosteroid (Tan dan Rahardja, 2007). 2.4 Darah Darah adalah jaringan pengikat dengan sel-selnya terendam dalam cairan matriks yang terdiri dari senyawa organic dan anorganik (Girindra, 1988). Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rata-rata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria (Sherwood, 2001). Darah terdiri atas sel dan cairan yang mengalir satu arah secara teratur di dalam sitem sirkulasi tertutup. Darah terutama terdorong ke depan oleh kontraksi ritmik jantung dan terdiri atas 2 bagian: unsur berbentuk, atau sel-sel darah, dan plasma, yaitu cairan tempat unsur berbentuk berada. Unsur berbentuk meliputi eritrosit (sel darah merah), platelet (trombosit), dan leukosit (sel darah putih) (Junqueira dan Carneiro, 2007). Darah merupakan cairan tubuh yang sangat mudah diperoleh tanpa menyakiti hewan yang bersangkutan dibandingkan dengan cairan tubuh lainnya. Universitas Sumatera Utara Suatu contoh darah akan memberikan gambaran tentang keadaan darah pada waktu diperoleh, sedangkan jika diambil berkali-kali dalam waktu tertentu akan memperlihatkan gambaran yang dinamis dari perubahan faal atau perubahan patologis yang dialami selama penelitian berlangsung (Girindra, 1988). Secara umum, jumlah maksimum darah yang aman diambil adalah 1% dari berat tubuh hewan (Meredith dan Crossley, 2002). Darah yang akan digunakan untuk hematologi, dikumpulkan pada tabung yang mengandung antikoagulan, seperti ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) atau heparin (Campbell, 2004). 2.4.1 Leukosit (Sel darah putih) Leukosit merupakan unit mobil/ aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan tubuh ini dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit dan mososit, dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di dalam jaringan limfe (eritrosit dan sel-sel plasma), tetapi setelah dibentuk sel-sel ini akan diangkut di dalam darah menuju ke berbagai macam bagian tubuh untuk dipergunakan. Manfaat sel-sel lekosit ini adalah kebanyakan sel-sel ini secara khusus dibawa atau diangkut menuju daerahdaerah yang mengalami peradangan yang berat, jadi sel-sel ini menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen infeksi yang mungkin ada (Guyton dan Hall, 1996). Pada keadaan normal terdapat 4.000 - 11.000 sel lekosit per mikro liter darah manusia. Dari jumlah itu, jenis terbanyak adalah granulosit (lekosit polimorfonuklear, pmn). Sebagian besar sel tersebut mengandung granulanetrofilik), sebagian kecil mengandung granula yang dapat diwarnai dengan zat warna asam (eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula basofilik (basofil). Dua jenis sel lain yang lazim ditemukan dalam darah tepi Universitas Sumatera Utara adalah limfosit, yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, serta monosit, yang mengandung banyak granula sitoplasma tidak bergranula dan mempunyai inti berbentuk menyerupai ginjal. Kerja sama sel-sel tersebut menyebabkan tubuh memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap berbagai tumor dan infeksi virus, bakteri serta parasit (Ganong, 1999). Walaupun ada beberapa tipe dari lekosit dan berbeda bentuknya secara morfologis semua bagian berfungsi bersama yaitu membantu mempertahankan tubuh melawan masuknya mikroba asing (Kapit, dkk., 1987). Sel-sel darah yang terlibat dalam respon imun diturunkan dari pluripoten hematopoitik stem cell (Sigal dan Ron, 1994 dalam Damayanti, 1999). Stem cell tersebut kemudian berdeferensiasi menjadi dua jalur yang berlainan, yaitu: mieloid dan limfoid. Mieloid terdiri dari granulosit polimorfonuklear (basofil/ mass cell, netrofil, eosinofil), monosit/ makrofag dan megakariosit/platelet, sedangkan limfoid terdiri dari limfosit T, limfosit B, dan sel NK (Norin, 1989). Limfosit, netrofil, eosinofil, basofil dan monosit merupakan unit yang aktif pada sistem imunitas, sehingga diberi nama sel imunokompeten. Sel-sel imunokompeten tersebut dapat digunakan sebagai indikator kualitas ketahanan/ kekebalan tubuh. Indikator kekebalan tubuh yang innate akan diwakili oleh basofil, eosinofil , netrofil, dan monosit, sedangkan indikator kekebalan tubuh yang adaptive diwakili oleh limfosit (Kuby, 1994). Kebanyakan dari sel-sel ini di dalam aliran darah bersifat non fungsional dan bilamana secara khusus diangkut menuju ke jaringan yang mengalami peradangan (Ganong, 1999). Universitas Sumatera Utara a. Granulosit polimorfonuklear Semua sel granulosit memiliki granula sitoplasmik yang mengandung substansi biologik aktif, yang berperan dalam reaksi peradangan dan alergi (Ganong, 1999). Polimorfonuklear (PMN) granulosit berdasarkan pengecatan granula dalam Sitioplasmanya, dibedakan dalam tiga macam sel, yaitu netrofil, basofil dan eosinofil. PMN didalam sirkulasi darah berjumlah 60-70%, sedangkan sisanya mengalami\ ekstravasasi. PMN mempunyai umur singkat, kira-kira hanya 2 sampai 3 hari. Sel-sel ini berperan penting dalam reaksi inflamasi. Sel-sel ini (terutama netrofil) akan memfagositosis dan merusak organisma yang diselubungi antibodi dan komplemen. Eosinofil, basofil, dan sel mast dapat melepaskan enzim ke ekstraseluler melalui fusi dari granula intraseluler spesifik di plasma membran, melalui proses eksositosis (Norin, 1989). b. Eosinofil Jumlah eosinofil kira-kira 2-5% dari sel darah putih pada keadaan normal. Eosinofil dibedakan dari sel yang lain karena mempunyai granula berwarna merah jingga yang berisi protein basa dan enzim perusak. Seperti halnya netrofil, eosinofil juga dapat melakukan fagositas dan membunuh mikroorganisma. Kalau mendapat rangsangan yang sesuai, eosinofil menjadi aktif dan terjadilah degranulasi. Akibatnya adalah dilepaskannya berbagai enzim yang dapat menghancurkan berbagai mediator yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit (Kresno, 1998). Eosinofil sangat aktif dalam pertahanan infeksi parasit dan memainkan peranan kecil dalam asma (Mackinon, 1992). Sedangkan menurut Peakman dan Vergoni (1997), peran utama eosinofil pada pertahanan host adalah proteksi Universitas Sumatera Utara melawan parasit multi seluler seperti cacing (helmints) yang dihasilkan oleh pelepasan toksin protein kation. c. Neutrofil Neutrofil merupakan sel darah putih yang memiliki granul-granul pada sitoplasmanya. Granul sitoplama neutrofil dapat bereaksi dengan zat warna asam maupun basa. Secara mikroskopis, neutrofil merupakan sel darah putih yang memiliki banyak inti (Kresno, 1998). Neutrofil merupakan sel yang bergerak aktif dan dalam waktu singkat dapat berkumpul di tempat yang diperlukan. Proses pergerakan sel sebagai respons terhadap rangsangan spesifik disebut kemotaksis (Guyton dan Hall, 2007; Colville dan Bassert, 2002). Bahan-bahan yang dapat merangsang neutrofil adalah racun yang dikeluarkan oleh bakteri, produk degenerative dari jaringan yang meradang, beberapa produk reaksi “kompleks komplemen” yang diaktifkan dalam jaringan yang meradang dan beberapa reaksi yang disebabkan oleh pembekuan plasma dalam area yang meradang (Guyton dan Hall, 2007). Jumlah neutrofil di dalam tubuh yaitu 62% dari jumlah keseluruhan leukosit (pada orang dewasa jumlah leukosit sekitar 7000 per mikroliter darah). Apabila jumlah neutrofil dalam darah lebih banyak dibandingkan dengan keadaan normal, dikatakan bahwa mengalami neutrofilia, sedangkan apabila jumlahnya lebih sedikit daripada keaadan normal, dikatakan bahwa mengalami neutropenia (Guyton dan Hall, 2007). d. Basofil Basofil dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak tepat di sisi luar kapiler dalam tubuh (Kresno, 1988). Basofil dan sel mast Universitas Sumatera Utara memiliki granul yang serupa, tetapi inti sel basofil mengalami segmentasi, sedangkan inti sel mast berbentuk bulat atau oval (Vanteenhouse, 2006). Jumlah basofil dalam sirkulasi hanya sedikit, sekitar 0,4% dari jumlah leukosit (Kresno, 1988; Vansteenhouse, 2006). Sel basofil mengandung granul kasar yang bewarna biru bila diwarnai dengan zat warna basa dan bewarna terang bila diwarnai dengan zat warna metakromatik. Sel yang mirip basofil sangat banyak dijumpai dalam jaringan kulit, mukosa saluran nafas dan jaringan ikat. Sel-sel ini disebut mastisit yang mengandung histamin dalam granulnya dan bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi alergi atau hipersensitivitas. Basofil dalam sirkulasi dan basofil dalam jaringan mempunyai fungsi dan sifat biokimia yang serupa (Kresno, 1988). e. Monosit monosit dalam darah pada keadaan normal hanya berada dalam jumlah terbatas. Secara umum, monosit merupakan jenis leukosit berukuran terbesar dalam darah (Campbell, 2004). Jumlah monosit hanya sekitar 5% dari jumlah total leukosit. Monosit berukuran besar dan memiliki nucleus tunggal serta memiliki granular sitoplasma yang sedikit (Kresno, 1988). Monosit biasnya berukuran lebih besar dari limfosit dan neutrofil (Vansteenhouse, 2006). Monosit berasal dari sel induk yang sama dengan granulosit. Sel ini mengalami maturasi di dalam sumsum tulang, berada dalam sirkulasi sebentar kemudian masuk ke dalam jaringan dan menjadi magrofag (Kresno, 1988; Vansteenhouse, 2006). Monosit yang telah tumbuh menjadi magrofag mampu bergerak, melakukan fagositosis, mensekresi enzim, mengenal partikel dan melakukan interaksi yang kompleks dengan imunogen dan komponen seluler maupun humoral sistem imun (Kresno, Universitas Sumatera Utara 1988). Menurut Campbell (2004), monosit memiliki kemampuan untuk menelan dan mendegradasi mikroorganisme dan sel-sel abnormal. Monosit juga berperan dalam regulasi respon imun dan mielopoiesis. Proses fagositosis monosit bekerja sam dengan neutrofil di jaringan untuk mengeliminasi agen infeksi (Guyton dan Hall, 2007). f. Limfosit limfosit tersebar dalam nodul limfe, dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus gastrointestinal dan sumsum tulang (Guyton dan Hall, 2007). Jumlah limfosit sekitar 30% dari jumlah total sel darah putih. Pada umumnya peningkatan jumlah limfosit didahului dengan kejadian peningkatan jumlah neutrofil. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada keadaan stress dan infeksi kronis. Penurunan jumlah limfosit berhubungan dengan infeksi virus dan pemberian obat imunosupresan (Meyer, dkk., 1992). Menurut Raskin (2000), peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) dapat terjadi karena induksi epinefrin, penyakit infeksius dan neoplasia, sedangkan penurunan jumlah limfosit (limfopenia) dapat terjadi karena induksi kortikosteroid, penyakit infeksius, kerusakan pada sistem limfatik, kongenital dan mastositosis (mastositemia). Limfosit mempunyai inti yang bulat atau inti yang agak berlekuk dengan tanpa kondensasi kromatin yang berubah-ubah atau tetap. Sitoplasma limfosit membentuk lingkaran yang sempit dan berwarna sangat biru. Limfosit beredar secara ekstensif sehingga mengakibatkan pertukaran secara terus menerus antara limfosit yang ada di dalam jaringan, cairan limfe dan sirkulasi darah (Kresno, 1988). Aktivitas imunologik umumnya terjadi di luar sirkulasi darah. Namun Universitas Sumatera Utara demikian, respons imunologik kadang-kadang menyebabkan perubahan yang khas pada limfosit yang beredar dalam sirkulasi darah. Limfosit berfungsi dalam pembentukan antibody (Coles, 1986). 2.5 Prednison Prednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral, tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal, atau melalui rektal. Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 – 80 mg per hari, bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien terhadap terapi. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormone memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalanm sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor- steroid. Komplek ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid (Suherman, 2007). Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralkortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Sebaliknya golongan mineralkortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Umumnya golongan Universitas Sumatera Utara mineralkortikoid tidak mempunyai khasiat anti inflamasi yang berarti, kecuali 9 αfluorokortisol (Suherman, 2007). Struktur prednison dapat dilihat pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Struktur Prednison Nama kimia : 17,21-Dihidroksipregna-1,4-diena-3,11,20-trion Sinonim : Prednisonum, Deltasone, Liquid Pred, Orasone, Adasone, Rumus molekul : C21H26O5 Berat molekul : 358,43 gr/mol Pemerian : Serbuk hablur putih atau praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu 230oC disertai peruraian. Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%, lakukan pengeringan pada 105oC selama 3 jam. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dalam dioksan dan dalam metanol. Toleransi dalam 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C21H26O5 dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995). Universitas Sumatera Utara