analisis efektivitas penetapan suku bunga sertifikat

advertisement
ANALISIS EFEKTIVITAS PENETAPAN SUKU BUNGA
SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP
PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL
OLEH
ISMAIL HADIKUSUMAH
H14102125
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN
ISMAIL HADIKUSUMAH. Analisis efektifitas penetapan suku bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) terhadat penyaluran kredit serta implikasinya terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).
Pada awal tahun 1990 pembangunan ekonomi Indonesia telah dinilai
sukses oleh pengamat ekonomi, baik pengamat dari dalam negeri maupun
pengamat dari luar negeri. Keberhasilan itu paling tidak dilihat dari sudut pandang
makro, yaitu dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan transformasi struktur
ekonomi. Melalui indikator pertumbuhan ekonomi, Indonesia termasuk dalam
salah satu high perfomance Asian Economics (HPAEs) yang disebut bank dunia
memiliki keajaiban (Triyanto, 1997). Namun pada tahun 1997 beberapa negara di
Asia mengalami krisis termasuk juga negara Indonesia yang berdampak sangat
buruk terhadap perekonomian di Indonesia. Banyak perusahaan yang
menghentikan usahanya, terjadi peningkatan jumlah pengangguran, dan
penurunan GDP.
Untuk mengembalikan kondisi tersebut bank sentral sebagai otoritas
moneter melakukan berbagai upaya yang diantaranya melalui transmisi kebijakan
moneternya. Transmisi kebijakan moneter adalah kebijakan moneter yang
dilakukan oleh bank sentral untuk mempengaruhi variabel-variabel ekonomi
makro atau sektor riil, seperti output dan tingkat harga. Pada saat bank sentral
melakukan kebijakan tersebut GDP Indonesia mengalami kemajuan, namun
kemajuan tersebut sangat lambat dibandingkan dengan kemajuan GDP negaranegara lain di ASIA khususnya Korea dan Thailand. Penelitian ini memiliki tiga
tujuan utama. Pertama, menganalisis apakah bank lending channel terjadi di
Indonesia. Kedua, mengestimasi seberapa besar pengaruh penyaluran kredit
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, dan yang ketiga, menganalisis respon
dinamis GDP terhadap guncangan (shock) kredit.
Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari bulan Januari
1993 sampai bulan Desember 2005. Data diperoleh dari International Financial
Statistics (IFS), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Data Bank Indonesia (BI).
Model penelitian ini mengacu pada Warjiyo dan Agung (2002) untuk
menganalisis pengaruh variabel dalam satu model maka akan digunakan VAR jika
I(0) maka metode VAR yang digunakan VAR level, dan VAR firstdifference jika
I(1).
Hasil estimasi VAR menunjukkan bahwa hampir sembilan puluh persen
dari variabel yang diestimasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap output nasional. Tetapi hasil IRF menunjukkan guncangan kredit bank
swasta dan bank persero menyebabkan terjadinya penurunan GDP pada delapan
periode awal. Sampai pada periode ketiga puluh lima respon GDP terhadap
guncangan kredit belum menujukkan kondisi yang stabil. Berdasarkan temuan ini
bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit bank berlaku
di Indonesia tetapi kurang memberikan pengaruh yang signifikan.
ANALISIS EFEKTIFITAS PENETAPAN SUKU BUNGA
SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP
PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL
OLEH
ISMAIL HADIKUSUMAH
H14102125
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Ismail Hadikusumah
H14102125
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama
:
Ismail Hadikusumah
NRP
:
H14102125
Departemen
:
Ilmu Ekonomi
Judul
:
Analisis Efektivitas Penetapan Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia
(SBI)
Terhadap
Penyaluran
Kredit
Serta
Implikasinya Terhadap Petumbuhan Ekonomi Nasional.
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim. M.Sc.
NIP. 131 846 871
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S.
NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang memiliki nama lengkap Ismail Hadikusumah lahir di kota
Garut pada tanggal 23 Oktober 1983. Penulis lahir sebagai anak keempat dari
enam bersaudara dari pasangan Endang Suntara dan Yeyet Heryeti. Jenjang
pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Suka Senang II. Lulus dari SD
penulis melanjutkan ke tingkat SLTP di SLTPN 2 Garut pada tahun 1996. Pada
tahun 1999 penulis berhasil diterima di SMUN 3 Tarogonga Garut dan lulus pada
tahun 2002.
Pada tahun 2002, penulis berhasil diterima di Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) di Program Studi Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan (IESP) melalui ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Departemen ini kemudian berganti nama menjadi Departemen Ilmu
Ekonomi pada tahun 2004.
Selama masa kuliah penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan
berbagai organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjabat sebagai Anggota
Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA), dan juga menjadi anggota HMI cabang
Bogor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena
atas karunia dan izin dari-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa shalawat
serta salam semoga terus tercurah kepada nabi kit yaitu nabi akhir zaman beserta
keluarganya dan sahabat-sahabatnya sebagai penuntun jalan yang lurus kepada
umatnya Rasulullah Muhammad SAW.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Februari
2007 dengan judul “Analisis Efektifitas Penetapan Suku Bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) Terhadap Penyaluran Kredit Serta Implikasinya
Terhadap Petumbuhan Ekonomi Nasional (GDP). Penelitian ini memiliki tiga
tujuan utama. Pertama, Menganalisis apakah bank lending chanel terjadi di
Indonesia. Kedua, Menganalisis apakah penyaluran kredit berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, Menganalisis respon dinamis kredit
terhadap guncangan (shock) suku bunga SBI dan respon dinamis GDP terhadap
gucangan (shock) kredit.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini, namun penulis
berharap semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Serta segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan
tanggung jawab penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis terutama kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis
maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik.
2. Ibu Dr. Wiewiek Rindayanti, M.Sc. sebagai dosen penguji utama dalam
sidang karya ilmiah ini. Semua saran maupun kritik beliau merupakan hal
yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Ibu Tanti Novianti, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak
memberikan saran dalam tata cara penulisan skripsi ini.
4. Kedua orang tua penulis, yaitu ayah Endang Suntara dan ibu Yeyet Heryeti,
kakak Rahmi, Maulana, Ibnu, adik-adik tercinta penulis, Ratih, Afiandika atas
semua dukungan, doa dan motivasi selama ini.
5. Keluarga besar Prof. Dr. Ir. H. Hidayat Syarief, M.Sc, keluarga besar Dr. Ir.
Asep Saefudin, keluarga besar Asep Rahman, keluarga besar Lia atas segala
bantuan moril maupun materil dan doa selama ini.
6. Keluarga besar INTERCAFE, Ade Holis SE, Fikri Widya Nugraha SE atas
bantuannya dalam mengerjakan skripsi ini.
7. Keluarga Besar IE 39, Sutriyono SE, Ari Priyaga SE, Ratana Vidyani SE,
Tasya SE, Setyorini SE, Jaya SE, Imam SE, Iqbal SE, Andros SE, atas
kesetiaannya selama empat tahun berteman.
8. Keluarga Besar HIMAGA (Himpunan Mahasiswa Garut), keluarga besar HMI
(Himpunan Mahasiswa Islam).
Bogor, Agustus 2007
Ismail Hadikusumah
H14102125
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vi
I.
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 8
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 9
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11
2.1. Gambaran Umum Kebijakan Moneter ............................................... 11
2.2. Mekanisme Kebijakan Moneter ......................................................... 12
2.3. Mekanisme Transmisi kebijakan moneter .......................................... 15
2.3.1. Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel) ............................... 16
2.3.2. Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel) ............................. 16
2.3.3 Jalur Harga Aset (Asset Price Channel) .................................... 17
2.3.4. Jalur Ekspektasi (Expectation Channel) ................................... 18
2.3.5. Jalur Kredit (Credit Channel) ................................................... 19
2.4 Credit Channel sebagai Jalur Mekanisme Kebijakan Moneter .....................19
2.4.1. Jalur Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel) ................. 21
2.4.2. Jalur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel) ........................ 21
2.5 Pengertian Kredit ................................................................................. 23
2.6 Fungsi Kredit ....................................................................................... 24
2.7 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 26
2.8 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 28
III.
METODE PENELITIAN .......................................................................... 29
3.1 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 29
3.2 Metode Analisis Data .......................................................................... 30
ii
3.2.1 Vector Autoregression ................................................................ 30
3.2.2 Uji Unit-Root ............................................................................. 32
3.2.3 Penentuan Lag Optimum ........................................................... 34
3.2.4. Impulse Response Function (IRF) ............................................ 35
3.2.5 Model Penelitian VAR ............................................................... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 38
4.1. Trend Variabel Makroekonomi .......................................................... 38
4.1.1. Trend Suku Bunga SBI di Indonesia ........................................ 38
4.1.2. Trend Kredit di Indonesia ......................................................... 39
4.1.3. Trend Suku Bunga Investasi ..................................................... 42
4.1.4. Trend GDP Rill di Indonesia .................................................... 45
4.2. Data Generating Proces (DGP) ......................................................... 46
4.2.1 Uji Stasioneritas Data ................................................................ 46
4.2.2 Pengujian Stabilitas VAR .......................................................... 48
4.2.3 Penentuan Selang (lag) Optimum .............................................. 49
4.2.4 Hasil Estimasi VAR ................................................................... 50
4.2.5 Simulasi Analisis Impuls Respon .............................................. 51
4.2.5.1 Respon Kredit Terhadap Guncangan Suku Bunga SBI .. 52
4.2.5.2 Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit .................... 56
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 62
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 62
5.2 Saran .................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64
LAMPIRAN ....................................................................................................... 66
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
2.1. Mekanisme Transmisi Standar .................................................................... 13
3.1. Data Yang Akan Digunakan Dalam Penelitian ........................................... 29
4.1. Uji Stasioneritas Data .................................................................................. 47
4.2. Uji Stabilitas Model VAR ........................................................................... 48
4.3. Pengujian Lag Optimal VAR ...................................................................... 49
4.4. Nilai Koefisien Terhadap Output ................................................................ 50
4.5. Nilai Koefisien SBI Terhadap Kredit .......................................................... 50
4.6. Nilai Probabilitas Kredit Terhadap GDP .................................................... 50
4.7. Nilai Probabilitas SBI Terhadap Kredit ...................................................... 51
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Pertumbuhan PDB Indonesia 1998-2005 ..................................................... 3
1.2. Pertumbuhan Salam Jumlah Proyek PMA dan PMDN yang Disetujui ....... 4
1.3. Trend Suku Bunga SBI ................................................................................ 6
1.4. Trend Kredit Bank Negara .......................................................................... 7
1.5. Trend Kredit Bank Swasta .......................................................................... 8
2.1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga ....... 16
2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Nilai Tukar ....... 17
2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Harga Aset ....... 18
2.4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Ekspektasi ....... 18
2.5. Mekanisme Transmisi kebijakan Moneter Melalui Jalur Kredit ............... 19
2.6. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 27
4.1. Suku Bunga SBI .......................................................................................... 39
4.2. Kredit Bank Swasta ..................................................................................... 39
4.3. Kredit Bank Persero .................................................................................... 40
4.4. Kredit Investasi Bank Swasta ..................................................................... 41
4.5. Kredit Investasi Bank Persero ..................................................................... 41
4.5. Suku bunga Kredit Investasi Bank Swasta ................................................. 44
4.6. Log Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero ......................................... 44
4.7. Log GDP Riil .............................................................................................. 46
4.8. Respon Total Kredit Bank Swasta Terhadap Guncangan Suku
Bunga SBI .................................................................................................. 52
4.9. Respon Total Kredit Bank Persero Terhadap Guncangan Suku
Bunga SBI .................................................................................................. 53
4.10. Respon Kredit Investasi Bank Swasta Terhadap Guncangan Suku
Bunga SBI .................................................................................................. 54
4.11. Respon Kredit Investasi Bank Persero Terhadap Guncangan Suku
Bunga SBI .................................................................................................. 55
4.12. Respon GDP Terhadap Guncangan Total Kredit Bank Swasta .................. 56
v
4.13. Respon GDP Terhadap Guncangan Total Kredit Bank Persero ................. 57
4.14. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Swasta ............ 58
4.15. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Persero ........... 59
4.16. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Persero ........... 60
4.17. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Persero ........... 61
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Yang Digunakan Dalam Penelitian ..................................................... 67
2 Uji Stasioner data ......................................................................................... 68
3. Uji Stabiltas VAR ........................................................................................ 77
4. Uji Lag Optimum ......................................................................................... 79
5. Hasil Estimasi VAR Kredit Terhadap GDP ................................................. 80
6. Hasil Estimasi VAR SBI Terhadap Kredit Bank Swasta ............................. 82
7. Hasil Estimasi VAR SBI Terhadap Kredit Bank Persero ............................ 84
8. Hasil Estimasi VAR SBI Terhadap Kredit Investasi Bank Swasta ............. 86
9. Hasil Estimasi VAR SBI Terhadap Kredit Investasi Bank Persero ............. 88
10. Hasil Estimasi VAR SBI Terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank
Swasta .......................................................................................................... 90
11. Hasil Estimasi VAR SBI Terhadap Suku Bunga Kredit Investasi
Bank Persero ................................................................................................ 92
12. Grafik Impulse Resopnse Function .............................................................. 94
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor dunia usaha.
Peranan ini harus didukung oleh pemerintah supaya meningkatkan gairah dunia
usaha. Salah satu cara untuk meningkatkan gairah dunia usaha yaitu pemerintah
melakukan kebijakan moneter diantaranya melalui pengaturan suku bunga SBI.
Pengaturan oleh pemerintah terhadap suku bunga SBI merupakan salah satu
instrumen yang sangat berperan bagi jumlah aliran kredit. Kredit bagi dunia usaha
berguna
untuk
meningkatkan
produktivitasnya.
Dengan
meningkatnya
produktivitas diharapkan dapat merangsang dan menciptakan dunia usaha yang
kondusif sehingga dapat meningkatkan investasi yang kemudian akan
meningkatkan output nasional. Aliran kredit tidak terlepas dari peranaan
perbankan sebagai lembaga keuangan.
Namun sejak terjadinya krisis yang melanda negara Indonesia pada tahun
1997 mengakibatkan penurunan jumlah kredit yang disalurkan perbankan ke
sektor dunia usaha. Hal ini disebabkan karena kondisi perbankan yang lemah
sehingga fungsi perbankan sebagai penyalur kredit mengalami gangguan.
Terpuruknya sektor perbankan ini disebabkan oleh lima faktor
(Burhanudin, 2003) yaitu, pertama, adanya jaminan terselubung dari bank sentral
atas kelangsungan hidup dari suatu bank telah menimbulkan moral hazard di
kalangan pengelola dan pemilik bank. Hal ini mendorong perbankan untuk
mengambil utang dan memberikan kredit ke sektor-sektor yang beresiko tinggi.
2
Kedua, sistem pengawasan oleh bank sentral kurang efektif. Hal ini akan telah
mendorong perbankan nasional mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan
operasional yang telah ditetapkan. Ketiga, besarnya pemberian kredit dan jaminan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada individu atau kelompok
usaha yang terkait dengan bank telah mendorong tingginya risiko kemacetan
kredit yang dihadapi bank. Keempat, lemahnya kemampuan manajerial bank telah
mengakibatkan penurunan kualitas aset produktif dan meningkatkan risiko yang
dihadapi bank. Kelima, kurang transparannya informasi mengenai kondisi
perbankan.
Jumlah kredit yang dialokasikan perbankan ke sektor dunia usaha setelah
krisis mengalami pertumbuhan yang cenderung lambat (seperti yang terlihat pada
Gambar 1.3, 1.4, dan 1.5). Hal ini akan berdampak pada pemulihan
perekonomian. Lambatnya pertumbuhan kredit akan mengganggu pertumbuhan
nasional, mengingat sektor riil masih tergantung dengan perbankan sebagai
lembaga pembiayaan. Jika jumlah kredit yang dialokasikan ke sektor dunia usaha
terlambat maka akan menekan konsumsi dan investasi sehingga akan berdampak
pada output nasional.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka kebijakan moneter harus
melalui saluran-saluran transmisi. Transmisi kebijakan moneter adalah saluransaluran dalam kebijakan moneter sampai akhir mempengaruhi tujuan akhir yakni
output. Mekanisme transmisi kebijakan moneter menjawab pertanyaan tentang
bagaimana suatu kebijakan moneter ditransmisikan melalui berbagai saluran
sehingga dapat mempengaruhi output.
3
Terdapat banyak saluran-saluran yang dapat dilalui oleh kebijakan
moneter sehingga bermuara pada target output yang diinginkan. Diantara saluransaluran tersebut adalah: suku bunga, kredit, harga aset, ekspektasi inflasi dan nilai
tukar. Pada umumnya diasumsikan kebijakan moneter mempengaruhi output
melalui permintaan agregat. Mekanisme kebijakan moneter yang digunakan yaitu
mencoba menekan jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini akan mendorong
kenaikan suku bunga domestik yang cukup tinggi. Suku bunga yang tinggi
diperlukan agar masyarakat mau memegang rupiah. Upaya pemulihan kestabilan
ekonomi ini dibantu oleh pemulihan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan. Pertumbuhan uang beredar mulai melambat dan suku bunga deposito
mengalami kenaikan yang tinggi sehingga mengurangi keinginan masyarakat
untuk memegang uang asing sehingga menguatkan nilai rupiah terhadap dollar
Amerika. Nilai inflasi pun mulai terkendali menjadi 2 persen pada tahun 1999.
Kebijakan yang dilakukan oleh bank central ini cukup signifikan terhadap
pertumbuhan. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1.
Sumber : BPS dan BI.
Gambar 1.1. Pertumbuhan PDB Indonesia 1998-2005
4
Walaupun satu atau dua tahun setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi
Indonesia sudah kembali menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif,
namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata per tahun relatif masih lambat
dibandingkan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis seperti Korea
Selatan dan Thailand (Achsani dalam Nugraha (2006)), atau masih jauh lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh
pemerintahan Orde Baru (ORBA), khususnya pada periode 1980-an hingga
pertengahan 1990-an. Salah satu penyebabnya adalah masih belum intensifnya
kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar terutama dalam bentuk
penanaman modal asing (PMA). Padahal era ORBA membuktikan bahwa
investasi, khususnya PMA, merupakan faktor pendorong yang sangat krusial bagi
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Terutama
melihat kenyataan bahwa sumber perkembangan teknologi, perubahan struktural,
diversifikasi produk, dan pertumbuhan ekspor di Indonesia selama ORBA
sebagian besar karena kehadiran PMA di Indonesia.
Sumber : BPS.
Gambar 1.2. Pertumbuhan dalam jumlah proyek PMA dan PMDN yang disetujui
5
Pada tahun 2000-2001, tingkat inflasi mengalami kenaikan. Kenaikan ini
disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), kenaikan iuran
telepon, kenaikan iuran listrik, dan pengurangan subsidi dari pemerintah. Situasi
ini mengakibatkan kondisi perekonomian menjadi kembali memburuk. Oleh
karena itu Bank Indonesia (pemerintah) melakukan kebijakan moneter yang
bersifat kontraktif dengan menaikan suku bunga SBI.
Upaya pemeritah menaikkan suku bunga SBI dengan tujuan untuk
meningkatkan suku bunga deposito dan pengendalian tingkat inflasi ternyata tidak
berjalan dengan efektif. Suku bunga deposito tetap berada dibawah suku bunga
kredit, dan tingkat inflasi mengalami kenaikan. Naiknya suku bunga SBI ternyata
menimbulkan dilema bagi pemerintah. Di satu sisi, kebijakan moneter dengan
cara menaikan suku bunga SBI dapat menekan kelebihan likuiditas, dan disisi lain
upaya penyerapan likuiditas agar efektif diperlukan perubahan kebijakan yang
drastis. Hal ini dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi yang sedang
berlangsung.
Ketidakefektifan kebijakan moneter juga terjadi pada tahun 2002-2003.
Saat itu, pemerintah melakukan kebijakan moneter yang bersifat ekspansif dengan
menurunkan suku bunga SBI. Penurunan suku bunga SBI yang diharapkan dapat
mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit ternyata tidak terjadi,
karena dengan turunnya suku bunga kredit maka akan menaikan tingkat atau
jumlah kredit yang akan dibarengi naiknya jumlah investasi, sehingga dengan
naiknya investasi akan mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional.
6
Penurunan suku bunga SBI ternyata belum diikuti dengan penurunan suku
bunga kredit secara signifikan. Hal ini dikarenakan, kondisi perbankan sebagai
lembaga intermediasi belum pulih. Perbankan masih tergantung dari suku bunga
kredit dan obligasi untuk mempertahankan pendapatannya, sehingga suku bunga
deposito.
Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar dibawah ini. Pada periode ke 61
ketika suku bunga SBI dinaikan permintaan kredit terus miningkat baik itu kredit
bank swasta maupun kredit bank negara.
Sumber : BPS.
Gambar 1.3 Trend Suku Bunga SBI
Suku bunga SBI pada tahun 1993 sampai 1997 menunjukkan tingkat yang
relatif stabil, tetapi pada pertengahan tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 suku
bunga SBI meningkat tajam (Gambar 4.1). Adapun beberapa hal yang
melatarbelakangi fenomena ini adalah terjadinya rush di dunia perbankan serta
depresiasi kurs Rupiah yang sempat mencapai Rp. 15.000/US$ akibat keputusan
Thailand untuk mendevaluasi Baht pada 2 Juli 1997 (Achsani dalam Nugraha
(2006)).
7
Distorsi yang terjadi dalam sisi moneter ini secara langsung menuntut
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk melakukan pemulihan yang cepat.
Oleh karenanya, dengan meningkatkan suku bunga SBI, Bank Indonesia berusaha
menahan laju depresiasi yang tinggi, menekan laju inflasi akibat depresiasi kurs
Rupiah sekaligus mengembalikan kepercayaan dunia perbankan khususnya
nasabah agar tetap menyimpan dananya di bank.
Sumber : BPS.
Gambar 1.4. Trend Kredit Bank Persero
Trend kredit bank persero mengalami empat fase, yang pertama meningkat
perlahan yang terjadi pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1998, kedua mulai
1998 meningkat tajam pada tahun 1999 hingga sampai 12.4, ketiga menurun
dengan tajam pada awal tahun 1999 hal ini kesesuaian dengan teori karena
pemerintah melakukan kebijakan menaikan suku bunga, dan keempat mulai dari
tahun 2001 kembali menunjukan peningkatan mulai tahun 2001.
8
Sumber : BPS.
Gambar 1.5. Trend Kredit Bank Swasta
Trend kredit bank swasta pada awal periode tahun 1993 sampai 1998
menunjukkan pertumbuhan yang positif. Namun, pada tahun 1998 negara
Indonesia mengalami krisis yang membekukan beberapa perbankan sehingga
jumlah kredit mengalami penurunan pertumbuhan yaitu sampai 10.8 persen.
Mulai dari tahun 1999 hingga 2005 kembali menunjukan pertumbuhan yang
positif.
1.2. Perumusan masalah
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa dunia usaha memberikan
peran besar tehadap pendapatan nasional. Maka dari itu, perlu didukung oleh
kinerja perbankan yang baik, sebab sektor perbankan ini berperan sebagai
penyalur kredit terhadap dunia usaha.
Perubahan kredit didalam teori sangat dipengaruhi oleh suku bunga.
Karena jika suku bunga yang berlaku tinggi maka sektor bank cenderung untuk
membeli surat berharga dibandingkan dengan memberikan kredit kepada investor
9
yang lebih beresiko, dengan membelinya surat berharga maka otomatis akan
mengurangai jumlah reserve bank, sehingga jumlah kredit yang diberikan akan
berkurang, dan hal ini akan membuat pertumbuhan pada dunia usaha dan
implikasinya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Akan tetapi data yang didapat, pada kenyataannya di negara Indonesia
kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga SBI belum memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Meskipun demikian
pemerintah akhir-akhir ini kembali ingin meningkatkan pertumbuhan nasional
melalui jalur penetapan suku bunga SBI. Oleh karena itu suatu hal yang menarik
melakukan studi tentang kebijakan moneter melalui jalur penetapan suku bunga
SBI. Penelitian ini akan menjawab beberapa masalah. Pertama, apakah bank
lending channel terjadi di Indonesia?. Kedua, bagaimana implikasinya tehadap
pertumbuhan nasional?. Ketiga, bagaimana respon dinamis kredit terhadap
guncangan SBI, dan respon dinamis GDP terhadap guncangan (shock) kredit?
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menjawab perumusan
masalah diatas, yaitu:
1. Menganalisis bank lending chanel terjadi di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh penyaluran kredit terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional.
3. Menganalisis respon dinamis kredit terhadap guncangan (shock) suku bunga
SBI dan respon dinamis GDP terhadap gucangan (shock) kredit.
10
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi hasanah dan berguna
terhadap beberapa pihak, antara lain:
1. Bagi Bank Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam melakukan kebijakan moneter yang berkaitan dengan penetapan
masalah finance terhadap pengalokasian kredit ke sektor dunia usaha serta
implikasinya terhadap terhadap output nasional.
2. Bagi pihak penulis, penelitian ini merupkan pengalaman yang berharga dan
sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku
perkuliahan. Penulisan ini juga menambah pengatahuan dan wawasan penulis.
3. Bagi pihak lain, diharapkan melalui penelitian ini semua pihak dapat
mengambil pelajaran dan ikut memikirkan tindakan apa yang harus dilakukan
untuk mempertahankan suatu perekonomian yang kondusif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Kebijakan Moneter
Kebijakan monoter adalah kebijakan otoritas moneter atau bank sentral
dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam hal ini, besaran moneter
(monetary aggregates) antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer atau
uang kredit perbankan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan ekonomi yang
diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan
oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan GDP
riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan/ kesempatan kerja yang
tersedia.
Kebijakan moneter pada dasarnya dapat pula dibedakan antara kebijakan
moneter ekspansif (easy monetary policy) dan kebijakan moneter kontraktif (tight
monetary policy). Kebijakan moneter ekspansif pada umunya ditempuh untuk
mengatasi kelesuan perekonomian dalam negeri. Dengan penambahan jumlah
uang beredar, diharapkan kegiatan kegiatan perekonomian akan dapat didorong.
Namun bagi negara yang menganut sistem perekonomian terbuka dan sistem
devisa bebas, kebijakan moneter ekspansif dapat memberikan tekanan terhadap
neraca pembayaran. Hal ini tejadi apabila peningkatan jumlah uang beredar
menyebabkan kenaikan inflasi di dalam negeri sehingga menurunkan daya saing
produksi dalam negeri terhadap barang impor dan daya saing barang ekspor di
pasar internasional. Disamping itu, kebijakan moneter ekspansif tersebut
12
menyebabkan suku bunga riil dalam negeri menjadi lebih rendah. Hal ini aliran
modal keluar negeri, yang pada gilirannya akan menambah tekanan kepada neraca
pembayaran.
Berbeda dengan kebijakan moneter ekspansif, kebijakan moneter
kontraktif dilakukan terutama untuk menjaga kestabilan harga. Selain itu, apabila
suatu negara mengalami tekanan neraca pembayaran, kebijakan moneter tersebut
juga dapat membantu mengatasi masalah neraca pembayaran yang dihadapi. Hal
ini jika kebijakan moneter tersebut dapat menekan inflasi sedemikian rupa
sehingga meningkatkan daya saing produksi dalam negeri terhadap barang impor
dan daya saing barang ekspor di pasaran internasional. Selain itu, penurunan
tingkat inflasi dapat meningkatkan suku bunga riil dalam negeri sehingga dapat
mencegah pengaliran modal ke luar negeri (Mishkin, 2001).
2.2. Mekanisme Kebijakan Moneter
Mekanisme kebijakan moneter merupakan jalur yang dilalui oleh suatu
kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama
pendapatan nasional (Hakim, 2004). Kebijakan moneter di suatu negara
menggunakan suatu instrumen moneter yang akan mempengaruhi sasaran antara
untuk mencapai sasaran akhir berupa pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga.
Instrumen yang dimiliki Bank Sentral terdiri dari pengelolaan penawaran uang,
tingkat suku bunga dan cadangan minimum perbankan.
13
Tabel 2.1. Mekanisme Transmisi Standar
Instrumen
1. OPT melalui
penjualan surat
Sasaran Operasional
1. Uang Primer
2. Tingkat suku
berharga
2. Cadangan
Sasaran Antara
1. Uang beredar (M2
dan M3)
bunga SBI;
2. Kredit perbankan
PUAB
3. Nilai tukar
Sasaran Akhir
1. Pendapatan
2. Inflasi
minimum bank
3. Kebijakan diskonto
Sumber : Hakim (2004)
Instrumen kebijakan moter terdiri dari tiga jenis (Tabel 2.1) yaitu operasi
pasar terbuka, cadangan minimum bank dan kebijakan diskonto. Berikut adalah
penjelasan ketiga instrumen tersebut, antara lain:
1. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi Pasar Terbuka (Mishkin, 2001) merupakan intervensi yang
dilakukan bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dengan
membeli atau menjual surat berharga, seperti Sertifat Bank Indonesia (SBI) dan
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). SBI merupakan surat berharga yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sedangka SBPU diterbitkan oleh bank atau
perusahaan. Kedua instrumen ini dikeluarkan pada saat Bank Sentral ingin
membekukan likuiditas.
SBI sebagai surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
digunakan untuk melakukan operasi moneter secara tidak langsung. Selain itu,
SBI dapat digunakan untuk mengatur likuiditas jangka pendek dari bank,
perusahaan atau masyarakat. Suku bunga SBI merupakan indikator yang terbaik
dalam kebijakan moneter dan terkadang digunakan sebagai alternatif investasi
(Warjiyo dan Agung, 2002). Bank sentral akan melakukan kebijakan moneter
14
yang bersifat kontraksi dengan menjual surat berharga dan melakukan kebijakan
ekspansi dengan membeli surat berharga.
Terdapat beberapa keuntungan kebijakan moneter dengan menggunakan
instrumen pasar terbuka (Mishkin, 2001), diantaranya adalah (1) OPT merupakan
kebijakan moneter yang muncul atas inisiatif dari bank sentral untuk mengontrol
jumlah uang beredar; (2) OPT dapat digunakan secara luas, fleksibel dan tepat; (3)
OPT sangat mudah dikoreksi atau dibetulkan bila ada kesalahan dalam
pengambilan suatu kebijakan; dan (4) OPT dapat diterapkan secara cepat.
2. Giro Wajib Minimum
Giro Wajib Minimum (GWM) atau cadangan minimum bank merupakan
dana yang harus disimpan oleh perbankan pada bank sentral. Besarnya GWM
merupakan cerminan dari kebijakan bank sentral dalam menentukan besarnya
jumlah uang yang beredar. GWM jarang digunakan sebagai instruman kebijakan.
Kelebihan dengan menggunakan instruman GWM (Mishkin, 2001) adalah
memiliki dampak yang sama ke semua bank dan sangat berpengaruh terhadap
jumlah uang beredar. Kekurangan penggunaan GWM secara cepat akan
mengakibatkan masalah likuiditas bagi bank-bank yang memiliki excess reserves
yang rendah.
3. Tingkat Diskonto
Tingkat diskonto merupakan suatu kebijakan untuk mengendalikan uang
beredar dengan merubah tingkat suku bunga. Namun kebijakan ini jarang
digunakan. Kebijakan ini hanya dipakai oleh bank, berkaitan dengan fungsi bank
sebagai lender of the last resort, artinya bank sentral sebagai alternatif terakhir
15
bagi bank untuk memperoleh dana jika kekurangan likuiditas. Biasanya Bank
Indonesia akan mengenakan suku bunga diatas rat-rata.
Kekurangan menggunakan instrumen ini sebagai kebijakan moneter
(Mishkin, 2001), yaitu (1) menimbulkan kebingungan bagi bank sentral untuk
menetapkan tujuannya ketika perubahan tingkat diskonto diumumkan, dan (2)
ketika bank sentral menetapkan tingkat diskonto pada level tertentu, akan terjadi
fluktuasi antara suku bunga pasar dengan tingkat diskonto (i-id) sebagai perubahan
suku bunga pasar.
Diantara ketiga instrumen tersebut, OPT yang sering digunakan oleh Bank
sentral untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar (Mishkin, 2001).
Instrumen ini akan mempengaruhi sasaran operasional melalui perubahan uang
primer atau perubahan tingkat suku bunga baik suku bunga antar (PUAB) ataupun
suku bunga federal. Kemudian, secara efektif sasaran operasional akan
berpengaruh terhadap sasaran antara berupa uang beredar, kredit perbankan
ataupun nilai tukar. Pada akhirnya, kebijakan moneter akan mencapai sasaran
akhir berupa pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan
ataupun inflasi.
2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Perekonomian sebuah negara terbuka (open economy) terdiri dari 4 sektor,
yaitu sektor moneter, sektor riil, sektor fiskal, sektor eksternal. Hubungan antara
sektor moneter dan sektor riil terjadi melalui mekanisme transmisi (mechanism of
transmision), yang intinya adalah bahwa Bank Sentral sebagai otoritas sektor
moneter dapat mengeluarkan kebijakan yang akan berpengaruh pada sektor riil.
16
Mekanisme kebijakan moneter didefinisikan sebagai suatu proses dimana
kebijakan moneter ditransmisikan ke dalam perubahan GDP riil dan inflasi
(Warjiyo dan Solikin, 2003). Secara umum jalur mekanisme transmisi tersebut
bekerja melalui lima jalur, yaitu jalur suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan
ekspektasi.
2.3.1. Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel)
Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan bahwa
kebijakan moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat melalui perubahan
suku bunga. Dalam hal ini, pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek
ditransmisikan pada suku bunga jangka menengah atau jangka panjang melalui
mekanisme penyeimbang sisi penawaran dan permintaan di pasar uang.
Perkembangan suku bunga tersebut akan mempengaruhi biaya modal (cost of
capital), yang pada gilirannya akan mempengaruhi pengeluaran investasi dan
konsumsi yang merupakan komponen dari permintaan agregat.
Kebijakan Moneter
Suku
Bunga
Biaya
Modal
Investasi/
Konsumsi
Jumlah Uang Beredar
Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.
Gambar 2.1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga
2.3.2. Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel)
Mekanisme transmisi melalui jalur nilai tukar menekankan bahwa
pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi perkembangan penawaran dan
permintaan agregat, dan selanjutnya output dan harga. Besar kecilnya pengaruh
17
pergerakan nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu
negara. Misalnya, dalam sistem nilai tukar mengambang, kebijakan moneter
ekspansif oleh Bank Sentral akan mendorong depresiasi mata uang domestik dan
meningkatkan harga barang impor. Hal ini selanjutnya akan mendorong kenaikan
harga barang domestik, walaupun tidak terdapat ekspansi di sisi permintaan
agregat. Sementara itu, dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali,
pengaruh kebijakan moneter pada perkembangan output riil dan inflasi menjadi
semakin lemah (dengan time lag/ tenggang waktu yang panjang), terutama apabila
terdapat substitusi yang tidak sempurna antara aset domestik dan aset luar negeri.
Kebijakan Moneter
Nilai Tukar
Harga Relatif
Impor
Harga
Jumlah Uang Yang Beredar
Permintaan
Agregat
Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.
Gambar 2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Nilai Tukar
2.3.3. Jalur Harga Aset (Asset Price Channel)
Mekanisme transmisi melalui jalur haga aset menekankan bahwa
kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan kekayaan
masyarakat, yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi.
Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka hal tersebut
akan mendorong peningkatan suku bunga, dan pada akhirnya akan menekan harga
aset perusahaan (market value). Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua
18
hal. Pertama, mengurangi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspektasi.
Kedua, menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan, yang pada akhirnya
mengurangi pengeluaran konsumsi. Secara keseluruhan, kedua hal tersebut
berdampak pada penurunan pengeluaran agregat.
Kebijakan Moneter
Nilai Tukar
Harga Aset
Investasi/
Konsumsi
Jumlah Uang Yang Beredar
Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.
Gambar 2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Harga Aset
2.3.4. Jalur Ekspektasi (expectation Channel)
Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan bahwa
kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi pembentukan ekspektasi
mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut mempengaruhi perilaku
agen-agen ekonomi dalam melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang
pada gilirannya akan medorong perubahan permintaan agregat dan inflasi.
Kebijakan Moneter
Ekspektasi Inflasi/
Kegiatan Ekonomi
Keputusan Konsumsi/
investasi
Jumlah Uang Yang Beredar
Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.
Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Ekspektasi
19
2.3.5. Jalur Kredit (Credit Channel)
Mekanisme transmisi melaui jalur kredit bekerja dengan memanfaatkan
media pasar utang atau pasar kredit. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi
antara Surplus Spending Unit (SSU) dan Defisit Spending Unit (DSU) memainkan
peranan penting dalam mekanisme kebijakan melalui jalur kredit. Mekanisme
transmisi melalui julur kredit dapat dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, bank
lending channel yang menekan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi
keuangan bank, khususnya di sisi aset. Kedua, balance sheet channel yang
menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan dan
selanjutnya akan mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapat kredit.
Kebijakan Moneter
Leabilitas Bank
Ketersediaan
Kredit Bank
Jumlah Uang Beredar
Investasi
Suku Bunga/
Harga Saham
Nilai Bersih
Perusahaan
Pemberian
Kredit
Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.
Gambar 2.5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Kredit
2.4. Credit Channel sebagai Jalur Mekanisme Kebijakan Moneter
Belakangan ini banyak pakar ekonomi yang berpendapat bahwa ada
beberapa kebijakan moneter yang berpengaruh kepada permintaan agregat tetapi
tidak dijelaskan dalam pandangan tradisional jalur suku bunga. Mereka
beranggapan bahwa jalur kredit dapat menjelaskan transmisi kebijakan tersebut.
20
Beberapa penelitian akhir-akhir ini telah membuktikan bahwa jalur kredit
berperan penting dalam transmisi kebijakan moneter (Purwanto, 1998).
Jalur kredit tersebut bekerja dalam mekanisme transmisi dengan
menggunakan pasar kredit atau utang. Dalam pasar kredit, ada satu keunikan
khusus yaitu terjadinya kondisi asimmetric information (ketidak sempurnaan
informasi antar pelaku pasar) yaitu bank dan debitur, yang dapat dijelaskan dalam
contoh ilustrasi berikut. Dalam pasar kredit, debitur lebih mengetahui informasi
mengenai resiko usaha yang mereka jalankan dibandingkan dengan bank.
Kondisis asimmetric information ini mendorong pihak yang memiliki informasi
lebih baik yaitu debitur untuk melakukan tindakan yang merugikan bank.
Kondisi asimmetric information dapat menyebabkan permasalahan yaitu:
1. Moral Hazard
Dengan keuntungan dalam memiliki informasi yang lebih baik, maka debitur
dapat melakukan Moral hazard dengan cara menggunakan kredit yang
diperoleh untuk investasi yang berisiko cukup tinggi. Disatu pihak, debitur
akan memperoleh untung yang sangat tinggi apabila tersebut berhasil. Namun
disisi lain, bank akan menanggung kerugian apabila investasi tersebut gagal.
2. Adverse Selection
Informasi yang asimetri juga dapat menyebabkan turunnya kualitas rata-rata
debitur yang mengajukan aplikasi kredit, khususnya pada saat suku bunga
tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat suku bunga pinjaman meningkat, maka
hanya debitur yang kualitasnya rendah (debitur yang berisiko tinggi) yang
21
bersedia membayar bunga tinggi, sedangkan debitur yang berkualitas tinggi
(debitur yang risiko rendah) tidak mau mengajukan kredit.
2.4.1. Jalur Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel)
Jalur ini bekerja melalui net worth yaitu nilai valuasi perusahaan saat ini.
Semakin kecil net worth berarti debitur hanya memiliki koleteral yang rendah dan
oleh karena itu peluang tertolaknya kredit yang diajukan oleh debitur semakin
besar. Berdasarkan konsep tersebut, maka perbankan membebankan premium
pada debitur yang berbanding terbalik dengan net worth perusahaan.
Kebijakan moneter dapat mempengaruhi neraca perusahaan melalui
beberapa cara, pada saat kebijakan moneter ketat akan menurunkan equity price
yang pada gilirannya akan menurunkan net worth perusahaan. Hal ini akan
menyebabkan advers selection dan moral hazard meningkat (asumsi asymmetric
information). Akhirnya hal ini akan menyebabkan kesempatan berinvestasi
menurun sehingga pada akhirnya akan menurunkan permintaan agregat.
2.4.2. Jalur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel)
Jalur ini bekerja dengan asumsi bahwa bank memainkan peran vital dalam
sistem keuangan karena perbankan memiliki keunggulan absolut untuk
menyalurkan kredit pada debitur tertentu, khususnya perusahaan kecil yang tidak
memiliki akses ke pasar modal, dan pada saat asymmetric information terjadi.
Kebijakan moneter kontraktif akan mengurangi reserve bank, dan oleh
karena itu, sumber pendanaan bagi perusahaan akan menurun, yang pada
gilirannya investasi turun, dan akhirnya permintaan agregat akan menurun pula.
22
Ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi agar jalur pinjaman bank (bank
lending channel) dapat menjadi jalur mekanisme transmisi yaitu:
a) Kredit dan surat-surat berharga bukan merupakan substitusi yang sempurna.
Kondisi ini lebih mungkin terjadi bila perusahaan tidak memiliki akses ke
pasar modal.
b) Bank sentral harus dapat mempengaruhi supply kredit secara langsung. Dalam
kaitan dengan masalah ini, ada 4 faktor yang dapat berpengaruh pada
efektivitas bank lending channel sebagai jalur transmisi, yaitu:
•
Keberadaan lembaga intermediasi non-bank. Hal ini disebabkan karena
kebijakan bank sentral tidak akan berpengaruh pada lembaga keuangan
non-bank secara cepat (lembaga non-bank tidak diwajibkan memiliki
reserve di bank sentral)
•
Kemampuan bank untuk bereaksi atas kebijakan GWM. Sebuah bank,
setidaknya dapat bereaksi dengan dua cara atas kebijakan GWM yaitu:
dengan menarik kredit yang telah diberikan dan menghimpun dana yang
tidak terkena kewajiban GWM (seperti: commercial papers, medium term
notes).
•
Kemudian bank untuk menghimpun dana diluar sumber dana yang terkena
wajib GWM, seperti: Commercial Papers (CPs) dan Medium Term Notes
(MTN).
•
Peraturan jumlah maksimal kredit yang diberikan (basle Principles).
Bila kempat faktor diatas dapat direduksi, maka efektivitas bank lending
channel akan semakin tinggi.
23
Kedua jalur tersebut (bank lending channel dan balance sheet channel)
memiliki persamaan (Warjiyo dan Agung, 2002) yaitu keduanya berpendapat
bahwa kebijakan moneter akan efektif jika dapat mempengaruhi pinjaman yang
memiliki keterbatasan dalam mengakses pasar modal, perbankan dan beberapa
lembaga keuangan yang sama. Perbedaannya, dalam jalur pinjaman, kebijakan
moneter berdampak pada jumlah persediaan kredit sedangkan dalam neraca bank,
perusahaan atau nasabah yang akan terkena dampak kebijakan moneter.
2.5.
Pengertian Kredit
Kata kredit bersal dari kata latin credere, yang artinya “mempercayai”.
Kepercayaan itu antara si pemberi dengan si pemohon kredit yang terkait dalam
suatu kesepakatan. Menurut Kent dalam Suyatno (2003), kredit adalah hak untuk
menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu
yang diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barangbarang sekarang. Jonson dalam Djinarto (2000) menyatakan bahwa kredit adalah
kemampuan untuk memperoleh barang atau jasa dengan memberi janji untuk
membayar pada tanggal tertentu di masa yang akan datang. Dalam arti ekonomi
kredit adalah penundaan bayaran dari prestasi yang diberikan sekarang baik dalam
bentuk barang, uang atau jasa (Suyatno, 2003). Sementara menurut UndangUndang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit merupakan penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.
24
2.6.
Fungsi Kredit
Menurut Simorangkir (2000) fungsi kredit adalah sebagai berikut:
1) Pada hakikatnya kredit akan meningkatkan daya guna (equity) uang.
Kredit dapat dijadikan sebagai modal usaha atau tambahan modal
usaha yang bermanfaat bagi kelancaran produksi suatu usaha baik yang
diberikan secara langsung oleh pemilik modal maupun melalui pihak
perbankan.
2) Kredit mampu meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit
yang diberikan melalui rekening giro akan meningkatkan peredaran
uang giral, sedangkan kredit yang diberikan secara tunai akan
meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas akan
berkembang.
3) Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang. Kredit
merupakan
tambahan
modal
usaha
bagi
suatu
usaha
untuk
meningkatkan kemampuan berproduksi atau mengolah suatu bahan
baku dari bahan mentah menjadi barang jadi, sehingga daya guna
barang tersebut menjadi meningkat. Adanya kredit, produksi suatu
usaha meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar dan
peredaran barang dari produsen ke konsumen pun meningkat.
4) Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. Menurut Suyatno
(2003), pada tahun 1996, kebijakan pemerintah untuk menjaga
kestabilan ekonomi melalui kredit telah berhasil dengan baik.
Pemerintah melakukan kebijakan uang ketat melalui pemberian kredit
25
yang selektif dan terarah. Arus kredit diarahkan pada sektor yang
produktif dengan pembatasan kualitatif dan produktif. Tujuannya
untuk meningkatkan jumlah produksi dan memenuhi kebutuhan dalam
negeri agar bisa bisa diekspor.
5) Kredit mampu meningkatkan kegairahan berusaha. Kredit merupakan
salah satu insentif yang diharapkan dapat meningkatkan volume usaha.
Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan berguna bagi
perusahaan untuk mengatasi kekurangan modal, sehingga volume
usaha dapat ditingkatkan.
6) Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Adanya bantuan
kredit dijadikan sarana bagi perusahaan untuk memperluas usahanya
dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan dan pendirian
proyek baru memerlukan tenaga kerja sehingga mereka memperoleh
pendapatan, dalam hal ini, adanya kredit membuat aliran kredit ke
tenaga kerja menjadi merata.
7) Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
Bank-bank asing di luar negeri dapat memberikan kredit kepada sektor
usaha di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Begitu pula dengan negara-negara maju, mereka dapat pula
memberikan bantuan kredit kepada sektor dunia usaha di Indonesia.
Dengan demikian, hal ini menandakan terjalinnya hubungan ekonomi
dan internasional antar negara.
26
Menurut Bank Indonesia, fungsi kredit adalah:
1. Bagi dunia usaha kredit berfungsi sebagai permodalan untuk menjaga
kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dan sebagai pengembalian
kredit wajib dilakukan tepat waktu, diharapkan dapat diperoleh dari
keuntungan usahanya.
2. Bagi lembaga keuangan kredit berfungsi untuk menyalurkan dana
masyarakat (deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit pada dunia
usaha.
2.7. Kerangka Pemikiran
Keterkaitan antara permasalahan dengan tujuan penelitian dapat kita lihat
pada bagan alir (flow-chart) yang merupakan kerangka pemikiran dari penelitian,
sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.6. Kebijakan penetapan suku bunga yang
dilakukan oleh pemerintah (Bank Indonesia) ditujukan untuk mempengaruhi
jumlah suplay kredit dan demand kredit. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit
bekerja dengan memanfaatkan media pasar utang atau pasar kredit. Mekanisme
transmisi melalui jalur kredit dapat dibedakan melalui dua jalur. Pertama, bank
lending channel yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi
keuangan bank, khususnya disisi aset. Kajian dalam penulisan ini kredit akan
dibagi menjadi dua, yaitu kredit bank swasta dan kredit bank pemerintah. Kedua,
balance sheet channel yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada
kondisi keuangan perusahaan dan selanjutnya mempengaruhi akses perusahaan
untuk mendapatkan kredit.
27
Besaran suku bunga sangat menentukan aktifitas perekonomian. Tingkat
suku bunga berhubungan erat dengan dengan tingkat investasi masyarakat yang
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat output nasional. Misalnya, ketika tingkat
suku bunga di pasar keuangan tinggi, maka akan menurunkan gairah investasi di
sektor riil karena masyarakat akan menyimpan atau menanamkan dananya di
lembaga-lembaga keuangan dengan membeli aset-aset keuangan (apabila tingkat
suku bunga SBI diturunkan maka diharapkan akan menaikan jumlah investasi,
begitu juga sebaliknya bila tingkat suku bunga SBI dinaikan maka akan
menurunkan jumlah investasi). Efektivitas dengan meningkatnya jumlah investasi
tersebut maka akan mendorong pertumbuhan nasional (GDP), GDP merupakan
salah satu tujuan akhir suatu kebijakan. Berikut adalah skema dari jalur penetapan
suku bunga SBI terhadap output nasional:
Kebijakan Moneter Melalui
Penetapan Suku Bunga SBI
Suply
Pasar Kredit
Demand
Bank Lending
Credit Chanel
Balance Sheet Channel
Private Bank
Ada/Tidak
Investasi
State Bank
Efektivitas
Pertumbuhan Nasional
Gambar 2.6. Kerangka pemikiran
28
2.8.
Hipotesis Penelitian
Untuk menguji apakah credit channel berlaku, maka dalam penelitian ini
dirumuskan suatu hipotesis. Pada saat kebijakan moneter dilakukan, credit
Channel berlaku apabila:
H10
: Suku bunga SBI berpengaruh terhadap kredit.
H11
: Suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap kredit.
H20
: Kredit berpengaruh terhadap output.
H21
: Kredit tidak berpengaruh terhadap output.
Hipotesis diatas digunakan untuk mengidentifikasi kurva penawaran
dalam pasar kredit dan menguji efektivitas kebijakan moneter dalam rangka
menjawab permasalahan yang ada.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data
yang diambil yaitu pada kurun waktu 1993 sampai dengan 2005. Bersumber dari
Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS), Internet, buku serta
berbagai literatur yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
Tabel 3.1. Data yang akan digunakan dalam penelitian
Variabel
Satuan
Sumber
SBI Rate
%
BI
Inter Bank Rates
%
BI
Rp. Milyar
BI
Rp/$
BI
Real GDP
Rp. Milyar
BI
CPI
Rp. Milyar
BPS
Industial Production
Rp. Milyar
BPS
Real Investment
Rp. Milyar
BPS
Deposit-State Bank
Rp. Milyar
BI
Deposit-Private Bank
Rp. Milyar
BI
Lending-State Bank
Rp. Milyar
BI
Lending-Private Bank
Rp. Milyar
BI
Inv.Lending Rate-State Bank
%
BI
Inv.Lending Rate-Private Bank
%
BI
Invest. Lending-State Bank
Rp. Milyar
BI
Invest. Lending-Private Bank
Rp. Milyar
BI
Base Money
Exchange rate
30
3.2.
Metode Analisis Data
3.2.1. Vector Autoregression (VAR)
Penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR), yaitu
suatu sistem persamaan yang diperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi dari
konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag yang lain dari peubah
lain ada dalam sistem itu sendiri. Jika data yang digunakan stasioner dan tidak
terkointegrasi, maka metrode VAR level yang digunakan. Tetapi, jika data yang
digunakan tidak stasioner di level maka VAR first difference yang digunakan.
Keuntungan VAR dibanding metode ekonometri konvensional adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel didalam persaman itu. Jadi, dengan metode VAR ini dapat
menangkap berbagai pola hubungan kausalitas antara variabel dalam sistem,
dalam hal ini hubungan langsung maupun hubungan tak langsung.
2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak
dimasukkannya variabel yang relevan.
3. Metode VAR dapat mendeteksi hubungan antara variabel dalam sistem
persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenus.
4. Karena bekerja berdasarkan data, motode VAR terbatas dari berbagai batasan
teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spuriuos
variabel endogen and exogen) didalam model ekonometri konvensional
31
terutama dalam persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang
salah.
5. Karena VAR merupakan sub topik time series
dalam ekonometri, maka
analisa secara dinamis antar variabel sangat diperlukan. Dengan metode
dekomposisi varians dan Impuls Respon Function, hasil empiris dalam metode
VAR dapat menjelaskan pergerakan variabel dalam mempengaruhi seluruh
variabel lain dalam mempengaruhi satu variabel lain.
Sebagai metode ekonometrika, VAR juga tidak luput dari berbagai
kelemahan, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Model VAR boleh dikatakan ambisus bila argumentasi yang digunakan dalam
menyusun teori baru ataupun menguji teori lama berdasarkan data time series
yang ada. Karena betapapun hasilnya dari model VAR, seorang peduli dapat
membenarkan dan membantah teori lama ataupun mengusulkan teori baru
berdasarkan hasil empiris yang diperoleh.
2. Metode
VAR
tidak
mempermasalahkan
perbedaan
eksogenitas
dan
endogenitas. Hal ini akan menyebabkan berbagai implikasi kebijaksanaan
yang kurang tepat bila semata-mata didasarkan pada hubungan antara Variabel
dalam sistem.
Adapun beberapa tahapan yang digunakan dalam penelitian ini,
diantaranya:
1. Uji kestasioneran data dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF)
Test. Jika nilai ADF statistiknya lebih kecil dari MacKinnon Value maka dapat
disimpulkan bahwa data tersebut stasioner.
32
2. Apabila hasil dari uji ADF mengandung akar unit atau dengan kata lain dat
tidak stasioner pada tingakat level, maka harus dilakukan penarikan
differensial sampai data stasioner, dilakukan pengujian pada tingkat first
difference atau second difference. Metode VAR dapat dikombinasikan dengan
Vector Error Corection Model (VECM).
3. Uji lag optimal VAR, pada tahap pertama, akan dilihat panjang lag maksimum
sistem VAR yang stabil. Pada tahap kedua, panjang lag optimal akan dicari
dengan menggunakan kriteri Schwarz Information Criteria (SC). Setelah
mendapat ordo lag optimal, maka dalam penggunaan VECM ordo optimal
dikurangi 1 menjadi (k-1).
4. Uji kointegrasi dilakukan dengan pendekatan johansen dengan melihat nilai
Trace Statistic.
5. Infulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) untuk
melihat dan peran shok masing-masing variable terhadap variable tertentu.
3.2.2. Uji Unit –Root
Sebelum dilakukan analisis, maka data yang digunakan dalam penelitian
ini harus diuji terlebih dahulu. Pengujian ini disebut pengujian awal (pre-test). Uji
ini dilakukan karena asumsi yang dilakukan dalam model bahwa data deret waktu
yang digunakan adalah stasioner atau I(0). Kenyataannya, umumnya data deret
waktu variabel ekonomi tidak stasioner atau mengandung unit-root. Uji unit-root
dalam penelitian ini delakukan dengan menerapkan uju Augmented Dickey Fuller
Test (ADF). Jika nilai ADF statistiknya lebih kecil dari MacKinnon Critical Value
maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner.
33
Namun jika nilai ADF statistiknya ternyata lebih besar dari nilai
MacKinnon Critical Value berarti data tersebut tidak stasioner. Jika variabel yang
digunakan tidak stasioner maka harus didifferensiasi terlebih dahulu. Jika variabel
mencapai I(1), maka variabel tersebut harus didifferensiasi terlebih dahulu
sebanyak satu kali untuk mencapai stasioner. Jika variabel mencapai I(2), maka
variabel tersebut harus didifferensiasi menjadi sebanyak dua kali untuk menjadi
stasioner.
Thomas (1997) menyebutkan bahwa pada dasarnya Aughmented Dickey
Fuller (ADF) test melakukan regresi terhadap persamaan berikut:
D X = a + f * X t- 1 + f 1*D X t- 2 + ... + f r*- 1D X t- r + 1 + U
Hipotesis yang diuji adalah :
H 0 : f = 0 (data tidak stasioner)
H 0 : f < 0 (data stasioner)
Dimana f * = f 1 + f 2 + ... + f r - 1. Nilai f
*
diestimasi melalui metode ordinary
Least Squares (OLS) dengan statistik uji yang digunakan, adalah:
thit = f * / Sf *
Dengan:
34
sf * = Simpangan baku dari f
*
Jika thit lebih kecil dari nilai MacKinnon Critical Value, maka keputusan yang
diambil adalah tolak H0. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa data tersebut
stasioner.
3.2.3. Penentuan Lag Optimal
Terdapat beberapa tahap bentuk pengujian yang akan dilakukan untuk
memperoleh panjang lag optimal. Pada tahap pertama akan dilihat panjang lag
maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai
inverse root karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil
(stasioner) jika seluruh root-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan
semuanya terletak didalam unit circle.
Pada tahap kedua, panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan
kriteria Akaike Information Criteeria (AIC) dan Schwarz Information Criteria
(SIC) yang dirumuskan sebagai berikut:
2
AIC (q) = Log ( å
ei
q
)+ 2
T
T
SIC (q) = AIC (q) + (
dengan
å
q
) (Log T-1)
T
ei2 adalah jumlah residual kuadrat, sedangkan T dan q masing-masing
merupakan jumlah sampel dan jumlah variabel yang beroperasi dalam persamaan.
35
Untuk menetapkan tingkat lag yang paling optimal, model VAR harus
diestimasi dengan berbeda-beda tingkat lag-nya, kemudian dibandingkan dengan
AIC dan SICnya. Nilai AIC dan SIC yang paling kecil dipakai sebagai patokan
pada tingkat lag paling optimal, karrena nilai AIC atau SIC minimum
menggambarkan residual (error) yang paling kecil.
3.2.4. Impulse Response Function (IRF)
Seperti yang telah disebutkan di muka, VAR merupakan teknik yang
membiarkan data menentukan sendiri struktur dinamis dari sebuah model,
sehingga setelah estimasi dilakukan, adalah penting untuk mencirikan struktur
dinamis tersebut secara jelas. Sayangnya, koefisien hasil estimasi model VAR
sulit diartikan dan kurang dapat diandalkan.
Untuk dapat mencirikan struktur dinamis dalam model, menurut Sims,
cara yang paling baik adalah dengan menganalisa respon dari model (sistem)
terhadap kejutan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menujukan
bagaimana response dari setiap variabel endogen dari sepanjang waktu terhadap
kejutan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya.
3.2.5. Model penelitian VAR
hubungan kausalitas antar variael dalam sistem persamaan multivariat
lebih rumit dibandingkan pada sistem persamaan bivariat VAR membuat seluruh
variabel menjadi endogenus dan menurunkan distrbuted lag-nya. Spesifikasi
model VAR dengan variabel yang dipakai secara umum dan ordo VAR sebanyak
k adalah sebagai berikut:
36
VAR (k), Zt= A0 + A1Zt-1 + A2Zt-2 + ... + AkZt-k + ε t
Dimana:
Zt
= vektor peubah tak bebas (y1,t,...yn,t) berukuran n x 1
A0
= vektor intersep berukuran n x 1
A1
= matrks parameter berukuran n x n untuk setipa i= 1,2,..,p
εt
= vektor sisaan ( ε 1, t... ε n, t) berukuran n x 1
Spesifikasi model VAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
⎛cpi ⎞ ⎛ a11(L) L L L L L L L L L L L L L L a116(L)⎞⎛cpi ⎞ ⎛εt ⎞
⎟⎜
⎟ ⎜ε ⎟
⎜
⎟ ⎜ MO
M
d
ep
p
_
d
ep
p
_
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ t⎟
⎟⎜dep_s ⎟ ⎜εt ⎟
⎜dep_s ⎟ ⎜ M O
M
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ε ⎟
M
O
M
g
d
p
g
d
p
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ t⎟
⎟⎜i
⎜i
⎟ ⎜ M
⎟ ⎜εt ⎟
O
M
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟⎜ ⎟
M
O
M
ip
ip
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜εt ⎟
⎟⎜l_p ⎟ ⎜ε ⎟
⎜l_p ⎟ ⎜ M
O
M
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ t⎟
O
M
⎟⎜l_s ⎟ ⎜εt ⎟
⎜l_s ⎟ ⎜ M
=
⎟⎜li_p ⎟+⎜ε ⎟
⎜li_p ⎟ ⎜ M
O
M
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ t⎟
⎟⎜li_s ⎟ ⎜εt ⎟
⎜li_s ⎟ ⎜ M
O
M
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟⎜ ⎟
M
O
M
M
0
M
0
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜εt ⎟
⎟⎜xrate ⎟ ⎜ε ⎟
⎜xrate ⎟ ⎜ M
O
M
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ t⎟
M
O
M
⎟⎜rib ⎟ ⎜εt ⎟
⎜rib ⎟ ⎜
⎟⎜rli_p ⎟ ⎜ε ⎟
⎜rli_p ⎟ ⎜ M
O
M
⎟⎜
⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ t⎟
O
M
⎟⎜rli_s ⎟ ⎜εt ⎟
⎜rli_s ⎟ ⎜ M
⎜rsbi ⎟ ⎜a (L) L L L L L L L L L L L L L L a (L)⎟⎜rsbi ⎟ ⎜⎜ ⎟⎟
⎝
⎠ ⎝ 161
⎠ ⎝εt ⎠
1616 ⎠⎝
37
dimana:
cpi
: Consumer price indeks
dep_p
: Deposito bank swasta (Rp. Milyar).
dep_s
: Deposito bank persero (Rp. Milyar).
gdp
: GDP (Rp. Milyar).
i
: Investasi (Rp. Milyar).
ip
: Industrial Production (Rp. Milyar).
l_p
: Kredit bank swasta (Rp. Milyar).
l_s
: Kredit bank persero (Rp. Milyar).
li_p
: Kredit investasi bank swasta (Rp. Milyar).
li_s
: Kredit investasi bank persero (Rp. Milyar).
M0
: Base money (Rp. Milyar).
xrate
: Exchangerate (Rp/$).
rib
: Interbank call money (%).
rli_p
: Suku bunga investasi bank swasta (%).
rli_s
: Suku bunga investasi bank persero (%).
rsbi
: Suku Bunga SBI (%).
Sesuai dengan pendapat Sims (2003), semua data estimasi yang
dipergunakan VAR adalah bentuk logaritma, kecuali data yang telah bentuk
persen seperti tingkat suku bunga. Salah satu alasannya adalah untuk
memudahkan analisis, karena dalam impulse response maupun pengaruh shock
dilihat dalam persentase. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini
kecuali variabel tingkat suku bunga, semua diubah dalam bentuk logaritma.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini, secara empirik disajikan hasil analisis variabel makro
ekonomi Indonesia antara tahun 1993 sampai dengan 2005. Secara spesifik tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk menunjukan eksistensi bank lending channel di
Indonesia, menganalisis pengaruh penyaluran kredit terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional dan menganalisis respon dinamis kredit terhadap guncangan
(shock) suku bunga SBI, dan respon GDP terhadap guncangan (shock) kredit.
4.1.
Trend Variabel Makroekonomi
4.1.1. Trend Suku Bunga SBI di Indonesia
Suku bunga SBI pada tahun 1993 sampai 1997 menunjukkan tingkat yang
relatif stabil, tetapi pada pertengahan tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 suku
bunga SBI meningkat tajam (Gambar 4.1). Adapun beberapa hal yang
melatarbelakangi fenomena ini adalah terjadinya rush di dunia perbankan serta
depresiasi kurs Rupiah yang sempat mencapai Rp. 15.000/US$ akibat keputusan
Thailand untuk mendevaluasi Baht pada 2 Juli 1997 (Achsani dalam Nugraha
(2006)).
Distorsi yang terjadi dalam sisi moneter ini secara langsung menuntut
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk melakukan pemulihan yang cepat.
Oleh karenanya, dengan meningkatkan suku bunga SBI, Bank Indonesia berusaha
menahan laju depresiasi yang tinggi, menekan laju inflasi akibat depresiasi kurs
Rupiah sekaligus mengembalikan kepercayaan dunia perbankan khususnya
nasabah agar tetap menyimpan dananya di bank.
39
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1994
1996
1998
2000
R
S
B
2002
2004
I
Gambar 4.1. Suku Bunga SBI
4.1.2. Trend Kredit di Indonesia
Kredit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu total kredit dengan kredit
investasi. Masing-masing variabel tersebut dibagi dua kategori bank yaitu bank
swasta dan bank negara (persero).
a. Trend kredit bank swasta
Trend kredit bank swasta pada awal periode tahun 1993 sampai 1998
menunjukkan pertumbuhan yang positif. Namun, pada tahun 1998 negara
Indonesia mengalami krisis yang membekukan beberapa perbankan sehingga
jumlah kredit mengalami penurunan pertumbuhan yaitu sampai 10.8 persen.
Mulai dari tahun 1999 hingga 2005 kembali menunjukan pertumbuhan yang
positif.
12.8
12.4
12.0
11.6
11.2
10.8
10.4
1994
1996
1998
2000
L N
2002
L _ P
Gambar 4.2. Log Kredit Bank Swasta
2004
40
b. Trend kredit bank persero
Trend kredit bank persero mengalami empat fase, yang pertama meningkat
perlahan yang terjadi pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1998, kedua mulai
1998 meningkat tajam pada tahun 1999 hingga sampai 12.4, ketiga menurun
dengan tajam pada awal tahun 1999 hal ini kesesuaian dengan teori karena
pemerintah melakukan kebijakan menaikan suku bunga, dan keempat mulai dari
tahun 2001 kembali menunjukan peningkatan mulai tahun 2001.
12.6
12.4
12.2
12.0
11.8
11.6
11.4
11.2
11.0
1994
1996
1998
2000
2002
2004
LNL_S
Gambar 4.4. Log Kredit Bank Persero
c. Trend kredit investasi bank swata
Trend kredit bank investasi bank swasta terbagi menjadi tiga fase, yang
pertama yaitu pada tahun 1993 mengalami kenaikan yang positif sampai dengan
tahun 1998, yang kedua mengalami penurunan pada tahun 1999 karena negara
Indonesia mengalami krisis dna pemerintah menaikan suku bunga, dan ketiga
mulai kembali menunjukan peningkatan yang positif pada tahun 2000 sampai
tahun 2005.
41
11.2
10.8
10.4
10.0
9.6
9.2
8.8
8.4
8.0
1994
1996
1998
2000
2002
2004
L N L I_ P
Gambar 4.4. Log Kredit Investasi Bank Swasta
d. Trend kredit investasi bank persero
Trend kredit investasi bank persero terbagi beberapa fase, yang pertama
peningkatan yang lambat yaitu mulai pada tahun 1993 sampai 1997, yang kedua
meningkat tajam pada tahun 1998, ketiga penurunan secara tajam pada tahun
1999, dan keempat pada tahun 2000 kembali mulai menunjukan pertumbuhan
yang positif.
12.0
11.6
11.2
10.8
10.4
10.0
1994
1996
1998
2000
2002
L N L I_ S
Gambar 4.5. Log Kredit Investasi Bank Persero
2004
42
Hal ini sesuai dengan teori karena pada tahun 1993 sampai dengan tahun
1998 suku bunga masih rendah sehingga jumlah kredit yang disalurkan tinggi
Sedangkan pada tahun 1998 negara Indonesia mengalami krisis dan pemerintah
melakukan kebijakan menaikan suku bunga sehingga total kredit yang disalurkan
menjadi berkurang. Pada tahun 2000 pemerintah kembali menurunkan suku bunga
sehingga pada tahun tersebut kredit mulai kembali menunjukan peningkatan
positif.
4.1.3. Trend Suku Bunga Investasi
Trend suku bunga investasi digambarkan dalam gambar 4.5 dan 4.6. Trend
suku bunga cenderung berfluktuasi sejak tahun 1993 serta mengalami puncaknya
pada ahun 1998. siklikalnya terlihat mengalami kontraksi pada tahun 1990 dan
ekspansi tahun 1994. ekspansi yang sangat tajam terlihat pada tahun 1997 pada
saat krisis, dan kontraksi pada tahun 1998.
Suku bunga perbankan di Indonesia berada pada posisi tertinggi
dikawasan ASEAN dimaksudkan untuk mencegah pelarian modal (capital flight).
Hal ini dilakukan mengingat pelarian modal merupakan salah satu faktor yang
mendorong kestabilan perekonomian Indonesia.
Krisis nilai tukar yang terjadi beberapa bulan pada tahun 1994, telah
memaksa pemerintah melakukan kebijakan uang ketat dengan menaikan suku
bunga hingga tahun1995. Setelah itu suku bunga domestik menurun kembali.
Peningkatan suku bunga yang sangat tinggi terjadi pada tahun 1997 pada saat
krisis terjadi. Ketika nilai tukar menjadi tidak terkendali, pemerintah berupaya
mengendalikan depresiasi nilai tukar yang sangat dalam melalui peningkatan suku
43
bunga. Kebijakan ini terpaksa dilakukan apalagi didukung secara penuh oleh IMF
sebagai dokter bagi krisis Indonesia. Walaupun kebijakan ini merupakan
disinsentif bagi investasi dan menggoyahkan sektor rill, tetapi berlajut hingga
tahun 1998.
Setelah tahun 1998 suku bunga kembali ketingkat semula, selanjutnya
terlihat kecenderungan suku bunga yang terus menurun setelah tahun 1998.
kebijakan ini terus berlanjut hingga tahun 2001, dimana fluktuasi agregat moneter
telah mulai menurun.
Pergerakan suku bunga domestik selain dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal juga dipengaruhi ekternal, terutama perubahan tingkat suku bunga bank
sentral Amerika (Federal Reserve). Pada periode ini Bank Sentral AS terus
menerus menekan tingkat suku bunga ketingkat yang paling rendah dalam rangka
memberikan stimulus bagi perekonomiannya. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan
suku bunga Indonesia yang cenderung menurun setelah tahun 1998.
a. Trend suku bunga kredit investasi bank swasta
Trend suku bunga kedit bank swasta dari tahu 1993 sampai tahun 1997
cenderung mendatar, kemudian meningkat tajam sampai 40 pada tahun 1998.
tetapi hal ini tidak belangsung lama karena pada tahun 1999 suku bunga kredit
bank swasta kembali menurun dan menunjukan kestabilan di angka 20 dan terjadi
penurunan yang sangat tajam pada tahun 2005.
44
45
40
35
30
25
20
15
10
93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05
RLI_P
Gambar 4.5. Suku Bunga Kredit Investasi Bank Swasta
b. Trend Suku bunga kredit investasi bank persero
Trend suku bunga kredit bank negara cenderung terus berfluktuatif sejak
tahun 1993 sampai dengan tahun 2005. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 1997
sampai dengan tahun 1998, yaitu sampai 22 persen, sedangkan penurunan
terendah terjadi pada tahun 1994 dan tahun 2005 yaitu 14 persen.
24
22
20
18
16
14
12
93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05
RLI_S
Gambar 4.6. Suku Bunga Kredit Investasi Bank Persero
45
4.1.4. Trend GDP riil di Indonesia
Untuk melihat karakteristik fluktuasi suatu perekonomian, maka penting
untuk mengidentifikasikan magnitude ekonomi makro. Magnitude ekonomi
makro ditentukan oleh siklus variabel referensi. Penelitian ini juga memilih GDP
riil sebagai variabel referensi, karena GDP rill dianggap sebagai salah satu alat
ukur aktivitas ekonomi yang akurat dalam level agregat. Data bulanan GDP rill di
Indonesia dalam bentuk logaritma natural dari tahun 1993 sampai tahun 2005
dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Tren GDP riil menunjukan tiga fase. Pertama, pada saat kondisi sebelum
krisis antara tahun 1993 sampai 1997, dimana GDP riil menunjukan tingkat
pertumbuhan yang stabil dikisaran 7.6 persen. Kedua, saat terjadi krisis moneter
tahun 1997 sampai 2000, dimana GDP menunjukan penurunan pertumbuhan yang
sangat rendah hingga sampai 6.5 persen. Ketiga, kondisi pemulihan setelah krisis
yaitu antara tahun 2000 sampai 2005. Pertumbuhan GDP kembali meningkat
sampai dengan 8.2 persen pada tahun 2000 dan menunjukan kestabilan sampai
2005.
Fluktuasi ini menunjukan kesesuaian teori dengan kondisi yang
sebenarnya, dimana jika suku bunga dinaikkan maka akan terjadi penurunan
jumlah kredit yang berdampak akhir pada penurunan GDP riil. Hal ini terlihat
pada hubungan Gambar 4.1 dengan Gambar 4.7.
46
8.4
8.0
7.6
7.2
6.8
6.4
1994
1996
1998
2000
2002
2004
L N G D P
Gambar 4.7. log GDP riil
4.2.
Data Generating Process (DGP)
Sebelum masuk kedalam tahapan analisis model VAR, maka sebelumnya
harus dilakukan apa yang disebut Data Generating Process (DGP). DGP
diantaranya meliputi uji akar unit (unit root test), stabilitas VAR dan pengujian
lag optimal stabilitas VAR. Hal ini penting karena dalam model multivariat timeseries kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan
membuat hasil estimasi menjadi palsu (spurious regression) dan tidak valid
(Gujarati, 2003).
4.2.1. Uji Stasioneritas Data
Sebelum mengestimasi model maka pertama-tama harus dilakukan uji
stasioneritas untuk masing-masing variabel yang digunakan karena sebagian besar
data time-series mempunyai akar unit (Gujarati, 2003). Metode pengujian yang
digunakan untuk melakukan uji stasioneritas adalah uji ADF dengan lag
maksimum 13. Jika nilai t-ADF lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon
(1996) maka dapat disimpulkan data yang kita gunakan tidak mengandung akar
47
unit (stasioner). Pengujian kestasioneran data dilakukan pada tingkat level sampai
dengan first difference dengan taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Hasil
pengujian stasioneritas data untuk masing-masing variabel ekonomi dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Uji Stasioneritas Data
Variabel
SBI Rate
Call Money rate
Base Money
Exchange rate
Real GDP
CPI
PI
Investasi
Deposit State Bank
Deposit Private bank
Lending state Bank
Lending Private Bank
Inv.Lend Rate State Bank
Inv.Lend Rate Private Bank
Inv.Lend State Bank
Inv.Lend.Private Bank
Level
-2.581966
-1.741753
-1.537206
-1.277023
-2.163078
-0.650494
-3.804888
0.938850
-1.73733
-3.396975
-1.021431
-1.488325
-1.670609
-1.508735
-1.665944
-1.737330
ADF test
first difference
-5.569846
-5.411098
-4.201439
-4.312479
-4.359202
-2.111176
-7.182691
-5.206165
-4.734756
-6.814253
-3.441401
-3.904239
-4.400864
-4.820611
-4.018737
-4.734756
Sumber lampiran 2 : Dalam uji level dengan intercep untuk First differnce tidak memakai intercept dan trend
(none)
t-kritis MacKinnon: level: 1%=-3.473, 5%= -2.880, 10%= -2.576; first- defference: 1% = -2.580, 5% = -1.942
dan 10% = -1.615
Cetak tebal menunjukkan bahwa data tersebut stasioner pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa 80 persen
data tidak stasioner di tingkat level karena nilai t-ADF pada banyak variabel
makroekonomi lebih besar daripada nilai kritis Mackinnon dan setelah dilakukan
perbedaan pertama (1st difference) semua data stasioner pada tingkat kritis 1
persen. Artinya data yang digunakan pada penelitian ini terintegrasi pada ordo 1
atau dapat disingkat menjadi I(1). Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa
48
apabila data tidak stasioner di level maka akan digunakan metode VAR first
difference.
4.2.2. Pengujian Stabilitas VAR
Sebelum dilakukan analisis lebih jauh, maka stabilitas VAR perlu diuji
karena jika hasil estimasi VAR tidak stabil akan menyebabkan analisis IRF
menjadi tidak valid. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah
dibentuk maka dilakukan VAR Stability Condition Check berupa Roots of
Characteristic Polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Berdasarkan uji stabilitas VAR yang
ditunjukkan oleh Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa estimasi VAR yang akan
digunakan untuk analisis IRF stabil.
Tabel 4.2. Uji Stabilitas model VAR.
Root
-0.393335 - 0.477595i
0.560034 + 0.220379i
0.560034 - 0.220379i
0.484207 + 0.343185i
0.484207 - 0.343185i
-0.566595 - 0.139336i
-0.566595 + 0.139336i
0.418016 - 0.390456i
0.418016 + 0.390456i
0.349347
0.19119
-0.185659
-0.102722 + 0.105105i
-0.102722 - 0.105105i
0.083334
Sumber: Lampiran 3.
4.2.3. Penentuan Selang (Lag) Optimal
Modulus
0.618716
0.601835
0.601835
0.593492
0.593492
0.583476
0.583476
0.572008
0.572008
0.349347
0.19119
0.185659
0.146965
0.146965
0.083334
49
Penggunaan selang (lag) optimal sangat penting dalam pendekatan VAR
karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai
variabel eksogen (Enders, 2005).
Pengujian panjang lag optimal ini sangat
berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR, sehingga
dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak lagi muncul masalah
autokorelasi. Adapun kriteria penentuan lag optimal ditentukan berdasarkan lag
terpendek dan standar Akaike Information Criterion (AIC) terkecil. Hasil
pengujian penentuan lag optimal terlampir pada Tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.3. Pengujian lag optimal VAR.
Lag
Akaike Information Criterion (AIC)
0
-42.54232
-50.84661
1
-54.53889
2
-57.33984*
3
Sumber : Lampiran 4.
Cetak tebal menunjukkan AIC terkecil
dengan demikian maka persamaan umum VAR dapat ditulis sebagai berikut :
3
3
i =1
i =1
3
3
3
3
i =1
i =1
i =1
i =1
Zt = ∑Γi rSBIt −i + ∑Γi rIb + ∑Γi M 0t −i + ∑Γi xratet −i + ∑Γi GDPt-i + ∑Γi CPIt-i
t −i
3
3
3
3
3
i =1
i =1
i =1
i =1
i =1
+ ∑ Γi IPt −i + ∑ Γi I t −i + ∑ Γi Dep _ St −i + ∑ Γ i Dep _ Pt −i + ∑ Γi L _ S t-i +
3
∑Γ L _ P
i =1
i
dimana :
t −i
3
3
3
3
i =1
i =1
i =1
i =1
+ ∑ Γi rLi _ St-i + ∑ Γi rLi _ Pt −i + ∑ Γi Li _ St −i + ∑ Γi Li _ P t −i + ε it
50
Z t = variabel analisis yang terdiri dari Suku bunga SBI (rSBI), interbank call
money (rIb), base Money (M0), kurs nominal (xrate), real gross national
product (GDP), consumer price indeks(CPI), industrial production (IP),
investment (I), deposit state bank (Dep_S), deposit private bank (Dep_P),
credit state bank(L_S), credit private bank(L_P), investment lending rate
state bank(rLi_S), investment lending rate private bank (rLi_P), lending
investment state bank(Li_S), lending investment private bank(Li_P).
Γ = parameter dalam bentuk matriks polinomial (finite order matrix) dengan lag
operator i
ε it = vector white noise
i = panjang lag (ordo) VAR (i=1,2,3)
4.2.4. Hasil Estimasi VAR
Tabel 4.4. Nilai Koefisien Terhadap Output (GDP)
Lag
t-1
t-2
t-3
L_P
-0.06406
0.07367
-0.10891
L_S
0.15768
-0.0836
0.11330
LI_P
-0.019
-0.034
0.0143
LI_S
-0.015
0.1550
-0.112
rli_P
-0.0105
-0.0090
-0.0029
rli_S
0.0227
0.0129
0.0181
LI_S
-0.003042
0.003259
-0.002065
rli_P
0.205335
0.009943
-0.129154
rli_S
0.050749
-0.005112
0.001005
rli_P
0.0414
0.0666
0.4857
rli_S
0.0347
0.2622
0.1450
Sumber : Lampiran 5.
Tabel 4.5. Nilai Koefisien SBI Terhadap Kredit.
Lag
t-1
t-2
t-3
L_P
0.002847
0.001414
-0.00120
L_S
-0.001594
0.000743
-0.000374
LI_P
-0.000956
0.004620
-0.004750
Sumber : Lampiran 6 s/d lampiran 11.
Tabel 4.6. Nilai Probabilitas Kredit Terhadap GDP
Lag
t-1
t-2
t-3
L_P
0.6186
0.5606
0.2160
L_S
0.4679
0.7080
0.6110
Sumber : Lampiran 6 s/d lampiran 11.
LI_P
0.7621
0.596
0.8288
LI_S
0.9316
0.3748
0.5041
51
Tabel 4.7. Nilai Probabilitas SBI Terhadap Kredit
Lag
t-1
t-2
t-3
L_P
0.1918
0.5185
0.5074
L_S
0.4751
0.7408
0.8414
LI_P
0.8018
0.2302
0.1384
LI_S
0.2807
0.2518
0.3816
rli_P
0.0060
0.8929
0.0374
rli_S
0.0547
0.8464
0.9634
Sumber : Lampiran 6 s/d lampiran 11.
Untuk variabel pertumbuhan ekonomi, hasil estimasi VAR ditampilkan
pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5. Hasil estimasi menunjukan bahwa hampir sembilan
puluh lima persen tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap output
nasional.
Variabel yang menberikan signifikan terhadap GDP yaitu suku bunga
kredit bank swata dan suku bunga kredit bank negara. Nilai koefisien kedua
varibel ini masing-masing yaitu 0.0414 dan 0.0347. Artinya, apabila suku bunga
kredit investasi bank swasta naik satu persen maka output nasional akan naik
sebesar 0.0414 persen. Dan apabila suku bunga kredit investasi bank negara naik
satu persen maka akan menaikan poutput nasional sebesar 0.0347 persen.
4.2.5. Simulasi Analisis Impuls Respon
Impulse response function menunjukkan bagaimana respon setiap variabel
endogen terhadap kejutan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya
pada periode yang akan datang. IRF ini juga untuk memperkuat hasil estimasi
VAR yaitu menunjukan kuat atau tidaknya suatu variabel mempengaruhi variabel
itu sendiri dan variabel yang lain pada periode yang akan datang. Semakin kuat
pengaruh suatu variabel, maka akan terjadi fluktuasi yang cukup lama pada
varibel yang merespon. Metode IRF yang digunakan adalah generalize impulse
52
response, hal ini menunjukan tidak adanya hubungan recursif antara variabel yang
sudah diguncang dengan variabel lain yang sudah mengalami guncangan.
4.2.5.1. Respon Kredit Terhadap Guncangan Suku Bunga SBI
a.
Respon kredit bank swasta terhadap guncangan suku bunga SBI
R e s p o n s e o f D (L N L _ P ) to G e n e ra lize d O n e
S .D . D ( R S B I) In n o v a tio n
.016
.012
.008
.004
.000
-.004
-.008
-.012
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.8. Respon Total Kredit Bank Swasta Terhadap Guncangan Suku Bunga SBI
Pada saat terjadinya guncangan 1 standar deviasi total kredit bank swasta
akan mengalami penurunan sebesar -0.13 persen. Tetapi mengalami peningkatan
yang positif selama 1 perode kedepan. Total kredit bank swasta mengalami
penurunan tertajam pada bulan keempat yaitu sebesar -1.1 persen, tetapi pada satu
periode berikutnya mengalami kenaikan tertinggi yaitu sebesar 1.5 persen.
Kemudian, kredit mengalami penurunan kembali sebesar -2 persen pada bulan
kelima, hal ini akan berlangsung sampai dengan sepuluh bulan kedepan.
Memasuki periode kesepuluh akan mengalami fluktuasi pada kisaran 0.2 persen
sampai dengan -0.2 persen dari bulan kesepuluh sampai dengan periode 36.
53
Seperti yang terlihat dalam gambar, bahwa kestabilan kredit bank swasta
terhadap guncangan suku bunga SBI terjadi pada periode bulan kedua belas.
Seperti yang dikemukakan diatas jika terjadi fluktuasi dalam jangka pendek maka
variabel tersebut kurang kuat mempengaruhi variabel yang merespon. Hal ini
menunjukan kesesuaian terhadap hasil estimasi VAR, bahwa suku bunga SBI
tidak memberikan pangaruh yang signifikan terhadap kredit bank swasta.
b.
Respon kredit bank persero terhadap guncangan suku bunga SBI
R e s p o n s e o f D (L N L _ S ) to G e n e ra lize d O n e
S .D . D (R S B I) In n o v a tio n
.006
.004
.002
.000
-.002
-.004
-.006
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.9. Respon Total Kredit Bank Persero Terhadap Guncangan Suku Bunga SBI
Respon total kredit bank persero pada saat suku bunga SBI diguncang satu
standar deviasi langsung mengalami kenaikan yaitu sebesar 0.1 persen, namun
setelah periode kedua mengalami penurunan hingga terjadi penerunan yang paling
tajam terjadi pada periode ketiga sebesar 0.4 persen. Total kredit bank negara
mengalami kenaikan yang paling tinggi di periode kelima yaitu 0.5 persen. Pada
54
periode sembilan sampai dua belas kredit bank persero mengalami fluktuasi
dikisaran 1 sampai dengan -1, dan mulai cukup stabil di bulan ke 22 sampai
dengan 36. berarti hal ini sesuai dengan hasil estimasi VAR bahwa suku bunga
SBI tidak memberikan pengaruh yang kuat terhadap kredit investasi bank persero.
c.
Respon kredit investasi bank swasta terhadap guncangan suku bungan SBI
R e s p o n s e o f D ( L N L I_ P ) t o G e n e r a liz e d O n e
S . D . D ( R S B I) In n o v a t i o n
.015
.010
.005
.000
-.005
-.010
-.015
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.10. Respon Total Kredit Investasi Bank Swasta Terhadap Guncangan Suku
Bunga SBI
Pada saat suku bunga di guncang sebesar satu standar deviasi maka terjadi
penurunan sebesar 0.2 persen kredit investasi bank swasta, dan penurunan ini
terjadi sampai periode keempat sekaligus terjadi penurunan yang paling tajam
yaitu sebesar -1.3 persen. Tetapi setelah penurunan yang sangat tajam, posisi
kredit investasi bank swasta mengalami peningkatan yang tinggi sekaligus
menjadi kenaikan tertingi yaitu 1.4 persen yang terjadi di periode kelima.
Kemudian mengalami fluktuasi di kisaran 0.4 persen sampai 1 persen, dan
mengalami pertumbuhan yang negatif sampai periode kesepuluh. Pada akhirnya
55
kredit bank swasta mengalami fluktuasi dari periode 15 sampai 36 dikisaran 0.1
persen sampai dengan -0.1, hal ini dianggap kembali ke tingkat kestabilan. Hal
ini menunjukan kurang kuatnya pengaruh suku bunga SBI terhadap kredit
investasi bank swasta dan sesuai dengan hasil estimasi VAR.
d.
Respon kredit investasi bank persero terhadap guncangan suku bunga SBI
R e s p o n s e o f D ( L N L I_ S ) t o G e n e r a liz e d O n e
S . D . D ( R S B I) In n o v a t i o n
.006
.004
.002
.000
-.002
-.004
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.11. Respon Total Kredit Investasi Bank Persero Terhadap Guncangan Suku
Bunga SBI
Pengaruh guncangan suku bunga SBI sebesar satu standar deviasi pada
periodepertama akan menyebabkan menaikan kredit investasi bank persero
sebesar 0.1 persen, tetapi pada bulan kedua mengalami penurunan yang sangat
tajam bahkan sampai penurunan paling negatif yaitu sebesar -0.3 persen. Pada
bulan ketiga hingga bulan kelima kredit investasi bank negara mengalami
kenaikan yang sangat tinggi yaitu sebesar 0.5 persen dan terus berfluktuasi pada
kisaran 0.2 persen sampai dengan 0.5 hal ini terjadi dari periode keempat sampai
periode ketujuh, fluktuasi terjadi kembali dari bulan kedelapan sampai bulan
56
kedua belas yaitu diantara 0.15 sampai dengan -0.15 persen. Kredit investasi bank
persero mulai kembali ke tingkat kestabilan mulai bulan keenam belas. Seperti
yang ditunjukan hasil estimasi VAR, bahwa suku bunga SBI kurang kuat
mempengaruhi kredit investasi bank negara.
4.2.5.2. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit
a.
Respon GDP terhadap guncangan kredit bank swasta
R e s p o n s e o f D ( L N G D P ) t o G e n e r a li z e d O n e
S . D . D ( L N L _ P ) In n o v a t i o n
.010
.005
.000
-.005
-.010
-.015
-.020
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.12. Respon GDP Terhadap Guncangan Total Kredit Bank Swasta
Ketika kredit bank swasta diguncang pada periode yang pertama sebesar
satu standar deviasi, respon GDP mengalami penurunan yaitu -0.9 persen,
penurunan ini terus berlangsung pada periode kedua hingga sampai 1.8 persen.
Pada periode berikutnya barulah mulai memperlihatkan kenaikan sehingga pada
periode keenam GDP mulai mengalami pertumbuhan yang positif yaitu sebesar
0.8 persen pada bulan kedelapan. GDP mengalami fluktuasi pada bulan kelima
sampai periode keenam belas yaitu berkisar diantara 0.7 persen sampai dengan -
57
0.8 persen. Tetapi pada periode ke dua puluh kembali menunjukan kestabilan dan
sesauai dengan hasil estimasi VAR bahwa kredit bank swasta tidak kuat
mempengaruhi GDP.
b.
Respon GDP terhadap guncangan kredit bank persero
R e s p o n s e o f D ( L N G D P ) t o G e n e r a liz e d O n e
S . D . D ( L N L _ S ) In n o v a t i o n
.004
.000
-.004
-.008
-.012
-.016
-.020
-.024
-.028
-.032
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.13. Respon GDP Terhadap Guncangan Total Kredit Bank Persero
Pada periode yang pertama, guncangan kredit bank persero sebesar satu
standar deviasi mengakibatkan GDP mengalami penurunan yaitu sebesar -1.9
persen, penurunan ini terjadi sampai periode kedua sehingga terjadi penurunan
yang paling curam yaitu -3 persen yang terjadi pada periode kedua. Meskipun
periode berikutnya mengalami kenaikan, tetapi masih menunjukan penurunan
yang negatif, dan terus berfluktuasi pada periode kelima sampai periode keempat
belas. GDP baru memperlihatkan pertumbuhan yang positif dan stabil pada
periode kedua pulu lima. Hasil ini menunjukan kesamaan dengan hasil estimasi
VAR, bahwa kredit bank persero tidak kuat mempengaruhi GDP.
58
c.
Respon GDP terhadap guncangan kredit investasi bank swasta
R e s p o n s e o f D ( L N G D P ) t o G e n e r a liz e d O n e
S . D . D ( L N L I_ P ) In n o v a t io n
.004
.000
-.004
-.008
-.012
-.016
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.14. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Swasta
Pengaruh guncangan kredit investasi bank swasta sebesar satu standar
deviasi akan menyebabkan penurunan GDP sebesar -0.006, penurunan ini terjadi
sampai satu periode berikutnya sehingga mengalami penurunan yang paling tajam
yaitu sebesar -1.4 persen. Pada tiga bulan berikutnya mengalami pertumbuhan
yang sangat cepat, sehingga pada bulan ketujuh mengalami pertumbuhan yang
positif. Namun pada bulan kesembilan sampai bulan kelimabelas kembali
menurunan. Sehingga pada periode kedua puluh satu
barulah mengalami
pertumbuhan yang positif dan kembali ke tingkat kestabilan pada periode ke dua
puluh enam. Hal ini sama dengan hasil estimasi VAR, bahwa kredit bank swasta
tidak kuat mempengaruhi GDP.
59
d.
Respon GDP terhadap guncangan kredit investasi bank persero
R e s p o n s e o f D ( L N G D P ) to G e n e r a lize d O n e
S .D . D ( L N L I_ S ) In n o v a tio n
.005
.000
-.005
-.010
-.015
-.020
-.025
-.030
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.15. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Persero
Respon GDP terhadap guncangan kredit investasi bank persero sebesar
satu standar deviasi yaitu sebesar -1.7 persen, pada periode kedua kembali
mengalami penurunan 2.7 persen. Sampai dengan tiga bulan berikutnya GDP
mengalami pertumbuhan yang negatif. Dari periode keenam sampai dengan
periode kelima belas mengalami fluktuasi yang berkisar antara 0,1 persen sampai
dengan 0,1 persen. Pada periode ke dua puluh enam GDP mulai kembali ke
tingkat kestabilan. Hal ini berarti kredit bank persero kurang kuat mempengaruhi
GDP dan sesuai dengan hasil estimasi VAR.
60
e.
Respon GDP terhadap guncangan suku bunga kredit investasi bank swasta
Response of D(LNGDP) to Generalized One
S.D. D(RLI_P) Innovation
.025
.020
.015
.010
.005
.000
-.005
-.010
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.16. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Swasta
Respon GDP terhadap guncangan suku bunga investasi bank swasta satu
standar deviasi pada periode pertama langsung menunjukan peningkatan yang
positif sekaligus menunjukan peningkatan yang paling tinggi yaitu sampai 21
persen. tetapi pada periode berikutnya langsung terjadi penurunan yang sangat
tajam dan sekaligus menunjukan penurunan yang paling rendah yaitu sampai 0.008 pada periode ke lima. Kemudian berfluktuasi dikisaran 0.5 sampai 0.01
persen sampai periode ke tujuh belas. Respon GDP terhadap suku bunga investasi
bank swasta mulai menunjukan kestabilan pada periode ke dua puluh. Hasil ini
sesuai dengan hasil estimasi VAR, bahwa suku bunga investasi bank swasta tidak
memberikan pengaruh yang kuat terhadap GDP.
61
f.
Respon GDP terhadap guncangan suku bunga kredit investasi bank
persero
Response of D(LNGDP) to Generalized One
S.D. D(RLI_S) Innovation
.016
.012
.008
.004
.000
-.004
-.008
5
10
15
20
25
30
35
Sumber : Lampiran 12.
Gambar 4.17. Respon GDP Terhadap Guncangan Suku Bunga Kredit Investasi Bank
Persero
Pengaruh guncangan satu standar deviasi suku bunga kredit investasi bank
persero terhadap GDP terlihah pada gambar 4.17. hasil output IRF pada dua
periode pertama langsung menunjukan pertumbuhan yang positif . tetapi kembali
menurun pada periode ke tiga sekaligus menunjukan penurunan yang paling
tajam sampai 0.007 persen. GDP mulai menunjukan kestabilan pada periode 17.
Hal ini menunjukan bahwa suku bunga kredit bank persero tidak kuat
mempengaruhi GDP.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dengan menggunakan
metode analisis VAR menunjukan bahwa selama periode penelitian yaitu 1993.I2005.XII maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kebijakan moneter melalui jalur kredit di Indonesia belum memberikan
pengaruh yang signifikan, dengan kata lain bahwa bank lending channel di
Indonesia tidak terjadi. Hal ini terlihat tidak signifikannya pengaruh suku
bunga SBI terhadap permintaan kredit. Perubahan suku bunga SBI
diharapkan akan mendorong perbankan untuk merubah suku bunga kredit
sehingga akan merubah permintaan jumlah kredit yang akan dibarengi
perubahan tingkat investasi, dengan naiknya investasi akan mendorong
naiknya pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, pada kenyataannya suku
bunga kredit tidak mempengaruhi jumlah permintaan kredit, karena
apabila keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi melebihi jumlah
kredit yang harus dibayar maka investror akan tetap mengajukan kredit.
2. Jumlah kredit yang disalurkan tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, karena meskipun jumlah kredit
yang disalurkan oleh Bank bertambah tetapi jumlah investasi tetap maka
hal ini tidak akan merubah permintaan terhadap kredit.
3. - Respon dinamis kredit terhadap guncangan suku bunga SBI.
Hasil dari IRF menunjukkan bahwa suku bunga SBI cenderung relatif
lebih kuat mempengaruhi kredit investasi bank persero, karena Bank
63
persero memiliki jumlah dana yang dialokasikan untuk kredit besar
sehingga sangat responsif terhadap perubahan suku bunga.
- Respon dinamis GDP terhadap guncangan kredit.
Hasil yang didapat dari IRF menunjukkan bahwa kredit bank persero
relatif lebih kuat mempengaruhi GDP.
Hal ini dikarenakan Bank
persero memiliki jumlah dana yang besar untuk dialokasikan untuk
kredit sehingga kredit Bank persero yang relatif lebih kuat
mempengaruhi GDP
Berdasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwa mekanisme transmisi
kebijakan moneter melalui jalur kredit berlaku di Indonesia akan tetapi belum
memberikan pengaruh yang sangat signifikan.
5.2.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka rekomendasi yang dapat diberikan
diantaranya :
1. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter sebaiknya menetapkan suku
bunga SBI pada level yang mampu mendorong terjadinya ekspansi kredit,
sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
2. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menaikkan pertumbuhan
ekonomi nasional sebaiknya tidak melalui jalur kredit, karena sesuai
dengan hasil penelitian ini jalur kredit belum memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Download