BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Gigi Desidui dan

advertisement
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Gigi Desidui dan Permanen
Pertumbuhan gigi geligi berhubungan sangat erat dengan proses erupsi gigi.
Maury Massler dan Schour (cit. Marwah N) mendefinisikan erupsi gigi sebagai suatu
proses gigi yang telah terbentuk bermigrasi dari lokasi intraoseous ke posisi
fungsional di rongga mulut. Pergerakan erupsi gigi dimulai sejak pembentukan akar
sebelum gigi dapat terlihat di rongga mulut. Pergerakan selama erupsi gigi dapat
dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase pra-erupsi, fase erupsi (fase pra-fungsional), dan
fase post-erupsi (fase fungsional).2
Perkembangan gigi dibagi menjadi empat periode yaitu masa tak bergigi
(edentulus), masa gigi desidui, masa gigi bercampur, dan masa gigi permanen. Masa
tak bergigi (edentulus) dimulai sejak lahir hingga gigi pertama anak tumbuh, kurang
lebih hingga anak berusia enam bulan. Masa gigi desidui dimulai sejak erupsi gigi
insisivus sentralis mandibula. Masa gigi bercampur dimulai sejak erupsi gigi molar
satu permanen, biasanya saat anak berusia 6-7 tahun (Tabel 1). Masa gigi permanen
yaitu saat semua gigi desidui telah tanggal dan digantikan oleh gigi permanen
biasanya dimulai pada usia 13 tahun.12
Tabel 1. Waktu Pembentukan dan Erupsi Gigi Desidui dan Permanen9
Universitas Sumatera Utara
8
Penelitian yang dilakukan oleh Chukwumah dkk yang menemukan bahwa gigi
molar kedua desidui paling banyak mengalami pencabutan. Hal ini dihubungkan
dengan risiko terjadinya karies pada saat erupsi gigi molar satu permanen dan
topografi fisur dari gigi tersebut.13
Berbeda dengan penelitian Ashiwaju dkk menemukan bahwa kehilangan gigi
lebih banyak terjadi pada mandibula. Hal ini dapat disebabkan karena gigi pada molar
satu permanen mandibula mengalami erupsi lebih dulu dibandingkan gigi maksila
sehingga terjadi kontak yang lebih lama dengan lingkungan oral dibandingkan gigi
yang lain.10
Taiwo dkk juga menemukan bahwa pencabutan gigi posterior mandibula lebih
sering dilakukan. Keadaan anatomi gigi berpengaruh terhadap kerentanan terhadap
karies, selain itu kemampuan yang kurang dalam menyikat gigi juga menyebabkan
daerah posterior kurang dapat dibersihkan dengan baik. Pada analisis berdasarkan
jenis gigi, gigi molar satu permanen yang paling sering dilakukan pencabutan.14
2.2 Indikasi Pencabutan Gigi
Keberadaan gigi geligi di rongga mulut tidak dapat diabaikan, hal ini karena gigi
tidak hanya berfungsi untuk estetis namun juga penting untuk fungsi mastikasi dan
bicara. Berbagai hal yang dapat menjadi penyebab gigi desidui dan permanen perlu
dicabut, bahkan gigi yang normal juga perlu dilakukan pencabutan untuk
Universitas Sumatera Utara
9
memperbaiki maloklusi. Namun pada sebagian besar kasus, pencabutan gigi karena
dipengaruhi oleh karena adanya infeksi atau kelainan seperti supernumerary teeth.2
Indikasi pencabutan gigi adalah :
1. Gigi mengalami karies yang parah
Pencabutan gigi diindikasikan pada gigi dengan karies yang tidak dapat
dilakukan perawatan restoratif serta menyebabkan infeksi dan nyeri akut. Pada gigi
dengan keterlibatan pulpa yang lebih luas, pencabutan gigi dapat dilakukan untuk
menghindari perawatan secara berlebihan dengan prognosis yang tidak pasti.2,15
Beberapa kasus baik pada gigi desidui dan permanen juga disebabkan oleh
pasien yang menolak perawatan saluran akar karena alasan kompleksitas perawatan
dan biaya, dan keadaan saluran akar yang berliku-liku, kalsifikasi, serta tidak dapat
dilakukan perawatan saluran akar. Selain itu, pencabutan juga perlu dilakukan pada
kasus perawatan saluran akar yang gagal dan pasien tidak menginginkan perawatan
ulang.3
Penelitian Khare dkk di Rajashtan, India menemukan sebanyak 11,1% keadaan
karies memerlukan pencabutan gigi.16 Sapaio dkk juga menemukan dari 1.106 gigi
yang mengalami karies, sebanyak 76 gigi merupakan indikasi untuk dilakukan
pencabutan.17 Pada penelitian Alesia dkk menemukan sebanyak 50,1% pencabutan
gigi di Arab Saudi disebabkan oleh karies.18
2. Persistensi
Persistensi merupakan keadaan gigi desidui yang mengalami keterlambatan
tanggal dari waktu sebenarnya, dengan gigi desidui yang masih berada dalam rongga
mulut, sementara gigi penggantinya sudah erupsi. Keadaan tersebut dapat disebabkan
oleh gigi permanen yang tumbuh pada posisi yang salah sehingga tidak menyebabkan
gigi desidui mengalami resorbsi.2,15
Penanganan dini dari kasus ini dapat mencegah terjadinya ganggunan posisi gigi
permanen penggantinya.2,15 Masalah lain yang dapat muncul pada gigi persistensi
yaitu posisi gigi desidui dan permanen penggantinya yang sangat rapat bahkan
terkadang tidak terdapat gingiva diantara kedua gigi tersebut. Keadaan ini dapat
menimbulkan retensi debris dan bakteri mudah menginfeksi jaringan periodontal.
Universitas Sumatera Utara
10
Pencabutan gigi persistensi yang dilakukan sejak gigi permanen baru menembus
gingiva dapat membantu gigi permanen erupsi ke arah posisi yang benar sehingga
dapat menghindari kebutuhan akan perawatan ortodonti.19 Penelitian Ashiwaju dkk di
Nigeria tahun 2011 menemukan sebanyak 19,6% pencabutan gigi pada anak
disebabkan oleh gigi persistensi.10 Fenanlampir dkk di kabupaten Lawongan,
Sulawesi Utara menemukan 14% pencabutan gigi pada anak dan remaja disebabkan
oleh persistensi.20
3. Supernumerary teeth
Supernumerary teeth merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kelebihan jumlah gigi baik pada gigi desidui maupun permanen.21 Supernumerary
teeth memiliki angka kejadian yang cukup kecil, menurut penelitian Celikoglu dkk di
Turki prevalensi terjadinya 1,2% dari total populasi.22 Hasil serupa juga didapati oleh
Schmuckli dkk di Swiss yaitu sebesar 1,5% dari populasi.23 Hasil yang berbeda
ditemukan oleh Fidele dkk di Cina yaitu sebesar 5,2% dengan angka kejadian
tertinggi pada anak usia 5-10 tahun (62,3%).24
Supernumerary teeth biasanya memiliki bentuk yang berbeda dengan gigi yang
normal dan merupakan salah satu penyebab gangguan perkembangan gigi, hal ini
dikaitkan dengan erupsi yang tertunda dari gigi permanen, overretensi gigi desidui,
defleksi dari akar dengan inklinasi yang salah, displasemen gigi, diastema, resorpsi
akar, dan pembentukan kista folikular atau dentigerous. Pencabutan supernumerary
teeth seperti pada kasus mesiodens, biasanya tidak direkomendasikan pada masa gigi
desidui karena dianggap meningkatkan risiko terjadinya kerusakan pada benih gigi
permanen.15,25,26
4. Trauma gigi
Kasus trauma paling banyak terjadi pada anak usia 2-4 tahun, hal ini terkait
kemampuan koordinasi anak yang belum baik serta gigi yang belum tumbuh dengan
sempurna. Pada keadaan gigi dengan fraktur akar dan luksasi yang parah, pencabutan
merupakan pilihan yang paling tepat. Selain itu, benih gigi permanen juga menjadi
pertimbangan pemilihan perawatan pada kasus trauma.15,25,27
Universitas Sumatera Utara
11
Menurut American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) keadaan trauma
yang memerlukan pencabutan yaitu bila gigi telah mengalami fraktur mahkota
kompleks, fraktur akar, intrusi, dan ekstrusi. Pada keadaan ekstrusi dilakukan bila
gigi mengalami mobiliti yang parah, atau gigi telah mendekati waktu tanggal,
sedangkan pada kasus intrusi, pencabutan dilakukan bila akar gigi desidui
mengganggu benih gigi permanen.28
Pada penelitian M. Unal dkk menemukan hanya 84 gigi yang dilakukan
pencabutan dari total 927 kasus yang mengalami trauma.29 Taiwo dkk juga
menemukan bahwa insisivus sentralis maksila memiliki angka pencabutan yang
paling tinggi dibandingkan gigi anterior lainya. Overjet yang berlebihan, cakupan
bibir atas yang tidak adekuat, dan tidak memakai mouth guard pada olahraga tertentu
merupakan faktor risiko dari kehilangan gigi karena trauma.14 Kovacs dkk
menemukan sebanyak 12,5% anak yang datang karena trauma di klinik gigi dan
mulut di Targu, Roma mengalami fraktur akar, 14,1% mengalami luksasi, dan 6,3%
mengalami fraktur mahkota kompleks.30 Penelitian Assuncau dkk pada anak usia prasekolah di Brazil menemukan sebanyak 10,9% mengalami kehilangan gigi akibat
trauma.31
5. Keperluan ortodonti
Pencabutan gigi pada masa gigi bercampur untuk keperluan ortodonti dapat
membantu perawatan. Gigi yang sering dilakukan pencabutan biasanya adalah gigi
premolar atas maupun bawah. Pada keadaan crowding yang berat, pencabutan gigi
desidui dapat dipertimbangkan, perawatan ini disebut serial ekstraksi.3,26
Selain itu, pencabutan gigi pada kasus ortodonti juga dilakukan pada kasus-kasus
borderline yaitu apabila diskrepansi rahangnya bernilai -3mm hingga -6mm.
Pencabutan pada kasus ini dilakukan bila leeway space sudah tidak dapat lagi
dimanfaatkan. Pencabutan gigi pada kasus seperti ini biasanya dilakukan untuk
meluruskan posisi gigi atau untuk meretraksi gigi anterior (pada kasus maloklusi
kelas II).25,32 Penelitian oleh Montandon dkk di Brazil menemukan sebanyak 5,7%
anak melakukan pencabutan untuk keperluan ortodonti.7 Hasil yang sedikit berbeda
didapati oleh Alesia dkk di Saudi Arabia tahun 2013, yaitu sebesar 18,2%.18
Universitas Sumatera Utara
12
6. Abses
Abses merupakan kumpulan eksudat yang terlokalisir pada tulang alveolar
sebagai dampak jaringan pulpa yang telah mati yang menimbulkan perluasan infeksi
ke jaringan periradikular melalui foramen apikal. Jaringan pada daerah yang
membengkak mulai menegang dan meradang karena eksudat mulai terbentuk
dibawahnya. Permukaan jaringan menggembung disebabkan oleh tekanan dari
eksudat yang terakumulasi.33
Abses
biasanya
muncul
sebagai
infeksi
yang
difus.
Virulensi
dari
mikroorganisme dan kemampuan jaringan untuk bereaksi dengan agen infeksi dapat
menentukan apakah infeksi tersebut bersifat akut atau kronis. Infeksi yang kronik dan
persisten dari gigi desidui dapat mengganggu perkembangan benih gigi permanen,
oleh sebab itu pencabutan gigi dapat dijadikan pilihan perawatan.2,15 Penelitian
Ashiwaju dkk di Nigeria tahun 2011 menemukan sebanyak 17% anak mengalami
pencabutan karena abses.10 Taiwo dkk tahun 2014 juga menemukan sebanyak 16%
anak mengalami pencabutan karena masalah periodontal.14
7. Mobiliti
Mobiliti didefinisikan sebagai suatu keadaan goyangnya gigi geligi. Pada gigi
desidui, mobiliti gigi dapat disebabkan oleh resorpsi fisiologis yang terjadi pada akar
gigi. Sel yang bertanggung jawab dalam resorpsi fisiologis yaitu odontoklas.
Odontoklas melepas enzim hidrolitik pada lisosom untuk mendegradasi maktriks
kolagen organik dan non-organik yang dapat meresorpsi dentin. Tekanan yang
muncul akibat benih gigi permanen yang akan erupsi diyakini berperan resorpsi pada
gigi desidui namun keberadaan gigi permanen bukan menjadi syarat terjadinya
resopsi fisiologis pada gigi desidui. Terkadang gigi desidui akan tetap mengalami
resorpsi meskipun tanpa adanya tekanan dari gigi permanen.21,34 Penelitian Mamonto
dkk di kota Manado menemukan sebanyak 12,7% pencabutan gigi disebabkan oleh
mobiliti fisiologis.35
Pada gigi permanen, mobiliti lebih banyak disebabkan oleh adanya penyakit
periodontal yang parah dan luas. Pada keadaan periodontitis yang parah, terjadi
kehilangan tulang yang berlebihan dan gigi menjadi hipermobiliti. Gigi yang
Universitas Sumatera Utara
13
mengalami hipermobiliti ini harus dilakukan pencabutan.3 Penelitian Rakhman dkk di
Manado menemukan sebanyak 31,14 % anak mengalami pencabutan gigi karena
mobiliti.36
8. Radiks
Radiks adalah suatu keadaan gigi telah kehilangan seluruh mahkota yang
disebabkan oleh karies telah meluas. Gigi dengan kondisi sisa akar yang kronis dapat
menyebabkan infeksi pada daerah periapikal karena jaringan pulpa yang mati menjadi
media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh sebab itu, pencabutan
perlu dilakukan untuk mencegah infeksi lebih lanjut.37 Penelitian yang dilakukan oleh
Hardadi dkk di kota Bitung menemukan sebanyak 46,2% pencabutan gigi disebabkan
oleh radiks.38 Fenanlampir dkk juga menemukan pencabutan karena radiks sebesar
25,2%.20
2.3 Pengaruh Orang Tua Terhadap Tingkat Kunjungan Anak Ke Dokter Gigi
Orang tua menjadi faktor penting dalam hal kunjungan anak ke dokter gigi. Hal
tersebut karena pada anak-anak kunjungan ke dokter gigi biasanya dilakukan
bersama orang tua. Beberapa hal dapat menjadi penyebab rendahnya jumlah orang
tua yang membawa anaknya ke dokter gigi, diantaranya orang tua yang terlalu sibuk,
kurangnya kebiasaan dari orang tua dalam hal merawat gigi dan mulut, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai kesehatan gigi dan mulut, faktor sosioekonomi dari
orang tua, dan faktor sosiopsikologi dari orang tua.39,40
Orang tua yang memiliki pekerjaan di luar rumah biasanya terlalu sibuk dan
seringnya kurang memiliki perhatian terhadap kesehatan gigi dan mulut anak. Orang
tua yang bekerja memiliki prioritas lain sehingga sering kali melupakan perawatan
gigi anaknya. Orang tua yang tidak memiliki kebiasaan merawat gigi dan mulut ke
dokter gigi serta pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan gigi dan mulut anak
juga membuat kunjungan anak ke dokter gigi anak menjadi rendah. Kebanyakan
orang tua tidak mengetahui pentingnya gigi desidui dan menganggap gigi tersebut
akan segera digantikan.39,40,41
Universitas Sumatera Utara
14
Faktor sosioekonomi dan sosiopsikologi juga turut serta mempengaruhi jumlah
kunjungan anak. Orang tua dengan pendapatan yang rendah sangat berkaitan erat
dengan jumlah kunjungan anak ke dokter gigi, mereka jarang membawa anaknya ke
dokter gigi dengan alasan biaya perawatan gigi yang dirasa mahal. Selain itu, faktor
dukungan dari orang tua juga memiliki peranan. Orang tua yang kurang memberikan
motivasi kepada anak mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut dapat
memengaruhi rasa takut anak terhadap dokter gigi. Kepercayaan diri dari orang tua
memiliki pengaruh besar terhadap koperatif anak pada saat kunjungan ke dokter
gigi.39,41
Menurut laporan survei oleh US Surgeon General Workshop, Children and Oral
Health, anak dengan orang tua berpendapatan rendah 60% lebih banyak mengalami
masalah gigi dan mulut yang tidak dirawat dibandingkan anak dengan orang tua
berpendapatan tinggi.42 Penelitian oleh Bodhale dkk menemukan bahwa anak
dengan orang tua berpendapatan rendah memiliki angka karies yang tidak dirawat
lebih tinggi.43 Rodelo dkk juga menyatakan bahwa anak dengan orang tua
berpendapatan rendah memiliki angka perawatan yang lebih rendah.44
2.4 Tooth Extraction Index (TEI)
Tooth Extraction Index (TEI) yaitu indeks yang merupakan turunan dari indeks
DMFT. Indeks ini menunjukkan persentase kehilangan gigi karena karies
dibandingkan semua gigi yang dievaluasi. Hal ini sesuai dengan indeks DMFT
kategori missing (M) hanya untuk gigi yang dicabut atau hilang karena karies
saja.45,46
Gigi dievaluasi yaitu semua gigi dengan berbagai kondisi yang berada di rongga
mulut saat dilakukan pemeriksaan. Gigi yang hilang karena karies tetap
diperhitungkan sebagai gigi yang dievaluasi. Hanya gigi yang belum erupsi yang
tidak masuk ke dalam perhitungan, hal tersebut karena indeks ini merujuk pada
indeks DMFT yang mengabaikan gigi yang belum erupsi.45
Universitas Sumatera Utara
15
TEI =
Gigi yang hilang karena karies
X 100
Gigi yang dievaluasi
TEI dianggap dapat menggambarkan progresifitas dari karies dan tingkat
perawatan terhadap karies yang tidak terpenuhi yang menyebabkan gigi tersebut perlu
dilakukan pencabutan. Selain itu, TEI yang tinggi juga dapat dijadikan indikator oral
hygiene (OH) yang buruk, hal ini karena OH merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya karies. Indeks oral hygiene memperhitungkan jumlah debris di rongga
mulut. Debris dapat menjadi substrat yang menjadi salah satu dari empat faktor
terjadinya karies yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan waktu.45,46 Penelitian
Frechero dkk menemukan terdapat hubungan antara OH dengan indeks DMFT,
sebanyak 98,2% anak yang memiliki OH yang buruk mengalami karies.47 Shabani
dkk juga menemukan korelasi yang kuat (r = 0,7) antara OH dan indeks DMFT.48
2.5 Hubungan Usia Pasien dengan Indikasi Pencabutan Gigi
Penelitian yang dilakukan oleh Ashiwaju dkk di pusat kesehatan di Nigeria tahun
2011 menemukan bahwa pencabutan gigi paling banyak dilakukan pada kelompok
usia 7-10 tahun. Alasan pencabutan gigi tertinggi pada usia tersebut adalah karies dan
gigi persistensi di urutan kedua. Alasan pencabutan gigi karena abses dan trauma
menunjukkan angka lebih tinggi pada kelompok usia 3-6 tahun.10
Chukwumah dkk di Nigeria tahun 2015 menemukan bahwa pencabutan gigi
paling banyak dilakukan pada kelompok usia 6-12 tahun, karena karies dan gigi
persistensi. Pada alasan pencabutan gigi karena trauma, kelompok usia 0-5 tahun juga
memiliki angka kejadian yang lebih tinggi.13
Mukhopadhyay dan Roy menemukan pencabutan gigi desidui di Bengal Barat,
India tahun 2016 menemukan bahwa kelompok usia 6-10 tahun mengalami
pencabutan gigi paling tinggi. Karies (58,6%) merupakan penyebab tertinggi
pencabutan gigi. Selain itu juga terdapat alasan lain yaitu mobiliti (16,9%),
persistensi (13%), keperluan ortodonti (7,3%), trauma (3%), dan kegagalan
Universitas Sumatera Utara
16
perawatan saluran akar (1,2%). Alasan pencabutan karena trauma, kelompok usia 0-5
tahun memiliki angka kejadian lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lain.49
2.6 Hubungan Jenis Kelamin Pasien dengan Indikasi Pencabutan Gigi
Umumnya oral higiene pada anak perempuan lebih baik dibandingkan dengan
anak laki-laki sehingga anak perempuan lebih sedikit mengalami kehilangan gigi
daripada anak laki-laki.44 Pada penelitian yang dilakukan oleh Barbato dan Peres
tentang hubungan pencabutan gigi dengan jenis kelamin di Brazil tahun 2009
menemukan bahwa pada masa remaja, kehilangan gigi lebih banyak dialami anak
perempuan dibandingkan anak laki-laki.50
Menurut hasil penelitian Taiwo dkk mengenai pola pencabutan gigi anak di
Nigeria tahun 2014, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan
pencabutan gigi. Selain itu, studi tersebut juga menemukan bahwa karies merupakan
penyebab tertinggi dari pencabutan gigi baik pada anak laki-laki maupun anak
perempuan.14
Mukhopadhyay dan Roy dalam penelitiannya mengenai pencabutan gigi desidui
di Bengal Barat, India tahun 2016 menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dan pencabutan gigi. Studi tersebut juga menemukan
bahwa pencabutan gigi karena mobiliti, trauma dan kegagalan endodontik lebih
banyak dialami oleh anak laki-laki sedangkan pencabutan gigi karena karies,
persistensi dan keperluan ortodonti lebih banyak dialami oleh anak perempuan.49
Universitas Sumatera Utara
17
2.7 Kerangka Teori
Pencabutan Gigi
Indikasi
Pencabutan
Gigi Desidui
Gigi Permanen
Karies yang parah
Karies yang parah
Persistensi
Supernumerary
teeth
Supernumerary
teeth
Trauma
Trauma
Keperluan
ortodonti
Keperluan
ortodonti
Abses
Mobiliti
Abses
Radiks
Mobiliti
Radiks
Universitas Sumatera Utara
18
2.8 Kerangka Konsep
Jumlah Kebutuhan
Pencabutan Gigi
Lembaran Pemeriksaan dan Perawatan
Gigi Anak
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak
RSGMP FKG USU Tahun 2010-2015
Jumlah
Pencabutan Gigi
Jumlah
•
Jenis Kelamin
•
Usia
Pencabutan Gigi
•
Desidui
•
Permanen
Universitas Sumatera Utara
Download