1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008; Strack, 2008). Di Asia Tenggara, gambut tropika mencapai luas 26,22juta, dan seluas 20,74 juta ha berada di Indonesia (Rieleyet al., 2008). Menurut Wahyunto et al. (2010) bahwa luas gambut di Indonesia mencapai 20,94juta ha, tersebar di Sumatera (7,20juta ha), Kalimantan (5,77juta ha) dan Papua (7,97 juta ha). Di Kalimantan Barat, luas gambut mencapai 1,73 juta ha, terdiri dari 1,21 juta ha gambut dengan kedalaman kurang < 2 m dan 0,52 juta ha gambut dengan kedalaman > 2 m. Di Kalimantan Tengah, luas gambut mencapai 3,01 juta ha, terdiri dari 1,49 juta gambut dengan kedalaman < 2 m dan 1,51 juta ha gambut dengan kedalaman > 2 m (Wahyunto et al., 2010). Berdasarkan pemanfaatannya, hutan gambut di Indonesia mencapai 12,31 juta ha, meliputi hutan konservasi seluas 2,34 juta ha, hutan proteksi seluas 1,02 juta ha, dan hutan produksi seluas 8,95 juta ha. Lahan gambut untuk tanaman perkebunan seluas 1,42 juta ha dan untuk pertanian seluas 1,23 juta ha. Dan untuk pemanfaatan lain seluas 4,66 juta ha (Bappenas, 2010 dalam Wahyunto et al., 2010). Gambut tropika merupakan suatu ekosistem yang fungsinya sangat penting baik secara langsung maupun tidak langsung. Fungsi langsung lahan gambut 2 tropika yaitu sebagai pengatur aliran air (penyimpan air, filtrasi dan sumber air), proteksi terhadap tekanan alam (pencegahan erosi dan banjir), stabilitas iklim makro, rekreasi dan pendidikan, serta sebagai penghasil sumberdaya alam dan sumber keanekaragaman hayati .Fungsi tidak langsung atau fungsi ekologis lahan gambut tropika adalah sebagai gudang karbon, keseimbangan karbon, penyemat sedimen (sediment retention), penjebakan hara(nutrient detention), dan stabilitas iklim mikro (Maltby, 1997; Rieleyet al., 2008). Lahan gambut merupakan sumberdaya yang sangat penting karena mempunyai potensi pemanfaatan yang beragam. Di Kalimantan Tengah, lahan gambut telah sejak lama diusahakan sebagai lahan pertanian terutama untuk budidaya tanaman hortikultura dan tanaman pangan. Kelurahan Kalampangan merupakan salah satu sentra produksi tanaman sayuran yang diusahakan pada lahan gambut.Hasil penelitian Syarkowi (2007) menunjukkan bahwa jenis tanaman yang paling menguntungkan bagi petani di Kalampangan adalah jagung manis, sawi hijau, tomat dan kacang panjang. Di Kalimantan Barat, lahan gambut tidak hanya dimanfaatkan untuk usaha budi daya tanaman pangan dan tanaman hortikultura, tetapi juga dimanfaatkan untuk tanaman keras seperti tanaman karet dan kelapa sawit. Daerah Sungai Slamet di Siantan Hilir, merupakan sentra produksi tanaman hortikultura, sedangkan daerah Siantan Hulu merupakan daerah sentra produksi tanaman lidah buaya.Tanaman perkebunan seperti tanaman karet dan kelapa sawit banyak diusahakan di daerah sungai Ambawang, Mempawah. 3 Pembuatan sarana drainase dengan tujuan untuk menurunkan kedalaman permukaan air tanah merupakan syarat yang harus dilakukan dalam pemanfaatan lahan gambut menjadi lahan pertanian. Penurunan kedalaman muka air tanah mengakibatkan perubahan kondisi pada gambut bagian atas, dari kondisi anaerob berubah menjadi kondisi aerob. Pada kondisi aerob terjadi oksidasi karbon yang menghasilkan CO 2 yang dilepas ke atmosfir. Karbon dioksida yang dilepas dari dalam tanah merupakan hasil dari proses respirasi yaitu proses penguraian molekul organik menjadi energi, air dan CO 2 di dalam sel. Karbon dioksida yang dihasilkan tersebut dapat bersumber dari hasil proses respirasi akar, respirasi mikrobia di rizosfer, respirasi dari dekomposisi seresah dan organisme, atau respirasi dari oksidasi bahan organik tanah (Luo dan Zhou, 2006; Moyano et al., 2010). Faktor-faktor lingkungan seperti kedalaman muka air tanah, suhu, kelembaban dan pH gambut sangat mempengaruhi besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut (Jauhiainen et al., 2001; Hooijer et al., 2006; Strack, 2008; Agus et al., 2010). Berbagai tipe penggunaan lahan gambut yang berbeda mengakibatkan perubahan lingkungan seperti kedalaman muka air tanah, suhu tanah dan suhu udara. Perbedaan praktek budidaya pertanian dan perbedaan perlakuan karena perbedaan tipe penggunaan lahan mengakibatkan perbedaan pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Perbedaan lingkungan dan perbedaan sifat fisik, kimia dan biologi gambut diduga mempunyai korelasi dengan besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut. 4 Emisi dan penambatan karbon pada lahan gambut berlangsung secara simultan, namun besaran masing-masing tergantung keadaan alam dan intervensi manusia. Dengan demikian, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut dengan pengaturan kedalaman muka air tanah, sesuai dengan kedalaman muka air tanah yang optimal untuk tanaman. Di lain pihak, untuk mengimbangi besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut, pemilihan jenis tanaman yang potensial dalam menghasilkan karbon merupakan strategi tidak kalah pentingnya. Pengelolaan gambut yang keliru, berdampak pada kehilangan karbon dari lahan gambut dengan meningkatnya pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfir. Dengan demikan, kajian sekuestrasi karbon dari berbagai tipe penggunaan lahan gambut sangat penting. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Tujuan pembuatan saluran drainase pada lahan gambut yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian adalah mengalirkan air yang berlebihan dan menurunkan kedalaman muka air tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman. Penurunan kedalamanmuka air tanah mengakibatkan perubahan kondisi pada menjadiaerob. gambut bagian Padakondisiaerob, atas, dari terjadi kondisianaerobberubah oksidasikarbon yang menghasilkan karbon dioksida yang dilepas keat mosfir. Jika karbon yang dilepas melalui emisi karbon dioksida dalam jumlah banyak dan 5 berlangsung dalam kurun waktu yang lama, maka hal ini selain mengancam keberadaan fungsi gambut sebagai gudang karbon, juga merupakan salah satu sumber gas rumah kaca yang kontribusinya mencapai 48 % (Pirkko, 1990). Informasi tentang laju emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut di Kalimantan sebagian besar dari beberapa tipe hutan dan lahan terbuka (Jauhiainen etal., 2005), lahan pertanian (Hatano et al., 2004). Sejauh ini belum ada penelitian tentang laju emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut yang dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan meliputi perkebunan kelapa sawit dan karet rakyat, tanaman dua tahunan yaitu lidah buaya, dan tanaman semusim yakni jagung dan sawi hijau, yang dilakukan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. 2. Besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Kedalaman muka air tanah merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berpengaruh dalam mengontrol emisi CO 2 .Jenis tanaman yang berbeda mensyaratkan kedalaman muka air tanah yang berbeda (Agus dan Subiksa, 2008; Morrison dan Page, 2012). Penurunan kedalaman muka air tanah menunjukkan korelasi terhadap peningkatan emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut (Jauhiainen et al., 2006; Hooijer et al., 2006; Agus dan Subiksa, 2008). 3. Emisi dan penambatan karbon pada lahan gambut berlangsung secara simultan, namun besaran masing-masingnya tergantung keadaan alam dan intervensi manusia. Keseimbangan akan terjaga antara emisi CO 2 dengan 6 penambatan karbon, untuk itu pemilihan jenis tanaman yang potensial dalam menghasilkan karbon menjadi sangat penting. Sejauh ini belum banyak diketahui kemampuan beberapa jenis tanaman untuk menghasilkan karbon. Penelitian ini untuk mempelajari kemampuan beberapa jenis tanaman dalam menghasilkan karbon untuk mengimbangi karbon yang hilangakibatemisiCO 2 . C. Pembatasan Masalah Kehilangan karbon dari lahan gambut pada penelitian ini dibatasi pada kehilangan karbon melalui emisi karbondioksida (CO 2 ), dengan tidak memisahkan CO 2 dari hasil oksidasi bahan organik tanah dan dekomposisi seresah atau dari hasil respirasi akar dan respirasi rizosfer. D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian 1. Mengetahui besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh berbagai tipe penggunaan lahan gambut. 2. Mengetahui korelasi antara faktor lingkungan dan faktor lainnya terhadap besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh berbagai tipe penggunaan lahan gambut. 7 3. Mengetahui kemampuan berbagai tipe penggunaan lahan gambut dalam mensekuentrasikan karbon untuk mensubstitusi karbonyang hilang melalui emisi CO 2 . Kegunaan Penelitian 1. Besarnya kehilangan gambut dapat diketahui dari besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh berbagai tipe penggunaan lahan 2. Untuk mengurangi besarnya emisi CO 2 yang dilepas oleh lahan gambut, maka pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan emisi CO 2 menjadi hal penting untuk diperhatikan dalam pemanfaatan lahan gambut. 3. Keseimbangan antara jumlah karbon yang dilepas dari lahan gambut dengan berbagai tipe penggunaan lahan dengan kemampuan tanaman untuk menambat karbon dalam bentuk biomassa tanaman sangat perlu menjaga keberadaan fungsi gambut sebagai gudang karbon. E. Keaslian Penelitian Makna dari keaslian penelitian bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelum ini tidak ada yang serupa dengan penelitian ini. Untuk memastikan keaslian penelitian ini maka ada hal yang dapat dijadikan tolok ukur yaitu (i) materi penelitian (ii) lokasi penelitian dan (iii) waktu penelitian. Berdasarkan materi penelitian yang sama yang pernah dilakukan pada lahan gambut di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, dalam kuran waktu 8 yang berbeda dengan tipe penggunaan lahan yang berbedalokasi dalam kurun waktu yang berbeda adalah penelitian Jauhiainen et al. (2004) pada hutan dalam pemulihan (deforested) dan lahan pertanian yang tidak diusahakan (lahan terbengkalai). Penelitian Hatano et al. (2004) tentang emisi CO 2 pada lahan pertanian dan lahan gambut bekas kebakaran. Kemudian penelitian Jauhiainen et al. (2005), yangpengukuran emisi CO 2 dan CH4 dari beberapa hutan rawa dan lahan terbuka di Kalimantan Tengah. Penelitian emisi CO 2 juga dilakukan oleh Hirano et al. (2007) pada hutan rawa gambut. Dan penelitian Jauhiainen et al. (2008a) pada lahan gambut sebelum dan sesudah restorasi hidrologi. Dengan demikian, lokasi penelitian dan tipe penggunaan lahan yang membedakan antara penelitian yang satu dengan yang lain. Selain itu, dalam penelitian Disertasi ini, aspek penelitian tidak hanya pada pengukuran emisi CO 2 yang dilepas oleh beberapa tipe penggunaan lahan, tetapi juga mengukur kemampuan tanaman untuk menambat karbon dari berbagai tipe penggunaan lahan tersebut. Penelitian mengenai kajian sekuestrasi karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan yang mencakup aspek lingkungan, tanaman dan tanah dalam satu kerangka penelitian yang terintegrasi dari berbagai tipe penggunaan lahan gambut di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada selain dalam penelitian ini.