Sesudah menyelesaikan topik ini, diharapkan mahasiswa mampu

advertisement
Oleh:
Isnaini
Sesudah menyelesaikan topik ini,
diharapkan mahasiswa mampu:
•Menjelaskan mekanisme kerja, indikasi,
dan efek samping penggunaan antikanker
•Menjelaskan prinsip penggunaan antikanker
Obat yang bertujuan
menghancurkan
sel-sel maligna.
Selalu diberikan
multidrug.
Tergantung:
1.Tipe kanker
2.Kondisi fisiologis pasien
3.Seberapa jauh kanker itu
telah bermetastasis
Sebagian
besar antikanker lebih efektif
terhadap sel kanker yang berada dalam
siklus sel daripada fase istirahat.
Tetapi sel normal yang berproliferasi
cepat juga terpengaruh oleh antikanker,
seperti sel folikel rambut, sumsum
tulang, dan epitel usus.
Tipe kanker hematologi (nonsolid) lebih
responsif terhadap terapi antikanker
dibanding kanker tipe solid (karsinoma,
sarkoma)karena:
1.Kecepatan pertumbuhan
2.Kemudahan akses/distribusi antikanker.
Pada sel tumor yang solid, bagian
luarnya lebih vaskuler, tetapi bagian
dalamnya cenderung nekrotik
(vaskularisasinya tidak memadai)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
Alkylating agent (zat pengalkil):
–
Nitrogen mustard: mekloretamin, melfalan,
klorambusil, siklofosfamid, ifosfamid.
–
Nitrosourea: karmustin (BCNU), lomustin
(CCNU)
–
Lain-lain: sisplatin, karboplatin, busulfan,
dakarbazin, prokarbazin, tiotepa.
Antimetabolit: metotreksat, merkaptopurin,
tioguanin, fluorourasil, gemsitabin, sitarabin,
pentostatin.
Antibiotika: daunorubisin, doksorubisin, bleomisin,
daktinomisin, mitomisin, plikamisin.
Obat hormonal: prednison, tamoksifen, flutamid,
leuprolid, goserelin.
Alkaloid tanaman: vinkristin, vinblastin, etoposid,
teniposid, paklitaksel, topotekan.
Lain-lain: asparaginase, hidroksiurea.
Toksisitas selektif terhadap fase sel
tertentu dari siklus sel (cell cycle
spesific/CSS): vinkristin, vinblastin,
merkaptopurin, hidroksiurea, metotreksat
dan asparaginase.
Toksisitas non-spesifik terhadap fase sel
tertentu dari siklus sel (cell cycle non
spesific/CCNS): alkylating agent,
antibiotik, sisplatin, prokarbazin dan
nitrosourea.
•
•
•
•
•
•
•
Alkilasi adalah ikatan kovalen gugus alkil ke
molekul lain.
Alkilasi terjadi melalui pembentukan ion
karbonium bermuatan positif, yang akan
bereaksi dgn ion yang kaya elektron (DNA atau
RNA), dan mengakibatkan modifikasi asam
nukleat.
Biasanya alkylating agent mempunyai 2 gugus
pengalkil, sehingga dapat membentuk crosslink kovalen antara rantai-rantai asam nukleat
yang berdekatan, yang lebih sulit diperbaiki
dibanding ikatan kovalen biasa.
Cross-link ini juga mencegah pemisahan rantai
ganda DNA saat siklus sel.
Senyawa yang menyerupai struktur metabolik
normal (asam folat, pirimidin, atau purin);
sehingga dapat menghambat enzim-enzim yang
diperlukan untuk regenerasi asam folat atau
aktivasi pirimidin atau purin untuk sintesis DNA
atau RNA pada sel kanker.
Antimetabolit biasanya membunuh sel pada fase
S.
Asam folat sangat penting untuk reaksi yang
dikatalisasi oleh enzim yang mentransfer gugus
metil dan gugus-gugus yang berkaitan selama
sintesis purin dan pirimidin.
Metotreksat
(MTX) menghambat secara
kompetitif enzim dihidrofolat reduktase,
yang mengkatalisis reduksi dihidrofolat
menjadi asam tetrahidrofolat. Ini
memblokade regenerasi asam
tetrahidrofolat sehingga mencegah
sintesis purin dan pirimidin. Dengan
demikian, MTX adalah antagonis folat dan
spesifik untuk sel dalam siklus sel fase S.
•
•
•
•
Fluorourasil (5-FU) (antagonis pirimidin) bekerja dengan
menghambat sintesis pirimidin dan pembentukan DNA.
Sitarabin (sitosin arabinosid atau Ara-C) (antagonis
pirimidin) tetapi melalui jalur yang lebih kompleks. Obat ini
harus mengalami perubahan enzimatik menjadi derivat
sitosin trifosfat, yang merupakan bentuk aktifnya, dan
diinkorporasi ke dalam DNA. Pada dosis tinggi, Ara-C juga
berikatan dengan dan menghambat DNA polimerase secara
kompetitif.
Gemsitabin (dFd) (antagonis pirimidin) adalah prodrug yang
bila masuk ke dalam sel harus difosforilasi oleh deoksisitidin
kinase menjadi bentuk aktif yang menghambat sintesis DNA.
Kematian sel terjadi karena inkorporasi dFd sitosin trifosfat
ke dalam DNA, yang menghambat elongasi rantai DNA.
Antagonis purin yaitu merkaptopurin (6-MP) dan tioguanin
(6-TG) juga harus mengalami aktivasi menjadi bentuk
nukleotid, yang bekerja sebagai inhibitor kompetitif dari
beberapa enzim dalam jalur sintesis purin. Inhibitor
adenosin deaminase pentostatin sangat aktif terhadap hairy
cell leukemia.
•
•
•
•
•
Bleomisin membentuk kompleks tertier dengan oksigen dan
Fe(II) yang mampu menyebabkan pemotongan rantai ganda
DNA.
Plikamisin (mitramisin) berinterkalasi ke dalam DNA terutama
pada pasangan basa guanin-sitosin.
Doksorubisin (adriamisin) dan daunorubisin (daunomisin)
adalah antrasiklin yang berinterkalasi di antara basa-basa
dalam DNA rantai ganda, meracuni topoisomerase II,
melepaskan radikal bebas, dan mungkin merusak fungsi
membran sel. DNA topoisomerase II sangat penting untuk
replikasi DNA. Doksorubisin dan daunorubisin menghambat
enzim ini dengan menstabilkan kompleks kovalen DNA
intermediat-enzim, mencegah potongan-potongan DNA
bersatu lagi sehingga terjadi kematian sel.
Daktinomisin (aktinomisin D) berinterkalasi ke dalam DNA
pada lokasi yang sama dengan plikamisin, sehingga
menghambat transkripsi. Selain itu, daktinomisin
menyebabkan pemutusan DNA rantai tunggal, mungkin melalui
pembentukan radikal bebas, dan mencegah sintesis RNA.
Mitomisin mula-mula mengalami aktivasi di dalam sel,
mengakibatkan pembentukan derivat yang bekerja dengan
meng-cross-linking DNA melalui alkilasi.
•
•
•
•
Vinkristin dan vinblastin berikatan erat dengan
tubulin, memblokade polimerisasi mikrotubulus,
sehingga mengganggu pembentukan mitotic spindle
selama mitosis pada fase M siklus sel.
Paklitaksel (taksol) yang bekerja sebagai inhibitor
mitosis, berikatan secara spesifik dan reversibel
pada tubulin, tetapi tidak seperti obat antitubulin
lain, dia menstabilkan mikrotubulus dalam bentuk
terpolimerisasi.
Etoposid (VP-16) adalah derivat podofillotoksin
semisintetik yang dibuat dari mandrake merupakan
inhibitor topoisomerase II.
Teniposid adalah analog etoposid dengan
mekanisme kerja yang sama.
Steroid menembus membran plasma dan berikatan dengan
reseptor sitoplasma, yang kemudian memasuki nukleus dan
berinteraksi dengan kromatin spesifik untuk menginduksi sistensis
mRNA khusus. Translasi mRNA ini menyebabkan terbentuknya
protein baru yang merubah reaksi fisiologis atau biokimia.
Tamoksifen (obat antiestrogen) bekerja dengan berikatan dengan
reseptor estrogen dan memblokade transkripsi-tergantungestrogen pada sel dalam fase G1. Dengan memblokade pengikatan
esrogen, tamoksifen dapat menurunkan stimulasi produksi TGF-α
dan sekresi protein yang berkaitan. Sekitar 70% wanita
postmenopause dengan tumor payudara yang mempunyai
reseptor estrogen berespon baik terhadap terapi antiestrogen.
Leuprolid dan goserelin adalah analog GnRH yang menghambat
pelepasan gonadotropin dan mengakibatkan kadar testosteron
seperti pada keadaan kastrasi. Kedua obat ini tersedia dalam
bentuk depot dan dapat diberikan setiap bulan sekali. Keduanya
adalah agonis dan antagonis LHRH. Mula-mula kedua obat
tersebut menyebabkan peningkatan kadar gonadotropin, lalu
diikuti oleh penurunan gonadotropin dalam 2-3 minggu.
Flutamid (antiandrogen) yang menghambat pengikatan androgen
pada reseptornya di nukleus. Flutamid menyebabkan peningkatan
kadar testosteron dalam darah, tetapi testosteron ini tidak
efektif karena flutamid memblokade kerja testosteron.
•
•
•
•
•
•
L-asparaginase diberikan untuk menghidrolisis
asparagin yang diperlukan untuk pertumbuhan dalam
jumlah besar oleh sel tumor dibanding oleh sel
normal. Dengan demikian kadar asparagin menurun,
dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat.
Pendekatan ini selektif untuk sel kanker yang tidak
mempunyai asparagin sintetase sehingga tidak mampu
mensintesis asparagin.
Hidroksiurea menghambat ribonukleotid reduktase,
yang mereduksi ribonukleosid difosfat menjadi
deoksiribonukleotid yang diperlukan untuk sintesis
DNA. Diduga hidroksiurea berikatan dengan Fe nonheme yang diperlukan oleh enzim untuk aktivitasnya.
Dengan demikian obat ini spesifik untuk fase S.
Awalnya pasien berespon baik terhadap antikanker, tetapi kemudian tumor dapat
kambuh dan obat yang sama tidak lagi efektif. Beberapa mekanisme terjadinya
resistensi:
•Dari sisi antikanker
– Penurunan uptake obat aktif ke dalam sel kanker, misalnya pada resistensi
MTX, daktinomisin
– Kegagalan obat untuk dimetabolisme menjadi zat yang mampu memproduksi
efek sitotoksik, misalnya pada resistensi siklofosfamid.
– Peningkatan konversi obat menjadi metabolit yang tidak aktif, misalnya pada
resistensi siklofosfamid.
– Peningkatan transpor obat ke luar dari sel kanker, misalnya pada resistensi
doksorubisin, daunorubisin, daktinomisin, etoposid, teniposid, vinkristin, dan
vinblastin.
•Dari sisi sel kanker
– Reparasi kerusakan DNA yang ditimbulkan obat, misalnya pada resistensi
bleomisin.
– Amplifikasi gen atau peningkatan transkripsi gen yang mengakibatkan lebih
banyaknya enzim target dalam sel kanker, misalnya pada resistensi MTX.
– Penurunan kemampuan enzim target untuk berikatan dengan obat, misalnya
pada resistensi MTX.
– Peningkatan kadar scavenger sulfhidril (glutation, metallotionein), misalnya
pada resistensi alkylating agent.
– Perubahan kadar protein target, misalnya pada resistensi tenoposid dan
etoposid.
– Peningkatan ekspresi protein antiapoptosis, seperti bcl-2.
Efek samping obat antikanker (yang terkait terhadap sel
normal yang berproliferasi cepat) :
•Depresi sumsum tulang:
– Leukopenia dan infeksi
– Imunosupresi
– Trombositopenia
– Anemia
•Saluran cerna:
– Ulkus oral atau intestinal
– Diare
– Mual, muntah
•Folikel rambut: alopesia
•Gonad: gangguan haid, termasuk menarkhe prematur,
gangguan spermatogenesis.
•Luka: gangguan penyembuhan
•Janin: teratogenesis, terutama pada semester pertama.
Efek samping yang tidak tergantung pada
proliferasi sel:
•Bleomisin: fibrosis paru, pneumonitis
•Busulfan: fibrosis paru
•Doksorubisin, daunorubisin: kardiotoksik
•Sisplatin: nefrotoksik, ototoksik, neuropati
perifer
•Siklofosfamid: sistitis hemoragik
•Vinkristin: neurotoksik
•Sitarabin: kerusakan otak, ototoksik.
•Kombinasi antikanker umumnya didisain agar
toksisitasnya tidak tumpang tindih.
•
•
•
•
Antikanker diberikan sebagai terapi primer bila tumornya diketahui sensitif
terhadap kemoterapi, atau bila pembedahan atau radiasi tidak bisa
dilakukan.
Tujuan pemberian antikanker (kemoterapi) pada seorang pasien bisa untuk:
* Kuratif: untuk memperoleh remisi komplit dan menyembuhkan pasien,
misalnya pada penderita Hodgkin
* Paliatif: untuk mengurangi gejala tetapi dengan hanya sedikit harapan
untuk memperoleh remisi komplit atau kesembuhan (misalnya kanker
esofagus,
dimana kemoterapi digunakan untuk mengurangi disfagia).
* Ajuvan: untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan atau untuk
memperpanjang masa survival bebas-penyakit tanpa ada kanker yang
terdeteksi, tetapi dicurigai ada sejumlah sel kanker subklinis (mis
kemoterapi pada kanker payudara atau kanker kolorektal sesudah
reseksi bedah).
Walaupun koriokarsinoma dan hairy cell leukemia diterapi dengan obat
tunggal, hampir semua kanker lain diterapi dengan kombinasi obat.
Pilihan obat dan dosis masih tetap bersifat empirik, beberapa panduan yang
perlu diperhatikan ketika memilih kombinasi obat:
– Gunakan obat-obat yang menunjukkan aktivitas terhadap tipe tumor
yang diterapi.
– Gunakan obat-obat yang toksisitasnya minimal dan tidak saling tumpang
tindih pada satu organ.
– Dosis setiap obat harus optimal dan diberikan secara konsisten.
Beberapa kombinasi obat yang dipakai sekarang:
•MOPP: mekloretamin, vinkristin, prokarbazin, prednison; untuk
limfoma Hodgkin.
•ABVD: doksorubisin, bleomisin, vinblastin, dakarbazin; untuk limfoma
Hodgkin.
•CMF: siklofosfamid, metotreksat, 5-fluorourasil; untuk kanker
payudara.
•CAF: siklofosfamid, doksorubisin, 5-fluorourasil; untuk kanker
payudara.
•BEP: bleomisin, etoposid, sisplatin; untuk kanker sel germinal
•CHOP: siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, prednison; untuk
limfoma
•Vinkristin, prednison, asparaginase, daunorubisin; untuk ALL
•Sitarabin, plus mitoxantron atau idarubisin atau daunorubisin; untuk
AML
•Hidroksiurea, interferon; untuk CML
•Paklitaksel, karboplatin; untuk kanker ovarium
•5-FU, leukovorin; untuk kanker kolorektal.
•
•
•
•
Kemoterapi adalah terapi sistemik, maka tidak
mungkin memberikan obat pada tumor tanpa
merusak jaringan normal.
Toksisitas jaringan normal bisa bersifat akut
(mual, muntah, alopesia, supresi sumsum
tulang) atau tertunda.
Yang akut biasanya reversibel.
Toksisitas yang tertunda biasanya bisa berupa
fibrosis paru, sterilitas, neuropati, nefropati,
leukemia, dan kardiotoksik.
Pengubah respon biologis (biologic response modifiers)
berguna untuk memperbaiki kemampuan sistem kekebalan
dalam menemukan dan menghancurkan kanker. Bahan
tersebut digunakan untuk fungsi-fungsi berikut:
•Merangsang respon anti-tumor tubuh dengan meningkatkan
jumlah sel pembunuh tumor atau menghasilkan 1 atau lebih
bahan kimia pembawa pesan (mediator)
•Secara langsung berfungsi sebagai agen pembunuh tumor
atau bahan kimia pembawa pesan
•Mengurangi mekanisme tubuh yang normal dalam menekan
respon kekebalan
•Merubah sel-sel tumor untuk meningkatkan kemungkinan
mereka memicu suatu respon kekebalan atau membuat selsel tumor lebih mungkin dirusak oleh sistem kekebalan
•Memperbaiki toleransi tubuh terhadap terapi penyinaran
atau bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kemoterapi.
•
•
•
•
•
•
•
•
Golongan obat ini menstimulasi sistem imun manusia untuk merusak
sel tumor. Misalnya interferon α dan β ternyata efektif untuk hairy
cell leukemia dan beberapa kanker kulit tertentu, dan bisa menjadi
ajuvan untuk terapi CML dan LNH. Interleukin-2 ternyata bermanfaat
untuk terapi kanker paru, ginjal, dan kolorektal.
Interferon merupakan protein alamiah yang diproduksi oleh sel
sebagai sistem imun yang melawan bahan asing seperti virus, parasit
dan sel tumor. Interferon menolong respon imun dengan
menghambat replikasi tumor dalam sel induk, mengaktifkan sel
pembunuh alami dan makropage, meningkatkan adanya antigen pada
limposit, dan meningkatkan resistensi sel induk terhadap infeksi
virus.
Pemberian interferon menimbulkan rasa mengantuk, sakit kepala,
demam, malaise, mual, muntah, penurunan nafsu makan dan rasa
lelah serta gejala-gejala yang menyerupai flu.
Efek samping lain meliputi supresi sumsum tulang, diare dan
perubahan status mental meliputi depresi, ansietas dan insomnia.
Pemberian jangka panjang dapat menimbulkan rambut rontok.
Leukopenia yang berkaitan dengan dosis dilaporkan timbul dengan
interferon jenis rekombinan maupun alamiah.
Selain itu biasanya terjadi iritasi pada bekas suntikan.
Cara pemberian interferon adalah secara intramuscular dan
subkutan, intravena, intralesi, intraperitoneal, intravesikal, dan
intrateka.
•
•
•
•
Respon terapi yang ditimbulkan oleh interferon
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya reseptor molekul
yang terlarut. Bila molekul reseptor yang terlarutnya
banyak maka respon terapi yang ditimbulkan oleh
interferon akan kecil, begitu juga sebaliknya.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya akan
terjadinya efek samping dari penggunaan obat
pengubah respon biologis tersebut.
Selain itu perawat juga harus memperhatikan
keadaan klien terhadap kemungkinan terjadinya efek
samping tersebut sehingga klien merasa tenang.
Karena pada bekas suntikan biasanya terjadi iritasi
maka perlu penyuntikan pada daerah yang lain pada
pemberian interferon berikutnya.
Download