BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi untuk masa depan sebuah bangsa. Kondisi sebuah bangsa di masa depan sangat bergantung kepada kualitas dari pendidikan yang diperoleh oleh sumber daya manusianya. Maryati (2007) mengatakan bahwa pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu memberi kondisi mendidik yang dapat mengembangkan pribadi, wacana kedepan, cara berpikir, cara menyikapi permasalahan, dan dapat memecahkan masalah secara metodologis, mampu bergaul dengan orang lain, mampu memahami dirinya sendiri dan hidup mandiri bersama masyarakat luas dan mampu untuk menggunakan kemampuannya untuk mengatasi segala permasalahan hidup. Kondisi pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi pada hasil akhir dan cenderung kurang membebaskan siswa dalam upaya pencarian informasi dirasa tidak efektif dalam menggali potensi siswa sebagai sumber daya manusia. Kondisi ini kemudian memicu munculnya sekolah-sekolah dengan metode pembelajaran alternatif sebagai sebuah media baru yang perlahan-lahan bersaing dengan sistem pembelajaran yang dimiliki sekolah konvensional. Sekolah alternatif ini kemudian dikenal dengan sebutan sekolah alam. Sekolah alam di Indonesia sendiri pertama kali digagas oleh Lendo Novo, seorang mantan staf ahli Kementrian Negara BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang memiliki keinginan yang begitu kuat dalam melakukan revolusi terhadap sistem pendidikan yang konvensional dan tidak memfokuskan pada keunikan dari masing-masing individu. Lendo Novo kemudian mewujudkan keinginannya tersebut dengan mendirikan TK Salman di Bandung pada tahun 1992, dilanjutkan dengan sekolah alam Ciganjur pada tahun 1998. Sekolah alam yang didirikan oleh Lendo Novo ini menjadi sekolah alam pertama yang berdiri di Indonesia. Berbeda dengan sekolah konvensional yang menggunakan metode pembelajaran konvensional, dimana guru merupakan sumber informasi tunggal 1 yang secara terus menerus memberikan informasi sementara siswa hanya duduk mendengarkan atau mempelajari teori dari buku panduan, sekolah alam lebih memberikan keleluasaan kepada siswa dengan memberikan waktu yang lebih banyak di alam terbuka sehingga siswa bisa mengamati dan mempelajari secara langsung objek yang dipelajari dari lingkungannya. Perbedaan konsep pembelajaran antara sekolah alam dengan sekolah konvensional membuat masyarakat sulit untuk memahami dan menerima gagasan ini. Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa definisi dari sekolah masih merujuk kepada sebuah kegiatan belajar mengajar dalam bangunan atau ruangan tertutup, dimana siswa duduk sambil mempelajari teori dari buku teks atau panduan dan guru berdiri di depan kelas memberikan penjelasan mengenai materi pembelajaran. Sementara, sekolah alam dirasa tidak dapat memberikan pendidikan yang baik karena adanya anggapan bahwa anak-anak hanya diberikan kesempatan untuk bermain di alam bebas. Perbedaan yang terlalu mencolok di antara kedua sistem pendidikan ini membuat orang tua memiliki keraguan untuk menjadikan sekolah alam sebagai pilihan pendidikan untuk anak. Sebuah lembaga pendidikan, dalam penelitian ini adalah SDIT Alam Al Karim School Lampung, harus mampu untuk melakukan upaya-upaya komunikasi pemasaran guna memberikan informasi, mempengaruhi, dan meyakinkan masyarakat bahwa kualitas pendidikan yang ditawarkan di sekolah alam memiliki nilai lebih dibandingkan dengan sekolah konvensional. Lembaga pendidikan seperti SDIT Alam Al Karim School Lampung membutuhkan kegiatan komunikasi pemasaran yang dikelola secara baik dan terpadu guna mempertahankan kelangsungan hidup. Komunikasi pemasaran di sini diperlukan guna menyebarkan informasi mengenai perusahaan dan apa yang ditawarkan kepada masyarakat sebagai pasar sasaran. Untuk itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kegiatan komunikasi pemasaran di SDIT Alam Al Karim School Lampung dalam upaya memperkenalkan sekolah alam sebagai sebuah alternatif pendidikan baru di Lampung. 2 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah “Bagaimana kegiatan komunikasi pemasaran SDIT Alam Al Karim School Lampung dalam upaya memperkenalkan sekolah alam sebagai alternatif pendidikan baru kepada masyarakat di Bandar Lampung?” C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan komunikasi pemasaran SDIT Alam Al Karim School Lampung dalam upaya memperkenalkan konsep sekolah alam sebagai sebuah alternatif pendidikan baru di Bandar Lampung. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. menambah pengetahuan dan memperkaya ilmu komunikasi, khususnya dalam bidang komunikasi pemasaran. b. penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan tambahan riset mengenai pentingnya kegiatan komunikasi pemasaran dalam upaya memperkenalkan dan membangun pemahaman masyarakat. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi SDIT Alam Al Karim School Lampung dalam menjalankan kegiatan komunikasi pemasaran guna memperkenalkan dan membangun pemahaman masyarakat mengenai konsep sekolah alam sebagai sebuah alternatif pendidikan baru di Lampung. E. Kerangka Pemikiran 1. Komunikasi pemasaran a. pengertian komunikasi pemasaran Komunikasi pemasaran merupakan sebuah upaya yang perlu dilakukan sebuah brand, produk, atau perusahaan tertentu dalam membangun 3 hubungan dengan konsumennya. Kotler (2006: 469) mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran merupakan cara yang digunakan pelaku pemasaran untuk menginformasikan, memersuasi dan mengingatkan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai produk dan brand yang mereka jual. Komunikasi pemasaran merupakan perwakilan suara sebuah brand dan sebuah cara membangun dialog dengan konsumen. Tjiptono (1995: 219) menyebutkan bahwa komunikasi pemasaran adalah aktifitas pemasaran mempengaruhi/membujuk, dan dalam menyebarkan mengingatkan pasar informasi, sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Proses komunikasi pemasaran dapat diartikan sebagai “transfer informasi” yang bertujuan untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak (komunikator dan komunikan). Efektivitas dalam proses penyampaian pesan dan penerimaan pesan tersebut sangat diperlukan agar tujuan dapat tercapai. Purwanto (2003: 18) menjabarkan bahwa untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif diperlukan beberapa persyaratan antara lain: Persepsi, komunikator harus dapat memprediksi apakah pesanpesan yang akan disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Ketepatan, secara umum audiens mempunyai suatu kerangka berpikir agar komunikasi yang dilakukan mencapai sasaran, maka seseorang perlu mengekspresikan sesuatu sesuai dengan apa yang ada dalam kerangka berpikir manusia. Kredibilitas, dalam berkomunikasi komunikator perlu memiliki keyakinan bahwa para audiensnya adalah orang-orang yang dapat dipercaya. Pengendalian, dalam beromunikasi audiens akan memberikan suatu reaksi atau tanggapan terhadap pesan yang disampaikan. 4 Reaksi audiens tergantung pasca keberhasilan komunikator mengendalikan audiensnya saat berkomunikasi. Keharmonisan, komunikator yang baik selalu dapat menjaga hubungan persahabatan yang baik dengan audiens sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya. b. tujuan komunikasi pemasaran Komunikasi pemasaran memiliki tiga tujuan utama, yaitu untuk menyebarkan informasi (komunikasi informatif), mempengaruhi untuk melakukan pembelian atau menarik konsumen (komunikasi persuasif), dan mengingatkan khalayak untuk melakukan pembelian ulang (komunikasi mengingatkan kembali). Menurut Tjiptono (1997: 220), respon atau tanggapan yang muncul terhadap sebuah komunikasi pemasaran meliputi: a) Efek kognitif, yaitu membentuk kesadaran akan informasi tertentu. b) Efek afektif, yaitu memberikan pengaruh untuk melakukan sesuatu, yang diharapkan adalah reaksi pembelian. c) Efek konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi perilaku selanjutnya. Perilaku yang diharapkan adalah pembelian ulang. Secara umum ada tiga tingkatan dasar untuk hirarki efek dalam praktik komunikasi pemasaran. Hal ini dapat dianggap sebagai tahapan dan posisi di mana pelanggan atau khalayak merespon dan memahami suatu produk dari hasil interaksi mereka melalui komunikasi pemasaran. Tahapan tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan berikut: 1) Tahap knowings (mengetahui/kenal) 2) Tahap feelings (merasakan/hasrat) 3) Tahap actions (tindakan) Komunikasi pemasaran dalam konteks ini juga harus lebih diartikan sebagai kemampuan manusia dalam menyatukan pemikiran antara 5 komunikator dengan komunikan atau orang yang ditujukan dalam menerima pesan. c. bauran komunikasi pemasaran Menurut Shimp (2003: 14), bauran komunikasi pemasaran adalah representasi gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran yang dilakukan dengan memfasilitasi konsumen dalam menciptakan suatu arti. Peran komunikasi dalam bauran pemasaran adalah membantu pemasar untuk menyampaikan strategi bauran pemasaran melalui metode-metode komunikasi pemasaran, di mana informasi yang dikirimkan memiliki tujuan untuk mempengaruhi konsumen agar bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh pemasar. Dalam Sunarto (2004: 261) bauran komunikasi pemasaran merupakan perpaduan khusus antara iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat yang digunakan untuk meraih tujuan iklan dan pemasarannya. Pada intinya, bauran komunikasi pemasaran merupakan cara-cara penyampaian pesan yang dapat dilakukan perusahaan dalam mencapai konsumen sasaran. Belch (1995) merumuskan konsep bauran komunikasi pemasaran menjadi empat kegiatan dasar, yaitu: 1) Iklan Iklan merupkan metode komunikasi paling umum yang dilakukan oleh pemasar untuk memasarkan produknya, dapat dikatakan iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi vital produsen kepada konsumen (Prisgunanto, 2006: 73). Iklan adalah bentuk pesan langsung yang berisikan definisi, kelebihan, maupun karakter produk yang ditawarkan melalui berbagai macam media. Iklan merupakan proses persuasi yang paling familiar di mata konsumen dan berisi ajakan langsung untuk menggunakan produk maupun berperilaku seperti yang diharapkan produsen. 6 2) Personal Selling Prisgunanto (2006: 74) menyebutkan bahwa kegiatan personal selling memungkinkan konsumen untuk mendapatkan informasi akurat langsung dari perusahaan. Elemen ini mampu mendekatkan konsumen dan perusahaan melalui penjualan lewat penggunaan jalur distribusi barang dan produk yang ada. Personal selling memudahkan konsumen untuk berkonsultasi mengenai produk dan dapat memberikan timbal balik yang berharga bagi produsen berupa data insight konsumen akan suatu produk. 3) Sales Promotion dan Pameran Kegiatan ini memungkinkan konsumen mendapatkan stimulasi untuk melakukan pemelian secara langsung. Konsumen yang sudah memiliki perencanaan pembelian akan terdorong untuk membeli produk tertentu dalam pameran (Prisgunanto: 75). Dalam metode komunikasi pemasaran terpadu modern, terdapat juga elemen event marketing atau pemasaran melalui event. Tom Duncan, dalam bukunya IMC: Using Advertising & Promotion to Build Brand, menyatakan bahwa Event marketing is a significant situation or promotion happening that has a central focus and chapters the attention and involvement of the target audience. Event marketing dapat memberikan intensitas pesan yang signifikan oleh produsen terhadap konsumen melalui event yang diadakan. Dalam situasi tertentu, event marketing dianggap kompatibel dengan proses komunikasi pemasaran yang memerlukan interaksi langsung dengan konsumen dalam hubungan timbal balik. Fokus yang berpusat pada pesan produk mampu terakomodasi dan perhatian uang insentif dapat memberikan hasil yang baik ketika diimplementasikan ke dalam strategi komunikasi pemasaran terpadu. 7 4) Public Relation PR membangun efek pemasaran yang lebih lambat dan berfungsi sebagai pendukung fungsi komunikasi yang sudah dilakukan sebelumnya sebagai reinforcement akan kredibilitas suatu produk. PR dapat berperan dalam memelihara loyalitas konsumen akan produk yang ditawarkan serta menjadi jembatan komunikasi antara perusahaan dengan konsumen. Perusahaan membutuhkan peran public relation dalam membangun citra perusahaan di mata masyarakat dan meraih kepercayaan dari masyarakat. d. komunikasi pemasaran terpadu Menurut Belch dan Belch (2001), komunikasi pemasaran terpadu merupakan strategi komunikasi pemasaran yang melibatkan berbagai elemen komunikasi pemasaran yang terintegrasi menjadi suatu strategi pemasaran yang utuh. Dalam strategi pemasaran terpadu terdapat berbagai pendekatan komunikasi pemasaran yang disodorkan untuk meraih respon konsumen. Adji Watono dalam IMC That Sells (2001) mengemukakan suatu pendekatan komunikasi pemasaran terpadu melalui paradigma komunikasi pemasaran yang berfokus pada konsumen (customer focused). Watono (2011) berpendapat bahwa komunikasi pemasaran terpadu tidak semata-mata hanya mengintegrasikan metode dan media pemasaran sehingga menjadi satu strategi pemasaran yang utuh, tetapi tujuan mendasar dari komunikasi pemasaran terpadu adalah mengintegrasikan pesan-pesan yang disampaikan oleh media pemasaran ke dalam benak konsumen. 2. Komunikasi pemasaran dalam lembaga pendidikan a. lembaga pendidikan sebagai penyedia jasa Jasa secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu perbuatan, kinerja, atau upaya yang dilakukan oleh seseorang/perusahaan yang tidak memiliki 8 fisik atau tidak dapat diproses secara fisik. Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner mendefinisikan jasa sebagai; Service is all economic activities whose output is not a physical product or construction is generally consumed at that time is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusement, comfort or health) (Lupiyoadi, 2006:6). Dari definisi di atas, jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk fisik atau konstruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi bersamaan serta memberikan nilai tambah seperti misalnya kenyamanan, hiburan, atau kesehatan. Tidak jauh berbeda dengan definisi jasa dari Kotler yaitu; Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya (Lupiyoadi, 2006: 6). Dari kedua definisi ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pihak produsen sebagai penyedia jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadarinya. Karakteristik dari jasa sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Kotler, memiliki empat ciri utama, yaitu: 1) tidak berwujud, 2)tidak terpisahkan, 3) bervariasi, dan 4) mudah musnah. Sementara Baterson mengemukakan bahwa ada 8 karakteristik dari sebuah jasa, yaitu: 1. jasa tidak dapat disimpan dan dikonsumsi pada saat dihasilkan, 2. jasa tidak bergantung kepada waktu, 3. jasa bergantung pada tempat, 4. konsumen merupakan bagian integral dari proses produksi jasa, 5. setiap orang atau apapun yang berhubungan dengan konsumen mempunyai andil dalam memberikan peranan, 6. perubahan pada konsep kemanfaatan, 9 7. karyawan penghubung merupakan bagian dari proses produksi jasa, 8. kualitas jasa tidak dapat diperbaiki pada saat proses produksi karena produksi jasa terjadi secara real time. Berdasarkan karakteristik yang dijabarkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan bagian dari produk sebuah jasa. Pendidikan lebih bersifat tidak berwujud dibandingkan berwujud, dimana produksi dan konsumsinya terjadi dalam waktu yang bersamaan serta kurang memiliki standar dan keseragaman dimana pendidikan bergantung kepada kualitas dari masing-masing orang atau lembaga penyedia. Hal tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan dari sebuah pendidikan sangat bergantung kepada siapa, kapan dan dimana proses tersebut berlangsung. Dalam konteks penelitian ini, SDIT Alam Al Karim School Lampung merupakan sebuah lembaga pendidikan yang memiliki produk berupa jasa pendidikan dengan konsep baru, yaitu sekolah alam, yang hendak diperkenalkan kepada masyarakat sebagai konsumen. b. pengertian pemasaran pendidikan Penerapan kegiatan pemasaran tidak hanya berorientasi pada peningkatan laba yang diterima oleh sebuah lembaga, tetapi bagaimana sebuah lembaga menciptakan kepuasan bagi konsumen sebagai sebuah bentuk tanggung jawab akan mutu yang dimilikinya. Dalam menerapkan kegiatan pemasaran, maka terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah memperbaiki kualitas dari jasa yang ditawarkan serta jeli dalam melihat segmentasi dan target dari jasa yang dipasarkan. Konsep pemasaran sebuah jasa tidak berorientasi kepada kuantitas penjualan yang diperoleh, tetapi lebih berorientasi jangka panjang dengan menekankan kepada kepuasan konsumen, dimana marketing menjadi sebuah usaha untuk memuaskan, memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen. 10 Demikian juga halnya dalam pemasaran jasa pendidikan. Kotler mengemukakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial, baik oleh individu atau kelompok, untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan penawaran, pertukaran produk yang bernilai dengan pihak lain. Khusus dalam hal pemasaran pendidikan, John R. Silber menyatakan bahwa etika marketing dalam dunia pendidikan adalah menawarkan mutu layanan intelektual dan membentuk watak secara menyeluruh. Hal itu didasarkan pada sifat pendidikan yang lebih kompleks, dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, hasil yang mengacu kepada masa depan, membina kehidupan warga negara, dan generasi penerus ilmuwan di kemudian hari. Dalam membangun sebuah lembaga pendidikan, Brubacher menyatakan bahwa terdapat dua landasan filosofi yaitu: a. landasan epistemologis, dimana lembaga pendidikan harus berusaha untuk mengerti dunia di sekelilingnya, memperhatikan dan memikirkan sedalam-dalamnya masalah yang ada di masyarakat, dimana tujuan pendidikan tidak dapat dibelokkan oleh berbagai pertimbangan dan kebijakan, tetapi harus berpegang teguh kepada kebenaran. b. landasan politik, yaitu memikirkan kehidupan praktis untuk tujuan masa depan bangsa karena masyarakat kita yang begitu kompleks sehingga di dalamnya terdapat banyak masalah. c. bauran komunikasi pemasaran untuk jasa pendidikan Pemasaran sebuah jasa pendidikan yang bersifat intangible dan immaterial dapat dilakukan ketika konsumen dan produsen bertemu. Bauran pemasaran untuk sebuah jasa pendidikan sendiri merupakan sebuah pengembangan dari bauran pemasaran secara umum. Bauran pemasaran (marketing mix) sebuah produk mencakup 4P, yaitu: Product, Price, Place, dan Promotion. Sementara untuk jasa pendidikan jasa keempat P tersebut dirasa masih kurang sehingga para ahli 11 pemasaran menambahkan 3 unsur lagi, meliputi: People, Process, dan Physical Evidence. Lupiyoadi (2006: 70) kemudian menyebutkan bahwa elemen marketing mix dalam bidang jasa terdiri atas tujuh hal, yaitu: 1) Product, merupakan hal yang paling mendasar yang menjadi pertimbangan preferensi pilihan bagi konsumen berupa segala sesuatu yang ditawarkan kepada konsumen yang berujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. 2) Price, merupakan elemen yang berjalan sejajar dengan mutu, dimana apabila mutu yang ditawarkan baik maka calon konsumen akan berani untuk membayar lebih tinggi slema berada dalam jangkauan kemampuan konsumen. 3) Place, adalah letak lokasi penyedia jasa, karena lingkungan dimana jasa disampaikan merupakan bagian dari nilai dan manfaat jasa yang dipersepsikan cukup berperan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan. 4) Promotion, merupakan bentuk komunikasi pemasaran dalam usaha untuk menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan mengingatkan pasar sasaran atas lembaga atau produk yang dimilikinya agar bersedia untuk menerima, membeli dan loyal terhadap produk yang ditawarkan. 5) People, yaitu berkaitan dengan bagaimana kualitas orang-orang yang terlibat dalam pemberian jasa tersebut, dalam arti semakin berkualitas orang-orang yang memberikan jasa maka akan semakin meningkat pula jumlah konsumen yang diperoleh. 6) Process, adalah bagaimana jasa tersebut disampaikan kepada konsumen, dimana kualitas dari semua elemen yang menunjang sebuah jasa sangat menentukan keberhasilan dari jasa itu sendiri. 7) Physical evidence, merupakan sarana dan prasarana yang mendukung proses penyampaian jasa sehingga akan membantu tercapainya janji lembaga terhadap pelanggannya. 12 3. Hubungan lembaga pendidikan dan masyarakat Lembaga pendidikan dan masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Lembaga pendidikan berperan sebagai penyedia jasa pendidikan, sementara masyarakat di sini berperan sebagai pengguna jasa pendidikan. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Dengan kata lain, sebuah lembaga pendidikan harus mampu untuk mempengaruhi dan meyakinkan masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan untuk kemudian memilih jasa pendidikan yang ditawarkan olehnya dibandingkan dengan jasa pendidikan yang ditawarkan lembaga pendidikan yang lain. Lembaga pendidikan melakukan berbagai macam cara guna memperkenalkan, menarik perhatian dan meyakinkan masyarakat untuk menggunakan jasa yang ditawarkannya. Lembaga pendidikan berusaha untuk memperoleh kepercayaan masyarakat dengan cara memberikan informasiinformasi mengenai kualitas, fasilitas, dan kurikulum yang dimiliki serta memberikan masyarakat pemahaman akan apa yang menjadi nilai lebih akan jasa yang diberikannya dibandingkan dengan jasa pendidikan yang lain sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam menentukan pilihan. Lembaga pendidikan juga berusaha untuk menciptakan hubungan yang baik dengan masyarakat atau khalayak dengan tujuan agar dapat terbentuk citra yang baik di benak masyarakat akan lembaga pendidikan yang bersangkutan. F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskripif, yaitu mendeskripsikan suatu fenomena. Hasil penelitian ini nantinya merupakan sebuah deskripsi dari kegiatan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh SDIT Alam Al Karim School Lampung dalam upayanya memperkenalkan sekolah alam sebagai sebuah alternatif pendidikan baru 13 kepada masyarakat di Lampung. Penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji suatu hipotesa. Tujuan penelitian komunikasi kualitatif tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi atau menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan, gambaran dan/atau pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya. Riset kualitatif tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling, bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Apabila data yang dikumpulkan sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Dalam hal ini, persoalan kedalaman (kualitas) lebih ditekankan dibandingkan jumlah data (kuantitas). Sedangkan, riset deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual serta akurat mengenai fakta-fakta dari kegiatan komunikasi pemasaran SDIT Alam Al Karim School Lampung sebagai objek yang diteliti. Riset kualitatif bersifat induktif, yaitu berdasarkan logika yang berawal dari hasil pengamatan peneliti terhadap kegiatan komunikasi pemasaran yang terjadi di SDIT Alam Al Karim School Lampung dan berakhir dengan penarikan kesimpulan dari pengamatan tersebut. Dalam analasis induktif, data yang dimaksudkan bukan untuk mendukung atau menolak hipotesis sebelum penelitian dimulai, tetapi abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan bersama lewat proses pengumpulan data yang dilaksanakan secara teliti. 2. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di SDIT Alam Al Karim School Lampung yang beralamat di Jl. Elang Kelurahan Pinang Jaya, Kemiling, Bandar Lampung. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada alasan sebagai berikut: 14 a. Letak SDIT Alam Al Karim School Lampung menguntungkan peneliti secara geografis karena mudah dijangkau dari tempat tinggal peneliti. b. Pandangan konsumen terhadap sebuah sekolah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menarik murid di setiap tahun ajaran baru. Mengingat sekolah alam merupakan sebuah alternatif pendidikan yang memiliki konsep yang berbeda dengan sekolah konvensional, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kegiatan komunikasi pemasaran seperti apa yang dilakukan SDIT Alam Al Karim School Lampung dalam memperkenalkan konsep tersebut. 3. Sumber data Dalam penelitian ini sumber data dibedakan menjadi dua yaitu: a. data primer Data ini diperoleh langsung dari informasi yang ditunjukkan oleh informan. Informan pada penelitian ini adalah: Tila Paulina, S.Pd (Kepala Sekolah SDIT Alam Al Karim School Lampung) Ayu Savitri Aisya Yudo, S.Pd (Fasilitator & Staf Marketing and Communication SDIT Alam Al Karim School Lampung) Oktia Wulandari, S.Pd (Fasilitator & Staf Marketing and Communication SDIT Alam Al Karim School Lampung) Beda Fitriana, S.Pd (Fasilitator & Staf Marketing and Communication SDIT Alam Al Karim School Lampung) Marginalis (Orangtua Siswa SDIT Alam Al Karim) Windi (Orangtua Siswa SDIT Alam Al Karim) Dwi (Orangtua Siswa SDIT Alam Al Karim) Adapun datanya adalah berupa informasi yang diperoleh dari informan di lapangan melalui wawancara dan observasi secara langsung oleh peneliti. 15 Wawancara secara mendalam (indepth interview) dilakukan kepada informan untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan selama penelitian. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat terbuka dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara mendalam dan tidak terstruktur sehingga informasi menjadi lebih luas, lengkap, dan mencakup keseluruhan secara mendalam. b. data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari studi pustaka, penelitian, artikel terkait berdasarkan literatur-literatur yang telah ada. Hal ini dilakukan untuk memperkaya informasi dan data pada penelitian ini. Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti kembali segala asrtikel, penelitian terdahulu, dan literaturliteratur yang telah ada mengenai sekolah alam sebagai sebuah alternatif pendidikan, tidak hanya di SDIT Alam Al Karim School Lampung saja melainkan secara menyeluruh sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih kaya dan luas mengenai konsep sekolah alam itu sendiri. 4. Teknik pengumpulan data Dalam rangka menghasilkan data yang mendekati keakuratan maka teknik dalam mengumpulkan data di penelitian ini dijabarkan menjadi tiga cara, yaitu: a. wawancara mendalam (in-depth interview) Wawancara mendalam menurut Berger (2000: 111) adalah percakapan antara peneliti sebagai seseorang yang membutuhkan informasi sesuai dengan subjek penelitian dan seorang informan sebagai seseorang yang diasumsikan memiliki informasi atau keterkaitan dengan subjek atau hal-hal yang terkait dalam 16 penelitian. Sehingga secara umum, wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang mengutamakan pada wawancara secara mendalam dengan informan dalam riset. Keunggulan teknik ini adalah dapat menghasilkan data yang lebih akurat karena informan telah melalui tahap seleksi yang sesuai dengan ketentuan di dalam penelitian ini. Selain itu, melalui teknik ini dapat diperoleh data yang lebih lengkap dan spesifik terkait dengan opini serta argumentasi yang dipaparkan oleh informan. Kemudian, peneliti dapat membaca perilaku non-verbal melalui gerak-gerik dan bahasa tubuh dari informan terkait dengan subjek pada penelitian ini. b. observasi Observasi difokuskan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena riset yang mencakup interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi di antara subjek yang diteliti. Kegiatan observasi membutuhkan kecermatan peneliti dalam mengamati dan memperhatikan serta melakukan pencatatan data atau informasi yang sesuai dengan konteks penelitian. c. dokumentasi Merupakan penelusuran dan perolehan data yang diperlukan melalui data yang telah tersedia sebelumnya. Pada umumnya, data ini berupa statistik, agenda kegiatan, produk keputusan atau kebijakan, sejarah, dan hal lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Data yang bersifat dokumen ini difokuskan pada masalah penelitian, diantaranya mengenai sejarah kelembagaan, daerah penyebaran, kewilayahan, kependudukan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Dokumentasi bisa berbentuk dokumen publik maupun dokumen pribadi. Data yang diperoleh kemudian dinarasikan dan 17 digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. 5. Validitas data Rachmat Kriyantono (2007: 70) menyebutkan secara umum, validitas riset kualitatif terletak pada proses saat peneliti turun ke lapangan mengumpulkan data dan sewaktu proses analisis-interpretasi data. Data yang dikumpulkan peneliti tidak semuanya dianggap valid, oleh karena itu perlu dilakukan adanya reduksi data agar benar-benar memiliki validitas & variable yang tinggi. Peneliti menggunakan metode triangulasi data, yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya menggunakan data empiris atau sumber data lain yang tersedia. Sumber data tersebut tersedia sebagai bahan pembanding terhadap data yang diperoleh. Dengan kata lain, keberadaan data yang satu akan dikonfirmasi dengan data yang diperoleh dari sumber yang lain, sehingga validitas data terjamin. Dwidjowinoto menyebutkan ada beberapa macam triangulasi, yaitu: triangulasi sumber, triangulasi waktu, triangulasi teori, triangulasi peneliti, dan triangulasi metode. Dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan triangulasi sumber, atau disebut juga triangulasi data, yaitu membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Peneliti akan melakukan triangulasi data dengan cara menanyakan pertanyaan yang sama terhadap tiga narasumber yang berbeda agar hasil wawancara dapat dibandingkan dengan data hasil observasi yang diperoleh selama penelitian dan data dokumentasi yang sudah ada sebelumnya. 18 Bagan 1.1 Triangulasi data (H.B Sutopo, 2006: 93) 6. Teknik analisis data Pada penelitian ini, teknik analisis data yang akan digunakan adalah teknis analisis interaktif Miles dan Huberman. Tipe analisis ini menjabarkan tentang aktifitas dalam analisis data kualitatif yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai jenuh. Bagan 1.2 Analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman (Pawito, 2007: 105) Punch (2005) mengemukakan bahwa teknik ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data 19 display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions). Pada tahap reduksi data, hal yang dilakukan adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan krusial bagi penelitian ini serta tidak memasukkan data yang sekiranya tidak diperlukan. Dengan membatasi permasalahan penelitian dan membatasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam penelitian, peneliti telah melakukan reduksi. Proses ini terus berlangsung pada waktu pengumpulan data dan berkaitan erat dengan dua komponen lainnya. Peneliti juga melakukan reduksi data dengan memuat catatan ringkasan atas data yang diperoleh dari lapangan, sehingga dapat memperpendek hasil penelitian dan membuang hal-hal yang tidak penting, serta menyusun sedemikian rupa agar dapat ditarik kesimpulan. Kemudian tahap kedua adalah penyajian data dimana di dalam penelitian kualitatif, data yang disajikan berupa teks naratif. Penyajian data dapat berupa bagan, tabel atau hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada SDIT Alam Al Karim berkaitan dengan kegiatan komunikasi pemasaran yang diterapkan. Peneliti menyajikan data dalam bentuk narasi wasancara dengan narasumber yang diperoleh selama proses penelitian. Tahap terakhir adalah penarikan serta pengujian kesimpulan. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil temuan-temuan dalam penelitian dan analisis data terhadap kegiatan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh SDIT Alam Al Karim School Lampung. Kesimpulan yang diperoleh kemudian diverifikasi ulan guna mencapai pemantapan data dengan mengecek kembali catatan penelitian yang telah diperoleh sebelumnya. 20