Dry Eye Syndrome

advertisement
DRY EYE SYNDROME
Oleh : Muhammad Agita H,S.Ked
2. 1 Definisi
Sindroma Mata Kering (Dry Eye Syndrome) ialah suatu gangguan pada permukaan
mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata
Mata kering adalah penyakit multifaktorial pada air mata dan permukaan mata yang
menghasilkan gejala tidak nyaman, gangguan penglihatan, dan tidak stabilnya film air mata
yang berpotensi mengalami kerusakan pada permukaan mata. Mata kering juga disertai
dengan peningkatan osmolaritas film air mata dan peradangan pada permukaan mata.
2.2 Anatomi Palpebra dan Otot Ekstra Okuler
Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata melindungi
kornea dan berfungsi dalam pendisribusian dan eliminasi air mata. Penutupan kelopak mata
berguna untuk menyalurkan air mata ke seluruh permukaan mata dan memompa air mata
melalui punctum lakrimalis.
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari yang jinak
sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi mau pun masalah struktur seperti ektropion,
entropion, lagoptalmus dan blepharoptosis. Untungnya, kebanyakan dari kelainan kelopak
mata tidak mengancam jiwa atau pun mengancam penglihatan.8
Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat
menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan
pengeringan bola mata.9
Palpebra mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Konjungtiva tarsal
melalui forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang
mempunyai sel goblet yang menghasilkan musin 9
Pada palpebra terdapat bagian-bagian 9
 Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis pada pangkal rambut dan
kelenjar meibom pada tarsus
 Otot seperti M. orbikularis okuli, M. rioland, M. orbikularis, dan M. levator palpebra
- Di dalam palpebra terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada margo palpebra
- Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan
- Pembuluh darah yang memperdarahi adalah a. palpebra
- Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V sedangkan
kelopak bawah oleh cabang II saraf V.
Otot-otot ekstraokuler
Keenam otot ekstraokuler tersusun secara anatomis dan fungsional dalam 3 pasang.
Setiap otot memiliki perlekatan di sklera pada satu sisi dan sisi lainnya pada tulang orbita.
Terdapat lima otot yang berorigo pada apex orbita, sedangkan otot oblik inferior pada
anterior orbita. Keempat otot rektus yakni superior, inferior, medial, dan lateral memiliki
panjang kurang lebih 40 mm dan lebar 6 kali ketebalannya.10
Keempat otot rektus berorigo pada annulus of Zinn, suatu jaringan fibrosa berbentuk
cincin pada apex orbita dan otot-otot tersebut kemudian berjalan ke anterior seperti garis
pipih membentuk konfigurasi konal, dan mengadakan insersi pada sklera beberapa millimeter
ke posterior dari limbus. Insersi otot ini bervariasi tergantung bentuk dan lokasi insersinya.
Insersi otot rektus akan membentuk suatu kurva imajiner yang disebut sebagai spiral of
Tillaux. Insersi otot-otot rektus diandaikan berbentuk tapal kuda dengan kuda yang mengarah
ke limbus. Lebar tendon pada tempat insersinya berkisar 10 mm, dan jarak rata-rata antara
insersi otot dengan otot lainnya sekitar 6-8 mm.
A. Muskulus Rektus Medialis
Otot rektus medial merupakan satu dari dua rektus horizontal bersama otot rektus
lateralis. Berorigo pada annulus zinn, otot ini kemudian berjalan sepanjang dinding orbita
medial dan berinsersi ± 5.5 mm dari limbus yang merupakan insersi
otot ekstraokuler terdekat_ke limbus dibandingkan otot lainnya. Tendon otot sebelum
insersi berkisar 4 mm dan berpenetrasi ke kapsula tenon sekitar 12 mm posterior dari
insersinya. Apabila perlekatan ini terlepas, retraksi posterior akan terjadi melalui muscle
sleeve dan reposisi sangat sulit dilakukan.
B. Muskulus Rektus Lateralis
Bersama rektus medialis, merupakan rektus horizontal dengan origo pada annulus
zinn dan mengadakan insersi pada sklera ± 7 mm dari limbus dengan tendon sebelum insersi
mm. Otot ini memiliki panjang ± 40,6 mm dan lebar 9-10 mm. Persarafan otot berasal dari
nervus abdusens yang menembus pertengahan permukaan otot.5,7
C. Muskulus Rektus Superior
Otot ini berorigo pada annulus zinn dan melalui bagian atas bola mata berjalan ke
anterior dan lateral membentuk sudut 23o terhadap aksis visual pada posisi primer. Panjang
otot ± 42 mm dan lebar ± 10.6 mm. Insersi otot ini sekitar 7.7 mm dari limbus dengan
panjang tendon sebelum insersi 5.8 mm. Insersi otot rektus superior berbentuk konveks
dengan sisi nasal lebih dekat ke limbus daripada sisi temporal. Pada permukaan superior
terdapat m. levator palpebra yang juga merupakan otot ekstraokuler namun tidak berperan
dalam pergerakan bola mata.3,4,7
D. Muskulus Rektus Inferior
Otot rektus inferior sangat mirip dengan otot rektus superior kecuali insersinya
dibawah bola mata. Otot ini juga berorigo di annulus zinn, mengarah ke anterolateral di
bawah bola mata sepanjang dasar orbita membentuk sudut 23oterhadap aksis visual pada
posisi primer. Insersinya pada sklera ±6.5 mm dari limbus, dengan panjang tendon sebelum
insersi sekitar 5.5 mm. Panjang otot ini adalah ±40 mm dengan lebar ±9.8 mm.3,4,7
E. Muskulus Oblik Superior
Merupakan otot ekstraokuler terpanjang, yakni sekitar 60 mm. Panjangnya ±40 mm
dan lebar ±10.8mm. Otot ini berorigo pada apeks orbita, superomedial dari annulus zinn dan
m.rektus medialis. Otot ini berjalan pada daerah antara dinding medial orbita dan atap orbita.
Oleh trochlea, yang merupakan suatu struktur kartilago yang melekat pada tulang frontalis
pada orbita superonasal, diarahkan ke posterior, inferior dan lateral membentuk sudut sebesar
51o terhadap aksis visual pada posisi primer. Tendon otot ini melakukan penetrasi pada
sekitar 2 mm kearah nasal dan 5mm posterior dari insersi bagian nasal otot rektus superior.
Setelah melewati bagian bawah otot rektus superior, tendon berinsersi pada kuadran
posterosuperior bola mata.3,4,7
F. Muskulus Oblik Inferior
Merupakan satu-satunya otot ekstraokuler yang tidak berorigo pada annulus zinn
melainkan pada periosteum os maksillaris, posterior margo orbita dan lateral fossa lakrimalis.
Otot ini berjalan ke arah lateral, superior dan posterior, ke arah inferior m.rektus inferior dan
berinsersi dibawah m.rektus lateral di bagial posterolateral bola mata pada daerah macula.
Otot ini memiliki tendon dengan panjang ±37 mm dan lebar ±9.6mm
Vaskularisasi & Inervasi
A. Sistem Arteri
Cabang muskuler dari arteri oftalmika merupakan penyuplai darah utama untuk otototot ekstraokuler. Cabang muskuler lateral mensuplai rektus lateral, rektus superior, oblik
superior, dan levator palpebra. Cabang muskuler medial mensuplai rektus inferior, rektus
medial, dan oblik inferior. Rektus lateral sebagian disuplai oleh arteri lakrimalis, arteri
infraorbitalis mensuplai oblik inferior dan rektus inferior. Cabang muskuler
mempercabangkan arteri siliaris anterior yang menyertai otot-otot rektus dimana setiap otot
rektus disuplai oleh 1 hingga 3 arteri siliaris anterior. Arteri-arteri ini kemudian melewati
episklera dan akan mensuplai darah ke segmen anterior bola mata.4,7
C. Inervasi
Mayoritas inervasi otot ekstraokuler berasal dari nervus okulomotorius (III). Cabang
superior N.III menginervasi otot rektus superior dan levator palpebra superior, sedangkan
cabang inferiornya menginervasi rektus medialis, rektus inferior, dan oblik inferior. Nervus
trochlearis (IV) menginervasi oblik superior dimana nervus ini menyilang sisi medial otot
oblik superior yang kemudian menembus permukaan atasnya 12 mm anterior dari origo otototot ekstraokuler. Nervus abdusens (VI) menginervasi rektus lateralis.1,3,7
2.3 Fisiologis air mata
Normalnya lapisan air mata menutupi permukaan mata. Lapisan air mata terdiri dari
tiga lapis yaitu :
1. Lapisan permukaan lipid yang tipis (0,11 μm), diproduksi oleh kelenjar meibom, dan
fungsi utamanya adalah untuk menghambat penguapan air mata dan membantu dalam
penyebaran air mata.
2. Lapisan tengah yang tebal (7 μm), diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama (refleks air
mata), serta kelenjar lakrimal aksesori dari Krause dan Wolfring.
3. Lapisan musin yang paling hidrofilik (0,02-0,05 μm) diproduksi oleh sel-sel goblet
konjungtiva dan sel epitel permukaan okular dan berhubungan dengan permukaan
okular melalui perlekatan pada glycocalyx dari microplicae epitel tersebut. Ini adalah
kualitas hidrofilik dari musin yang memungkinkan air mata tersebut tersebar di epitel
kornea.
Lapisan lipid yang dihasilkan oleh kelenjar meibom berfungsi sebagai surfaktan, serta
sebagai penghalang aqueous (memperlambat penguapan lapisan aqueous yang mendasari),
dan menyediakan permukaan optik halus. Lapisan lipid ini juga dapat berfungsi sebagai
penghalang yang melawan partikel asing dan juga mungkin memiliki beberapa sifat
antimikroba. Kelenjar tersebut bersifat holocrine, sehingga mengsekresi lipid polar (yang
menghubungkan aqueous-lemak) dan lipid nonpolar (yang menghubungkan udara-aqueous)
serta sebagai bahan protein. Semua ini diikat oleh ikatan ion, ikatan hidrogen, dan ikatan van
der Waals. Sekresi tersebut juga berhubungan dengan saraf (parasimpatik, simpatik, dan
sensory), hormonal (androgen dan reseptor estrogen), dan regulasi vaskular. Hilangnya
penguapan dikarenakan disfungsi kelenjar meibom (DKM).
Komponen aqueous dihasilkan oleh kelenjar lakrimal. Komponen ini mencakup
sekitar 60 protein yang berbeda, elektrolit, dan air. Lisozim adalah yang paling banyak (2040% dari total protein) dan merupakan protein yang paling alkali dalam air mata. Lisozim
merupakan enzim glikolisis yang mampu memecah dinding sel bakteri. Laktoferin memiliki
fungsi antibakteri dan antioksidan, dan faktor pertumbuhan epidermal (EGF) berperan dalam
mempertahankan permukaan okular dan proses penyembuhan luka kornea. Albumin,
transferin, imunoglobulin A (IgA), imunoglobulin M (IgM), dan imunoglobulin G (IgG) juga
terdapat dalam airmata. 4
Aqueous-tear deficiency (ATD) adalah penyebab tersering dari mata kering, dan itu
terjadi karena kurang produksi air mata. Sekresi kelenjar lakrimal dikendalikan oleh suatu
refleks saraf, dengan saraf aferen (serat sensoris trigeminal) di kornea dan konjungtiva lewat
ke pons (superior salivary nucleus), dari serat eferen dalam nervus intermedius menuju
ganglion pterygopalatine dan saraf simpatis dan parasimpatis postganglionik dan berakhir
pada kelenjar lakrimal.
Keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah nama yang diberikan untuk gangguan
permukaan okular. KCS dibagi menjadi sindrom Sjögren (SS) yang terkait dengan KCS dan
non-SS yang terkait dengan KCS. Pasien dengan ATD mengalami SS jika mereka terkait
dengan xerostomia dan / atau penyakit jaringan ikat. Pasien dengan SS primer mengalami
penyakit autoimun sistemik yang dimanifestasikan dengan adanya serum autoantibodies serta
mengalami ATD dan KCS yang sangat parah. Sebagian besar pasien tersebut merupakan
perempuan yang tidak bisa dipisahkan dari penyakit jaringan ikat. Beberapa pasien yang
mengalami SS primer tidak menunjukkan adanya disfungsi imun sistemik, tetapi mereka
memiliki gejala klinis yang sama dengan KCS. SS sekunder didefinisikan sebagai KCS yang
terkait dengan penyakit jaringan ikat, rheumatoid arthritis, SLE dan sclerosis sistemik.
Non-SS KCS sebagian besar ditemukan pada wanita menopause, pada wanita yang
sedang hamil, pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral, atau pada wanita yang
menjalani terapi penggantian hormon (terutama pil estrogen).Denominator umum di sini
adalah penurunan androgen, baik dari fungsi ovarium yang berkurang pada wanita
pascamenopause atau dari peningkatan tingkat hormon seks pengikat globulin pada
kehamilan dan pada kelahiran yang menggunakan pil kontrol. Androgen diyakini trofik untuk
kelenjar lakrimal dan meibom. Androgen juga mengerahkan aktivitas anti-inflamasi kuat
melalui pertumbuhan produksi transformasi beta faktor (TGF-beta), dengan cara menekan
infiltrasi limfositik.
Lipocalins (sebelumnya dikenal sebagai prealbumin air mata-khusus), yang berada di
lapisan lendir, yang mengikat protein lipid dan diproduksi oleh kelenjar lakrimal yang
menurunkan tegangan permukaan air normal. Ini memberikan stabilitas pada film air mata
dan juga menjelaskan trjadinya peningkatan tegangan permukaan yang terlihat pada mata
kering yang ditandai dengan sindrom defisiensi kelenjar lakrimal. Kekurangan Lipocalin
dapat mengarah pada presipitasi di film air mata, membentuk karakteristik yang terlihat pada
pasien dengan simptomatologi mata kering.
Glycocalyx epitel kornea berisi mucins transmembran (glikosilasi glikoprotein yang
terdapat pada glycocalyx) MUC1, MUC4, dan MUC16. Membran mucins ini berinteraksi
dengan zat ter larut, mengsekresi gel pembentuk mucins, yang dihasilkan oleh sel-sel goblet
(MUC5AC) dan yang lain seperti MUC2. Kelenjar lakrimal juga mengeluarkan air mata
MUC7 ke dalam film airmata.5
Mucins ini larut dan bergerak bebas dalam film air mata (proses yang difasilitasi
dengan berkedip dan penolakan elektrostatik dari mucins transmembran bermuatan negatif),
berfungsi sebagai protein pembersih (membuang kotoran, sampah, dan patogen),
mempertahankan cairan karena bersifat hidrofilik, dan menyimpan molekul pertahanan yang
dihasilkan oleh kelenjar lakrimal. Mucins transmembran mencegah pathogen masuk dan
menyediakan pelumas halus pada permukaan, sehingga lid epitel meluncur di atas epitel
kornea dengan gesekan minimal selama gerakan mata berkedip dan juga gerakan mata
lainnya. Baru-baru ini, telah disarankan bahwa mucins dicampur dengan aqueous pada
seluruh lapisan air mata (karena sifat hidrofiliknya), karena soluble, dan dapat bergerak bebas
di dalam lapisan ini.
Defisiensi musin (disebabkan oleh kerusakan pada sel-sel goblet atau glycocalyx
epitel), seperti yang terlihat pada Sindrom Stevens-Johnson atau setelah luka bakar kimia,
yang menyebabkan berkurangnya pembasahan pada permukaan kornea karena kerusakan
epitel, meskipun produksi airmata cukup.
2.4 Epidemiologi
2.4.1 Frekuensi
Di Amerika Serikat mata kering adalah gangguan yang sering terjadi dan
mempengaruhi persentase yang sangat signifikan (sekitar 10-30%) dari penduduk, terutama
yang berumur lebih dari 40 tahun.
Total penduduk di Amerika Serikat adalah 4,91 juta jiwa yang terdiri dari 3,23 juta
wanita dan 1,68 juta laki-laki yang berusia 50 tahun dan lebih dari 50 tahun yang sering
mengalami sindrom mata kering.
2.4.2 Mortalitas / Morbiditas
Mata kering mungkin merupakan komplikasi dari ulserasi kornea steril atau infeksius,
terutama pada pasien dengan SS. Ulkus biasanya oval atau bulat, kurang dari 3 mm, dan
terletak di pusat atau paracentral kornea. Kadang-kadang, perforasi kornea dapat terjadi. Pada
kasus yang jarang terjadi, ulserasi kornea steril atau infeksius pada sindrom mata kering dapat
menyebabkan kebutaan. Komplikasi lainnya termasuk kerusakan epitel punctata (PEDs),
neovascularisasi kornea, dan jaringan parut kornea.
2.4.3 Ras
Frekuensi dan diagnosis klinis mata kering yang lebih besar terjadi pada populasi
Hispanik dan Asia dari pada populasi Kaukasia.
2.4.4 Seks
Mata kering lebih sering terjadi pada perempuan. KCS berhubungan dengan SS (jenis
mata kering) diyakini mempengaruhi 1-2% dari populasi, dan 90% dari mereka yang terkena
dampak adalah perempuan.
2.5 Patofisiologi
Predisposisi genetik di SS yang terkait KCS terbukti dipengaruhi oleh tingginya
prevalensi antigen leukosit B8 (HLA-B8) haplotype pada pasien ini. Kondisi ini
menyebabkan peradangan kronis, dengan memproduksi autoantibodies, termasuk antibodi
antinuclear (ANA), faktor rematik, fodrin (protein cytoskeletal), reseptor M3 muscarinic, atau
antibodi SS-spesifik (misalnya, anti-RO [SS -A], anti-LA [SS-B]), pelepasan sitokin
inflamasi, dan infiltrasi limfositik fokal (misalnya, terutama CD4+ sel T tetapi juga sel B) dari
kelenjar lakrimal dan saliva, dengan degenerasi kelenjar dan induksi apoptosis dalam
konjungtiva dan kelenjar lakrimal. Hal ini menyebabkan disfungsi dari kelenjar lakrimal,
dengan mengurangi produksi air mata, dan hilangnya respon terhadap rangsangan refleks
saraf dan berkurangnya reflek airmata.. Infiltrasi limfositik T aktif di konjungtiva juga telah
dilaporkan pada non-SS berhubungan KCS.
Kedua reseptor androgen dan estrogen terletak di kelenjar lakrimal dan meibomi. SS
lebih sering terjadi pada wanita pascamenopause. Pada menopause, terjadi penurunan hormon
seks (yaitu, estrogen, androgen), mungkin mempengaruhi aspek fungsional dan sekresi dari
kelenjar lakrimal. Empat puluh tahun yang lalu, terjadinya defisiensi estrogen dan/atau
progesterone untuk menjelaskan hubungan antara KCS dan menopause. Namun, penelitian
baru-baru ini telah difokuskan pada androgen, khususnya testosteron, dan / atau metabolism
androgen.
Telah terbukti bahwa pada disfungsi kelenjar meibom, kekurangan androgen
mengakibatkan hilangnya lapisan lemak, khususnya trigliserida, kolesterol, asam lemak
esensial tak jenuh tunggal (misalnya, asam oleat), dan lipid polar (misalnya,
phosphatidylethanolamine, sphingomyelin). Hilangnya lipid polar (terdapat pada hubungan
antara aqueous dengan film-air mata) memperburuk penguapan air mata, dan penurunan asam
lemak tak jenuh meningkatkan titik melarutkan pada kelenjar meibum, sehingga
menyebabkan lebih tebal, lebih kental yang menghambat ductules dan menyebabkan stagnasi
sekresi. Pasien pada terapi antiandrogenic untuk penyakit prostat juga mengalami
peningkatan viskositas meibum, penurunan air mata, dan meningkatkan debris pada film
airmata, semua indikasi tersebut merupakan abnormal film airmata.3
Berbagai properadangan sitokin yang dapat menyebabkan kerusakan seluler, termasuk
interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), TGF-beta, TNF-alfa, dan
RANTES, yang diubah pada pasien dengan KCS. IL-1 beta dan TNF-alpha, yang terdapat
pada airmata pasien dengan KCS, menyebabkan pelepasan opioid yang mengikat reseptor
opioid pada selaput saraf dan menghambat pelepasan neurotransmiter melalui produksi NF-K
b. IL-2 juga berikatan dengan reseptor opioid delta dan menghambat produksi cAMP dan
fungsi saraf. Hilangnya fungsi saraf mengakibatkan berkurangnya tone saraf normal,
sehingga terjadi isolasi sensoris dari kelenjar lakrimal dan akhirnya atrofi.
Neurotransmitter proinflamasi, seperti substansi P dan peptida terkait gen kalsitonin
(CGRP), yang dilepaskan, dan mengaktifkan limfosit lokal. Substansi P juga bertindak
melalui jalur NF-AT dan NF-K b menuju ICAM-1 dan VCAM-1, molekul adhesi yang
mengakibatkan limfosit dan chemotaxis menuju ke tempat peradangan.Siklosporin A adalah
reseptor inhibitor NK-1 dan NK-2 yang dapat meregulasi sinyal molekul-molekul dan
merupakan tambahan terapi armamentarium untuk mata kering, yang digunakan untuk
mengobati Aqueous Tear Deficiency dan disfungsi kelenjar meibomi. Hal ini telah
ditunjukkan untuk meningkatkan jumlah sel goblet dan mengurangi jumlah sel inflamasi dan
sitokin dalam konjungtiva.
Sitokin ini, selain menghambat fungsi saraf, juga dapat mengkonversi androgen ke
estrogen, yang mengakibatkan disfungsi kelenjar meibom, seperti yang dibahas di atas.
Terjadinya peningkatan apoptosis juga terlihat pada konjungtiva dan sel-sel asinar lakrimal,
mungkin ini terjadi karena kaskade sitokin. Peningkatan jaringan dan menurunnya tingkat
enzim disebut matriks metalloproteinases (MMPs) yang juga terdapat dalam sel epitel.
Sintesi Gen musin, ditandai oleh MUC1-MUC17, yang mewakili transmembran dan
sekresi sel goblet, soluble mucins, telah diisolasi, dan peran mereka dalam hidrasi dan
stabilitas film air mata sedang diselidiki pada pasien dengan sindrom mata kering. Terutama
yang penting adalah MUC5AC, dinyatakan oleh sel skuamosa berlapis pada konjungtiva dan
produk yang merupakan komponen utama dari lapisan lendir air mata. Dalam hal ini
terjadinya defek dan gen musin lainnya dapat menjadi faktor dalam perkembangan sindrom
mata kering. Selain mata kering, kondisi lain, seperti pemfigoid cicatricial okular, sindrom
Stevens-Johnson, dan defisiensi vitamin A, yang menyebabkan pengeringan atau keratinisasi
dari epitel mata, pada akhirnya menyebabkan hilangnya sel goblet. Berkurangnya musin pada
penyakit ini dan pada tingkat molekular, ekspresi gen musin, terjemahan, dan pengolahan
posttranslational berubah. Produksi air mata normal protein, seperti lisozim, laktoferin,
lipocalin, dan A2 fosfolipase, menurun pada KCS.
2.6 Manifetsasi Klinis
a. gejala
 Sensasi kering, terbakar, gatal, nyeri, sensasi benda asing, fotofobia, dan penglihatan
kabur merupakan gejala yang sering terjadi pada pasien dengan mata kering. Gejalagejala ini sering diperburuk di lingkungan berasap atau kering, dengan pemanasan
ruangan, dengan membaca atau menggunakan computer secara berlebihan. Gejalagejala ini dihitung secara objektif dengan kuesioner Ocular Surface Disease
Index(OSDI), yang berisi 12 gejala dan masing-masing dinilai dengan skala 1-4.
 Dalam KCS, gejala cenderung lebih buruk menjelang akhir hari, dengan penggunaan
mata dalam waktu yang lama, atau terpapar terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim.
Pasien dengan disfungsi kelenjar meibom mungkin mengeluhkan kemerahan pada
kelopak mata dan konjungtiva, namun, pada pasien ini, gejala yang buruk adalah saat
bangun di pagi hari.
 Anehnya, beberapa pasien dengan sindrom mata kering mengeluh banyaknya
airmata. Ketika terjadi sindrom mata kering, gejala ini sering dijelaskan dengan refleks
berlebihan dari airmata akibat penyakit yang parah pada permukaan kornea .
 Obat sistemik tertentu juga mengakibatkan penurunan produksi air mata, seperti
antihistamin, beta-blocker, dan kontrasepsi oral.
b. Tanda Klinis
a. Tanda dari mata kering adalah sebagai berikut:
1. Dilatasi vaskular konjungtiva bulbar
2. Penurunan meniskus air mata
3. Permukaan kornea tidak teratur
4. Penurunan air mata waktu break-up
5. Keratopati epitel punktata
6. Filamen kornea
7. Meningkatnya debris pada film air mata
8. konjungtiva pleating
9. Superficial punktata keratitis, dengan pewarnaan positif fluorescein
10. Mucous discharge
11. Ulkus kornea pada kasus yang berat
b. Gejala sering tidak berkorelasi dengan tanda-tanda.
c. Pada kasus yang berat, mungkin ada defek epitel atau infiltrat kornea atau ulkus.
Infeksi keratitis sekunder juga dapat berkembang.
c. Klasifikasi dry eye
The International Dry Eye WorkShop (DEWS) baru-baru ini mengembangkan
klasifikasi dari mata kering, berdasarkan etiologi, mekanisme, dan stadium penyakit(1).
Sistem klasifikasi, yang diperbaharui sebagai klasifikasi etiopathogenic oleh
subkomite DEWS, dirumuskan oleh National Eye Institute (NEI) / The International Dry Eye
WorkShop, pada tahun 1995, membedakan 2 kategori utama (atau penyebab) dari mata
kering, yaitu sebagai berikut: defisiensi aqueous dan evaporasi.
1. Kurangnya produksi air mata
A. Sjorgen sindrom mata kering
a. Primer
b. Sekunder
B. Non-Sjorgen sindrom mata kering
a. Defisiensi kelenjar lakrimal
b. Obstruksi saluran kelenjar lakrimal
c. Refleks hyposekresi
d. Obat sistemik
2. Evaporative
A. Penyebab intrinsik
a. Disfungsi kelenjar Meibom
b. Disorder of lid aperture
c. Rendahnya kedipan mata
d. Drug Action (misalnya, Accutane)
B. Penyebab ekstrinsik
a. Kekurangan vitamin A
b. Penggunaan obat topical
c. Memakai lensa kontak
d. Penyakit permukaan okuler (misalnya, alergi)
Defisiensi produksi airmata dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai berikut :
1. Non-sindrom Sjögren
A. kekurangan kelenjar lakrimal Primer
a. Idiopatik
b. Umur-yang berhubungan dengan mata kering
c. Kongenital alacrima (misalnya, Riley-Hari sindrom)
d. Keluarga dysautonomia
B. Kurangannya produksi kelenjar lakrimal Sekunder
a. Infiltrasi kelenjar lakrimal
b. Sarcoidosis
c. Limfoma
d. AIDS
e. Amiloidosis
f. Hemochromatosis
g. Penyakit infeksi kelenjar lakrimal
h. Trachoma
i. Kekurangan vitamin A (xeroftalmia) - Gizi buruk, diet bebas lemak,
malabsorpsi usus dari inflamasi usus, reseksi usus, atau kronik alcohol
j. Ablasi kelenjar lakrimal ablasi
k. Denervasi kelenjar lakrimal
C. penyakit obstruktif lakrimal
a. Trachoma
b. Okuler pemfigoid cicatricial
c. Eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson
d. Kimia dan luka bakar termal
e.
Ketidakseimbangan endokrin
f. Postradiation fibrosis
D. Pengobatan - Antihistamin, beta-blocker, fenotiazin, atropin, kontrasepsi oral,
anxiolytics, obat antiparkinson, diuretik, antikolinergik, Antiaritmik, obat tetes
mata topikal, anestesi topikal, dan isotretinoin
E. Refleks hyposecretion – reflek blok sensorik dan reflek blok motorik
a. Neurotrophic keratitis
b. Operasi kornea (misalnya, ekstraksi katarak ekstrakapsular), keratoplasty
c. Penyakit infeksi seperti, keratitis herpes simplex, herpes zoster ophthalmicus
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Obat Topical, obat anastesi
Obat Sistemik seperti, Penyekat beta, obat-obatan seperti atropin
Diabetes
Trichloroethylene toksisitas
Kerusakan nervus VII
Multiple neuromatosis
F. Sindrom Sjögren
a. Primer (tidak terkait penyakit jaringan ikat)
b. Sekunder (berhubungan dengan penyakit jaringan ikat)
c. Rheumatoid arthritis
d. Sistemik lupus erythematosus
e. Progresif sclerosis sistemik (scleredema)
f. Sirosis bilier primer
g. Nefritis interstisial
h. Polymyositis dan dermatomyositis
i. Polyarteritis nodosa
j. Hashimoto tiroiditis
k. Pneumonitis interstisial limfositik
l. Idiopatik purpura trombositopenik
m. Hypergammaglobulinemia
n. Waldenstrom macroglobulinemia
o. Wegener granulomatosis
Kehilangan evaporasi lebih lanjut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Penyebab Intrinsik
1. Penyakit kelenjar meibom
a. Mengurangi jumlah - defisiensi kongenital, disfungsi kelenjar meibom yang
didapat
b. Replacement-Distichiasis, distichiasis sindrom lymphedema, metaplasia
c. Disfungsi kelenjar meibom :
i. Hipersekresi - Meibomian seborrhea
ii. Hyposecretory - terapi retinoid
iii. Obstruktif - , primer atau sekunder terhadap penyakit lokal (misalnya,
blepharitis anterior), penyakit sistemik (misalnya, rosacea jerawat, dermatitis
seboroik, Atopy, ichthyosis, psoriasis), sindrom (misalnya, displasia
ectodermal anhidrotic, ectrodactyly sindrom, sindrom Turner) , dan toksisitas
sistemik (misalnya, asam retinoic 13-cis, polychlorinated biphenyls), atau
cicatricial, primer atau sekunder terhadap penyakit lokal (misalnya, kimia luka
bakar, trachoma, pemfigoid, erythema multiforme, rosacea jerawat, VKC,
AKC)
2. Tingkat berkedip yang rendah
a. Fenomena fisiologi, seperti selama pelaksanaan tugas-tugas yang membutuhkan
konsentrasi (misalnya, bekerja di sebuah komputer atau mikroskop)
b. Gangguan ekstrapiramida, seperti penyakit Parkinson (penurunan neuron
dopaminergik kolam)
3. Gangguan terbukanya kelopak mata
a. Exposure (misalnya, craniostenosis, proptosis, exophthalmos, miopia tinggi)
b. Lid palsy
c. Ectropion
d. Lid koloboma
B. Penyebab ekstrinsik
1. Kekurangan vitamin A
a. Gangguan perkembangan sel goblet
b. Kerusakan asinar lacrimal
c. Memakai lensa kontak
d. Penyakit permukaan okuler (misalnya, alergi)7
Klasifikasi mata kering berdasarkan mekanisme termasuk hiperosmolaritas
airmata dan ketidakstabilan film airmata
Untuk klasifikasi mata kering berdasarkan beratnya, Delphi Panel Report telah
memodifikasi tiga component dari DEWS.
2.7 Diagnosis
Diagnose ditegakan berdasarkan Anamnesa dan pemeriksaan fisik disertai
pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti
memakai cara diagnostik berikut ini :
a) Tes Schirmer : tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whatman No.41) ke dalam cul-de-sac konjungtiva inferior
pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang
terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10
mm tanpa anastesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anastesi, tes ini mengukur
fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas
saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anastesi topical (tetracaine 0,5 %)
mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan. Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah
abnormal. Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai
hasil “false-positive” dan “false-negatife”. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada
orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering, terutama yang sekunder
terhadap defisiensi musin.
b) Tear Film Break-up Time : Pengukuran “tear film break-up time” kadang-kadang
berguna untuk memperkirakan kandungan musin dalam cairan mata. Kekurangan musin
mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film
airmata. Ini yang menyebabkan lapisan itu cepat pecah. “Bintik-bintik kering” terbentuk
dalam film airmata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Prose ini pada
akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak
dilepaskan dari kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
permukaan kornea dibasahi flurescein. “Tear film break-up time” dapat diukur dengan
meletakkan secarik kertas berflurescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien
berkedip. Film airmata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada
slitlamp, sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titiktitik kering yang pertama dalam lapis flurescein kornea adalah “tera film break-up time”.
Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anastetika
lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini
lebih pendek pada mata dengan defisiensi aqueous pada airmata dan selalu lebih pendek
dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.
Tes Ferning Mata : Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mucus konjungtiva
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca objek bersih.
Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis
yang meninggalkan parut (pempigoid mata, sindrom Stevens Johnson, parut konjungtiva
difus), arborisasi mucus berkurang atau hilang.
Sitologi Impresi : Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di daerah
infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada kasus keratokonjungtivitis sicca,
trachoma, pemphigoid mata cicatrik, sindrom Stevens Johnson, dan avitaminosis A.
Pemulasan Flurescein : Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering
berflurescein adalah indicator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniscus airmata
mudah terlihat. Flurescein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.
Pemulasan Bengal Rose : Bengal rose lebih sensitive dari flurescein. Pewarna itu akan
memulas semua sel epitel non-vital yang mongering dari kornea dan konjungtiva.
Pengujian Kadar Lisozim Air Mata : Penurunan konsentrasi lisozim air mata
umumnya terjadi pada awal perjalanan sindrom sjogren dan berguna untuk mendiagnosis
penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling
umum adalah pengujian secara spektrofometri.
Osmolalitas Air Mata : Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada
keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak dan diduga sebagai akibat
berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas
adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat
ditemukan pada pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Bengal rose normal.
Lactoferin : Lactoferin dalam cairan airmata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal.
Meibography / meiboscopy: morfologi dan densitas kelenjar meibom dapat dianalisis
dengan menggunakan meibography / meiboscopy untuk membantu mendiagnosis
disfungsi kelenjar meibom. Meiboscopy adalah visualisasi dari kelenjar meibomian oleh
transilluminasi kelopak mata. Meibography menyiratkan dokumentasi fotografi.
Meibometry: disfungsi kelenjar meibom dapat didiagnosis dengan meibometry. Lipid
pada daerah bawah central lid margin diletakkan diatas plastik, dan jumlah yang diambil
dibaca oleh densitometri optik. Ini memberikan ukuran tidak langsung dari tingkat steady
state dari lipid meibomian.
l)
Meniscometry (radius meniskus air mata, tinggi, dan area cross-sectional):
Meniscometry digunakan untuk membantu mendiagnosis kekurangan air air mata.
Sebuah sistem proyeksi rotatable dengan target terdiri dari garis-garis hitam dan putih
diproyeksikan ke bawah air mata meniskus pusat film. Gambar dicatat dan kemudian
ditransfer ke komputer untuk menghitung kelengkungan jari-jari.
Temuan Histologis
Histopatologis, metaplasia skuamosa dengan hilangnya sel goblet, pembesaran
selular, dan peningkatan sitoplasma / rasio nuklir dari permukaan sel epitel konjungtiva
terdapat pada pasien dengan KCS. Kelenjar lakrimal dan konjungtiva juga banyak disusupi
oleh sel T CD4 + (dan sel B) limfosit.
2.8 Diferensial Diagnosis
1. Bell Palsy
2. Keratopati, neurotrophic
3. Blepharitis, Dewasa
4. Manifestasi okular HIV
5. Konjungtivitis, alergi
6. Okular Rosacea
7. Komplikasi lensa kontak
8. Thyroid Ophthalmopathy
9. Floppy Eyelid Sindrom
10. Keratoconjunctivitis, Superior limbik
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan :
1. Trauma saraf kranial V atau operasi kornea
2. Medicamentosa
3. Nokturnal lagophthalmos
4. Thygeson superficial punctate keratopathy4
2.9 Penatalaksanaan
1) Self-Care at Home
Untuk membantu meringankan gejala dari sindrom mata kering, ada beberapa tips yang
bisa dilakukan sendiri di rumah :
a) Humidifier memberikan lebih banyak kelembaban di udara. Dengan lebih banyak
kelembaban udara, air mata akan menguap lebih lambat dan menjaga mata lebih
nyaman.Pemanas di musim dingin dan AC di musim panas akan mengurangi
kelembaban di udara.
b) Gerakan udara berlebihan dapat mengeringkan mata. Menghindari gerakan udara
berlebihan dengan mengurangi kecepatan kipas langit-langit.
c) Sejumlah besar debu atau partikulat di udara dapat memperburuk gejala mata
kering.Dalam situasi itu, penyaring udara dapat membantu.
d) Hot compresses dan scrub kelopak mata / pijat dengan bantuan shampo bayi
dengan memberikan lapisan lemak tebal yang lebih stabil. Hal ini sangat
membantu jika memiliki disfungsi kelenjar meibom, rosacea, atau blepharitis.
Panas tersebut dapat menghangatkan minyak dalam kelenjar minyak, sehingga
alirannya lebih mudah; tindakan memijat membantu mengeluarkan minyak dari
kelenjar. Tindakan pembersihan menurunkan jumlah bakteri yang dapat memecah
minyak.
e) Jika kita melihat mata kita kering terutama ketika kita sedang membaca atau
menonton TV, beristirahatlah untuk membuat mata istirahat dan menjadi lembab
kembali. Tutup mata selama 10 detik setiap lima sampai 10 menit akan
meningkatkan kenyamanan mata, dan harus lebih sering berkedip.
2) Medical Treatment
Meskipun tidak ada obat untuk sindrom mata kering, banyak pengobatan yang
tersedia. Pengobatan tergantung pada beratnya sindrom mata kering, mungkin kita hanya
memerlukan obat tetes mata, atau mungkin membutuhkan pembedahan untuk membantu
mengobati sindrom mata kering.
Obat tetes mata pelumas Over-the-counter, biasanya disebut sebagai air mata buatan,
dapat membantu meringankan mata kering. Beberapa contoh dari produk ini termasuk
Tear 20/20, Celluvisc, Comfort Tear, Dry Eye, Murine, Refresh, and Tears Naturale.
The International Dry Eye WorkShop (DEWS) Subcommittee members reviewed the
Delphi Panel (the Dry Eye Preferred Practice Patterns of the American Academy of
Ophthalmology and the International Task Force Delphi Panel on Dry Eye)
melakukan pendekatan terhadap pengobatan mata kering.
Rekomendasi pengobatan didasarkan pada keparahan penyakit :
Level 1
i.
Edukasi dan modifikasi lingkungan hidup
ii.
Eliminasi penggunaan obat sistemik
iii.
Menggunakan air mata buatan, gel, dan salep
iv.
Eyelid terapi
b. Level 2 – Jika pada level 1 pengobatan tidak mencukupi, dilakukan tambahan sebagai
berikut:
i.
Nonpreserved air mata buatan
ii.
Anti-inflamasi agen
 Topical corticosteroids
 Topical siklosporin A
 Topikal / sistemik omega-3 asam lemak
iii.
Tetrasiklin (untuk meibomianitis, rosacea)
iv.
Punctal plugs (setelah kontrol peradangan)
v.
Secretagogues
vi.
Moisture chamber spectacles
c. Level 3 - Jika pengobatan level 2 tingkat tidak mencukupi:
i.
autologus serum, umbilical cord serum
ii.
Kontak lensa
iii.
punctal oklusi permanen
a.
d. Level 4 - Jika pengobatan level 3 tidak memadai,:
i.
Obat anti-inflamasi sistemik
ii.
Surgery
 Lid Surgery
 Tarsorrhaphy
 Grafting membran mukosa
 Transposisi saluran kelenjar saliva
 Transplantasi membran ketuban
 Oklusi punctal
Jika mengalami kesulitan menutup mata untuk alasan apapun
o Lateral tarsorrhaphy merupakan prosedur lateral (luar) sepertiga dari
kelopak mata yang dijahit bersama untuk mengurangi kemampuan
mata untuk membuka secara luas dan untuk membantu mata menutup
lebih mudah.

Jika stroke atau kerusakan saraf membuat kelopak mata menutup
dengan benar, small gold weight dapat ditanamkan ke atas kelopak
mata untuk membantu menutup.
2.10 Komplikasi
Pada awal perjalanan sindrom mata kering, penglihatan sedikit terganggu. Dengan
memburuknya keadaan, ketidaknyamanan yang sangat mengganggu. Pada kasus lanjut dapat
timbul ulkus pada kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi
bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan
penglihatan dan bahkan sampai menimbulkan kebutaan.
2.11 Prognosa
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata
kering adalah baik.4
Download