PRESENTASI KASUS PSORIASIS Disusun oleh : Ichi

advertisement
PRESENTASI KASUS
PSORIASIS
Disusun oleh :
Ichi Mayangsari
GIA211054
Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD Prof.Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
PSORIASIS
Diajukan untuk memenuhi syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal
Februari 2013
Disusun oleh :
Ichi Mayangsari
Purwokerto,
Februari 2013
Dokter Pembimbing,
dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK
I.
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
Usia
: 61 tahun
Alamat `
: Wangon RT 02/02, Banyumas
No. RM
: 104400
Tanggal Periksa : 14 Februari 2013
B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
1. Keluhan utama
: gatal hampir di seluruh tubuh
2. Keluhan tambahan
: timbul bercak-bercak merah yang bersisik kasar
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan gatal hampir di seluruh tubuh sejak
kurang lebih dua minggu yang lalu. Sebelumnya pasien pernah mengalami
keluhan yang sama sejak kira-kira delapan tahun yang lalu, namun pasien
tidak rutin berobat. Awalnya muncul bintik-bintik kemerahan di dada yang
semakin lama melebar menjadi bercak-bercak kemerahan, lalu muncul
sisik kasar. Muncul bercak-bercak merah yang disertai dengan sisik kasar
hampir di seluruh tubuh, termasuk sampai ke bagian kepala pasien. Tetapi
beberapa bercak-bercak tersebut kini telah menunjukkan perbaikan, dan
saat ini kambuh kembali. Gatal dirasakan hilang timbul dan membaik bila
mengonsumsi obat serta menggunakan salep dari dokter.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pernah mengalami keluhan yang sama delapan tahun yang lalu.
Pasien menyangkal adanya penyakit darah tinggi, kencing manis, dan
alergi makanan maupun obat.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien.
6. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama istri dengan tiga orang anak dalam satu rumah.
Pasien bekerja sebagai pekerja bangunan. Pembiayaan kesehatan
menggunakan Jamkesmas.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tanda vital
: Tekanan darah
Nadi
Respiratory rate
: 120/90 mmHg
: 84 kali permenit
: 20 kali permenit
Suhu
: 36,7oC
BB
: 64 kg
TB
: 170 cm
Kepala
: normocephal
Mata
: konjungtiva dekstra et sinistra tidak anemis
sklera dekstra et sinistra tidak ikterus
Hidung
: discharge tidak ada
Telinga
: discharge tidak ada
Mulut
: tidak sianosis
Leher
: tidak ada pembesaran limfonodi regio servikal
Thoraks
: cor et pulmo dalam batas normal
Abdomen
: dalam batas normal
Ekstrimitas superior et inferior dekstra : tidak edema, akral hangat.
Status regionalis :
Region generalisata
Efloresensi : tampak plak eritema sirkumstrip yang multiple berukuran
numular dengan skuama yang menebal dan kasar.
D. RESUME
1. Anamnesis
Pasien laki-laki usia 61 tahun datang ke klinik kulit dan kelamin
RSMS tanggal 14 Februari 2013 dengan keluhan gatal hampir di seluruh
bagian tubuh sejak dua minggu sebelum periksa ke rumah sakit. Sudah
mengalami keluhan yang serupa sekitar delapan tahun, namun tidak rutin
berobat ke RSMS. Penyakit sering kambuh-kambuhan. Awalnya ditandai
dengan bercak kemerahan yang semakin melebar dengan skuama yang
kasar tanpa digaruk. Bercak-bercak tersebut terdapat hampir di seluruh
tubuh pasien. Keluhan tersebut sering kambuh. Gatal dirasakan hilang
timbul dan membaik bila mengonsumsi obat serta menggunakan salep dari
dokter, tidak ada riwayat alergi dan penyakit yang sama dalam keluarga.
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: composmentis
Tanda vital
: Tekanan darah
: 120/90 mmHg
Nadi
: 84 kali permenit
Respiratory rate
: 20 kali permenit
Suhu
: 36.7oC
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Regio generalisata
Efloresensi : tampak plak eritema sirkumskrip yang multiple berukuran
numular dengan skuama yang menebal dan kasar.
E. Diagnosis
Psoriasis
F. Differential Diagnosis
Parapsoriasis
Pitiaris rosea
Dermatitis seboroik
G. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada usulan pemeriksaan penunjang pada pasien ini
H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa :
 Metotrexat tablet 2.5 mg 1 kali per hari selama 14 hari (diminum
sesuai jadwal)
 Asam folat tablet 5 mg 1 kali sehari
 Curcuma tablet 1 kali sehari
 Antihistamin 10 mg 2 kali seharI
 Salep deksametason
 Emolien
2. Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya
 Menyarankan untuk menghindari faktor-faktor yang mencetuskan


kambuhnya penyakit penyakit
Menjelaskan prognosis penyakit
Menjelaskan agar teratur dan taat dalam mengkonsumsi obat serta
pemakaian salep
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit autoimun yang bersifat kronik
dan residitif ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan. Apabila skuama yang kasar
itu dikerok maka hasil kerokan tersebut menyerupai tetesan lilin yang dikenal
dengan fenomena Auspitz dan Kӧbner (Djuanda, 2007).
B. Epidemiologi
Kasus psoriasis semakin sering dijumpai. Penyakit ini dapat menyebabkan
gangguan kosmetik yang menahun dan residif. Insidensi kejadian psoriasis
pada pria lebih banyak dibandingkan pada wanita. Puncak usia terkena
psoriasis berada pada usia sekitar 22 tahun, tetapi pada masa anak-anak
psoriasis dapat menyerang pada usia 8 tahun. Penyakit ini juga dapat
menyerang pada usia senja yakni usia 55 tahun. Serangan psoriasis yang
terjadi pada usia lanjut memprediksikan penyakit ini lebih parah dan
berlangsung lama dan keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan adanya
riwayat keluarga dengan psoriasis (Djuanda, 2007).
Psoriasis dapat diturunkan bila terdapat anggota keluarga yang mengalami
psoriasis. Apabila salah satu dari orang tua menderita psoriasis, kemudian
penyakit ini akan diturunkan kepada anaknya sebesar 8% ; sedangkan jika
kedua orangtua menderita psoriasis, prosentase penyakit akan diturunkan 41%
kepada anaknya. Sistem imun tipe gen HLA dianggap berkaitan dengan
kejadian psoriasis dalam suatu keluarga. Beberapa tipe HLA yang
berpengaruh dalam patogenesis psoriasis yakni HLA-B13, -B17, -Bw157 dan
yang paling penting adalah HLA-Cw6 (Fritzpatrick, 2003).
C. Etiologi
Etiologi psoriasis dicetuskan oleh beberapa faktor, yakni faktor keadaan
faktor imunologik, genetik, dan lingkungan ( Djuanda, 2007).
a. Faktor imunologik
Psoriasis merupakan penyakit autoimun. Defek genetik yang
terjadi pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari sel limfosit
T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Penelitian menunjukkan
adanya peningkatan sirkulasi TNF-α dalam kulit. Pemberian TNF-α
sebagai terapi berhasil dengan sukses. Peningkatan aktivitas sel limfosit T
memainkan
peran
penting
dalam
patogenesis
psoriasis
dalam
pembentukan plak. Pembentukan epidermis (turn over time) pada psoriasis
terjadi 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal terjadi dalam 27 hari.
Pembentukan epidermis pada kasus psoriasis lebih cepat dibandingkan
dengan pembentukan dermis pada kulit normal (Djuanda, 2007).
b. Faktor genetik
Psoriasis dapat dikatakan sebagai penyakit genetic. Risiko kejadian
psoriasis mencapai 34%-39% pada seseorang dengan orangtua yang
menderita psoriasis. Terdapat peran dari alel Human Leukocyte Antigents
(HLA), terutama HLA-Cw6. Psoriasis dalam keluarga memiliki pola
dominan autosomal. Sebuah penelitian meta-analisis menunjukkan
terdapatnya dua gen LCE yang terhapus, yakni LCE3C dan LCE3B.
Kedua gen tersebut menjadi faktor genetik umum kerentanan seseorang
terhadap psoriasis (Djuanda, 2007; Riviera Munoz, 2011).
c. Faktor lingkungan
Stress merupakan hal yang paling berpengaruh
terhadap
eksaserbasi dari kejadian psoriasis. Selain stress, faktor lain yang
berpengaruh
adalah
Staphylococcus
udara
aureus,
dingin,
adanya
Streptococcus
trauma,
infeksi
β-hemolyticus, dan
oleh
Human
Immunodeficiency Virus, alkohol serta obat-obatan. Contoh pencetus dari
obat-obatan
seperti
penghentian
tiba-tiba
konsumsi
kortikosteroid
sistemik, aspirin, litium, beta – blocker, obat antimalaria, botulinum A.
Berdasarkan penelitian terdapat peningkatan neurotransmitter pada plak
psoriasis, hal tersebut menunjukkan bahwa stress mempengaruhi psoriasis.
D. Patofisiologi Psoriasis
Kulit sebagai organ terluar tubuh memiliki sistem imun dan komponen
seluler yang penting. Lapisan epidermis kulit tersusun sistem imun yang
utama,
seperti
keratinosit,
sel
Langerhans,
sel
Dendritik,
limfodit
intraepidermal. Lapisan dermis juga terdapat komponen sel imun berupa sel T
dan makrofag. Keratinosit sendiri menghasilkan berbagai sitokin yang
merupakan bagian dari proses terjadinya reaksi imun. Sitokin-sitokin tersebut
IL-1, IL-6, IL-10, TGF-β dan TNF-α. Sel Langerhans, dendritik, makrofag dan
sel T mempunyai reseptor TCR dan Fc-R yang akan memberikan spesifisitas
terhadap respon imun.sel dermis mengandung dua subtype dari sel T yakni
CD4+ dan CD 8+ . Komponen sistem imun kulit memiliki istilah SALT yang
terdiri dari sel keratinosit, sel Langerhans intraepitel sebagai sel APC, dan
respon imun (Baratawidjaja, 2006).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, psoriasis merupakan suatu
penyakit autoimun yang terjadi akibat respon imun seluler atau humoral
spesifik terhadap konstituen-konstituen jaringan tubuh sendiri (Dorland,
2000). Mekanisme terjadinya psoriasis melibatkan beberapa sistem imun kulit
yang telah disebutkan sebelumnya.
Berdasarkan hipotesis yin dan yang, proses pembentukan lesi psoriasis
melibatkan sel keratinosit dan sel polimorfonukelar pada lapisan epidermis.
Mekanisme berjalan sangat komplek melibatkan keseimbanagan antara dua
tipe sistem imun baik sistem imun bawaan dan yang didapat, serta berbagai
faktor dari produksi keratinosit yang memberikan efek terhadap sel T dan sel
dendritik atau sebaliknya.
Berbagai faktor pencetus yang telah diketahui mampu menrespon sistem
imun di kulit. Antigen arau faktor pencetus akan merespon sistem imun yakni
sel keratonosit akan memproduksi sitokin-sitokin yang akan menarik sel
neutrofil untuk masuk ke jaringan kulit. Selain itu, palsmatocid sel Dendritik
akan teraktivasi dan menghasilkan CD11c+ sel dendritik. Sel dendritik CD11c +
akan memproduksi sejumlah sitokin (IL-23 dan IL-20) yang berpotensi
mengaktivasi sel T dan keratinosit. Produksi sitokin – sitokin oleh keratinosit
yang telah teraktivasi juga akan menyebabkan penarikan sel T (CD4 + dan CD
8+) ke lapisan epidermis dan dermis. Adanya reaktivasi sel T, sel-sel
polimorfonuklear, sejumlah sitokin (TNF-α) yang menyebabkan peradangan
menyebabkan kerusakan lapisan epidermis, hiperproliferasi epidermis,
angiogenesis pada dermis dan peningkatan akumulasi sebukan sel radang yang
dapat dijumpai pada lesi psoriasis (Lowes et al, 2007).
E. Manifestasi Klinis
Penderita psoriasis umumnya mengeluh gatal-gatal. Biasanya gatal
semakin diperberat saat tubuh berkeringat. Lesi bisa terdapat dimana saja,
seperti scalp . perbatasan daerah kepala dengan wajah, ekstremitas bagian
ekstensor (siku dan lutut), punggung dan bagian lumbosakral. Lesi awal yang
muncul di kulit berupa makula dan papula eritematosa dengan ukuran
mencapai lentikular-numular yang menyebar secara sentrifugal. Efloresensi
yang dapat dijumpai adalah plak eritematosa besarnya dapat dari miliar hingga
numular dan dengan bentuk yang beragam, dapat arsinar, sirsinar ataupun
polisklik. Plak eritem sirkumstrip dan merata dan diatasnya terdapat skuama
yang berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih mika transparan. Apabila
psoriasis ini dalam masa penyembuhan, eritema yang berada di tengah akan
menghilang dan hanya terdapat pada bagian tepi.
Tanda khas pada psoriasis adalah tanda tetesan lilin, apabila skuama
digoreskan dengan menggunakan benda tajam maka akan menunjukkan tanda
tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan akan timbul fenomena Auspitz
dengan bintik-bintik darah akibat papilomatosis. Daerah bekas trauma atau
garukan tadi akan menimbulkan fenomena Kӧbner 3 minggu kemudian. Selain
kelainan pada kulit psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan pada kuku dan
sendi. Kelainan kuku yang muncul berupa pitting nail yakni lekukan-lekukan
miliar di kuku ( Djuanda, 2007 ; Siregar, 2005).
Psoriasis diklasifikasikan berdasarkan bentuk klinis :
1. Psoriasis vulgaris
Merupakan bentuk psoriasis yang paling sering ditemukan. Lesi berupa
plak eritema multipel berbatas tegas
berlapis-lapis di atasnya.
dengan skuama yang tebal dan
2. Psoriasis Gutata
Psoriasis gutata berupa lesi berukuran kecil seperti tetesan air
dengan diameter 1 cm yang muncul mendadak, umumnya setelah
penderita mengalami penyakit saluran nafas atas sehabis influenza atau
morbili. Infeksi yang paling sering oleh bakteri Streptococcus aureus.
Psoriasis bentuk gutata sering dijumpai pada anak-anak dan dewas muda.
Umumnya bentuk sisik tidak tampak, tetapi akan tampak setelah ada
goresan atau gesekan. Biasanya lesi psoriasis dapat sembuh secara spontan
selama beberapa minggu, tetapi biasanya akan kembali muncul dan akan
menjadi psoriasis kronik atau permanen psoriasis.
3. Psoriasis Inversa
Psoriasis yang terletak pada daerah fleksor, seperti siku, lutut dan lipatanlipatan tubuh lainnya.
4. Psoriasis eksudativa
Kelainan yang ditampakkan kering dan kelainan menyerupai dermatitis
akut.
5. Psoriasis seboroik
Kelainan yang diperlihatkan merupakan gabungan antara psoriasis dengan
dermatitis seboroik. Pada lesi ini akan didapatkan skuama yang berminyak
dan sedikit lunak. Berlokasi di daerah seboroik.
6. Psoriasis pustulosa
Bentuk ini terbagi menjadi dua :
a. Psoriasis pustulosa palmoplantar
Merupakan psoriasis yang bersifat kronik dan residif. Predileksi di
telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Efloresensi yang
tampak berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril dan dalam di
atas kulit yang eritema disertai dengan rasa gatal.
b. Psoriasis pustulosa generalisata akut
Psoriasis yang muncul akibat konsumsi obat-obatan seperti
kortikosteroid, antibiotik golongan penisilin dan derivatnya serta
antibiotik betalaktam lainnya berupa sulfapiridin, morfin, sulfanomida.
Dapat pula dicetuskan oleh keadaan hipokalsemia, terpapar sinar
matahari, stress emosional, dan infeksi bakteri ataupun virus.
Psoriasis ini dapat menyerang pada penderita yang sedang atau
telah menderita psoriasis atau bahkan pada penderita yang belum
pernah mengalami psoriasis. efloresensinya berupa plak psoriasis yang
sudah ada semakin eritematosa, dan diikuti eritemosa dan edematosa
pada kulit yang normal selama beberapa jam kemudian. Timbul pula
pustul-pustul miliar diatas plak tersebut. Gejala awal sebelum muncul
lesi tersebut, penderita akan mengalami nyeri, hiperalgesia yang juga
disertai dengan gejala prodromal seperti demam, nausea, malaise, dan
anoreksia.
7. Eritroderma psoriatik
Bentuk ini muncul sebagai akibat penggunaan obat topical yang terlalu
kuat atau penyakit yang semakin meluas. Lesi yang timbul umumnya
sudah sangat eritema dengan skuama yang semakin menebal secara
universal (Djuanda, 2006 ; Fritzpatrick, 2003)
F. Histopatologi
Gambaran histopatologi psoriasis menunjukkan adanya penebalan pada
lapisan epidermis (akantosis) dan penipisan dari epidermis atas yang
memanjang sampai papilla dermis. Peningkatan permbelahan mitosis dari
keratinosit,
fibroblas,
dan
sel
endothelial.
Terdapat
parakeratosis
hyperkeratosis. Sel dermis yang mengalami inflamasi terdapat akumulasi sel
radang limfosit dan monosit, sedangkan di lapisan epidermis terdapat sebukan
sel radang polimorfonuklear. (Fritzpatrick, 2003)
G. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis psoriasis didasarkan
atas
anamnesis
dan
pemeriksaan klinis kulit. anamnesis akan didapatkan informasi dari pasien
berupa adanya rasa gatal dan timbul kelainan lesi kemerahan padat dengan
sisik yang makin lama makin menebal tanpa adanya garukan. Adanya riwayat
keluarga yang sama dengan keluhan pasien mengindikasikan bahwa penyakit
tersebut diturunkan genetik. Hasil pemeriksaan klinis akan ditemukan lesi plak
eritema yang sirkumstrip, berskuama tebal, kasar dan berwarna putih mika
transparan. Predileksi dapat terjadi di skalp. Perbatasan daerah kepala dengan
wajah, ekstrimitas bagian ekstensor (siku dan lutut), punggung, dan bagian
lumbosakral.
H. Diagnosis Banding
1. Parapsoriasis en plaque
Parapsoriasis juga tergolong pada penyakit dermatosis eritoskuamosa yang
perjalananan penyakitnya juga kronik dan munculnya perlaha-lahan.
Efloresensi yang ditampakkan eritema dan skuama. Bercak eritema
umumnya permukaannya datar, bulat atau lonjong dengan sedikit skuama,
berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning.
2. Pitiariasis rosea
Penyakit kulit golongan dermatosis eritroskuamosa yang penyebabnya
belum diketahui. Lesi berupa eritema dan skuama yang halus. Lesi
memberi gambaran anular dan soliter, bentuk lonjong dan hampit tidak
nyata meninggi. Lesi berjumlah multiple dan sejajar dengan dengan kosta
menyerupai pohon cemara terbalik.
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik menunjukkan lesi berupa eritema dengan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan dengan batas yang kurang tegas dan lebih
terkena pada daerah yang seboroik.
I. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa sistemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid diketahui memiliki
efek
anti-inflamasi
dan
immunosupresif. Kortikosteroid menghambat fenomena inflamasi dini,
yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke
jaringan yang mengalami inflamasi aktivitas fagositosis. Kortisol
berperan menekan cytokine dan chemokyn inflamasi serta mediator inflamasi
lainnya seperti lipid dan glikoprotein. Sehingga kortikosteroid dapat
digunakan untuk menekan inflamasi yang telah lanjut, seperti proliferasi
fibroblas dan kapiler, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks.
Kortikosteroid sistemik diberikan hanya pada kasus psoriasis eritroderma,
arthritis psoriasis dan psoriasis pustulosa. Preparat yang diberikan adalah
prednisone dengan dosis rendah antara 30-60 mg. jika gejala klinis telah
berkurang, maka dosis diturunkan secara bertahap.
2. Obat sitostatik
Berdasarkan National Psoriasis Foundation Consensus Conference 2009
metotrexat sebagai terapi dalam penatalaksanaan psoriasis dan psoriasis
bentuk apapun. Metotrexat merupakan sebuah obat sitostatik antimetabolit
dan antifolat. Obat ini bekerja pada penyakit autoimun seperti psoriasis
dengan cara menghambat aktivasi sel T dan menekan molekul adhesi
intraseluler yang diaktivasi oleh sel T. Pemberian metotrexat harus
memperhatikan kondisi penderita.
Berikut ini kontraindikasi relatif dalam peresepan metotrexat :
a. Adanya kelainan fungsi ginjal
b. Adanya peningkatan enzim hepar
c. Hepatitis yang kronik atau rekuren
d. Sirosis
e. Penderita denga riwayat meminum alcohol
f. Penderita dengan defisiensi imun, seperti HIV
g. Penyakit infeksi yang aktif, seperti TB yang tidak tertangani dengan baik
h. Vaksin sebelumnya, terutama vaksin dengan bibit yang masih hidup
i. Obesitas
j. Diabetes militus
Sedangkan kontraindikasi absolut pemberian metotrexat adalah :
a. Wanita hamil
b. Keadaan anemia, leucopenia dan trombositopeni yang signifikan.
Mengingat metotrexat merupakan obat antifolat, maka efek samping
yang tidak diinginkan adalah anemia megaloblastik. Peresepan metotrexat
seharusnya juga diberikan suplemen asam folat sebesar antara 1-5 mg dosis
perhari secara oral. Kemudian karena memiliki efek yang tidak baik terhadap
hepar, juga harus diberikan curcuma dengan dosis 1 x 200mg tablet sebagai
hepatoprotektan. Metotrexat dalam pengobatan psoriasis diberikan selama 14
hari dalam rentang dosis antara 2.5 – 5 mg/hari. Dapat diberikan secara
mingguan dengan dosis 25 mg dan 50 mg pada minggu berikutnya. Efek
toksik yang berbahaya pada pemberian metotrexat berupa myelosuppresion,
hepatotoxicity, dan pembentukan fibrosis pada paru.
( Kalb et al,2009 ; Djuanda, 2006 ; Siregar, 2005)
c. DDS
Diaminodifenilsulfon dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe
Barber dengan dosis 2x100 mg / hari. Efek samping yang dirasakan adalah
anemia hemolitik, methemoglobinemia dna agranulositosis. (Djuanda, 2006)
b. Medikamentosa topikal
1. Kortikosteroid topikal
Pengolesan obat berupa kortikosteroid topical memberikan hasil yang
baik pada penyakit psoriasis. Pengolesan dapat dilakukan dengan cara pada
daerah skalp, muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih kortikosteroid
potensi sedang. Seperti hidrokortison 0.2%. Sedangkan pada bagian badan
dan ekstrimitas dapat diberikan salep kortikosteroid potensi kuat seperti
dexamethasone 0.25%. Efek jangka panjang penggunaan salep kortikosteroid
topikal dapat berupa telangiektasis .
2. Preparat Ter
Preparat Ter memperlihatkan hasil yang baik dalam pengobatan psoriasis
karena efeknya sebagai antiradang. Preparat ter ini sering sekali digunakan
oleh dokter. Preparat Ter yang paling efektif untuk mengobati psoriasis
menahun yang berasal dari batubara, sedangkan untuk psoriasis yang akut
dengan preparat Ter yang berasal dari kayu. Konsentrasi yang digunakan
sebesar 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan
konsentrasi dinaiikan. Agar lebih efektif bisa digabung dengan asam salisilat
3-3% dan gunakan sebagai salep karena memiliki daya penetrasi yang baik.
3. Tazaroten
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetilinik topikal yang bekerja
dengan menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi
keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang
menginfiltrasi kulit.
Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0.05% dan
0.1%. apabila tazaroten dikombinasi dengan steroid topikal potensi sedang
dan kuat akan mempercepat penyembuhan penyakit. Efek samping yang
ditimbulkan berupa rasa gatal, terbakar, dan eritema pada 30% kasus bersifat
fotosintesis.
4. Emolien
Efek obat ini melembutkan permukaan kulit pada badan, ekstrimitas atas dan
bawah. Biasanya diberikan dalam bentuk salep dengan bahan dasar vaselin
untuk meninggikan daya penetrasi bahan aktif. (Djuanda, 2006)
J. Prognosis
Psoriasis dapat membaik bila diobati secara adekuat. Tetapi, penyakit ini
bisa mnegalami rekurensi sewaktu-waktu.
III. PEMBAHASAN
Cara penentuan diagnosis
Pasien laki-laki usia 61 tahun datang ke klinik kulit dan kelamin RSMS
tanggal 14 Februari 2013 dengan keluhan gatal hampir di seluruh bagian tubuh
sejak dua minggu sebelum periksa ke rumah sakit. Sudah mengalami keluhan
yang serupa sekitar delapan tahun, namun tidak rutin berobat ke RSMS.
Penyakit sering kambuh-kambuhan. Awalnya ditandai dengan bercak
kemerahan yang semakin melebar dengan skuama yang kasar tanpa digaruk.
Bercak-bercak tersebut terdapat hampir di seluruh tubuh pasien. Keluhan
tersebut sering kambuh. Gatal dirasakan hilang timbul dan membaik bila
mengonsumsi obat serta menggunakan salep dari dokter, tidak ada riwayat
alergi dan penyakit yang sama dalam keluarga.
Pemeriksaan klinis pada kulit pasien menunjukkan efloresensi berupa plak
eritema yang sirkumstrip dan diatasnya terdapat skuama yang menebal dan berlapislapis serta transparan hampir di seluruh bagian tubuh. Lesi multiple, berukuran plakat
dan diskrit.
Apabila ditelaah dari kasus diatas, penyakit kulit pada pasien termasuk bersifat
kronik dan residif. Hal itu terdapat dari informasi yang didapatkan dari informasi
pasien yang mengatakan pasien telah mengalami keluhan yang serupa sudah sejak dua
tahun lalu dan kambuh-kambuhan. Penyakit ini bukan disebabkan oleh alergi karena
pasien tidak memiliki riwayat alergi. Riwayat keluarga pasien tidak ada yang
mengeluh keluhan yang sama dengan pasien, sehingga penyakit kulit tersebut tidak
diturunkan secara genetik.
Penegakan diagnosis penyakit kulit pada pasien dalam kasus ini adalah psoriasis
karena ciri-ciri dan
tanda khas yang ditunjukkannya. Penyakit pasien kasus ini
bersifat kronik dan residif serta ditandai dengan lesi kulit yang berupa plak eritema
sirkumskrip dengan skuma transparan yang berlapis-lapis. Hal tersebut sesuai dengan
definisi dari psoriasis yang menunjukkan
suatu penyakit kulit golongan
eritoskuamosa disebabkan oleh autoimun, yang bersifat kronik dan residitif dan
ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar (Djuanda,
2007). Penyakit autoimun sendiri merupakan penyakit yang terjadi akibat respon
imun seluler atau humoral spesifik terhadap konstituen-konstituen jaringan
tubuh sendiri (Dorland, 2000). Terdapat faktor genetik yang mempengaruhi
kejadian psoriasis. Kasus psoriasis ini sepertinya bukan bersifat genetik. Pasien
dalam kasus ini baru mengalami keluhan bukan dari usia dini dan tidak ada
keluarga yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien. Menurut
pustaka, bahwa psoriasis yang terjadi pada usia lebih dini (masa anak-anak)
menunjukkan adanya penyakit genetik yang diturunkan dari kedua orangtuanya
(Fritzpatrick, 2003). Kasus psoriasis yang ditemukan pada kedua orang tuanya,
presentase resiko mengalami psoriasis pada anak-anaknya mencapai 30-39%,
sedangkan bila kedua orangtuanya tidak mengalami psoriasis, resiko psoriasis
B.
mencapai 12% (Djuanda, 2007).
Penyingkiran diagnosis banding
Diagnosis banding kasus : parapsoriasis, pitiariasis rosea, dermatitis seboroik
1. Parapsoriasis en plaque
Parapsoriasis juga tergolong pada penyakit dermatosis eritoskuamosa yang
perjalananan penyakitnya juga kronik dan munculnya perlahan-lahan.
Efloresensi yang tampak berupa eritema dengan permukaan datar, bulat
atau lonjong dengan sedikit skuama, berwarna merah jambu, coklat atau
agak kuning. Diagnosis banding parapsoriasis en plaque dapat disingkirkan
karena lesi yang ditunjukkan pasien dalam kasus berupa plak eritema yang
meninggi, berbatas tegas dengan skuama yang menebal dan trasnparan.
2. Pitiariasis rosea
Merupakan penyakit kulit golongan dermatosis eritroskuamosa yang
penyebabnya belum diketahui. Efloresensinya berupa eritema berbentuk
anular dan soliter ataupun lonjong dengan skuama yang halus. Lesi dapat
berjumlah multiple dan sejajar dengan kosta menyerupai pohon cemara
terbalik. Selain itu predileksinya di daerah lipatan-lipatan tubuh. Diagnosis
ini dapat disingkirkan karena skuama pada pitiariasis halus, sedangkan pada
pasien ini terdapat skuama yang kasar di hampir seluruh bagian tubuh.
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik menunjukkan lesi berupa eritema dengan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan dengan batas yang kurang tegas dan lebih
terkena pada daerah yang seboroik. Diagnosis banding dermatitis seboroik
dapat disingkirkan melihat skuama yang ditunjukkan pada pasien tidak
berminyak dan berwarna kekuningan.
C.
Penatalaksanaan
1. Obat sistemik:
a. Metotrexat
Pemberian metotrexat efektif dalam mengobati kasus psoriasis.
Bisa mengobati kasus psoriasis dalam bentuk apapun.
Obat ini
bekerja dengan cara menghambat aktivasi sel T dan menekan molekul
adhesi intraseluler yang diaktivasi oleh sel T. Pemberian metotrexat harus
memperhatikan kondisi penderita. Metotrexat juga bersifat hepatotoksik.
Selain itu senyawa ini menghambat asam dihidrofolat reduktase yang
mengakibatkan defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat menyebabkan
anemia megaloblastik.. Peresepan metotrexat dalam pengobatan psoriasis
juga harus diberikan suplemen asam folat 5 mg / hari dan curcuma
sebagai hepatoprotektan.
b. Antihistamin H1
Pemberian antihistamin H1 pada kasus ini diindikasikan karena gatal
sebagai keluhan utama pasien. Obat ini bekerja dengan menghambat
mediator histamine 1di perifer yang terbentuk dari reaksi imunologi.
Sediaan yang diberikan pada pasien ini loratadine 10 mg yang diminum
dua kali sehari.
2. Pemberian obat topikal
a. Kortikosteroid topikal
Pengolesan obat berupa kortikosteroid topikal memberikan hasil yang
baik pada penyakit psoriasis. Pengolesan dapat dilakukan pada daerah
skalp, muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih kortikosteroid dengan
potensi sedang. Seperti hidrokortison 0.2%. Sedangkan pada bagian badan
dan ekstrimitas dapat diberikan salep kortikosteroid potensi kuat seperti
dexamethasone
0.25%.
Efek
jangka
panjang
penggunaan
salep
kortikosteroid topikal dapat berupa telangiektasis. Karena predileksi lesi
berada di bagian punggung, maka salep kortikosteroid yang diberikan
pada pasien ini deksametason. (Djuanda, 2007)
b. Emolien
Efek obat ini melembutkan permukaan kulit pada badan, ekstrimitas atas
dan
bawah.
Kerja
emolien
dalam
melembutkan
kulit
dengan
meningkatkan hidrasi kulit dengan cara menurunkan evaporasi. Biasanya
diberikan dalam bentuk salep dengan bahan dasar vaselin untuk
meninggikan daya penetrasi bahan aktif. (Djuanda, 2006)
Prognosis
Penyakit psoriasis merupakan kondisi seumur hidup dan obat-obat yang
diberikan hanya mengontrol gejala yang timbul saja. Psoriasis dapat terus kambuh.
Timbulnya plak-plak psoriasis disekujur tubuh pasien akan mempengaruhi kosmetika
serta penampilan. Penderita mungkin merasa tidak nyaman dengan penampilannya.
Daftar Pustaka
Baratawidjaja, G. Karnen. 2006. Imunologi Kulit. Dalam :Imunologi Dasar.
Jakarta: FK UI. Hal. 269
Djuanda, Adhi. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: FK UI. Hal 189-194
Dorland. 2000. Dalam : Kamus Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC. Hal 215.
Fritzpatrick TB et al. 2001. Psoriasis. Color Atlas and Synopsi of Clinical
Dermatology. 5th edition. MacGraw-Hill. Hal 54-58
Lowes, A. Michael, Anne M. Bowcock, James G. Krueger. 2007. Pathogenesis
and Therapy of Psoriasis. Review Insight. Volume 445. pp : 866872
Mefret, Jeffrey. 2012. Psoriasis. Review Article : Medscape. Available from
URL
:http://emedicine.medscape.com/article/1943419-
overview#a0104.Diakses tanggal 16 Februari 2013..
Riveira-Munoz E, He SM, Escaramís G, et al. 2011. Meta-Analysis Confirms the
LCE3C_LCE3B Deletion as a Risk Factor for Psoriasis in Several
Ethnic Groups and Finds Interaction with HLA-Cw6. J Invest
Dermatol. May;131(5):1105-9
Siregar, Robert. 2005. Psoriasis. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Hal. 94-95
Download