BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Peranan manajer sebagai pemimpin adalah kunci bagi penerapan perubahan strategi dalam menyusun arah perusahaan untuk mencapai tujuan, mengkomunikasikannya dengan karyawan, memotivasi karyawan, dan melakukan tinjauan jangka panjang. Seorang pemimpin mencocokkan arah perusahaan terhadap perubahan keadaan yang kompetitif. Setiap orang mempunyai pengaruh atas yang lain-lain, dengan praktek, pengaruh ini jadi tumbuh. Sebagian orang lebih banyak dapat dipengaruhi dari yang lain-lain, dan sebagian kondisi lebih banyak dapat digunakan untuk mempengaruhi, maka sangat mungkin untuk mempraktekkan kepemimpinan ini. Kita dapat memandang kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang atau pemimpin, untuk mempengaruhi perilaku orang lain menurut keinginankeinginannya dalam suatu keadaan tertentu. Kepemimpinan adalah suatu pertumbuhan alami dari orang-orang yang berserikat untuk suatu tujuan dalam suatu kelompok. Terry dan Rue (2010) dalam bukunya mengatakan bahwa : “Beberapa orang dalam kelompok itu akan memimpin, bagian terbesar akan mengikuti”. Sebenarnya, kebanyakan orang menginginkan seseorang untuk menentukan apa yang harus diperbuat dan 12 Universitas Sumatera Utara 13 bagaimana membuatnya. Seorang pemimpin menerima tanggjung jawab dan berhasrat untuk menjalankan keputusan-keputusan untuk persoalan-persoalan itu. Seorang pemimpin mengenal dan memahami kebutuhan-kebutuhan dari orang-orang yang bukan pemimpin. Seringkali, inilah yang menjadi akibat untuk mengembangkan suatu lingkungan saling pengertian, yang timbul dari banyak siding-sidang partisipasi dan konsultasi. Sutrisno (2009) menyatakan kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing, mempengaruhi orang lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang diharapkan. Siagian (2009) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal ini mungkin tidak disenanginnya. Bangun (2012) kepemimpinan adalah sebagai kesanggupan untuk mempengaruhi perilaku orang lain dalam suatu arah tertentu. Suatu kecenderungan disini kalau pemimpin hanya mencakup dapat mempengaruhi orang lain untuk beraktivitas, bahwa suatu kegiatan kepemimpinan dapat dilakukan tanpa belajar. Menurut Moeheriono (2012) kepemimpinan adalah proses oleh seseorang atau kelompok mencoba untuk memengaruhi tugas-tugas dan sikap orang lain terhadap sebuah akhir dan hasil yang dikehendaki untuk mencapai visi misi Universitas Sumatera Utara 14 organisasi. Seseorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Terry (2009) menganggap kepemimpinan sebagai kegiatan untuk memengaruhi orang agar bekerja dengan rela untuk mencapai tujuan bersama. Secara luas kepemimpinan diartikan sebagai usaha yang terorganisasi untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia, materil, dan financial guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam keberhasilan manajemen. Pentingnya kepemimpinan dapat dirasakan pada tingkat individu, manajerial, dan organisasi. Hal yang mendasar pada kepemimpinan individu adalah bahwa seseorang individu yang mampu memberikan kontribusi bagi organisasi adalah individu yang memiliki ciri dapat dipercaya. Sifat dapat dipercaya pada hakikatnya merupakan fungsi karakter dan kompetensi seseorang. Kepemimpinan pada tingkat antar individu terhjadi apabila seseorang yang memiliki karakter dapat dipercaya melakukan komunikasi dengan orang lain dan bekerja secara sinergis, serta menghasilkan sesuatu yang lebih besar daripada apabila mereka bekerja sendirian. Sinergi membutuhkan saling percaya yang merupakan fungsi dasar dari kerja sama antar individu. Kepemimpinan manajerial terjadi apabila orang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi, kepemimpinan manajerial ditandai dengan sifat manajerial dan keterampilan manajerial yang mengarah pada pemberdayaan. Universitas Sumatera Utara 15 Pemberdayaan adalah kata kunci dalam kepemimpinan manajerial, sedangkan kepemimpinan organisasi terjadi apabila visi, misi, strategi, nilai-nilai, proses kerja, struktur dan sistem organisasi dipadukan dan diselaraskan untuk mendukung kepemimpinan individu, kepemimpinan antar individu, dan kepemimpinan manajerial dalam membentuk nilai-nilai positif sebuah organisasi. Nilai-nilai positif itu akan tampak pada saat sumber daya manusia memberikan layanan kepada pelanggan, nilai-nilai positif sebuah perusahaan akan menjadi modal utama dalam persaingan bisnis dipasar. Penyelarasan dan keterpaduan adalah kata kunci kepemimpinan organisasi dengan pengorganisasian manajemen sumber daya manusia. Dari beberapa pengertian mengenai kepemimpinan yang dikemukakan para ahli pada intinya, kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama dibawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.1.2 Peran Kepemimpinan Pemimpin berdasarkan konsep teoritis teoritis sebagaimana yang telah dikemukakan memiliki tanggung jawab yang besar baik dalam suatu birokrasi pemerintahan maupun swasta. Dengan demikian peranan pemimpin sangat penting dalam usaha mencapai tujuan suatu birokrasi, sehingga dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan yang dialami, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinann. Universitas Sumatera Utara 16 Sedangkan kepemimpinan menurut (Sinambela, 2006), terdiri dari 3 tingkatan yaitu : 1. Pemimpin Tingkat Atas ( Top Management ) 2. Pemimpin Tingkat Menengah ( Middle Management ) 3. Pemimpin Tingkat Bawah ( Lower Management ) Jika diklasifikan tingkat ini pada lembaga non Departemen dan Departemen di pemerintah, yang disebut pemimpin tingkat atas adalah pejabat eselon I, sedangkan pemimpin tingkat menengah adalah pejabat eselon II dan III. Selanjutnya pemimpin tingkat bawah adalah pejabat eselon IV dan V. Masingmasing klasifikasi atau tingkat pemimpin mempunyai tugas, fungsi dan peran dalam birokrasi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran birokrasi. Sinambela (2006) menyatakan bahwa apapun tingkatan pemimpin birokrasi yang dimiliki, pada dasarnya tidak mengurangi tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang mempunyai peran untuk memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat karena dengan peranan pemimpin berusaha memberikan pelayanan publik terbaik, itulah salah satu faktor pemimpin untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya. Salah satu peranan pemimpin dalam peningkatan pelayanan public adalah melalui pemotivasian bawahan. Tinggi rendahnya motivasi kerja seseorang pegawai dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya lingkungan tempat bekerja. Oleh sebab itu seorang pemimpin dapat menciptakan suasana yang harmonis yang dapat mendorong atau menimbulkan motivasi kerja yang tinggi. Universitas Sumatera Utara 17 Sartono (2004) mengemukan bahwa ada 5 peran kepemimpinan birokrasi, yaitu : 1. Peran Mempengaruhi 2. Peran Memotivasi 3. Peran Antar Pribadi 4. Peran Informasional 5. Peran Pengambilan Keputusan Menurut (Hamalik (2006) seorang pemimpin melaksanakan peran-peran kepemimpinan, yakni : 1. Peran sebagai katalisator. Seorang pemimpin harus menumbuhkan pemahaman dan kesadaran orang-orang yang dipimpinannya supaya yakin, bahwa tindakan yang dia lakukan adalah untuk kepentingan semua anggota organisasi. Para anggota supaya merasa, bahwa hasil kerja kepemimpinannya bukan semata-mata menguntungkan dirinya, tetapi menguntungkan semua anggota organisasi secara keseluruhan. 2. Peran sebagai fasilitator. Seseorang pemimpin harus berupaya mendorong dan menumbuhkan kesadaran para anggota organisasi yang dipimpinnya supaya melakukan perubahan yang diharapkan untuk meningkatkan organisasi. Pemimpin tidak hanya berperan sebagai pemarkasa saja, melainkan aktif memberikan berbagai kemudahan bagi para anggotanya. 3. Peran sebagai fasilitator. Seorang pemimpin harus mampu bertindak cepat, tepat dan tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi oleh organisasi dan berusaha memecahkan masalah tersebut. Dia harus mampu menentukan saat Universitas Sumatera Utara 18 dan bentuk pemberian bantuan kepada anggota atau kelompok, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan setiap gerak langkah yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang ada. 4. Peran sebagai penghubung sumber. Seorang pemimpin harus berupaya mencari sumber-sumber yang berkenaan dengan kondisi dan kebutuhan organisasi. Dengan sumber-sumber tersebut, pemimpin dapat membantu organisasi atau kelompok untuk mengetahui cara-cara pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperoleh bantuan yang diperlakukan dalam rangka memecahkan masalah yang sedang dihadapi. 5. Peran sebagai komunikator. Seorang pemimpin harus mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasannya kepada orang lainnya secara berlanjut. Bentuk komunikasi yang harus dilakukan secara dua arah supaya gagasan yang disampaikan dapat dibahas secara luas, yang mencakup para pelaksana dan khalayak sasaran perlu menguasai teknik berkomunikasi secara efektif. 2.1.3 Pendekatan Studi Kepemimpinan Pendekatan kontijensi, kegagalan untuk menemukan ciri-ciri pemimpin yang universal atau perilaku yang selalu akan menentukan kepemimpinan yang efektif memimpin peneliti di arah yang baru. sedangkan perilaku pemimpin masih diperiksa, fokus utama dari penelitian baru adalah situasi di mana kepemimpinan terjadi. prinsip dasar dari fokus ini adalah bahwa perilaku yang efektif dalam beberapa situasi mungkin tidak efektif dalam kondisi yang berbeda. Dengan demikian, efektivitas dari perilaku pemimpin bergantung pada situasi organisasi. Universitas Sumatera Utara 19 tepat disebut pendekatan kontingensi, teori ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan efektivitas dalam situasi spesifik. Beberapa model kepemimpinan situasional telah dikembangkan. Model kontingensi dikembangkan oleh Fiedler dan rekan-rekannya, Teori Situasional dari Hersey dan Blanchard, Path Goal Theory, Model Vroom-Jago. Pendekatan Contingency berusaha untuk menggambarkan karakteristik situasi dan pengikut dan memeriksa gaya kepemimpinan yang dapat digunakan secara efektif. dengan asumsi bahwa seorang pemimpin benar dapat mendiagnosa situasi dan mengumpulkan fleksibilitas untuk berperilaku sesuai dengan gaya yang sesuai, hasil yang sukses sangat mungkin. 1. Fiedler Contingency Model.Upaya awal yang luas untuk menghubungkan gaya kepemimpinan dengan situasi organisasi dibuat oleh Fiedler dan rekanrekannya. ide dasarnya adalah sederhana: cocok dengan gaya pemimpin dengan situasi yang paling menguntungkan untuknya atau kesuksesannya. Fiedlers model kontingensi dirancang untuk memungkinkan para pemimpin untuk mendiagnosa baik gaya kepemimpinan dan situasi organisasi. Landasan teori Fiedlers adalah sejauh mana gaya pemimpin adalah berorientasi pada hubungan atau tugas-oriented. seorang pemimpin berorientasi pada hubungan dengan orang-orang yang bersangkutan. Pemimpin hubungan berorientasi membangun kepercayaan dan saling menghormati, dan mendengarkan kebutuhan karyawan. seorang pemimpin berorientasi tugas terutama dimotivasi oleh penyelesaian tugas. mirip dengan Universitas Sumatera Utara 20 gaya struktur memulai dijelaskan sebelumnya, seorang pemimpin berorientasi tugas memberikan arah yang jelas dan menetapkan standar kinerja. Model Fiedler menyajikan situasi kepemimpinan dalam tiga elemen kunci yang dapat berupa menguntungkan pada tidak menguntungkan bagi seorang pemimpin: kualitas hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas, dan kekuasaan posisi. Hubungan pemimpin-anggota mengacu pada suasana kelompok dan sikap terhadap anggota dan penerimaan dari pemimpin. ketika bawahan kepercayaan, rasa hormat, dan memiliki keyakinan pada pemimpin, hubungan pemimpin-anggota yang dianggap baik. ketika bawahan ketidakpercayaan, tidak menghormati, dan memiliki sedikit kepercayaan pemimpin, hubungan pemimpin-anggota yang miskin. 2. Teori Situasional Harsey Dan Blanchard.Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, (Hersey dan Blanchard, 1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, Universitas Sumatera Utara 21 seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan 3 The Vroom-Jago Contingency Model. Menurut teori ini, gaya yang sesuai ditentukan oleh jawaban atas hingga delapan pertanyaan diagnostik, yang berhubungan dengan faktor kontingensi seperti pentingnya kualitas keputusan, struktur masalah, apakah bawahan memiliki cukup informasi untuk membuat keputusan kualitas, dan pentingnya komitmen bawahan keputusan. Model Vroom-Yetton-Jago telah dikritik karena kompleksitasnya, Universitas Sumatera Utara 22 untuk asumsi bahwa tujuan para pengambil keputusan konsisten dengan tujuan organisasi, dan untuk mengabaikan kemampuan yang dibutuhkan untuk sampai pada keputusan kelompok untuk masalah sulit. 4 Path GoalTheory Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabelsituasional. Universitas Sumatera Utara 23 Pemimpin menyesuaikan kebutuhan pengikut pada penghargaan jika hasil kerja tercapai Pemimpin menentukan hal-hal yang pengikut harus lakukan untuk mencapai hasil kerja Pemimpin mengklarifikasi peran kerja pengikutpengikut Pemimpin mempelajari kebutuhan pengikut Pemimpin meningkatkan nilai hasil kerja untuk pengikut Pemimpin mendapatkan pengetahuan yang meningkat dan keyakinan untuk menyelesaikan hasil akhir Pengikut menampilkan peningkatan usaha dan ti i Hasil usaha organisasi d tt i Gambar 2.1 Peranan Pemimpin Dalam Model The Path Goal Universitas Sumatera Utara 24 2.1.4 Gaya Kepemimpinan Ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang ditawarkan oleh para pakar leadership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard. Mereka menggambarkan 4 gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut : 1. Memberitahukan (Telling) Gaya ini dalam penerapannya, pemimpin sangat berperan untuk memberitahukan kepada bawahan tentang apa, dimana, bagaimana, dan kapan harus melakukan tugas. Gaya kepemimpinan ini dapat diterapkan apabila bawahan memiliki kematangan yang rendah, sehingga tanpa pemberitahuan secara jelas dan terinci bawahan tidak memahami apa yang menjadi tugas pekerjaan untuk dilakukan. 2. Menjual (Selling) Gaya ini dalam penerapannya pemimpin memberikan instruksi yang terstruktur yang disertai dengan dukungan. Gaya kepemimpinan ini diterapkan ketika bawahan memiliki tingkat kematangan yang rendah menuju sedang, dimana bawahan tidak mampu atau memiliki keterampilan yang kurang memadai, tetapi memiliki kemauan untuk bertanggung jawab dan melaksanakan tugas pekerjaan. Untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya, diperlukan dukungan yang diberikan oleh pemimpin. 3. Berpartisipasi (Participating) Gaya ini dalam penerapannya pemimpin dan bawahan bersinergi dalam pengambilan keputusan yang terbaik dalam menyelesaikan pekerjaan agar Universitas Sumatera Utara 25 hasilnya memiliki kualitas yang tinggi. Pemimpin mengikutsertakan bawahannya dalam pengambilan keputusan akan membuat bawahan mengoptimalkan perannya dalam mengerjakan tugas pekerjaannya. Hal ini dikarenakan dengan keikutsertaannya tersebut membuat dirinya merasa bahwa keputusan yang diambil menjadi bagian dalam dirinya dan tanggung jawab untuk diwujudkan. Kepemimpinan partisipatif menjadikan bawahan merasa nyaman dalam bekerja dan dorongan untuk berprestasi. Gaya kepemimpinan ini dapat diterapkan bagi bawahan yang memiliki kematangan tingkat sedang ke tingkat tinggi, dimana dirinya memiliki kemampuan namun dirinya tingkat kemauan melakukan tugas rendah. Kemauan yang rendah dapat disebabkan kurangnya partisipasi dirinya dalam pengambilan keputusan. 4. Pendelegasian (Delegating) Gaya ini dalam penerapannya, pemimpin sedikit memberikan arahan yang spesifik terhadap penyelesaian tugas pekerjaan. Pemimpin tidak harus memberikan dukungan yang tinggi dan menuntun bawahannya. Hal ini dikarenakan bawahan memiliki tingkat kematangan yang tinggi, dimana dirinya sudah memahami akan tugas pekerjaan dan memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap tugasnya itu. Pemimpin justru memberikan kesempatan dan memberikan kepercayaan bawahan dalam pengambilan keputusan tertentu terkait dengan pengembangan organisasi atau sebuah lembaga. Selain itu Pasolong (2008) mengemukakan 4 gaya kepemimpinan sebagai cara atau strategi pemimpin dalam menggerakkan para pegawainya, yaitu Universitas Sumatera Utara 26 1. Kepemimpinan Direktif (DirectiveLeadership) Kepemimpinan direktif (directive leadership) pemimpin memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengetahui apa yang menjadi harapan pimpinannya dan pemimpin tersebut menyatakan kepada bawahannya tentang bagaimana dapat melaksankan tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pimpinan berorientasi pada hasil. 2. Kepemimpinan Partisipatif (ParticipativeLeadership) Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) pemimpin berkomunikasi dengan bawahannya dan bertanya untuk mendapatkan masukan-masukan atau saran-saran dalam rangka pengambilan keputusan. 3. Kepemimpinan Supportif (SupportiveLeadership) Kepemimpinan supportif (supportive leadership) yaitu usaha pemimpin untuk menekankan diri dan bersikap ramah serta menyenangkan bawahannya. 4. Kepemimpinan Berorientasi Pada Prestasi (Achievment Oriented Leadership) Kepemimpinan berorientasi pada prestasi (achievment oriented leadership) pemimpin menetapkan tujuan-tujuan yang bersifat menantang, pemimpin tersebut mengharapkan agar bawahan berusaha mencapai tujuan tersebut secara efektif, serta pemimpin menunjukkan rasa percaya diri kepada bawahannya bahwa mereka akan memenuhi tuntutanbawahannya. 2.2 Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi (daya perangsang) kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian Universitas Sumatera Utara 27 kegairahan bekerja kepada pegawai dengan memanfaatkan pegawai yang memberi manfaat kepada perusahaan. Maksud manfaat disini adalah tercapainya tujuan perusahaan. Ini berarti bahwa setiap pegawai yang memberi kemungkinan bermanfaat ke dalam perusahaan, diusahakan oleh pemimpin agar kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan motivasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku pegawai untuk bekerja atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang sederhana dari motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya danupayanya. Motivasi berasal dari motive atau bahasa latinnya, yaitu movere, yang berarti “mengerahkan”. Liang Gie (2000) motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan- tujuan produksi unit kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Colquitt, LePine, and Wesson, (2009) menjelaskan motivasi adalah suatu kumpulan kekuatan energik yang mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja, yang mendorong usaha kerja dalam menentukan arah perilaku, tingkat usaha, intensitas, dan kegigihan. Motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai suatu dorongan secara psikologis kepada seseorang yang menentukan arah dari perilaku (direction of behavior) seseorang dalam organisasi, tingkat usaha Universitas Sumatera Utara 28 (level of effort), dan tingkat kegigihan atau ketahanan di dalam menghadapi suatu halangan atau masalah (level of persistence). Jadi motivasi kerja dapat diartikan sebagai semangat kerja yang ada pada karyawan yang membuat karyawan tersebut dapat bekerja untuk mencapai tujuan tertentu 2.2.2. Teori Motivasi 1. Teori Motivasi Zaman Dahulu a. Hierarki TeoriKebutuhan Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa ama dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-order needs); kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Perbedaan antara kedua tingkatan tersebut didasarkan pada dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang), sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal (oleh hal-hal seperti imbalan kerja, kontrak serikat kerja, dan masa jabatan). Di bawah ini kami rincikan indikator motivasi kerja menurut Maslow yang dikenal dengan teori hierarki kebutuhan. Sebagaimana teori kebutuhan Abraham Maslow yang di kutip dalam Sofyandi dan Garniwa (2007). Indikator motivasi kerja berdasarkan teori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 29 1) Kebutuhanfisiologis (Physiological need) Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dansebagainya. 2) Kebutuhan rasa aman (Safetyneed) Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka. 3) Kebutuhan sosial (Socialneed) Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dansebagainya. 4) Kebutuhan penghargaan (Esteemneed) Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang. Universitas Sumatera Utara 30 5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self actualizationneed) Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugastugas yang menantang kemampuan dan keahliannya. Teori kebutuhan Maslow telah diterima di kalangan manajer pelaksana, dapat dikaitkan dengan logika intuitif dan kurangnya pemahaman, sayangnya Maslow tidak memberikan bukti empiris, dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori tersebut tidak menemukan pendukung yang kuat. Clayton Alderfer berusaha mengolah hierarki kebutuhan Maslow, yaitu menelaah dengan teori ERG (ERG theory). b. Teori X dan Y Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia pandangan pertama pada dasarnya negatif, disebut Teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif, disebut Teori Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah: 1) Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, sebisa mungkin, berusaha untukmenghindarinya. Universitas Sumatera Utara 31 2) Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan 3) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin. 4) Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi. Sedangkan empat asumsi positif menurut Teori Y: 1) Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat ataubermain. 2) Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagaitujuan. 3) Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahjkan mencari, tanggung jawab. 4) Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen. Analisis McGregor tersebut selaras dengan kerangka dasar yang dibuat oleh Maslow. Teori X berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih rendah mendominasi individu. Teori Y berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi mendominasi individu. McGregor yakin bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih valid daripada Universitas Sumatera Utara 32 Teori X. Sayangnya asumsi-asumsi Teori Y belum tentu valid mengubah tindakan sesesorang yang bekerja akan termotivasi. c. Teori 2 Faktor Teori dua faktor (two-factor theory) atau teori motivasi higiene (motivation- hygiene theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg ini berkeyakinan bahwa ada karakteristik-karakteristik tertentu yang cenderung berhubungan dengan kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja. Faktor intrinsik seperti kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian tampaknya berhubungan dengan kepuasan kerja. Responden yang merasa baik dengan pekerjaan mereka, cenderung menghubungkan faktor-faktor ini dengan diri mereka sendiri. Sebaliknya, responden yang tidak puas cenderung menyebutkan faktor-faktor ekstrinsik, seperti pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan kondisikondisi kerja. Menurut Herzberg, kondisi-kondisi yang melingkupi pekerjaan seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor higiene (higiene factors). 2 Teori-Teori Motivasi Kontemporer a Teori Kebutuhan McClelland Universitas Sumatera Utara 33 Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya yang berfokus pada: a. Kebutuhan pencapaian (need for achievement): Dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untukberhasil. b. Kebutuhan kekuatan (need for power): kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya. c. Kebutuhan hubungan (need for affiliation): keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah danakrab. b. Teori Evaluasi Kognitif Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.Teori ini memperlihatkan penghargaan-penghargaan ekstrinsik digunakan oleh organisasi-organisasi sebagai imbalan atas kinerja yang unggul, penghargaan-penghargaan intrinsik yang berasal dari individu yang mengerjakan tugas yang mereka sukai, berkurang. Dengan kata lain, ketika penghargaan- penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang karena mengerjakan tugas yang menarik, hal itu justru menurunkan minat intrinsik dalam tugas itu sendiri. Universitas Sumatera Utara 34 c. Teori Penentuan Tujuan Edwin Locke mengemukakan bahwa niat untuk mencapai sebuah tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberi tahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Semakin sulit tujuan tersebut, semakin tinggi tingkat tujuan, semakin besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi setelah tugas yang sulit diterima, karyawan tersebut bisa diharapkan untuk mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi untuk berusaha mencapainya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi hubungan tujuankinerja. Ketiga faktor tersebut adalah komitmen tujuan, karakteristik tugas dan kultur nasional. d. Teori Efektivitas Diri Efektivitas diri yang dikenal sebagai “teori kognitif sosial” atau “teori pembelajaran sosial”. Semakin tinggi efektivitas diri seseorang, semakin tinggi rasa percaya diri yang ia miliki dalam kemampuannya untuk berhasil dalam suatu tugas. Jadi, dalam situasi-situasi sulit, kita merasa bahwa individu yang memiliki efektivitas diri rendah cenderung mengurangi usaha mereka atau menyerah, sementara individu dengan efektivitas diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan tantangan. Peneliti yang mengembangkan teori efektivitas diri, Albert Bandura, memperlihatkan bahwa ada empat cara untuk meningkatkan efektivitas diri: Universitas Sumatera Utara 35 1) Penguasaan yangtetap 2) Contoh yang dilakukan oleh indidvidulain 3) Bujukanverbal 4) Kemunculan Menurut Bandura, sumber peningkatan efektivitas diri yang paling penting adalah apa yang disebutnya dengan penguasaan tetap. Penguasaan tetap adalah perolehan pengalaman yang relevan dengan tugas atau pekerjaan. Apabila berhasil melakukan suatu pekerjaan di masa lalu, saya yakin akan lebih mampu melakukannya di masa depan. e. Teori Penguatan Teori penguatan mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan mempengaruhi perilaku. Teori penguatan mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. Dalam bentuk murninya, teori penguatan mengakibatkan perasaan, sikap, harapan, dan variabel kognitif lain yang diketahui mempengaruhi perilaku. f. TeoriHarapan Teori harapan yang dikemukakan Victor Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut. Universitas Sumatera Utara 36 Dalam bentuk yang lebih praktis, teori harapan mengatakan bahwa karyawankaryawan akan termotivasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang lebih tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan menghasilkan penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus, kenaikan imbalan kerja, atau promosi; dan penghargaan-penghargaan tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi para karyawan. Oleh karenanya, teori tersebut berfokus pada tiga hubungan: 1) Hubungan usaha-kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkankinerja. 2) Hubungan kinerja-penghargaan. Tingkat sampai mana individu tersebut yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilakn pencapaian yang diinginkan. 3) Hubungan penghargaan-tujuan-tujuan pribadi. Tingkat sampai mana penghargaan-penghargaan organisasional memuaskan tujuan-tujuan pribadi atau kebutuhan-kebutuhan seorang individu dan daya tarik dari penghargaan- penghargaan potensial bagi individutersebut. Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai sesuatu. Satu sumber yang mungkin untuk motivasi karyawan yang rendah adalah keyakinan para karyawan bahwa tidak peduli seberapa keras usaha mereka, kemungkinan untuk Universitas Sumatera Utara 37 mendapatkan penilaian kinerja yang baik sangatlah rendah. Banyak karyawan menganggap lemah hubungan kinerja-penghargaan dalam pekerjaan mereka. Imbalan kerja yang diberikan kepada karyawan berdasarkan faktor-faktor seperti senioritas, kekooperatifan, atau bersikap baik dengan atasan, karyawan-karyawan cenderung menganggap hubungan kinerja-penghargaan itu lemah dan menurunkan motivasi. Namun pentingnya penghargaan-penghargaan yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan individual tidak diperhatikan manajer. Beberapa manajer salah mengsumsikan bahwa semua karyawan menginginkan hal yang sama, sehingga mengabaikan pengaruhpengaruh motivasional dari penghargaan-penghargaan yang berbeda. Dalam kasus manapun motivasi karyawan diturunkan. 3. Mengintegrasikan Teori-Teori Motivasi Kontemporer Dimulai dengan peluang, yang bisa membantu atau menghalangi usahausaha individual. Peluang berhubungan dengan tujuan seorang individu, yang mengarahkan pada suatu perilaku. Teori harapan memprediksi bahwa karyawan- karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja, kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan-tujuan pribadi. Setiap hubungan ini, nantinya, dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Supaya usaha menghasilkan kinerja yang baik, individu harus mempunyai kemampuan yang dibutuhkan untuk bekerja, dan sistem penilaian kinerja yang mengukur kinerja individu tersebut harus dianggap adil dan Universitas Sumatera Utara 38 obyektif. Hubungan kinerja-penghargaan akan mejadi kuat bila individu merasa bahwa yang diberi penghargaan adalah kinerja. Apabila teori evaluasi kognitif benarbenar valid di tempat kerja yang aktual, kita bisa memprediksi di sini bahwa mendasarkan penghargaan-penghargaan pada kinerja seharusnya mengurangi motivasi intrinsik individu. Hubungan terakhir dalam teori harapan adalah hubungan penghargaan-tujuan. Motivasi akan tinggi sampai tingkat di mana penghargaan yang diterima oleh seorang individu atas kinerja yang tinggi memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang konsisten dengan tujuan-tujuan individual. Selain itu demi meningkatkan motivasi kerja karyawan ada baiknya para manajer juga memerhatikan hal hal yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja yaitu : a. Upah, adalah pembayaran tetap secara bulanan atau mingguan yang diberikan pada setiapkaryawan. Upah terbagi atas : 1) Upah berdasar waktu: a) Upah (wages) yaitu upah yang dibayarkan kepada buruh kasar atau karyawan berdasarkan jam kerja secaraharian. b) Gaji (salary) upah yang dibayarkan kepada manajer, pegawai kesekretarian dan administratif berasarkan waktu mingguan atau bulanan. 2) Upah borongan, yang langsung terkait dengan jumlah produksi yang dihasilkankaryawan. Universitas Sumatera Utara 39 b. Situasi kerja, adalah keadaan yang mempengaruhi kegiatanperusahaan. c. Kondisi kerja yang akan mendorong semangat kerja karyawan seperti ketenangan, keamanan, dan keselamatankerja. d. Fasilitas kerja, adalah sarana yang disediakan perusahaan untuk kelancaran aktivitas, dengan berbagai bentuk, contohnya: 1) kondisi tempat kerja (lampu atau penerangan, AC, luasruangan) 2) teknologi yang digunakan (komputer, mesin fotocopy,faximile dan sebagainya) 3) e. sarana lain yang mendukung (mushalla,loker,restroom) Sikap manajemen terhadapkaryawan, setiap karyawan pada dasarnya ingin diperlakukan dengan adil. Karyawan juga ingin suaranya didengar jika perusahaan melakukan hal yang kurang atau bahkan diberkenan dengan tujuan karyawan. Manajemen perlu melakukan pendekatan proaktif dengan cara : 1) Merancang pekerjaan - pekerjaan yang memuaskankaryawan 2) Menetapkan standar – standar prestasi kerja yangadil 3) Melatih karyawan sehingga memungkinkan karyawan untuk mencapai prestasi yangdiharapkan. f. Sikap antar temansejawat, manusia membutuhkan persahabatan sebagai makhluk sosial, ia membutuhkan hubungan dengan teman – temannya. g. Kebutuhan karyawanberprestasi, setiap perusahaan hendaknya memberikan kesempatan kepada karyawannya. Karyawan diberikan penghargaan yang sesuai. Penghargaan tersebut dapat berupa pengakuan Universitas Sumatera Utara 40 yang kemudian disertai pujian, hadiah, kenaikan gaji, kenaikan jabatan, perpindahan dan sebagainya. h. Pelatihan, karyawan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan kebijaksanaan, prosedur dan manajer baru dengan cepat. Untuk itu perlu adanya pelatihan dan pengembangan lebih lanjut untuk melakukan tugas–tugasnya dengan sukses. Pelatihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari para karyawan yang sesuai dengan keinginan dari perusahaan (Nitisemito, 2004) i. Insentif, insentif merupakan suatu sistem pemberian balas jasa yang berupa financial. Insentif merupakan suatu pendekatan kompensasi yang menghargai atau memberikan imbalan kayawan atas hasil tertentu yang dicapainya. j. Promosi, sistem promosi karyawan terdiri dari tertutup dan terbuka. Sistem promosi tertutup adalah sistem dimana manajer seringkali secara informal memutuskan karyawan mana yang dipertimbangkan mendapat promosi sesuai kemampuan. Orang masih merasa kurang puas dengan apa yang dimilikinya,mereka ingin terus berkembang meski kebutuhan mereka telah terpenuhi. (Maslow, 1988) mengatakan bahwa keinginan orang akan perwujudan diri yakni kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sebagai apa yang ada dalam kemampuannya. Kecenderungan ini dapat diungkapkan sebagai keinginan untuk makin istimewa, Universitas Sumatera Utara 41 untuk menjadi apa saja menurut kemampuannya. 2.3 Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja Kinerja seorang karyawan adalah hal penting, sekaligus menentukan efektif tidaknya kinerja di suatu perusahaan. Apabila kinerja karyawan tidak baik, maka kinerja perusahaan pun secara otomatis tidak baik, begitu sebaliknya jika kinerja karyawan baik itu akan mencerminkan kinerja perusahaan yang baik pula. Sayangnya penilaian kinerja karyawan masih dipandang sebelah mata, baik oleh pihak perusahaan maupun karyawan. Pihak karyawan memandang evaluasi kinerja dengan sebelah mata, karena mereka merasa tidak mendapat manfaat maksimal dari penilaian yang dialami tidak dilaksanakan secara objektif dan tidak benar-benar mempengaruhi promosi ataupun kenaikan gaji. Pihak perusahaan pula banyak yang tidak serius membuat penilaian kinerja. Indikasinya tampak bahwa penilaian kinerja tidak dilakukan secara berkala tanpa mengikuti metode resmi tertentu. Ada beberapa pengukuran atau indikator-indikator kinerja pegawai menurut Gomes (2003) adalah sebagai berikut : 1. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. Universitas Sumatera Utara 42 3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 4. Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakantindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation : kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi). 6. Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya. 7. Initiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. 8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi Menurut Ruky (2006) mengemukakan bahwa kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksud disini adalah pelaksanaan hasil pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil pekerjaan/ prestasi kera seseorang atau kelompok terdiri dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang memengaruhi kinerja pegawai/kelompok terdiri dari kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang dan karakteristik kelompok kerja, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh eksternal antara lain berupa peraturan ketenagakerjaan, keinginan Universitas Sumatera Utara 43 pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar. Sedangkan Wibowo (2008) bahwa kinerja karyawan adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan memengaruhi sikap dan perilakunya dalam menjalankan kinerja. Kinerja organisasi juga ditunjukkan oleh bagaimana proses berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. Di dalam proses pelaksanaan aktivitas harus selalu dilakukan monitoring, penilaian, dan review atau peninjauan ulang terhadap kinerja sumber daya manusia. Melalui monitoring, dilakukan pengukuran dan penilaian kinerja secara periodik untuk mengetahui pencapaian kemajuan kinerja dilakukan prediksi apakah terjadi deviasi pelaksanaan terhadap rencana yang dapat mengganggu pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil kerja atau prestasi kerja organisasi dan menunjukkan sebagai kinerja atau performa organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan organisasi. Aktivitas organisasi dapat berupa pengelolaan sumber daya organisasi maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Universitas Sumatera Utara 44 Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaan aktivitas. Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Dengan demikian, hakikat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. 2.3.2 Pengertian Manajemen Kinerja Manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlakukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses. Pada dasanya manajemen kinerja merupakan gaya manjemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi. Ruky (2006) mengemukakan bahwa manajemen kinerja adalah berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi (perusahaan), untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan. Universitas Sumatera Utara 45 Sedarmayanti (2008) mengemukakan bahwa manajemen kinerja adalah proses yang digunakan pengusaha untuk memastikan karyawan bekerja searah dengan tujuan organisasi. Manajemen kinerja adalah suatu pendekatan stratejik dan terintegrasi untuk menghasilkan keberhasilan yang berkelanjutan bagi bekerja di dalam organisasi dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan individu pemberi kontribusi. Manajemen kinerja adalah stratejik, dalam arti mengenai isu yang lebih luas yang dihadapi perusahaan agar dapat berfungsi secara efektif dalam lingkungan, dan dengan arah secara umum bertujuan untuk mencapai tujuan jangkapanjang. 2.3.3 Pengertian Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerjapegawai. Menurut Wahyudi (2002) penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja/jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya. Sedangkan Simamora (2004) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu pegawai. Penilaian kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki pegawai yang tidak melakukan Universitas Sumatera Utara 46 tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksanaannya, yaitu para pegawainya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi. 2.3.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Faktor-faktor itu meliputi karakteristik orang, input, output, konsekuensi, dan umpan balik. Karakteristik pegawai adalah pengetahuan, keterampilan, kemampuan, motivasi, sikap dan kepribadian pegawai. Input mengacu pada instruksi yang memberitahu pegawai tentang apa, bagaimana, dan kapan pelaksanaan. Selain itu, dukungan yang diberikan kepada pegawai untuk membantu mereka. Output merujuk kepada standar kinerja. Konsekuensi merupakan insentif yang mereka terima karena kinerja yang baik. Umpan balik merupakan informasi yang pegawai terima selama mereka bekerja. Menurut Mathis dan Jackson (2006) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. Kemampuanmereka, 2. Motivasi, 3. Dukungan yangditerima, 4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan,dan 5. Hubungan mereka denganorganisasi. Universitas Sumatera Utara 47 Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara (2008) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : 1. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) Terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihan dan bidangnya. 2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (atitude) Seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. 2.4 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1. Peneliti Judul M. Arief Hendarto (2016) Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Honda IDK I Medan Variabel Independen: Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Dependen : Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan secara serempak melalui Uji parsial dan perhitungan koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa Universitas Sumatera Utara 48 No. Peneliti Judul Variabel Kinerja Karyawan Kesimpulan hubungan antara Kompenasasi Finansial, Gaya Kepemimpinan dan Motivasi memiliki hubungan yang kuat dan berpengaruh positif serta signifikan terhadap Kienerja Karyawan di PT IDK 1 Medan. 2. 3. Bryan Johannes Tampi (2014) Binfor, Frederick, Samson Kwadwo Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia,TBK (Regional Sales Manado) Independen : Gaya Kepemimpinan dan Motivasi The effect of Independen : Gaya Kepemimpinan dan Motivasi leadership styles and motivation on Boateng, etc. employee (2013) institution: Evidence Dependen : Kinerja Karyawan Dependen: Kinerja Karyawan performance in public from Ghana 4. Nurul Aisyah Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Independen : Gaya Kepemimpinan Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji T bahwa gaya kepemimpinan dan motivasi pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian secara simultan dengan menggunakan uji F, menunjukkan bahwa semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Nilai R Square sebesar 0,637 yang dapat diartikan bahwa pengaruh variabel X (gaya kepemimpinan dan motivasi) terhadap variabel Y (kinerja karyawan) adalah sebesar 63,7% sedangkan sisanya 36,3% dipengaruhi variabel lain diluar variabel yang diteliti Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kepemimpinan dan motivasi telah menjadi sangat penting dalam setiap organisasi dan misi manajemen untuk mencapai yang terbaik dari organisasi, dan adanya kebutuhan untuk memperhatikan bagaimana kepemimpinan yang efektif dapat dipraktekkan di organisasi manapun. Gaya kepemimpinan (X1) dan Motivasi (X2) Universitas Sumatera Utara 49 No. Peneliti (2013) 5. 6. Judul Variabel Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar di Kabupaten Wajo dan Motivasi Voon, M.L., M.C. Lo, K.S. Ngui, N.B. Ayob (2011) The influence of leadership styles on employees’job satisfaction in public sector organization in Malaysia. Internasional Journal of Business, Management and Social Scienes.Vol.2, No.1. pp. 24-32 Independen : Gaya Kepemimpinan Slamet Riyadi (2011) Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur Independen : Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Dependen: Kinerja Pegawai Dependen : Kepuasan Kerja Karyawan Dependen : Kinerja Karyawan Kesimpulan berpengaruh signifikan dan positif dengan kinerja pegawai (Y). Hal ini dapat dilihat dari nilai regresi X1 yaitu 0,431 dan nilai regresi dari X2 yang sebesar 0,339 Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja sedangkan gaya kepemimpinan transaksional memiliki hubungan negatif dengan kepuasan kerja dalam organisasi pemerintah. Untuk uji regresi linear, temuan menunjukkan bahwa hanya kontingen dimensi reward kepemimpinan transaksional memiliki hubungan yang signifikan dengan dua dimensi dalam kepuasan kerja (kondisi kerja dan tugas pekerjaan). Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja. Ini berarti bahwa kepemimpinan transformasional dianggap cocok untuk mengelola organisasi pemerintah Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi finansial tidak mempengaruhi motivasi kerja maupun kinerja karyawan. Sedangkan gaya kepemimpinan secara signifikan mempengaruhi motivasi kerja maupun kinerja Universitas Sumatera Utara 50 No. Peneliti Judul Variabel Kesimpulan karyawan, dan motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi kinerja karyawan. 7. Arif Sehfudin (2011) Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Organisasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Tabungan Pensiunan Nasional Cabang Semarang Independen : Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Organisasi dan Motivasi Hasil dari analisis dan pembahasan menunjukkan Dependen : Kinerja Karyawan komunikasi organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dan (3) bahwa: (1) gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, (2) motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. 8. Regina Aditya Reza (2010) Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara Independen : Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja Dependen : Kinerja Karyawan 9. 10. Fahmi (2009) Febrina Asiah Dalimunth e (2007) Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai SPBU Pandanaran Semarang Independen: Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Padangsidimpuan Independen : Gaya Kepemimpinan Dependen : Kinerja Pegawai Dependen : Kinerja Pegawai Hasil hipotesis membuktikan nilai hitung t (X1) sebesar 3,784, lalu (X2) sebesar 3,628 dan (X3) memiliki 2,655. Ini membuktikan ke 3 independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen Dari hasil penelitian diperoleh nilai koefisien 2 determinasi (r ) sebesar 44,08% yang berarti kinerja ditentukan oleh motivasi kerja dan gaya kepemimpinan dan sisanya sebesar 55,92% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan pengujian analisis regresi diperoleh bahwa koefisien regresi yang signifikan dalam memprediksi variabel dependen adalah Gaya Kepemimpinan Demokratis yang mempunyai Universitas Sumatera Utara 51 No. Peneliti Judul Variabel Kesimpulan signifikansi = 0,0404 dan nilai t hitung > t tabel sehingga dapat dikatakan signifikan pada taraf signifikansi 5% 2.5 Kerangka Konseptual 2.5.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja, karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain untuk tercapainya suatu tujuan, tergantung pada bagaimana pemimpin itu menciptakan cara yang khusus didalam diri setiap karyawan untuk meningkatkan kinerja supaya sampai tujuan yang diinginkan olehperusahaan. Disamping itu untuk memaksimalkan kinerja karyawan, seorang pemimpin harus dapat memahami keanekaragaman kebutuhan dan keinginan serta perbedaan kepribadian (personality) karyawan tersebut, oleh karena itulah kata kunci untuk memadu seorang pemimpin dalam menentukan gaya kepemimpinan yang akan digunakan adalah fleksibilitas atau keluwesan. Thoha (2003) mengatakan Gaya kepemimpinan seseorang dalam suatu jabatan akan mempengaruhi pola tingkah laku yang digunakan untuk mempengaruhi perilaku aktivitas- aktivitas individu bawahan atau kelompok yang dipimpin, untuk mencapai tujuan pada situasi tertentu. Pemimpin berusaha mempengaruhi kinerja karyawan bawahannya agar dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Kinerja karyawan yang tinggi dapat Universitas Sumatera Utara 52 didukung oleh gaya kepemimpinan yang tepat, sebaliknya gaya kepemimpinan yang kurang tepat dalam penerapannya akan mempengaruhi aktivitas kinerja karyawan”. Hasibuan (2013) mengungkapkan jika karyawan kurang berprestasi maka sulit bagi organisasi perusahaan dapat memperoleh hasil baik. Hal ini mengharuskan pemimpin menggunakan kewenangan untuk mengubah sikap dan perilaku karyawan agar mau bekerja giat serta berkeinginan mencapai hasil optimal. Untuk memengaruhi sikap dan perilaku karyawan yang diinginkan, pemimpin harus meningkatkan kinerja karyawan supaya dapat mendorong karyawan mau bekerja dengan baik. Keberhasilan perusahaan pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinan yang efektif, dimana dengan kepemimpinannya itu dia dapat mempengaruhi bawahannya untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berpartisipasi terhadap tujuan bersama. Seperti yang dikatakan Timpe (2001) mengatakan bahwa Pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, displin, dan produktivitas jika bekerja sama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan. Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan motivasi dalam diri seseorang merupakan kunci untuk mengatur orang lain. Tugas pemimpin adalah mengidentifikasi dan memotivasi karyawan agar berprestasi dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Keadaan ini merupakan suatu tantangan bagi seorang pemimpin untuk dapat menciptakan iklim organisasi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan yang tinggi. Dari Universitas Sumatera Utara 53 uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi kinerja karyawan. 2.5.2 Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Faktor motivasi merupakan alat yang sangat berguna dan bermanfaat untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dengan menggunakan alat ini para pimpinan dari setiap perusahaan akan berada dalam posisi yang dapat membuka jendela baru dan peluang bagi peningkatan kemajuan suatu perusahaan Motivasi secara sederhana dapat dirumuskan sebagai kondisi ataupun tindakan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan semaksimal mungkin karyawan untuk berbuat dan berproduksi. Peranan motivasi adalah untuk mengintensifkan hasrat dan keinginan tersebut, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa usaha peningkatan semangat kerja seseorang akan selalu terkait dengan usaha memotivasinya sehingga untuk mengadakan motivasi yang baik perlu mengetahui kebutuhan-kebutuhan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2013) menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Hendarto (2016) menyatakan Hasil penelitian menunjukkan secara serempak melalui Uji parsial dan perhitungan koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa hubungan antara Kompenasasi Finansial, Gaya Kepemimpinan dan Motivasi memiliki hubungan yang kuat dan berpengaruh positif serta signifikan terhadap Kienerja Karyawan di PT IDK 1 Medan. Universitas Sumatera Utara 54 Faktor motivasi merupakan alat yang sangat berguna dan bermanfaat untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dengan menggunakan alat ini para pimpinan dari setiap perusahaan akan berada dalam posisi yang dapat membuka jendela baru dan peluang bagi peningkatan kemajuan suatu perusahaan. Sementara pemimpin berdasarkan konsep teoritis teoritis sebagaimana yang telah dikemukakan memiliki tanggung jawab yang besar baik dalam suatu birokrasi pemerintahan maupun swasta Gaya Kepemimpinan (X1) Kinerja Karyawan (Y) Motivasi (X2) Gambar 2.3 kerangka konseptual Dengan demikian secara umum dapat terlihat bahwa gaya kepemimpinan maupun motivasi dapat berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, kerangka konseptual dapat digambarkan seperti pada gambar 2.3. 2.6 Hipotesis Penelitian Menurut Kuncoro (2009) Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang di lakukan. Tujuan menggunakan hipotesis adalah agar fokus pada informasi atau data yang diperlukan bagi pengujian hipotesis. Berdasarkan perumusan Universitas Sumatera Utara 55 masalah dan penelitian terdahulu serta teori – teori pendukung, maka penelitimerumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Ada pengaruh signifikan gaya kepemimpinan (X1) terhadap kinerja (Y) karyawan pada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan H2: Ada pengaruh signifikan Motivasi (X2) terhadap kinerja (Y) karyawan pada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan H3: Ada pengaruh signifikan gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi (X2) terhadap kinerja (Y) karyawan pada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan Universitas Sumatera Utara