1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan kebutuhan mendasar bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun, meningkat pula kebutuhan pangan manusia. Apabila jumlah ketersediaan pangan lebih kecil daripada kebutuhan, maka ketahanan pangan di Indonesia akan terganggu. Ketahanan pangan menurut FAO (1997) adalah situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut (Magrin et al., 2009). Lahan sawah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra, dan Sulawesi. Sebagian produksi padi yang berada di Pulau Jawa juga relatif tersebar di beberapa lokasi. Persebaran wilayah produksi padi yang terpisah-pisah tersebut memerlukan sistem pemantauan yang efisien dan memakan biaya rendah. Pemantauan lahan sawah penting dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi pemenuhan tingkat produksi pangan yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk melakukan pemantauan lahan sawah adalah dengan teknik penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan teknik untuk mengamati keadaan suatu objek yang terdapat pada permukaan bumi dari jarak jauh tanpa bersentuhan langsung dengan objek tersebut. Teknik penginderaan jauh memakan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan melakukan survei lapangan. Teknik survei lapangan juga membutuhkan waktu yang lebih lama; semakin luas objek yang akan diamati maka semakin banyak juga waktu dan biaya yang dihabiskan. Satelit penginderaan jauh dapat dibedakan berdasarkan sumber energinya, yaitu sensor pasif (misalnya sensor optik) dan sensor aktif (radar). Pada penginderaan jauh pasif, sensor merekam objek (permukaan bumi) yang mendapat iluminasi sinar matahari. Kualitas citra dari sensor pasif ini dipengaruhi oleh kondisi atmosfer pada saat perekaman. Apabila objek tertutup awan maka objek tidak terlihat atau tidak tergambarkan. Beberapa contoh citra penginderaan jauh 2 optik adalah Landsat, SPOT, MOS, dan NOAA. Pemanfaatan citra optik telah banyak dilakukan, antara lain citra SPOT-5 untuk memperkirakan kondisi dan struktur hutan tropika di wilayah Chiapas, Mexico (Castillo et al., 2010) dan pemanfaatan citra Landsat untuk melakukan pemantauan dan pengukuran lahan basah (Wiley, 2007). AVNIR-2 sebagai salah satu sensor terbaru juga telah dimanfaatkan untuk pemantauan lahan pertanian (Tjahjono et al., 2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa klasifikasi numerik pohon keputusan dapat dimanfaatkan untuk memetakan beberapa fase tumbuh tanaman. Sensor aktif memanfaatkan pengukuran sinyal balik dari sinyal yang dipancarkannya. Salah satu sensor aktif yang terkenal adalah Radar (Radio Detection and Ranging). Keuntungan utama radar adalah kemampuannya beroperasi dalam segala cuaca, siang, dan malam hari. Dengan demikian sensor ini berguna pada daerah-daerah dengan penutupan awan yang tinggi. Iklim Indonesia yang tropis dan beberapa wilayahnya mempunyai curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan wilayah Indonesia banyak tertutup awan, sehingga penggunaan radar sesuai untuk pemantauan lahan sawah di Indonesia. Menurut Berens (2006), ada beberapa sensor SAR angkasa (Spaceborne SAR), antara lain adalah Lacrosse (1988, X-band), ERS-1 (1991, C-band), J-ERS1 (1992, L-band), RADARSAT (1995, C-band), ENVISAT (2002, C-band), TerraSAR-X (2006, X-band), Radarsat 2 (2005 C-band), SAR-Lupe (2005, Xband), IGS-2b (2008, X-band), dan ALOS (2006, L-band). Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja, namun dalam perkembangannya, sensor dengan kapabilitas polarisasi ganda dan polarisasi penuh telah dibangun. Lembaga Antariksa Eropa (ESA) memiliki 2 satelit SAR yang identik yaitu ERS-1 dan ERS-2 yang menggunakan polarisasi VV (transmisi dan penerimaan pada polarisasi linier vertikal) pada C-band. Beberapa percobaan telah dilakukan untuk pemantauan lahan sawah dengan menggunakan SAR khususnya dengan menggunakan data X-band dan C-band, antara lain pemantauan lahan sawah di daerah China Selatan (Wu et al., 2011). Hasil dari penelitian Le Toan et al. (1989) menunjukkan bahwa data polarisasi ganda X-band diperlukan untuk membedakan lahan pertanian yang tidak digenangi seperti padi, kedelai, bunga matahari, dan gandum, sedangkan data 3 polarisasi tunggal X-band dapat berfungsi sebagai pembeda padi sawah pada fase pertumbuhan yang berbeda. ALOS PALSAR (Phased Array-type L-band Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu sensor dari ALOS dengan berbagai tingkat resolusi spasial dengan resolusi paling detil adalah sekitar 6 meter dan tersedia pada polarisasi tunggal, ganda, maupun polarisasi penuh. Kemampuan menyediakan data polarisasi penuh (fully polarimetry) pada ALOS PALSAR menyajikan peluang dibangunnya pengetahuan dan kapabilitas dalam penyediaan data lahan sawah. Sensor dengan kapabilitas polarisasi penuh dapat menyediakan berbagai macam data, baik dalam bentuk polarisasi linier, eliptik maupun sirkular. Hal ini menjadikan citra turunan yang dihasilkan cukup bervariasi dalam mendukung berbagai analisis atau ekstraksi informasi yang kompleks. Namun demikian, telaah literatur menunjukkan bahwa data polarisasi penuh L-band untuk aplikasi pemantauan padi belum dikaji secara mendalam pada wilayah tropis. Dengan kendala awan yang tinggi, maka kajian analisis data polarisasi penuh dari L-band sangat penting untuk memperkaya pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Penelitian ini dirancang untuk menelaah potensi L-band dalam pemantauan padi, utamanya pada data polarisasi penuh. 1.2. Tujuan 1. Mempelajari berbagai fase pertumbuhan padi sawah (varietas Ciherang) pada ALOS AVNIR-2 dan PALSAR L-band melalui pendekatan NDVI dan hamburan balik. 2. Menguji metode klasifikasi numerik dalam memetakan fase pertumbuhan tersebut dan memperkirakan luasan panen dan awal musim tanam di wilayah studi (PT Sang Hyang Seri), utamanya menggunakan pendekatan pohon keputusan.