bab ii kerangka teori

advertisement
9
BAB II
KERANGKA TEORI
II. 1. Standar Audit
Standar Audit merupakan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan yang
diperlukan bagi auditor untuk menjamin mutu hasil audit dan konsistensi
pelaksanaan tugas audit. Dari hasil studi kepustakaan ditemukan ada beberapa
standar audit, yaitu :
II.1.1. Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP)
Standar
Audit
Aparat
Pengawasan
Fungsional
Pemerintah
(APFP)
dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
berdasarkan Keputusan Kepala BPKP Nomor Kep-378/K/1996 tanggal 30
Mei 1996. Standar Audit APFP merupakan prinsip-prinsip dasar dan
persyaratan yang diperlukan APFP untuk menjamin mutu hasil audit dan
konsistensi pelaksanaan tugas audit APFP. Standar Audit APFP ini menjadi
acuan dalam menetapkan batas-batas tanggungjawab pelaksanaan tugas audit
yang dilakukan oleh APFP dan auditornya sesuai jenjang dan ruang lingkup
tugas auditnya.
Tujuan Standar Audit APFP adalah untuk menjamin mutu koordinasi,
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Standar tersebut juga
bertujuan untuk mendorong efektifitas tindaklanjut temuan hasil audit serta
konsistensi penyajian laporan hasil audit yang bermanfaat bagi pemakainya.
10
APFP harus menerapkan standar dan prosedur audit yang sesuai untuk
memenuhi kewajiban yang telah dimandatkan. Dalam keputusan tersebut,
yang dimaksud APFP dalam keputusan ini adalah Inspektorat Wilayah
Kabupaten/Kota, Inspektorat Wilayah Propinsi (Itwilprop), Inspektorat
Jenderal
(Itjen)
Departemen,
Aparat
Lembaga
Pemerintah
Non
Departemen/instansi pemerintah lainnya, dan BPKP. Standar audit APFP ini
terdiri dari 24 (dua puluh empat) butir standar yang terbagi atas 5 (lima)
kategori yaitu :
1) Standar Umum
Standar Umum terdiri atas empat butir standar yaitu :
a) Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Standar ini
menegaskan bahwa audit hanya dapat dilakukan oleh seseorang atau
lebih yang memiliki kemampuan baik secara teori maupun praktik di
bidang audit. Standar ini juga menegaskan bahwa betapapun kemampuan
seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan
keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam
standar audit ini jika ia tidak memiliki pendidikan serta pengalaman yang
memadai dalam bidang audit.
b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi
harus dipertahankan oleh APFP dan para auditornya. Standar ini
11
bertujuan untuk menghasilkan pendapat atau simpulan audit yang
obyektif. Hasil audit harus diperoleh berdasarkan fakta yang dinilai
dengan memakai kriteria yang menurut pertimbangan keahlian dan
kemampuan auditor dapat dipergunakan. Dalam membuat pendapat atau
simpulan auditor harus bebas dari pengaruh pihak-pihak yang
berkepentingan.
c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar ini menghendaki auditor untuk melaksanakan tugasnya dengan
cermat dan seksama. Kecermatan dan keseksamaan ini menekankan
bahwa auditor bertanggungjawab untuk mendalami dan mematuhi
standar audit. Salah satu wujud penerapan kecermatan dan keseksamaan
adalah reviu secara kritis pada setiap tingkat supervisi terhadap
pelaksanaan audit dan pertimbangan yang digunakan oleh mereka yang
membantu audit.
d) Dalam segala hal yang berkaitan dengan penugasan, APFP dan para
auditornya harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh. APFP
dan auditornya harus menjaga kerahasiaan hal-hal yang berkaitan dengan
audit maupun informasi yang dihasilkan dari audit tersebut. Kecuali
dalam hal-hal yang berkaitan dengan perintah dari pihak yang berwenang
APFP dan auditornya tidak diperkenankan menggunakan informasi yang
diperolehnya dari suatu penugasan audit.
12
2) Standar Koordinasi dan Kendali Mutu
Standar koordinasi dan kendali mutu terdiri atas tiga butir standar yaitu :
a) Rencana induk pengawasan harus disusun oleh setiap APFP dengan
memperhatikan GBHN dan kebijakan pengawasan nasional. Rencana
induk pengawasan adalah suatu rumusan strategi umum yang disusun
dengan tujuan untuk mengarahkan tugas-tugas pengawasan APFP
sehingga
mendukung
pencapaian
arah
program,
atau
sasaran
pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Rumusan strategi
umum ini juga disusun untuk mengarahkan tugas-tugas pengawasan agar
sesuai dengan perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang
diduga akan terjadi dalam kurun waktu lima tahun.Selain itu rencana
induk juga merupakan dasar penyusunan PKPT.
b) Koordinasi pengawasan antar APFP harus dilakukan secara terus
menerus. APFP melaksanakan audit terhadap auditan yang tersebar di
daerah, pusat dan luar negeri. Agar tujuan audit dapat dicapai secara
maksimal, harus dilakukan koordinasi secara terus menerus antar APFP,
baik dalam bentuk Rapat Koordinasi Pengawasan maupun bentuk
koordinasi lainnya.
c) Sistem kendali mutu yang memadai harus dimiliki oleh setiap APFP.
Sistem kendali mutu APFP yang memadai meliputu struktur organisasi
dan seperangkat kebijakan serta prosedur yang dirancang untuk
memberikan keyakinan yang memadai bahwa pekerjaan audit APFP
13
telah mengikuti standar yang ditentukan. APFP harus memantau sistem
kendali mutu audit yang ada secara terus menerus. Pemantauan sistem
kendali mutu secara intern dilakukan oleh suatu bagian yang tidak
terlibat dalam tugas audit. Untuk lebih mengefektifkan sistem kendali
mutu APFP, penilaian sistem kendali mutu juga dilakukan secara berkala
oleh pihak ekstrn.
3) Standar Pelaksanaan
Standar Pelaksanaan audit terdiri atas lima butir standar yaitu :
a) Pekerjaan audit harus direncanakan sebaik-baiknya, dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya. Perencanaan dan supervisi
penting untuk mencapai tujuan audit dan menjada mutu pekerjaan audit.
Rencana audit harus dibuat untuk setiap penugasan berdasarkan
pengetahuan mengenai kegiatan dan seluk beluk usaha auditan. Rencana
tersebut dapat diperbaiki selama proses audit bila diperlukan. Supervisi
berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para asisten, diperlukan
untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit. Supervisi harus
dilakukan
dalam
semua
penugasan
tanpa
memandang
tingkat
pengalaman auditor yang bersangkutan.
b) Audit harus mempelajari dan menilai keandalan struktur kendali intern
untuk menentukan luas dan lingkup pengujian yang akan dilaksanakan.
Standar ini mewajibkan auditor untuk mempelajari dan menilai struktur
14
kendali intern auditan. Pengawasan melekat termasuk dalam struktur
kendali ini. Pengkajian dan penilaian struktur kendali intern harus
dilaksanakan sesuai dengan jenis audit. Walaupun penilaian struktur
kendali intern pada audit keuangan dan pada audit operasional pada
dasarnya sama, tingkat kedalaman dari pengkajian dan penilaian kendali
intern bergantung pada tujuan dan lingkup audit masing-masing.
c) Bukti audit yang relevan, kompeten dan cukup harus diperoleh sebagai
dasar yang memadai untuk mendukung pendapat, simpulan dan
rekomendasi. Bukti audit disebut relevan jika bukti tersebut secara logis
mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan
dengan tujuan dan simpulan audit. Bukti audit dikatakan kompeten jika
bukti tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian
dengan faktanya. Bukti yang sah adalah bukti yang memenuhi
persyaratan hukum dan undang-undang. Sedangkan bukti yang dapat
diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan bukti itu sendiri.
Bukti audit yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang dapat
dijadikan sebagai dasar untuk penarikan suatu simpulan audit. Untuk
menentukan
kecukupan
bukti
audit,
auditor
harus
menerapkan
pertimbangan keahliannya secara sehat dan obyektif. Bukti audit dapat
berupa; bukti fisik, bukti dokumen, bukti kesaksian dan bukti analitis.
Bukti fisik yaitu bukti yang langsung diperoleh auditor melalui
pengukuran dan perhitungan fisik atau perekaman terhadap orang, harta
15
benda atau kejadian. Bukti fisik dapat berupa Berita Acara Pemeriksaan
Fisik, foto, bagan dan peta. Bukti dokumen merupakan bukti yang
diperoleh melalui wawancara, kuesioner, atau dengan meminta
pernyataan tertulis. Bukti analitis merupakan bukti yang dikembangkan
oleh auditor dari bukti lainnya. Bukti analitis ini dapat berupa
perbandingan, nisbah, perhitungan dan argumen logis lainnya.
d) Auditor harus melakukan pengujian atas ketaatan auditan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk pengujian atas
kemungkinan adanya kekeliruan, ketidakwajaran serta tindakan melawan
hukum. Dalam audit terhadap entitas pemerintah, ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan mendapat perhatian yang sangat penting
dengan alasan bahwa para pengambil keputusan di sektor pemerintah
perlu mengetahui bahwa, peraturan perundang-undangan telah diikuti,
penerapan peraturan perundangan tersebut telah membuahkan hasil yang
diinginkan, dan terdapat alasan yang jelas untuk pengusulan revisi
peraturan yang sedang berlaku. Disamping itu ketaatan terhadap
peraturan perundangan merupakan salah satu bentuk utama dari
akuntabilitas entitas pemerintah. Auditor harus waspada terhadap situasi
atau transaksi yang menunjukkan indikasi tindakan melawan hukum yang
secara tidak langsung mempengaruhi hasil audit. Kalau prosedur audit
menunjukkan bahwa tindakan melawan hukum memang telah terjadi atau
mungkin telah terjadi, auditor harus menentukan pengaruh tindakan
16
tersebut terhadap hasil audit. Dalam melaksanakan prosedur audit guna
meneliti
tindakan
melawan
hukum,
auditor
harus
menerapkan
kecermatan profesi dan kewaspadaannya sedemikian rupa sehingga tidak
menghambat penyidikan atau proses peradilan di masa mendatang.
Penerapan kecermatan profesi meliputi konsultasi dengan aparat hukum
seperti kejaksaan untuk menentukan prosedur audit yang harus dilakukan.
e) Auditor harus mendokumentasikan hal-hal penting yang menunjukkan
bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit APFP. Halhal yang penting berupa metodologi audit yang dipilih, prosedur audit
yang ditempuh, bukti-bukti audit yang dikumpulkan, simpulan audit yang
diperoleh selama audit harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja
audit (KKA). KKA harus lengkap, jelas, ringkas rapi dan mudah dibaca.
4) Standar Pelaporan
Standar pelaporan terdiri atas delapan butir standar yaitu :
a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b) Laporan audit harus menunjukkan keadaan, bila ada, prinsip akuntansi
yang tidak secara konsisten diterapkan dalam laporan keuangan periode
yang diaudit dibandingkan periode sebelumnya.
c) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
17
d) Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberika. Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan, maka alasanya harus dinyatakan. Jika nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat
penjelasan mengenai sifat pekerjaan auditor dan tingkat tanggungjawab
yang dipikulnya.
Standar pelaporan diatas dari huruf a sampai dengan huruf d saat ini kurang
relevan bila diperuntukkan bagi APFP karena APFP tidak mempunyai
kewenangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan yang berakhir dengan
pemberian pernyatakan pendapat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15
tahun 2004 tentang
Keuangan Negara
Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Bab II ayat (2) disebutkan bahwa yang berwenang
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Standar laporan yang relevan bagi APFP adalah huruf e sampai dengan huruf
h karena jenis audit yang biasa dilakukan oleh APFP adalah audit
operasional.
e) Laporan audit operasional harus :
(a) Memuat tujuan audit, lingkup audit, dan metodologi audit;
(b) Memuat
temuan
dan
simpulan
rekomendasi yang konstruktif.
audit
secara
objektif,
serta
18
(c) Lebih mengutamakan usaha perbaikan atau penyempurnaan daripada
kritik
(d) Mengungkapkan hal-hal yang merupakan masalah, jika ada, yang
belum dapat diselesaikan sampai berakhirnya audit.
(e) Mengemukakan pengakuan atas suatu
prestasi keberhasilan atau
suatu tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan, terutama jika
perbaikan itu dapat diterapkan di entitas lain.
(f) Mengemukakan penjelasan pejabat auditan mengenai hasil audit.
(g) Menyatakan informasi penting, jika ada, yang tidak dimuat, karena
dianggap rahasia atau harus diperlakukan secara khusus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
f) Laporan audit harus menyatakan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai
dengan standar audit APFP.
g) Laporan audit harus dibuat secara tertulis dan segera setelah berakhirnya
pelaksanaan audit.
h) Laporan audit harus didistribusikan kepada pihak-pihak yang berwenang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5) Standar Tindak Lanjut
Standar tindak lanjut terdiri atas empat butir standar yaitu :
19
a) APFP harus mengkomunikasikan kepada manajemen auditan bahwa
tanggung jawab untuk menyelesaikan atau menindaklanjuti temuan audit
dan rekomendasi berada pada pihak auditan.
b) APFP harus memantau tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi.
c) APFP harus melaporkan status temuan beserta rekomendasi audit
sebelumnya yang belum ditindaklanjuti.
d) Terhadap temuan yang berindikasi adanya tindakan melawan hukum,
APFP
harus
membantu
aparat
hukum
terkait
dalam
upaya
penindaklanjutan temuan tersebut.
II.1.2. Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dikeluarkan
oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan
Keputusan Nomor Per/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008. Tujuan
Standar Audit APIP adalah untuk :
a) Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang merepresentasikan praktikpraktik audit yang seharusnya;
b) Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit
intern yang memiliki nilai tambah;
c) Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;
d) Mempercepat perbaikan kegiatan operasional dan proses organisasi;
20
e) Menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan
audit;
f) Menjadi pedoman dalam pekerjaan audit;
g) Menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit.
Standar audit ini berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor
dan APIP dalam hal sebagai berikut.
a) Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang dapat mempresentasikan
praktik-praktik audit yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja
pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit yang memiliki nilai tambah
serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;
b) Pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP;
c) Pelaksanaan perencanaan audit oleh AIP;
d) Penilaian efektifitas tindak lanjut hasil pengawasan dan konsistensi
penyajian laporan hasil audit.
Standar Audit APIP berlaku bagi semua APIP untuk melakukan audit sesuai
dengan kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing. Standar Audit APIP ini
memuat Prinsip-prinsip Dasar, Standar Umum, Standar Audit Kinerja dan
Standar Audit Investigatif.
II.1.3. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
Standar Audit Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dituangkan dalam
21
Peraturan BPK Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2007. SPKN merupakan
patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab
keuangan negara. SPKN terdiri dari 7 (tujuh) pernyataan standar
pemeriksaan (PSP) yaitu; standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan
keuangan, standar pelaporan pemeriksaan keuangan, standar pelaksanaan
pemeriksaan kinerja, standar pelaporan pemeriksaan kinerja, standar
pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, dan standar pelaporan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Dalam pasal 7 peraturan BPK tersebut disebutkan bahwa aparat
pengawas internal pemerintah, satuan pengawasan intern maupun pihak
lainnya dapat menggunakan SPKN sebagai acuan dalam menyusun standar
pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya.
II.1.4. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Ada lima tipe standar profesional yang diterbitkan
oleh Dewan
Standar Profesional Akuntan Publik yaitu, standar auditing, standar atestasi,
standar jasa akuntansi dan review, standar jasa konsultansi, dan standar
kendali mutu. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan
keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci
dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA).
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar
yang tercantum didalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan
22
dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam
melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan
oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Sepuluh standar
auditing tersebut adalah :
a) Standar Umum
(a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
(b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
(c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
b) Standar pekerjaan lapangan
(a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
(b) Pemahaman memadai atas kendali intern harus diperoleh unutk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
(c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang
diaudit.
23
c) Standar Pelaporan
(a) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
(b) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
(c) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
(d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh auditor.
Dari empat standar audit yang telah disebutkan di atas, peneliti mengambil
standar audit APFP sebagai fokus penelitian dengan alasan;
1. Aparat pengawasan pemerintah baik aparat pengawasan eksternal maupun
internal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mengacu pada peraturan
24
perundang-undangan yang berlaku. Standar APFP merupakan salah satu
peraturan di bidang pengawasan yang dikeluarkan oleh BPKP berdasarkan
Keputusan Kepala BPKP Nomor Kep-378/K/1996 tanggal 30 Mei 1996 dan
berlaku untuk seluruh aparat pengawasan internal pemerintah termasuk
Inspektorat Jenderal Depdiknas sampai dengan saat penelitian masih
menggunakan standar APFP.
2. Standar APFP ditinjau dari segi materinya cukup komprehensif karena telah
mengakomodir standar audit non pemerintah yaitu Standar Profesional Akuntan
Publik yang dikeluarkan oleh IAI, kemudian dilakukan modifikasi baik berupa
penambahan maupun penyesuaian dengan pelaksanaan audit di bidang
pemerintah.
II. 2. Auditing dan Jenis Audit
II.2.1 Auditing
Terdapat beberapa definisi tentang auditing yang dikemukan oleh para pakar,
antara lain; auditing adalah ”suatu proses sistemik dan obyektif dari penyediaan dan
evaluasi bukti-bukti yang berkenaan dengan pernyataan (assertion) tentang kegiatan
dan kejadian ekonomi guna memastikan derajat atau tingkat bubungan antara
pernyataan tersebut dengan kriteria yang ada serta mengomunikasikan hasil yang
diperoleh itu kepada pihak-pihak yang berkepentingan” (Indra Bastian,2007)
Sementara dalam Modul Diklat Auditing, BPKP (2001;2) merangkup
pengertian mengenai auditing ” proses kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan
25
tingkat kesesuaian antara suatu kondisi yang menyangkut kegiatan dari suatu entitas
dengan kreterianya, dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independent dengan
mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti pendukungnya secara sistematis,
analistis, kritis dan selektif, guna memberikan pendapat atau simpulan dan
rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
Arens, Elder dan Beasley, (2003;15) memberi difinisi auditing “Auditing is
the accumulation and evaluation of evidence abuot information to determine and
report on the degree of correspondence between the information and established
criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.
Proses audit dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar II.1
Audit atas Penerimaan Pajak
Informasi
Seorang yang
kompeten dan
independen
Auditor
Pengumpulan dan
pengevaluasian
bukti-bukti
Menguji cek-cek yang
dibatalkan serta catatancatatan pendukung
Formulir pajak
yang telah diisi
oleh wajib pajak
Menguji kesesuian antara
criteria yang telah
ditetapkan
Internal Reveneu
Code serta semua
interpretasinya
Laporan atas
temuan audit
Laporan atas
kekurangan
pembayaran
pajak
26
II.2.2. Jenis Audit
Arens, Elder dan Beasley, (2003;19) membagai jenis audit menjadi tiga tipe
audit, yaitu Operational audit, Compliance audit dan Financial statement audit.
Audit operasional adalah tinjauan atas bagian tertentu dari prosedur serta metode
operasional organisasi tertentu yang bertujuan mengevaluasi efisiensi serta
efektivitas prosedur serta metoda tersebut. Audit kepatuhan adalah menentukan
apakah auditan telah mengikuti prosedur, tata cara, serta peraturan yang dibuat oleh
otoritas yang lebih tinggi. Sedangkan audit atas laporan keuangan dilaksanakan
untuk menentukan apakah seluruh laporan keuangan (informasi yang diuji) telah
dinyatakan sesuai dengan kreteria tertentu. Umumnya, kreteria tersebut adalah
pernyataan standar akuntansi keuangan, walaupun merupakan hal yang umum untuk
melaksanakan audit atas laporan keuangan yang dibuat dengan metode akuntansi
lainnya yang cocok bagi organisasi tersebut. Untuk memudahkan memahami ketiga
tipe audit tersebut diberikan contoh seperti dalam tabel berikut:
Tabel II.1
Examples of the Three Types of Audit
Type of
Audit
Operational
audit
Example
Information
Established
Creteria
Company
standards
for
efficiency
and
effectiveness
in
payroll department
Evaluate whether Number of payroll
the computerized records processed in a
payroll processing month, costs of the
for subsidiary H is departement,
and
operating efficiently number of errors made
and effectively
Compliance Depermine whether Company records
Loan
agreement
audit
bank requirements
provisions
for
loan
continuation have
been met
Financial
Annual audit of
Boeing’s
financial Generally accepted
statement
Boeing’s financial
statement
accounting
audit
statements
principles
Sumber : Arens, Elder dan Beasley, Auditing and Assurance Service, 9nded.
Available Evidence
Error reports, payroll
records, and payroll
processing cost
Financial statements
and calculations by
the auditor
Documents, records,
and outside sources of
evidence
27
Menurut Indra Bastian (2007;43), jenis audit meliputi audit keuangan
(financial audit), audit kepatuhan (compliance audit), audit kinerja (performance
audit) dan audit investigasi (spesial audit). Audit keuangan meliputi audit atas
laporan keuangan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan.
Audit kinerja adalah pemeriksaan secara objektif dan sistemik terhadap
berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas
kinerja entitas atau program/kegiatan pemerintah yang diaudit. Audit kinerja
mencakup audit tentang ekonomi, efisiensi dan program.
Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, yang
tidak dibatasi periodenya, dan lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban
yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang,
dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat
penyimpangan wewenang yang ditemukan.
Sesuai Peraturan BPK No. 01 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara, disebutkan bahwa
Pemeriksa atau auditor dapat melakukan
pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan keuangan bertujuan
untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan
prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia atau basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara
yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi, dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
28
efektifitas. Di dalam melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta kendali intern.
Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai
macam bukti, untuk dapat melakukan penlaian secara independen atas kinerja entitas
atau program kegiatan yang diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi
yang berguna untuk meningkatkan kinerja suatu program dan memudahkan
pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan
mengambil tindakan koreksi serta meningkatkan pertanggung jawaban publik.
Pemeriksaan
kinerja
disebut
juga
pemeriksaan
operasional
(audit
operasional) yang menurut publikasi Institute of Internal Auditors (IIA) yang dikutip
oleh Amin Widjaja Tunggal adalah sebagai barikut : ”Operational Auditing adalah
suatu proses yang sistematis dari penilaian efektivitas, efisiensi dan ekonomisasi
operasi suatu organisasi yang di bawah kendali manajemen dan melaporkan kepada
orang yang tepat mengenai hasil penilaian beserta rekomendasi untuk perbaikan.”
(Amin Widjaja Tunggal,2000)
Sementara itu pengertian audit operasional menurut Sukrisno Agoes
menyatakan bahwa : ”Manajemen audit disebut juga sebagai operational audit,
function audit, system audit, adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi
suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang
telah ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut
sudah dilakukan dengan efektif, efisien dan ekonomis.” (Sukrisno Agoes, 2000)
29
II.2.2. Jenis Audit di Itjen Depdiknas
Terdapat empat jenis audit yang dilakukan oleh Itjen Depdiknas, yaitu; Audit
Kinerja Perguruan Tinggi, Audit Komprehensif, Audit Khusus, dan Audit
Operasional Dana Dekonsentrasi. Sebagai pedoman untuk melaksanakan tugas audit
tersebut, telah dikeluarkan Putusan Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan
Nasional Nomor : Kep.315/B/U.KP.2007 tanggal 5 Nopember 2007 tentang
Petunjuk Teknis Audit Kinerja Perguruan Tinggi, Audit Komprehensif, Audit
Khusus, Audit Operasional Dana Dekonsentrasi dan Petunjuk Teknis Pelayanan
Pengaduan Masyarakat. Dalam petunjuk teknis tersebut disebutkan definisi dan
pengertian masing-masing audit, yaitu :
Audit Kinerja merupakan kegiatan evaluasi atau kegiatan mengukur dan
menilai tingkat efisiensi serta efektivitas suatu organisasi. Istilah kinerja dipadankan
dengan unjuk kerja atau prestasi kerja yang sepadan dengan performance yang
bermakna prestasi, pertunjukan, dan pelaksanaan tugas. Sementara penilaian kinerja
diartikan sebagai penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi dan personelnya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya, atau hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan
dengan standar, target/sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Audit komprehensif
merupakan audit untuk menilai keterlaksanaan
program/kegiatan dan sumberdaya yang digunakan secara komprehensif yang
meliputi, Sumber Daya Manusia (SDM), keuangan, sarana prasarana dan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya (substansi)
30
Audit khusus merupakan kegiatan pemeriksaan/audit sebagai tindak lanjut
dari laporan pemeriksaan komprehensif, kinerja, laporan masyarakat, inspeksi
mendadak, pengawasan tematik, dan hasil desk audit, dengan maksud untuk
membuktikan apakah masalah yang ditemukan atau dilaporkan terbukti melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada aspek keuangan audit
khusus ditujukan untuk membuktikan masalah yang diadukan atau ditemukan
mengandung unsur tindak pidana umum atau tindak pidana korupsi yang merugikan
keuangan negara.
Audit operasional dana dekonsentrasi merupakan kegiatan menguji dan
menilai pertanggungjawaban penyelenggaraan dana dekonsentrasi yang dilaksanakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
II. 3. Kinerja
Istilah kinerja dipadankan dengan unjuk kerja atau prestasi kerja yang dalam
bahasa inggris sering disebut performance yang maknanya prestasi, pertunjukan, dan
pelaksanaan tugas. Kinerja juga diartikan sebagai hasil kerja selama periode tertentu
dibandingkan dengan standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu” (John Soeprianto,1988).
Pengukuran Kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik
dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikatorindikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut tidak
terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran
31
atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap
penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan.
Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Kinerja dapat diukur melalui beberapa indikator yaitu:
a. Produksi (production), yaitu kemampuan untuk
menghasilkan jumlah dan
kualitas keluaran.
b. Efektifitas (Efective) , adalah keberhasilan
auditor dalam mencapai tujuan
sesuai sasaran yang telah direncanakan, juga berarti menyelesaikan tugas sesuai
waktu yang telah ditentukan.
c. Efisiensi (efficiency), adalah perbandingan keluaran dengan masukan.
d. Keadaptasian
(adaptiveness), adalah kemampuan untuk tanggap terhadap
perubahan internal dan eksternal,
e. Kepuasan (satisfaction), adalah pemenuhan kebutuhan pelanggan
f. Pengembangan
(development),
adalah
kemampuan
untuk
meningkatkan
kapasitasnya. (Michael E. McGill,1986)
II.4.
Hubungan Standar Audit dengan Kinerja Auditor
Standar Audit merupakan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan yang
diperlukan bagi auditor untuk menjamin mutu hasil audit dan konsistensi
pelaksanaan tugas audit.
32
Setiap melakukan audit seorang auditor harus melaksanakan standar yang
ditentukan. Standar audit yang menjadi dasar pelaksanaan audit bagi APFP terdiri
dari lima standar, yaitu standar umum, standar koordinasi dan kendali mutu, standar
pelaksanaan, standar pelaporan dan standar tindak lanjut.
Standar Umum mensyaratkan bahwa seorang auditor harus mempunyai
keahlian dan pelatihan, independensi, kecermatan
profesi dan kerahasiaan.
Sedangkan dalam Standar Koordinasi dan Kendali Mutu seorang auditor harus
mampu membuat program kerja pengawasan, melakukan koordinasi pengawasan,
dan kendali mutu. Dalam pelaksanaan audit auditor harus melakukan dan membuat
perencanaan, supervisi, kendali intern, mencari bukti audit, mentaati peraturan
perundang-undangan, dan membuat kertas kerja audit. Setelah selesai pelaksanaan
audit auditor harus membuat laporan secara tertulis dan segera
serta distribusi
kepada yang berhak. Hasil-hasil temuan tersebut harus dipantau atas penyelesaian
tindaklanjutnya.
Dengan melaksanakan standar audit secara baik dan benar diharapkan kinerja
auditor akan meningkat dan sebaliknya apabila auditor tidak melaksanakan standar
audit maka kinerjanya akan menurun. Pengukuran kinerja menurut Michael E.
McGill (1986:106) dengan indikator Produksi (production), Efektifitas (Efective),.
Efisiensi (efficiency), Keadaptasian (adaptiveness), Kepuasan (satisfaction) dan
Pengembangan (development). Secara sederhana hubungan antara standar audit
dengan kinerja auditor dapat dilihat pada gambar II.2.
33
Gambar II.2
Hubungan standar audit dengan kinerja
INPUT
Standar Audit
• Standar Umum
• Standar Koordinasi dan
Kendali Mutu
• Standar Pelaksanaan
• Standar Pelaporan
• Standar Tindak Lanjut
II.5
PROSES
Pelaksanaan Audit :
• Audit keuangan
• Audit ketaatan
• Audit operasional
OUTPUT
Kinerja Auditor
Diukur dengan :
• Produktivitas
• Efektifitas
• Efisiensi
• Keadaptasian
• Kepuasan
• Pengembangan
Hipotesis
Sesuai dengan kajian teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
a. Pengujian pengaruh
Ho: Tidak terdapat pengaruh secara signifikan pelaksanaan Standar
Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dalam bentuk
standar umum, koordinasi dan kendali mutu, pelaksanaan,
pelaporan dan standar tindak lanjut terhadap kinerja auditor
Inspektorat Jenderal Depdiknas.
Hi : Terdapat pengaruh secara signifikan pelaksanaan Standar Audit
Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dalam bentuk standar
umum, koordinasi dan kendali mutu, pelaksanaan, pelaporan dan
standar tindak lanjut terhadap kinerja auditor Inspektorat Jenderal
Depdiknas.
34
b. Pengujian besarnya pengaruh
Ho : Tidak terdapat perbedaan secara signifikan besarnya pengaruh
pelaksanaan
Standar
Audit
Aparat
Pengawasan
Fungsional
Pemerintah dalam bentuk standar umum, koordinasi dan kendali
mutu, pelaksanaan, pelaporan dan standar tindak lanjut terhadap
kinerja auditor Inspektorat Jenderal Depdiknas.
Hi : Terdapat perbedaan secara signifikan besarnya pengaruh pelaksanaan
Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dalam
bentuk standar umum, koordinasi dan kendali mutu, pelaksanaan,
pelaporan dan standar tindak lanjut terhadap kinerja auditor
Inspektorat Jenderal Depdiknas.
35
Download