bab ι pendahuluan

advertisement
BAB Ι
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai macam obat dikonsumsi manusia untuk menjaga tubuhnya tetap
sehat. Tetapi ada beberapa jenis obat yang bila dikonsumsi memiliki rasa atau
aroma tidak enak sehingga menyebabkan manusia sulit dan tidak ingin
mengkonsumsinya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibuat suatu benda
sediaan padat yang merupakan suatu cangkang dan disebut kapsul. Pada
umumnya kapsul terbuat dari gelatin. Kapsul terdiri dari dua jenis yaitu kapsul
keras
dan
kapsul
lunak.
Kapsul
digunakan
karena
kepraktisan
dan
kenyamanannya untuk mengkonsumsi obat serta dapat menutupi rasa obat seperti
manis, pahit, asam, dan lainnya. Selain itu, kapsul juga dapat menjaga stabilitas
obat karena kapsul menjaga kondisi obat dari pengaruh lingkungan disekitarnya.
Karena kegunaan kapsul yang sangat berguna itulah maka kapsul sangat
dibutuhkan dan membuat produksi kapsul semakin meningkat.
Gelatin merupakan salah satu jenis protein konversi yang diperoleh
melalui proses hidrolisis kolagen dari kulit, tulang dan jaringan serat putih (white
fibrous) hewan. Gelatin termasuk protein yang unik karena mapu membentuk gel
yang thermo-reversible dengan suhu leleh yang dekat dengan suhu tubuh, serta
larut dalam air. Dalam industri makanan, gelatin berfungsi sebagai penstabil,
pengental (tickenner), pengemulsi (emulsifier), pembentuk jeli, pengikat air,
pengendap dan pembungkus makanan (edible coating) (Damanik, 2005). Di
bidang farmasi dan medis, gelatin digunakan sebagai matriks untuk implan pada
pemberian injeksi mikrosfer dan infus intravena (Pollack, 1990). Dalam industri
farmasi, gelatin digunakan pada pembuatan cangkang kapsul keras maupun lunak,
pengembang plasma dan perawatan luka. Gelatin yang rendah kalori digunakan
dalam bahan makanan untuk meningkatkan kadar protein. Gelatin juga digunakan
untuk mengurangi kadar karbohidrat dalam makanan dan diformulasikan untuk
pasien diabetes. Sumber utama gelatin adalah dari tulang dan kulit sapi serta babi.
Produksi gelatin dari bahan baku kulit babi mencapai 46%, kulit sapi 29,4%,
1
2
tulang sapi 23,1% dan sumber lainnya 1,5%, dengan total produksi dunia
mencapai 326000 ton (Karim dan Baht, 2009).
Gelatin sampai saat ini masih merupakan produk impor, statistik tiga tahun
terakhir mencatat bahwa gelatin yang digunakan untuk industri farmasi meningkat
dari tahun 2012-2014 dengan persentase 1,78%. Dengan nilai impor pada tahun
2012 sebesar USS 2.769.600, pada tahun 2013 sebesar USS 2.183.200 dan pada
tahun 2014 sebesar USS 2.869.100 (Anonim, 2015).
Selama kurang lebih empat dasawarsa terakhir, biopolimer seperti
polisakarida dan protein telah dipelajari secara intensif sebagai bahan pengemas
pengganti polimer sintetis. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
potensi protein, polisakarida dan lemak sebagai bahan dasar pembuatan
edibel/biodegradabel film dan kapsul serta mempelajari sifat-sifat yang dihasilkan.
Beberapa biopolimer yang telah diaplikasikan secara komersial sebagai bahan
dasar film/coating dan juga kapsul antara lain (a) gelatin sebagai bahan dasar
kapsul, pelapis suplemen dan obat, serta enkapsulasi flavor, (b) zein untuk bahan
pelapis (coating), (c) kolagen sebagai bahan dasar pengemas (wrap, casing)
produk daging, (d) pati sebagai bahan dasar kapsul, pelapis (coating) permen dan
buah kering, (e) Hidroksi propil metil selulosa (HPMC), Metil selulosa (MC) dan
hidroksi propil selulosa (HPC) untuk pelapis (coating) pelapis suplemen dan
tablet obat, (f) asam lemak sebagai bahan pelapis produk buah dan sayur segar,
(g) lilin (wax) dan schellac sebagai bahan pelapis produk buah dan sayuran segar,
permen, suplemen dan tablet obat (Krochta, 1997).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang
luas dan kaya akan sumber daya alam. Indonesia, kurang lebih dari 70%
wilayahnya terdiri dari laut, yang pantainya memiliki kekayaan akan hasil jenis
sumber hayati dan lingkungan yang potensial dengan panjang pantai ±95.181 km.
Salah satu kekayaan sumber daya alam dari laut adalah rumput laut yang kaya
akan manfaat. Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah
alga atau ganggang. Rumput laut juga merupakan salah satu komoditas penting di
Indonesia. Dengan wilayah perairannya yang subur dan kaya akan nutrisi serta
memiliki karakter wilayah kepulauan yang memberi banyak potensi bagi
3
keberlangsungan usaha budidaya rumput laut yang memerlukan perairan tenang,
hal ini yang menjadi dasar pengambilan kebijakan oleh kementrian kelautan dan
perikanan untuk menggalakkan budidaya rumput laut diberbagai kawasan perairan
Indonesia. Penyebaran rumput laut di Indonesia terdapat hampir diseluruh
perairan Indonesia yaitu dipantai utara dan pantai selatan jawa (Pameungpeuk,
Kepulauan Seribu, dan daerah Pelabuhan Ratu), Lampung, Batam, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan
Maluku, Bali dan Nusa Tenggara khususnya Lombok (Rachmaniar, 1999)
Jenis rumput laut yang bernilai ekonomis penting di Indonesia adalah dari
kelas Rhodophyceae, seperti Gracilaria sp penghasil agar-agar, dan Euchema sp
penghasil karaginan (Winarno, 1996). Karaginan terbagi atas dua fraksi, yaitu
κ-karaginan yang terdapat pada Euchema cottoni dan ι-karaginan yang terdapat
pada Euchema spinosium (Aslan, 1998).
Selain atas dasar potensi perairan Indonesia yang memiliki peluang untuk
mengembangkan budidaya rumput laut, sifat budidayanya yang mudah dan murah
juga menjadi salah satu dasar bagi pemerintah untuk menargetkan Indonesia
menjadi produsen utama kebutuhan rumput laut dunia, maka selanjutnya agar
kemanfaatannya dapat lebih besar dirasakan oleh masyarakat serta untuk
meningkatkan value added dari komoditas ini dilakukan pengembangan dalam
pemanfaatan rumput laut sebagai bahan dasar pembuat kapsul.
Rumput laut jenis Eucheuma cottoni termasuk dalam golongan ganggang
merah (Rhodophyceae) penghasil karaginan. Karaginan merupakan hidrokoloid
yang penting karena memiliki aplikasi yang sangat luas dalam industri pangan dan
nonpangan. Jenis rumput laut ini dikembangkan karena memiliki prospek yang
bagus disamping keuntungan yang baik serta berbagai manfaatnya. Dalam dunia
industri dan perdagangan karaginan mempunyai manfaat yang sama dengan
agar-agar dan alginat. Karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain. Kegunaan karaginan, antara
lain sebagai pengatur kestabilan produk, bahan pengental, pembentuk gel dan
pengemulsi.
4
Pada dasarnya fraksi karaginan ada tiga, yaitu kappa, iota dan lambda
karaginan yang masing-masing dibedakan berdasarkan kandungan 3,6-anhidro-Dgalaktosa dan jumlah serta posisi grup ester sulfatnya (Glicksman, 1983).
Karaginan tipe kappa mempunyai berat molekul rata-rata 154.000, lambda
karaginan sekitar 300.000 dan iota karaginan sekitar 250.000 (Rachmaniar, 1999).
Bahan dasar pembentuk edibel film sangat mempengaruhi sifat-sifat edibel
film itu sendiri. Edibel film yang berasal dari hidrokoloid (karaginan) bersifat
hidrofilik yang memiliki ketahanan yang bagus terhadap gas O2 dan CO2,
meningkatkan kekuatan fisik, namun memiliki ketahanan terhadap uap air yang
rendah. κ-Karaginan bersifat larut dalam air, hal ini disebabkan adanya gugus
–OH dan –OSO3-. Jika dikontakkan dengan larutan yang berisi air, maka jaringan
polimer ini akan terhidrasi yang secara fisis menyerap air membentuk struktur gel
dan kemudian secara pelan-pelan akan terlarut dalam air. Jaringan dengan ikatan
silang fisis (Kara dkk., 2003) seperti ini belum dapat dimanfaatkan untuk
mengontrol pelepasan bahan aktif seperti obat, karena kecepatan hidrasinya tidak
terkontrol, agar karaginan dapat digunakan sebagai hidrogel yang stabil, tidak
mudah larut dalam air, maka struktur karaginan perlu dimodifikasi. Oleh karena
itu untuk membentuk polimer yang lebih kuat κ-karaginan perlu dimodifikasi,
salah satunya dengan cara pembentukan kompleks polielektrolit dengan suatu
polielektrolit yang lebih tahan terhadap air. Kitosan merupakan satu-satunya
polisakarida kationik oleh karena itu, kitosan banyak digunakan untuk membentuk
PEC dengan berbagai jenis polisakarida anionik dan polimer sintetik salah satunya
dengan karaginan.
PEC (polyelectrolyte complex) non stoikiometri dapat dibentuk pada
rentang rasio yang sempit pada kondisi antara lain salah satu komponen harus
memiliki gugus ionik lemah, berat molekul polielektrolit berbeda jauh, dan garam
dengan berat molekul rendah harus ada pada larutan. Kitosan merupakan polimer
bermuatan positif dengan adanya gugus amino dan κ-karaginan merupakan
polisakarida bermuatan negatif dengan adanya gugus sulfat. Daya tarik
elektrostatik antara muatan positif pada kitosan dan muatan negatif pada
5
κ-karaginan dalam larutan dapat mengarah pada pembentukkan kompleks
polielektrolit.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Preparasi κ-karaginan-kitosan menjadi lapis tipis.
2. Mempelajari pengaruh pH terhadap polielektrolit κ-karaginan kitosan.
3. Melakukan karakterisasi dengan FTIR, uji kekuatan mekanik dan analisis
termogravimetri terhadap lapis tipis κ-karaginan kitosan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Memberikan informasi dan wawasan ilmiah bagi masyarakat luas mengenai
manfaat κ-karaginan dari rumput laut sebagai pengganti gelatin.
2. Memberikan informasi mengenai potensi κ-karaginan untuk dijadikan kapsul
keras.
Download