BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Isu Good Corporate Governance (GCG) berkembang pesat di seluruh dunia selama 10 tahun terakhir ini. Masyarakat umum secara intuisi merasakan bahwa isu ini memang penting dan harus hadir di dunia bisnis pada umumnya Namun apa sebenarnya GCG itu masih belum banyak masyarakat yang memahaminya. Hal ini dapat dimengerti karena bahkan para ahli kelas dunia yang berkecimpung dalam masalah GCG ini pun memiliki begitu banyak konsep dan definisi tentang GCG. Pada intinya GCG bukanlah merupakan kepentingan sebuah perusahaan serta para stakeholder terdekatnya belaka, namun juga merupakan urusan para stakeholder perusahaan secara luas yaitu masyarakat nasional dan internasional. Menurut Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG), GCG mengacu kepada: “The process and structure used to direct and manage business and affairs of company towards enhancing business prosperity and corporate accountability with the ultimate objective of realizing long-term shareholder value, whilst taking into account the interest of other stakeholders”. Perusahaan di negara-negara maju telah merasakan betapa besar manfaat yang dapat dipetik setelah menerapkan konsep GCG secara konsisten. Selain kinerja perusahaan terus membaik, harga saham dan citra perusahaan terus terdongkrak. Mengingat saat ini dan masa depan, para stakeholder semakin kritis dan memiliki fungsi kontrol yang sangat kuat atas perusahaan. Para stakeholder, seperti: pemegang saham, karyawan, pemerintah, LSM, konsumen dan masyarakat hanya mau menghargai perusahaan yang dikelola secara transparan dan bertanggung jawab sosial. Perusahaan yang dikelola secara transparan dan bertanggung jawab sosial bukan saja mampu membukukan pendapatan dan laba yang tinggi tetapi juga semakin diburu oleh para investor. 1 Bab I - Pendahuluan 2 Latar belakang kebutuhan atas GCG dapat dilihat dari latar belakang praktis dan latar belakang akademis. Dari latar belakang praktis, dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus melakukan restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929. Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 hingga saat ini. Dari latar belakang akademis, kebutuhan GCG timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agent-nya. Konsep GCG muncul sebagai salah satu reaksi terhadap krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun terakhir. Krisis ekonomi memberikan pelajaran berharga, yaitu munculnya kesadaran bersama bahwa pembangunan yang selama ini begitu pesat ternyata tidak didukung struktur ekonomi yang kuat. Para pengusaha besar menjalankan bisnis secara serampangan dan mengabaikan praktik-praktik bisnis yang sehat, melalui cara-cara kolusi, korupsi dan nepotisme. Disisi lain, kemunculan paradigma ini sebagai bagian konsep ekonomi global, menghendaki dunia usaha lebih memperhatikan hak-hak pemegang saham maupun pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). Investor, perbankan, asosiasi bisnis, pekerja dan masyarakat secara umum menghendaki perusahaan dapat menjalankan usaha secara transparan dan bertanggung-jawab untuk memenuhi tuntutan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Kedua kondisi tersebut yang secara bersama-sama mendorong konsep GCG bukan lagi sekedar wacana tetapi harus segera diimplementasi oleh pelaku usaha di Indonesia. Disamping belum stabilnya kondisi politik, rendahnya kualitas penerapan GCG membuat banyak investor menghindari menanamkan modalnya di Indonesia. Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia. Pelaporan penerapan corporate governance merupakan faktor penting untuk diungkapkan oleh setiap perusahaan. Untuk itu, setiap perusahaan harus membuat pernyataan dalam laporan Bab I - Pendahuluan 3 tahunannya tentang pelaksanaan penerapan pedoman GCG. Dengan demikian, pemangku kepentingan terutama regulator dan investor dapat menilai sejauh mana penerapan pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah dilaksanakan. GCG dapat didefinisikan suatu set aturan main (rules) dan insentif yang digunakan oleh pemegang saham untuk mengarahkan dan mengendalikan manajemen suatu perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan (memaksimumkan keuntungan) dan memaksimumkan franchise value dari perusahaan. Aturan main atau sistem insentif yang digunakan dapat berupa balas jasa (rewards) bagi kinerja yang baik dan penalti berupa penggantian bagi manajer yang bekerja di bawah kinerja. Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep GCG sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat (Sulistyanto & Lidyah, 2002). Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of commissioner) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham. Pengelolaan perusahaan yang belum profesional. Sehingga penerapan konsep GCG di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders. Tuntutan terhadap penerapan prinsip-prinsip GCG merupakan praktik yang sangat diharapkan, mengingat pada dasarnya GCG berlandaskan pada prinsip-prinsip transparansi (transparancy), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility) dan kewajaran (fairness). Dengan penerapan GCG yang konsisten diharapkan akan mampu memperkuat posisi perusahaan dalam menghadapi tantangan dan persaingan serta dapat memanfaatkan setiap peluang yang ada dan pada akhirnya akan memberi nilai tambah (value added) pada perusahaan. Bab I - Pendahuluan 4 GCG merupakan konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor. Penerapan GCG juga mampu melindungi hak-hak para pemegang saham minoritas terhadap kepentingan sepihak pemegang saham mayoritas karena semua kebijakan terkait dengan etika moral yang kemudian semua pengambilan keputusan manajemen akan berujung pada pertanggungjawaban di Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS). Indonesia mulai menerapkan prinsip GCG sejak menandatangani Letter Of Intent (LOI) dengan IMF, yang salah satu bagian pentingnya adalah pencatuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia (YPPMI & SC, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan di tingkat internasional. Namun, walau menyadari pentingnya GCG, banyak pihak yang melaporkan masih rendahnya perusahaan yang menerapkan prinsip tersebut. Masih banyak perusahaan menerapkan prinsip GCG karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yang ada dibandingkan yang menganggap prinsip tersebut sebagai bagian dari kultur perusahaan. Selain itu, kewajiban penerapan prinsip GCG seharusnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas laporan keuangan yang dipublikasikan. Laporan keuangan merupakan media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan. Berbagai riset yang dilakukan oleh lembaga donor seperti IMF dan ADB maupun lembaga-lembaga independen seperti McKinsey & Company dan Political and Economic Risk Cosultancy (PERC) menunjukan kualitas penerapan implementasi GCG masih rendah. IMF mencantumkan pembenahan GCG sebagai Bab I - Pendahuluan 5 salah satu kesepakatan dalam Letter of Intent (LoI) dengan Indonesia. Sedangkan ADB secara khusus memberikan bantuan teknis melalui Komite Nasional Corporate Governance. Riset McKinsey & Company mengenai praktik corporate governance di Asia yang memuat hasil survai tujuh negara Asia, yaitu Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, Thailand dan Indonesia, menempatkan Indonesia di urutan terbawah dalam penerapan GCG dengan skor 1,1. Lebih lanjut menurut McKinsey, investor bersedia membayar premium 27% jika perusahaan di Indonesia bersedia menerapkan GCG. PERC sebuah lembaga riset yang berbasis di Hongkong menempatkan Indonesia sebagai negara terburuk kedua dalam pengelolaan perusahaan dengan skor 8,33 untuk tahun 2001 dan 8,29 untuk tahun 2000 (dimana skor 0 sebagai terbaik dan skor 10 sebagai yang terburuk). Hasil riset tersebut memberikan sinyal bahwa sudah saatnya, perusahaan-perusaaan di Indonesia didorong untuk segera memperbaiki kualitas good corporate governance -nya. Merujuk pada hasil survei Good Corporate Governance 2002 dari Credit Lyonnais SA (CLSA), sebuah perusahaan jasa keuangan global yang bermarkas di Paris, memberikan penilaian bahwa implementasi GCG di Indonesia mengalami penurunan. Posisi Indonesia jelas tidak berada dalam posisi 20 besar dunia, di bawah posisi Singapura dan Malaysia, dua rekan di Asia Tenggara. Singapura mendapatkan skor 7,4 dan Malaysia mendapatkan skor 4,7. Kemudian Indonesia hanya mendapatkan skor 2,9. Ternyata, apabila dibandingkan dengan tahun lalu, implementasi GCG Indonesia menurun. Sebagai catatan, tahun 2001 CLSA mengeluarkan hasil survei yang sama dan Indonesia mendapatkan skor 3,1. Hal ini jauh berbeda apabila dibandingkan dengan Malaysia yang mengalami peningkatan yang signifikan dari 3,7 (2001) menjadi 4,7 (2002). Penelitian sebelumnya dengan judul “Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Going Concern Perusahaan”, dengan studi kasus pada PT Telkom yang dilakukan oleh Hone Ayota Bab I - Pendahuluan 6 (NRP:01.02.137) pada tahun 2005 dari Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi S1 - Universitas Widyatama Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif. Dalam penelitiannya terdapat 2 (dua) variabel penelitian yaitu variabel bebas (independent variable), yaitu Prinsip-prinsip GCG dan variabel tidak bebas (dependent variable), yaitu Going Concern Perusahan. Untuk menguji variabel tersebut, penulis menggunakan instrumen untuk menghimpun dan mengukur data yang telah dikumpulkan. Instrumen yang digunakan pada penelitian tersebut adalah kuesioner. Sedangkan skala pengukuran yang digunakan adalah skala Guttam. Pada penelitian tersebut telah disimpulkan bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip GCG secara efektif dalam kegiatan perusahaan, going concern perusahaan tetap stabil karena going concern perusahaan cenderung tetap baik sebelum maupun setelah perusahaan menerapkan prinsip-prinsip GCG, hipotesis awal yang menetapkan ”Terdapat Pengaruh yang Signifikan antara Penerapan Prinsip-prinsip Going Concern Perusahaan” ditolak yang berati terdapat hubungan yang kurang signifikan antara penerapan prinsip-prinsip GCG dengan going concern perusahaan sebab penulis hanya meneliti satu faktor saja, yaitu dari sudut pandang manajemen sedangkan masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi going concern perusahaan. Satu per satu kasus korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mulai diselidiki dan disidik oleh aparat penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi dan Tim Pemberantasan Korupsi (Timtas Tipikor) yang dikoordinir langsung oleh Presiden. Terakhir, dugaan korupsi terjadi di Bank Mandiri dan PLN yang total kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah. Komitmen BUMN untuk menerapkan GCG masih rendah. Hal itu terbukti dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP), terhadap 16 BUMN selama Oktober 2002 sampai Mei 2003. Audit tersebut merupakan langkah preventif untuk segera memperbaiki kinerja BUMN. Walaupun bukan kesalahan manajemen semata, tetapi juga kultur yang dibangun selama ini. Oleh Bab I - Pendahuluan 7 sebab itu, perlu dilakukan audit agar kekurangan BUMN dapat diperbaiki dan menjadi lebih profesional. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah salah satu dari 10 perusahaan BUMN yang dinilai ‘cukup’ dengan nilai 73,67. Terdapat sekitar 240 indikator yang digunakan dalam mengukur dan menilai pelaksanaan GCG, indikator itu antara lain: komitmen menerapakan GCG, struktur dan proses GCG pada pemegang saham, dewan komisaris, direksi, dan berbagai organ pendukung lainya. Unsur prinsip yang dikedepankan adalah transparansi, akuntabilitas, dan independensi. Pelaksanaan peran komisaris juga menyisakan banyak ruang untuk penyempurnaan, termasuk perhatian terhadap manajemen risiko. Berkaitan dengan tanggung jawab manajemen meningkatkan kinerja perusahaan, sebagian besar BUMN belum terlibat mengembangkan indikator yang memenuhi ukuran kualitas sebagai alat pengukur kinerja . Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil topik sebagai berikut : ‘’PERANAN IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN.” 1.2 Identifikasi Masalah Prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi informasi yang akurat dan menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Secara empiris terbukti bahwa penerapan prinsip GCG dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Maka berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dalam penelitiaan ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi konsep Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan. 2. Bagaimana kualitas laporan keuangan pada perusahaan. 3. Bagaimana peranan implementasi konsep Good Corporate Governance (GCG) terhadap kualitas laporan keuangan pada perusahaan. Bab I - Pendahuluan 8 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk memberi gambaran mengenai penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia pada umumnya, serta pada perusahaan yang BUMN pada khususnya, dan kualitas atas laporan keuangan perusahaan yang telah menerapkan konsep GCG. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui implementasi konsep Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan. 2. Mengetahui kualitas laporan keuangan pada perusahaan. 3. Mengetahui peranan implementasi konsep Good Corporate Governance (GCG) terhadap kualitas laporan keuangan pada perusahaan. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan dari penelitian ini penulis berharap bahwa penelitian ini akan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Adapun penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Dengan melakukan penelitian ini penulis akan lebih dapat memahami penerapan dari teori-teori yang didapat selama di bangku kuliah, terutama yang berkaitan dengan judul yang dipilih. 2. Bagi Emiten (Perusahaan) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada pihak perusahaan publik mengenai peranan peranan implementasi konsep Good Corporate Governance (GCG) terhadap kualitas laporan keuangan sehingga dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dan dapat menjadi sumbangan pemikiran. Bab I - Pendahuluan 9 3. Bagi Pihak Ketiga Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan referensi dan informasi yang bermanfaat, khususnya mengenai topik yang serupa dengan penelitian ini apabila ada yang bermaksud untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 1.5 Kerangka Pemikiran Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua stakeholders menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (YPPMI & SC, 2002). Sehingga penerapan prinsip corporate governance tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor. Sistem tata kelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan atau GCG dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholder. Dengan mengimplementasikan GCG, masyarakat dan stakeholder akan memberikan penilaian apakah insentif atau penalti. Insentif berupa "trust" sedangkan penanti berupa rusaknya image atau reputasi perusahaan atas kualitas implementasi GCG. Terkait dengan penilaian tersebut yang tentunya sangat menentukan kinerja keuangan dalam jangka panjang, dan berharap peran yang lebih besar dari profesi akuntansi secara umum dan internal auditor khususnya. Di tengah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor terkait dengan berbagai kasus manipulasi dan kolusi, maka internal auditor harus melakukan perubahan mindset dan keluar dari kemapanan melalui peningkatan peran yang lebih besar dalam penegakan governance. Bab I - Pendahuluan 10 Sejak diperkenalkan oleh Organization for Economic Co Operation and Development (OECD), prinsip-prinsip corporate governance berikut ini telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di negara masing-masing. Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik ini antara lain: (a) Akuntabilitas (accountability) Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan. (b) Pertanggungan-jawaban (responsibility) Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman operasional bisnis perusahaan. (c) Keterbukaan (transparancy) Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar Bab I - Pendahuluan 11 pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan. (d) Kewajaran (fairness) Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktik-praktik tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan. (e) Kemandirian (independency) Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hakhak stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan. GCG pada dasarnya berlaku untuk semua stakeholders, mulai dari pemegang saham, manajemen (dewan komisaris & direksi), karyawan, dan pelanggan dengan peran dan tanggung jawab yang berbeda. Aplikasi GCG pada BUMN lebih dibutuhkan karena sebetulnya pemegang saham yang riil berupa prinsipal tidak jelas. Kementerian BUMN atau Menteri Keuangan tidak lebih merupakan agent dan bukan pemilik saham yang sebenarnya. Operasionalisasi transparansi, dari akuntabilitas, GCG dilakukan tanggung jawab, berdasarkan fairness, dan prinsip-prinsip independen. Transparansi dibutuhkan supaya potensi salah satu stakeholders untuk melakukan keputusan yang merugikan perusahaan dapat dihilangkan atau diminimalisasi. Karena manajemen diberi wewenang yang independen dalam menjalankan Bab I - Pendahuluan 12 operasional perusahaan, dibutuhkan akuntabilitas terhadap rencana strategis perusahaan yang telah digariskan dalam RUPS. Dalam memberikan insentif fair treatment harus diberikan kepada setiap stakeholders. Bagi pemegang saham, fairness direfleksikan dalam return yang memadai, sedangkan bagi manajemen dan karyawan berupa proteksi atas pekerjaan dan balas jasa, dan bagi pelanggan adalah harga yang fair dan kualitas pelayanan yang baik. Untuk menjamin proses di atas, manajemen diberi independensi dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Sedangkan untuk perusahaan publik, guna memproteksi kepentingan pemilik minoritas atau masyarakat umum diangkat komisaris independen. Pengangkatan komisaris independen diharapkan mampu memberikan penilaian yang independen dan obyektif terhadap rencana strategis perusahaan dan operasionalisasi kegiatan sehari-hari perusahaan. Oleh karena itu, dalam konsep GCG komisaris independen juga diminta menjadi ketua komite audit atau komite risk management. Prinsip GCG mengatur hak dan kewajiban masing-masing stakeholders, termasuk proteksi terhadap jabatan yang dipangku. Aturan main dalam menilai kinerja manajemen (dewan komisaris & direksi) diatur dalam kontrak kinerja. Manajemen BUMN akan diberi kontrak manajemen sehingga balas jasa dan penalti yang diberikan oleh pemerintah akan didasarkan pada kinerja BUMN yang bersangkutan. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan. Penerapan prinsip GCG seharusnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi. Setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa, laporan akhir pun disajikan dalam nilai uang. Transaksi yang tidak dapat dicatat dengan nilai uang, tidak akan terlihat dalam laporan keuangan. Karena itu hal-hal Bab I - Pendahuluan 13 yang belum terjadi dan masih berupa potensi, tidak tercatat dalam laporan keuangan. Dengan demikian laporan keuangan merupakan informasi historis, tetapi guna melengkapi analisis untuk proyeksi masa depan perusahaan. Informasi kualitatif dan informasi-informasi yang lain yang sejenis perlu ditambahkan. Melalui laporan keuangan secara periodik dilaporkan informasi penting mengenai suatu perusahaan yang berupa: 1. Informasi mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal perusahaan. 2. Informasi mengenai perubahan-perubahan dalam sumber-sumber ekonomi netto atau kekayaan bersih (modal = aktiva dikurangi kewajiban), yang timbul dari aktivitas-aktivitas usaha perusahaan dalam rangka memperoleh laba. 3. Informasi mengenai hasil usaha perusahaan yang dapat dipakai sebagai dasar untnk menilai dan membuat estimasi (perkiraan) tentang kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. 4. Informasi mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban yang disebabkan oleh aktivitas pembelanjaan dan investasi. 5. Informasi penting lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan seperti halnya kebijakan akuntansi yang dianut oleh perusahaan. Adapun pokok tujuan kualitatif dari suatu laporan keuangan yaitu : relevan, dapat dimengerti, dapat diuji kebenarannya, netral, tepat waktu, dapat diperbandingkan, dan lengkap. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka penulis mengajukan sebuah hipotesis : ”Peranan implementasi prinsip Good Corporate Governance (GCG) tersebut dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan.” Bab I - Pendahuluan 14 Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran Good Corporate Governance (GCG) Prinsip - Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Akuntabilitas Pertanggunganjawaban Keterbukaan Kemandirian Kewajaran Laporan Keuangan Tujuan Kualitatif Laporan Keuangan Relevan Dapat Dimengerti Kehandalan Dapat Diperbandingkan Bab I - Pendahuluan 15 1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Metode Yang Digunakan Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode studi kasus dengan deskriptif analitik kualitatif, yaitu metode yang melihat dan menggambarkan lingkungan atau keadaan yang tampak nyata dalam perusahaan dengan cara mengumpulkan, menyajikan dan menganalisis data sehingga diperoleh gambaran yang jelas atas objek yang diteliti, agar dapat diambil suatu simpulan. 1.6.2 Operasional Variabel Sesuai dengan judul skripsi yang dipilih, yaitu : “Peranan Implementasi Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan”, maka terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu : 1. Variabel bebas (independent variable), suatu variabel digolongkan sebagai variable bebas apabila dalam hubungannya dengan variabel lain, variabel tersebut berfungsi untuk mempengaruhi keadaan variabel lain, atau menjadi sebab terhadap terjadi atau tidaknya sesuatu. Dalam hal ini dapat diidentifikasikan yang menjadi variabel bebas (X) adalah “ Implementasi Good Corporate Governance (GCG) di Dalam Perusahaan”. Indikatornya adalah: a. Transparansi b. Akuntabilitas c. Pertanggungjawaban d. Kewajaran e. Kemandirian 2. Variabel terikat (dependent variable), suatu variabel digolongkan sebagai variabel terikat apabila keadaan variabel tersebut dipengaruhi oleh variabel yang menjadi akibat terjadinya sesuatu, karena adanya variabel bebas. Dalam hal ini yang menjadi variabel terkait (Y) adalah “Kualitas Laporan Keuangan”. Bab I - Pendahuluan 16 Indikatornya adalah: a. Dapat Dipahami b. Relevan c. Kehandalan d. Dapat Diperbandingkan 1.6.3 Teknik Pengumpulan Data Sedangkan pengumpulan data primer dan sekunder menggunakan : 1. Riset Lapangan (Field Research) Riset ini dilakukan dengan menggunakan pertanyaan (kuesioner) untuk mendapatkan data primer sebagai bahan yang dimaksud dengan daftar pertanyaan adalah alat komunikasi antara peneliti dengan yang diteliti (responden) yang dibagikan oleh peneliti untuk diisi oleh responden). a. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten atau yang berwenang terhadap permasalahan yang diteliti. b. Kuesioner, yaitu suatu lembar isian yang didalamnya berisi pertanyaan dan pernyataan. c. Observasi, yaitu kegiatan pengamatan di lapangan secara langsung atas objek yang diteliti, untuk mengetahui tentang pelaksanaan yang sebenarnya. 2. Riset Kepustakaan (Library Research) Riset ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku wajib (literature) dan bacaan-bacaan lainnya yang berkaitan dengan laporan keuangan, serta mengenai GCG, untuk mendapatkan landasan teorinya. Bab I - Pendahuluan 17 Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengolahan dan analisis dimana data primer dibandingkan dengan kriteria-kriteria yang telah disusun guna melaksanakan pengujian hipotesis. Dari hasil pengujian, ditarik kesimpulan, apakah data tersebut dapat mendukung hipotesis yang ditentukan atau tidak. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten atau yang biasa disingkat dengan PLN DJBB yang berlokasi di Jl. Asia Afrika No. 63 Bandung. Waktu penelitian dimulai pada bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008.