dampak kebijakan ekonomi terhadap ekspor

advertisement
IV.
4.1.
METODE PENELITIAN
Perumusan Model
Model dapat diartikan sebagai suatu penjelasan dari fenomena nyata
sebagai suatu sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Suatu
model merupakan representasi atau penyederhanaan dari fenomena aktual yang
ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan
bahwa model suatu komoditas merupakan penjelasan formal dari suatu pasar
domestik dan industri yang mencakup masalah ekonomi, kebijakan dan
kelembagaan.
Model ekonometrika menggambarkan hubungan masing-masing peubah
penjelas (explanatory variables) terhadap peubah endogen (dependent variables)
khususnya menyangkut tanda dan besaran dari penduga parameter sesuai dengan
harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria
ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dapat dilihat dari
derajat ketapatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2)
serta nyata secara statistik sedangkan kriteria ekonometika menetapkan apakah
suatu taksiran memiliki sifat seperti unbiasedness, sufficiency, efficiency. Statistik
DW adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji
taksiran yaitu menguji validitas dari asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis,
1977).
Untuk menyederhanakan fenomena tersebut dikenal bentuk model aljabar.
Model aljabar merupakan suatu model yang merepresentasikan keadaan dunia
nyata atau fenomena dengan menggunakan sistem persamaan.
54
Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditentukan, maka model
dirumuskan dalam bentuk persamaaan simultan yang terdiri atas 44 persamaan
struktural dan 18 persamaan identitas seperti yang terlihat pada Gambar 12 model
ekonometrika industri kelapa sawit dan karet Indonesia yang dikembangkan
dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari model-model sebelumnya yang
dikembangkan oleh Susila et al. (2000) untuk kelapa sawit dan kopi. Susila et al.
(1998) untuk minyak sawit.
Berdasarkan Gambar 12, maka model tersebut secara sederhana dapat
dibagi kedalam 4 blok yang terdiri atas:
1. Blok Indonesia
2. Blok importir utama
3. Blok dunia sebagai penghubung antara blok Indonesia dan blok
importir utama
4. Blok sisa dunia, selain blok dunia, blok Indonesia dan blok importir
utama Indonesia.
4.1.1. Blok Indonesia
4.1.1.1.Luas Areal Tanaman Menghasilkan
Harga riil domestik komoditi tanaman perkebunan (kelapa sawit dan karet)
tingkat suku bunga dan upah adalah faktor yang menentukan pengusaha untuk
melakukan investasi melalui ekstensifikasi. Perilaku produksi komoditi tanaman
perkebunan dianalisis melalui respon areal dan produktivitasnya. Respon areal
dibedakan berdasarkan kelompok pengusahaan perkebunan. Persamaan luas areal
tanam dapat dirumuskan sebagai berikut:
55
Luas Areal TM
Sisa Dunia
Permintaan Output
Permintaan
Industri Lain
Permintaan
Industri
Domestik
Konsumsi
Domestik
Impor
Jumlah Penduduk
Sisa Dunia
Produksi Output
Konsumsi
Sisa Dunia
Harga Output
Blok Sisa Dunia
Produksi Sisa
Dunia
Ekspor Sisa
Dunia
Impor Sisa
Dunia
GDP Negara I
Jumlah
Penduduk
Negara i
Konsumsi
Negara i
Konsumsi
Dunia
Produksi
Dunia
Impor
Negara i
Impor Dunia
Ekspor
Produksi
Harga Ekspor
Nilai Tukar
Ekspor Dunia
Harga Komoditi
Lain
Tingkat Suku
Bunga
Stok Dunia
Pajak Ekspor
Produktivitas
Teknologi
Harga
Domestik
Komoditi
Nilai Tukar
Negara I
Upah TK
Harga Dunia
Harga Pupuk
Peubah Endogen
Peubah Eksogen
Luas Areal
TM
Blok Indonesia
Blok Dunia
55
5
Gambar 12 Model Ekonometrika Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia
Blok Importir
56
Luas Areal Tanam Kelapa Sawit:
(P.01a)
-
Koefisien yang diharapkan adalah:
Luas Areal Tanam Karet:
-
(P.01b)
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
= luas areal tanam menghasilkan kelapa sawit pada
perkebunan i (perkebunan rakyat=1, perkebunan negara
= 2, dan perkebunan besar swasta= 3) tahun ke t (ribu ha)
= luas areal tanam mengahasilkan karet tahun ke t (ribu ha),
HCPORt-3
= lag 3 tahun dari harga riil CPO domestik (Rp/kg),
HRETRt-3
= lag 3 tahun dari harga riil karet domestik (Rp/kg),
INTRRt-3
= lag 3 tahun dari tingkat suku riil bunga bank (%),
HPUKRt
= harga pupuk riil pada tahun ke t (Rp/kg),
UPAHRt
= tingkat upah riil disektor pertanian tahun ke t (Rp),
= teknologi yang diproksi melalui trend waktu,
-
= lag dari
,
57
-
= lag dari
.
4.1.1.2.Produktivitas
Produktivitas komoditi tanaman perkebunan dapat dipengaruhi oleh
kuantitas dan kualitas input yang digunakan, teknologi produksi, agroklimat, dan
tingkat penerimaan yang diharapkan. Dalam perumusan persamaaan produktivitas
dalam penelitian ini, kualitas dan kuantitas penggunaan input diproksi melalui
harga-harga input tersebut (tingkat suku bunga harga pupuk, dan tingkat upah),
penerimaan diproksi melalui harga output, dan teknologi diproksi melalui trend
waktu. Persamaaan produktivitas masing masing komoditi dapat ditulis sebagai
berikut:
Produktivitas Kelapa Sawit (CPO)
(P.02a)
Koefisien yang diharapkan adalah:
Produktivitas Karet
(P.02b)
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
= produktivitas sawit tahun ke t (ton/ha),
= produktivitas karet tahun ke t (ton/ha),
= lag dari
,
58
= lag dari
.
4.1.1.3.Produksi
Melalui pendekatan luas areal dan produktivitas, produksi masing masing
komoditi dapat diperoleh dari perkalian luas areal tanam dan produktivitas.
Sehingga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Produksi Kelapa Sawit (CPO)
∑
(P.03a)
Produksi Karet Alam
∑
(P.03b)
dimana:
QCPOt
= produksi sawit tahun ke t (ribu ton),
QRETt
= produksi karet tahun ke t (ribu ton).
4.1.1.4.Ekspor Crude Palm Oil dan Karet Alam
Persamaan
ekspor
masing-masing
komoditi
tanaman
perkebunan
dirumuskan secara agregat tanpa membedakan negara tujuan. Hal ini
dimaksudkan agar model dapat menerangkan secara maksimal perubahanperubahan yang terjadi di pasar dunia. Persamaan ekspor masing-masing komoditi
adalah sebagai berikut:
Ekspor Kelapa Sawit (CPO)
-
Koefisien yang diharapkan adalah:
(P.04a)
59
Ekspor Karet Alam
-
(P.04b)
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
XCPOt
= ekspor CPO Indonesia pada tahun ke t (ribu ton),
XRETt
= ekspor karet alam Indonesia pada tahun ke t (ribu ton),
XCPOt-1
= lag dari XCPOt.
4.1.1.5.Permintaan Domestik
Produksi domestik dari masing-masing komoditi tanaman perkebunan
(kelapa sawit dan karet) sebahagian dialokasikan untuk konsumsi domestik
sebahagian lagi untuk tujuan ekspor. Konsumsi domestik sebagian besar diserap
oleh industri. Konsumsi minyak sawit (CPO) sebagian besar diserap oleh industri
minyak goreng sebagian lagi diserap oleh industri oleokimia, industri margarin,
industri kosmetika, dan sabun. Sedangkan konsumsi karet alam sebagian besar
diserap oleh industri ban sebagian lagi oleh industri lain seperti sarung tangan, dan
alat-alat kesehatan. Dengan demikian permintaan domestik dari masing-masing
komoditi dapat dituliskan sebagai berikut:
Permintaan CPO Domestik
(P.05a)
Permintaan Karet Domestik
(P.05b)
dimana:
60
DDCPO t
= permintaan CPO domestik tahun ke t (ribu ton),
DDRET t
= permintaan karet alam domestik tahun ke t (ribu ton),
DCPOMG t
= permintaan CPO oleh industri minyak goreng domestik
tahun ke t (ribu ton),
DRETIBt
= permintaan karet alam oleh industri ban domestik tahun
ke t (ribu ton),
DCPOLt
= permintaan CPO oleh industri lainnya tahun ke t (ribu
ton),
DRETILt
= permintaan karet alam oleh industri lainnya tahun ke t
(ribu ton).
Sebagai bahan baku untuk industri, permintaan terhadap komoditi (CPO
dan karet) dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand)
yaitu melalui fungsi keuntungan. Permintaan industri domestik terhadap masing
masing komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Permintaan CPO Industri Minyak Goreng Domestik
-
(P.06a)
Koefisien yang diharapkan adalah:
Permintaan Industri Ban Domestik
-
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
(P.06b)
61
HMGDRt
= harga minyak goreng sawit domestik tahun ke t (Rp/kg),
HBANRt
= harga ban domestik tahun ke t (Rp/pcs),
DCPOMGt-1 = lag dari DCPOMGt,
DRETIBt-1
= lag dari DRETt.
4.1.1.6.Harga Domestik
Komoditi tanaman perkebunan ini ditujukan untuk ekspor sehingga
perubahan harga dunia akan berpengaruh kepada harga domestik. Harga dunia
secara teoritis akan mampu merangsang kenaikan jumlah yang diekspor, hal ini
disebabkan peningkatan harga ekspor di negara eksportir akan merangsang
eksportir memperbesar ekspornya, sehingga kuantitas di pasar domestik menjadi
berkurang dan merangsang kenaikan harga domestik. Persamaan harga domestik
dari masing-masing komoditi adalah sebagai berikut:
Harga CPO Domestik:
-
(P.07a)
Koefisien yang diharapkan adalah:
Harga Karet Domestik:
-
(P.07b)
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
PCPOR t
= harga ekspor CPO tahun ke t (US$/ton),
62
PRETR t
= harga ekspor karet tahun ke t (US$/ton),
ERR t
= nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar tahun ke t,
HCPOR t-1
= lag dari HCPOR t (Rp/kg),
HRETR t-1
= lag dari HRETR t (Rp/kg).
4.1.1.7.Harga Ekspor
Dalam menjaga kecukupan pasokan bahan baku industri domestik,
pemerintah melakukan berbagai instrumen kebijakan di antaranya adalah pajak
ekspor. Sesuai dengan teori yang diuraikan terdahulu, pemberlakuan pajak ekspor
akan menyebabkan harga yang diterima oleh produsen menjadi lebih rendah dari
harga dunia. Di samping dipengaruhi pajak ekspor harga ekspor masing-masing
komoditi dipengaruhi oleh harga komoditi tersebut di pasar internasional/dunia,
dan harga ekspor tahun sebelumnya. Oleh karena itu persamaan harga ekspor
untuk setiap komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Harga ekspor CPO Indonesia
-
(P.08a)
Koefisien yang diharapkan adalah:
Harga ekspor karet Indonesia
-
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
TCPO t
= pajak atas ekspor CPO Indonesia tahun ke t (%),
(P.08b)
63
PWCPO t
= harga CPO di pasar dunia tahun ke t (cif. Rotterdam,
US$/ton),
PCPOR t-1
= lag dari PCPOR t (US$/ton),
PRETR t-1
= lag dari PRETR t (US$/ton),
PWRET t
= harga karet di pasar dunia tahun ke t (cif. NewYork,
US$/ton).
4.1.2. Blok Importir Utama Indonesia
Negara importir utama adalah negara negara yang paling banyak
mengimpor CPO dan karet alam dari Indonesia dibandingkan dengan negaranegara lainnya.Negara pengimpor utama CPO Indonesia adalah, India China,
Belanda, Amerika Serikat, dan Jerman. Sedangkan negara pengimpor utama karet
alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, China, Singapore, dan Korea
Republik.
Dalam blok importir utama Indonesia persamaan-persamaan yang
dibangun meliputi persamaan impor dan konsumsi. Walaupun tia-tiap negara
memiliki fenomena yang mungkin berbeda-beda antara satu negara dan negara
lainnya, namun dalam membentuk persamaan diasumsikan sama.
Persamaan Impor dan Konsumsi Negara Pengimpor CPO Indonesia.
-
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
(P.09a)
(P.10a)
64
CPOM t
= jumlah impor CPO negara n pada tahun ke t (ribu ton),
CPOCt t
= jumlah konsumsi CPO negara n pada tahun ke t(ribu ton),
GDP t-1
= pendapatan perkapita negara n pada tahun ke t (USD),
CPOM t-1
= lag dari CPOM t,
CPOC t-1
= lag dari CPOCt t,
n
= negara importir CPO Indonesia (India China, Belanda).
Persamaan Impor dan Konsumsi Negara Pengimpor Karet Indonesia
-
(P.09b)
(P.10b)
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
RETM t
= jumlah impor karet negara n pada tahun ke t (ribu ton),
RETC t
= jumlah konsumsi karet negara n pada tahun ke t(ribu ton),
PDK t-1
= jumlah penduduk negara n pada tahun ke t (juta jiwa),
RETM t-1
= lag dari RETM t,
RETC t-1
= lag dari RETC t,
n
= negara importir karet alam (Amerika Serikat, Jepang,
China).
4.1.3. Blok Dunia
Blok dunia merupakan penghubung antara blok Indonesia dengan blok
importir terdiri atas dua persamaan struktural dan empat persamaan identitas.
Persamaan-persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
65
Blok Dunia Untuk Komoditi CPO
Persamaan Harga CPO Dunia
-
(P.11a)
Persamaan Stok CPO Dunia
-
(P.12a)
Persamaan Produksi CPO Dunia
(P.13a)
Persamaan Konsumsi CPO Dunia
∑
(P.14a)
Persamaan Ekspor CPO Dunia
(P.15a)
Persamaan Impor CPO Dunia
∑
(P.16a)
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
WCPOPRt
= harga CPO dunia tahun ke t (US$/ton),
WCPOM t
= jumlah impor dunia tahun ke t (ribu ton),
WCPOX t
= jumlah ekspor CPO dunia tahun ke t (ribu ton),
WCPOC t
= jumlah konsumsi CPO dunia tahun ke t (ribu ton),
WCPOS t
= jumlah stok CPO dunia tahun ke t (ribu ton),
RWQCPO t
= jumlah produksi CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
RWCPOC t
= jumlah konsumsi CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
66
RWCPOX t
= jumlah ekspor CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
RWCPOM t
= jumlah impor CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
WCPOM t-1
= lag dari WCPOM t,
WCPOX t-1
= lag dari WCPOX t,
WCPOC t-1
= lag dari WCPOC t,
WCPOS t-1
= lag dari WCPOS t.
Blok Dunia Untuk Komoditi Karet:
Persamaan Harga Karet Dunia
(P.11b)
Persamaan Stok Karet Dunia
-
(P.12b)
Persamaan Produksi Karet Dunia
(P.13b)
Persamaan Konsumsi Karet Dunia
∑
(P.14b)
Persamaan Ekspor Karet Dunia
(P.15b)
Persamaan Impor Karet Dunia
∑
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
(P.16b)
67
WRETPR t
= harga karet dunia tahun ke t (US$/ton),
WRETM t
= jumlah impor dunia tahun ke t (ribu ton),
WRETX t
= jumlah ekspor karet dunia tahun ke t (ribu ton),
WRETC t
= jumlah konsumsi karet dunia tahun ke t (ribu ton),
WRETS t
= jumlah stok karet dunia tahun ke t (ribu ton),
RWQRET t
= jumlah produksi karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
RWRETC t
= jumlah konsumsi karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
RWRETX t
= jumlah ekspor karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
RWRETM t
= jumlah impor karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton),
WRETM t-1
= lag dari WRETM t,
WRETX t-1
= lag dari WRETX t,
WRETC t-1
= lag dari WRETC t,
WRETS t-1
= lag dari WRETS t.
4.1.4. Blok Sisa Dunia
Blok sisa dunia merupakan blok yang tidak termasuk dalam blok
Indonesia dan blok importir, untuk menggambarkan perilaku pasar komoditi
tanaman perkebunan (CPO dan karet alam ) secara keseluruhan. Persamaan yang
dibangun meliputi persamaan produksi, konsumsi, ekspor, dan impor.
Blok Sisa Dunia untuk Komoditi CPO
Persamaan Produksi CPO Blok Sisa Dunia
-
(P.17a)
Persamaan Konsumsi CPO Blok Sisa Dunia
-
(P.18a)
68
Persamaan Ekspor CPO Blok Sisa Dunia
-
(P.19a)
Persamaan Impor CPO Blok Sisa Dunia
(P.20a)
-
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
RWWITA t
= luas areal kelapa sawit sisa dunia tahun ke t (ribu ha),
RWPDK t
= jumlah penduduk sisa dunia tahun ke t (juta jiwa)
RWQCPO t-1 = lag dari RWQCPO,
RWCPOCt-1
= lag dari RWCPOC,
RWCPOX t-1 = lag dari RWCPOX,
RWCPOM t-1 = lag dari RWCPOM.
Blok Sisa Dunia Untuk Komoditi Karet
Persamaan Produksi Karet Blok Sisa Dunia
-
(P.17b)
Persamaan Konsumsi Karet Blok Sisa Dunia
-
(P.18b)
69
Persamaan Ekspor Karet Blok Sisa Dunia
-
(P.19b)
Persamaan Impor Karet Blok Sisa Dunia
-
(P.20b)
Koefisien yang diharapkan adalah:
dimana:
RWRETA t
= luas areal tanam karet sisa dunia tahun ke t(ribu ha),
RWPDK t
= jumlah penduduk sisa dunia (juta jiwa),
RWQRET t-1 = lag dari RWQRET,
RWRETCt-1
= lag dari RWRETC,
RWRETX t-1 = lag dari RWRETX,
RWRETM t-1 = lag dari RWRETM.
4.2.
Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder dengan
deret waktu dari tahun 1983- 2008 yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Baik
dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan,
Departemen Pertanian, Bank Indonesia, Bank Dunia, FAO, maupun dari
informasi-informasi lain seperti jurnal-jurnal perkebunan, ekonomi, dan hasil
70
penelitian terdahulu serta internet. Data yang digunakan merupakan data tahunan
dan merupakan agregasi secara nasional.
4.3.
Analisis Data
Dalam rangka menjawab permasalahan yang muncul dan tujuan penelitian
yang hendak dicapai dilakukan beberapa tahapan analisis. Adapun tahapan
analisis tersebut mencakup: (1) identifikasi model, (2) metoda pendugaan model,
(3) validasi model, dan (4) simulasi kebijakan ekonomi.
4.3.1. Identifikasi Model
Setelah tahap perumusan model langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis untuk menduga model dalam bentuk persamaan simultan dengan
melakukan identifikasi model (Koutsoyiannis, 1977).
Identifikasi berhubungan dengan masalah estimasi model. Jika suatu
persamaan tidak teridentifikasi (under identified) maka tidak ada teknik
ekonometrika yang dapat dilakukan untuk pendugaan semua parameter. Jika
persamaan teridentifikasi secara tepat (exactly identified, maka teknik yang paling
tepat digunakan adalah Indirect Least Square (ILS), sedangkan jika teridentifikasi
secara berlebihan (over identified) maka berbagai teknik dapat digunakan seperti
Two Stage Least Square (2SLS), Three Stage Least Square (3SLS), Limited
Information Maximum Likehood (LIML), dan Full Information Maximum
Likehood (FIML).
Identifikasi dilakukan dengan dua syarat yaitu: syarat keharusan (Order
Condition) dan syarat kecukupan (rank condition). Syarat keharusan terpenuhi
jika jumlah peubah predeterminan yang dikeluarkan dari persamaan yang
71
diperiksa lebih besar atau sama dengan jumlah peubah endogen yang dimasukkan
kedalam persamaan tersebut dikurangi satu.
Rumusan identifikasi model berdasarkan order condition adalah sebagai
berikut:
K  M   G  1 .................................................................................. (4.1)
dimana:
K
= total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah
predetermined,
M
= jumlah peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam suatu
persamaan tertentu dalam model,
G
= total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen
dalam model.
Jika (K-M) lebih besar dari (G-1).maka suatu persamaan dalam model
teridentifikasi berlebih, Jika (K-M) sama dengan (G-1) maka suatu persamaan
dalam model teridentifikasi secara tepat: Jika (K-M) lebih kecil dari (G-1) maka
suatu persamaan dalam model tidak teridentifikasi.
Sementara itu, syarat kecukupan (rank condition) untuk suatu persamaan
dapat diidentifikasi adalah jika dan hanya jika mungkin membentuk sekurangkurangnya satu determinan tidak nol dari (G-1) susunan dari koefisien-koefisien
struktural peubah yang dikeluarkan dari persamaan yang diperiksa tersebut.
Dalam penelitian ini model yang telah dirumuskan terdiri atas 62
persamaaan untuk kedua komoditi yang meliputi 44 persamaan struktural dan 18
persamaan identitas. Sedangkan jumlah peubah (endogen dan predetermined)
adalah 138 termasuk peubah endogen lag, maka berdasarkan kriteria order
72
condition maka setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over
identified
4.3.2. Metoda Pendugaan Model
Untuk model persamaan simultan dengan kondisi setiap persamaan yang
teridentifikasi terdahulu, maka pendugaan parameternya dapat menggunakan
beberapa metode yang ada seperti 2SLS, 3SLS, LIML, dan FIML
Pemilihan model harus disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk
mendapatkan koefisien peubah dari persamaan struktural secara simultan.
Pendugaan parameter secara simultan akan membantu simulasi kebijakan secara
tepat dan efisien. Metode 3SLS memberikan pendugaan parameter struktural yang
lebih efisien secara asimptotis dibandingkan dengan metode 2SLS, karena dalam
metode 3SLS digunakan informasi penuh berupa penggunaan korelasi unsur galat
dalam persamaan struktural (Intriligator, 1980) tetapi 3SLS sangat sensitif
terhadap perubahan spesifikasi model, di samping itu 3SLS memerlukan data
sampel yang lebih besar dibandingkan dengan metode 2SLS jika semua parameter
strukturalnya diduga pada waktu bersamaan. Jadi Metode yang dipilih untuk
memperoleh nilai parameter dugaan pada model perkembangan ekspor komoditi
tanaman perkebunan Indonesia adalah 2 SLS
Estimasi nilai parameter dalam persamaan-persamaan ekonometrika
tersebut dilakukan dengan menggunakan program SAS/ETS (Statistical Analysis
Econometric Times Series)
Uji korelasi serial dengan menggunakan Durbin-Watson Statistik tidak
valid model persamaan simultan jika model mengandung lagged endogenous
73
variables. Untuk menguji apakah model mengalami korelasi serial atau tidak
digunakan Durbin h statistik (Pindick and Rubinfield, 1991).
T
 DW 
h  1 
............................................................... (4.2)

2  1  T Var  

dimana:
h
= angka Durbin h statistik
T
= jumlah pengamatan contoh
Var  = varians dari koefisien lagges endogenous variables
DW
= nilai statistik Durbin- Watson
Jika nilai Var  lebih besar dari satu, maka uji statistik Durbin h tidak
valid. Jika statistik Durbin h lebih besar dari nilai kritis distribusi normal, maka
model tidak mengalami korelasi.
4.3.3. Validasi Model
Validasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut cukup
valid untuk simulasi kebijakan atau tidak. Dalam validasi model, untuk melihat
keragaman antara kondisi aktual yang akan diisimulasi dengan menggunakan
RMSE (Root Mean Square Percent Error) dan U-Theil (Theil’s Inequqlity
Coefficient) (Pindiyck dan Rubinfield, 1991)
Untuk melihat keeratan arah (slope) antara yang aktual dengan yang
disimulasi dengan R2 (koefisien determinan). Makin kecil RMSE, RMSPE, U,
serta makin besar R2 maka model semakin valid untuk disimulasi. Nilai U berkisar
antara 0 dan 1, jika U=0, maka pendugaaan model adalah sempurna. Sebaliknya
jika U=1, maka pendugaan model naif.
74
Nilai statistik tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
RMSE 
1
n

n  Yt  Yt
s
.................................................................... (4.3)

a 2
t 1
RMSPE=
1
Ys Ya
n   t a t
Yt
t 1 
n



2
................................................................. (4.4)
1
 (Yt s Yt a
n 
 Ya
t 1
t
n
U=
n
n  (Yt s ) 2 
t 1




2
n
n  (Yt a ) 2
t 1
............................................................... (4.5)
Dimana:
Yt s = nilai simulasi dasar
Yt a = nilai actual observasi
n = jumlah periode simulasi
4.3.4. Simulasi Kebijakan Ekonomi
Analisis simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap
peubah-peubah endogen. Analisis simulasi diterapakan pada periode 1994- 2008
karena lebih lengkap dan terjamin. Analisis ini mencakup periode yang sudah
lampau, sehingga simulasi ini dinamakan simulasi historis. Dengan demikian
alternatif kebijakan ekonomi yang disimulasi adalah sebagai berikut:
1.
Dampak penurunan 15 persen tingkat suku bunga. Skenario ini
dimaksudkan sebagai insentif pada subsektor perkebunan, khususnya
kelapa sawit dan karet dalam upaya peningkatan devisa. Permasalahan
75
yang sering mengemuka adalah tingginya tingkat suku bunga. Sedangkan
penurunan tingkat suku bunga 15 persen dianggap cukup realistik.
2.
Dampak peningkatan sebesar 20 persen tingkat upah rata-rata sektor
perkebunan. Upah yang diterima oleh buruh di subsektor perkebunan
selama ini dianggap terlalu rendah dan tidak mampu merangsang
peningkatan produktivitas tenaga kerja. Tingkat upah buruh yang rendah
sering dijadikan sebagai bahan unjukrasa para buruh. Peningkatan upah ini
sebesar 20 persen cukup realistik untuk mengimbangi pertumbuhan ekspor
industri komoditi kelapa sawit dan karet.
3.
Dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar sebesar 40
persen, diharapkan dapat memacu kinerja perekonomian khususnya
ekspor. Hal ini akan menguntungkan industri kelapa sawit dan karet.
4.
Dampak kebijakan penurunan pajak ekspor sebesar 40 persen. Penurunan
pajak ekspor sering menjadi dilema antara kepentingan untuk melindungi
konsumen dalam negeri dan kepentingan untuk memperoleh devisa. Pajak
ekspor yang selama diberlakukan seperti tahun 1984 sampai 1985 dan
tahun 1994 sampai 1996 dirasakan sangat tinggi. Skenario ini mencoba
mengevalusi efek dari alternatif kebijakan menurunkan pajak ekspor
tersebut.
5.
Kombinasi Skenario penurunan suku bunga 15 persen dan kenaikan harga
pupuk sebesar 20 persen. skenario ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan beban yang diterima oleh produsen kelapa sawit dan karet
dengan adanya kenaikan harga pupuk, dengan keringanan memperoleh
tambahan modal melalui kredit.
76
4.3.5. Analisis Perubahan Kesejahteraan
Indikator yang dijadikan sebagai perubahan kesejahteraan masyarakat
adalah surplus produsen, surplus konsumen dan penerimaan pemerintah. Indikator
perubahan kesejahteraan tersebut akan digunakan sebagai dasar evaluasi dan
penentu arah kebijakan yang akan diambil. Analisis perubahan kesejahteraan
tersebut dapat diukur dengan formula sebagai berikut (Manurung, 1993):
a. Perubahan Surplus Produsen =
QPb (HPb- HDs) + ½ (QPb- QPs) (HDb – HDs)
b. Perubahan Surplus Konsumen =
CDb (HDb – HDs) + ½ (CDb- CDs) (HDb- HDs)
c. Perubahan Penerimaan Devisa =
QXs* (XPb - XPs)
dimana:
QP
= total produksi industri komoditi kelapa sawit (ribu ton),
HD
= harga riil industri komoditi kelapa sawit domestik ( Rp/kg),
CD
= total konsumsi industri kelapa sawit domestik (ribu ton),
QX
= total ekspor industri komoditi kelapa sawit Indonesia (ribu ton),
XP
= harga ekspor FOB riil industri komoditi kelapa sawit Indonesia
(US$/ton),
TX
= besarnya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap ekspor komoditi
industri kelapa sawit (persen),
b
= menyatakan nilai simulasi normal,
s
= menyatakan nilai simulasi kebijakan.
Download