IV. 4.1. METODE PENELITIAN Perumusan Model Model dapat diartikan sebagai suatu penjelasan dari fenomena nyata sebagai suatu sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Suatu model merupakan representasi atau penyederhanaan dari fenomena aktual yang ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan bahwa model suatu komoditas merupakan penjelasan formal dari suatu pasar domestik dan industri yang mencakup masalah ekonomi, kebijakan dan kelembagaan. Model ekonometrika menggambarkan hubungan masing-masing peubah penjelas (explanatory variables) terhadap peubah endogen (dependent variables) khususnya menyangkut tanda dan besaran dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dapat dilihat dari derajat ketapatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2) serta nyata secara statistik sedangkan kriteria ekonometika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat seperti unbiasedness, sufficiency, efficiency. Statistik DW adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji taksiran yaitu menguji validitas dari asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977). Untuk menyederhanakan fenomena tersebut dikenal bentuk model aljabar. Model aljabar merupakan suatu model yang merepresentasikan keadaan dunia nyata atau fenomena dengan menggunakan sistem persamaan. 54 Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditentukan, maka model dirumuskan dalam bentuk persamaaan simultan yang terdiri atas 44 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas seperti yang terlihat pada Gambar 12 model ekonometrika industri kelapa sawit dan karet Indonesia yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari model-model sebelumnya yang dikembangkan oleh Susila et al. (2000) untuk kelapa sawit dan kopi. Susila et al. (1998) untuk minyak sawit. Berdasarkan Gambar 12, maka model tersebut secara sederhana dapat dibagi kedalam 4 blok yang terdiri atas: 1. Blok Indonesia 2. Blok importir utama 3. Blok dunia sebagai penghubung antara blok Indonesia dan blok importir utama 4. Blok sisa dunia, selain blok dunia, blok Indonesia dan blok importir utama Indonesia. 4.1.1. Blok Indonesia 4.1.1.1.Luas Areal Tanaman Menghasilkan Harga riil domestik komoditi tanaman perkebunan (kelapa sawit dan karet) tingkat suku bunga dan upah adalah faktor yang menentukan pengusaha untuk melakukan investasi melalui ekstensifikasi. Perilaku produksi komoditi tanaman perkebunan dianalisis melalui respon areal dan produktivitasnya. Respon areal dibedakan berdasarkan kelompok pengusahaan perkebunan. Persamaan luas areal tanam dapat dirumuskan sebagai berikut: 55 Luas Areal TM Sisa Dunia Permintaan Output Permintaan Industri Lain Permintaan Industri Domestik Konsumsi Domestik Impor Jumlah Penduduk Sisa Dunia Produksi Output Konsumsi Sisa Dunia Harga Output Blok Sisa Dunia Produksi Sisa Dunia Ekspor Sisa Dunia Impor Sisa Dunia GDP Negara I Jumlah Penduduk Negara i Konsumsi Negara i Konsumsi Dunia Produksi Dunia Impor Negara i Impor Dunia Ekspor Produksi Harga Ekspor Nilai Tukar Ekspor Dunia Harga Komoditi Lain Tingkat Suku Bunga Stok Dunia Pajak Ekspor Produktivitas Teknologi Harga Domestik Komoditi Nilai Tukar Negara I Upah TK Harga Dunia Harga Pupuk Peubah Endogen Peubah Eksogen Luas Areal TM Blok Indonesia Blok Dunia 55 5 Gambar 12 Model Ekonometrika Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia Blok Importir 56 Luas Areal Tanam Kelapa Sawit: (P.01a) - Koefisien yang diharapkan adalah: Luas Areal Tanam Karet: - (P.01b) Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: = luas areal tanam menghasilkan kelapa sawit pada perkebunan i (perkebunan rakyat=1, perkebunan negara = 2, dan perkebunan besar swasta= 3) tahun ke t (ribu ha) = luas areal tanam mengahasilkan karet tahun ke t (ribu ha), HCPORt-3 = lag 3 tahun dari harga riil CPO domestik (Rp/kg), HRETRt-3 = lag 3 tahun dari harga riil karet domestik (Rp/kg), INTRRt-3 = lag 3 tahun dari tingkat suku riil bunga bank (%), HPUKRt = harga pupuk riil pada tahun ke t (Rp/kg), UPAHRt = tingkat upah riil disektor pertanian tahun ke t (Rp), = teknologi yang diproksi melalui trend waktu, - = lag dari , 57 - = lag dari . 4.1.1.2.Produktivitas Produktivitas komoditi tanaman perkebunan dapat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas input yang digunakan, teknologi produksi, agroklimat, dan tingkat penerimaan yang diharapkan. Dalam perumusan persamaaan produktivitas dalam penelitian ini, kualitas dan kuantitas penggunaan input diproksi melalui harga-harga input tersebut (tingkat suku bunga harga pupuk, dan tingkat upah), penerimaan diproksi melalui harga output, dan teknologi diproksi melalui trend waktu. Persamaaan produktivitas masing masing komoditi dapat ditulis sebagai berikut: Produktivitas Kelapa Sawit (CPO) (P.02a) Koefisien yang diharapkan adalah: Produktivitas Karet (P.02b) Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: = produktivitas sawit tahun ke t (ton/ha), = produktivitas karet tahun ke t (ton/ha), = lag dari , 58 = lag dari . 4.1.1.3.Produksi Melalui pendekatan luas areal dan produktivitas, produksi masing masing komoditi dapat diperoleh dari perkalian luas areal tanam dan produktivitas. Sehingga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Produksi Kelapa Sawit (CPO) ∑ (P.03a) Produksi Karet Alam ∑ (P.03b) dimana: QCPOt = produksi sawit tahun ke t (ribu ton), QRETt = produksi karet tahun ke t (ribu ton). 4.1.1.4.Ekspor Crude Palm Oil dan Karet Alam Persamaan ekspor masing-masing komoditi tanaman perkebunan dirumuskan secara agregat tanpa membedakan negara tujuan. Hal ini dimaksudkan agar model dapat menerangkan secara maksimal perubahanperubahan yang terjadi di pasar dunia. Persamaan ekspor masing-masing komoditi adalah sebagai berikut: Ekspor Kelapa Sawit (CPO) - Koefisien yang diharapkan adalah: (P.04a) 59 Ekspor Karet Alam - (P.04b) Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: XCPOt = ekspor CPO Indonesia pada tahun ke t (ribu ton), XRETt = ekspor karet alam Indonesia pada tahun ke t (ribu ton), XCPOt-1 = lag dari XCPOt. 4.1.1.5.Permintaan Domestik Produksi domestik dari masing-masing komoditi tanaman perkebunan (kelapa sawit dan karet) sebahagian dialokasikan untuk konsumsi domestik sebahagian lagi untuk tujuan ekspor. Konsumsi domestik sebagian besar diserap oleh industri. Konsumsi minyak sawit (CPO) sebagian besar diserap oleh industri minyak goreng sebagian lagi diserap oleh industri oleokimia, industri margarin, industri kosmetika, dan sabun. Sedangkan konsumsi karet alam sebagian besar diserap oleh industri ban sebagian lagi oleh industri lain seperti sarung tangan, dan alat-alat kesehatan. Dengan demikian permintaan domestik dari masing-masing komoditi dapat dituliskan sebagai berikut: Permintaan CPO Domestik (P.05a) Permintaan Karet Domestik (P.05b) dimana: 60 DDCPO t = permintaan CPO domestik tahun ke t (ribu ton), DDRET t = permintaan karet alam domestik tahun ke t (ribu ton), DCPOMG t = permintaan CPO oleh industri minyak goreng domestik tahun ke t (ribu ton), DRETIBt = permintaan karet alam oleh industri ban domestik tahun ke t (ribu ton), DCPOLt = permintaan CPO oleh industri lainnya tahun ke t (ribu ton), DRETILt = permintaan karet alam oleh industri lainnya tahun ke t (ribu ton). Sebagai bahan baku untuk industri, permintaan terhadap komoditi (CPO dan karet) dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand) yaitu melalui fungsi keuntungan. Permintaan industri domestik terhadap masing masing komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut: Permintaan CPO Industri Minyak Goreng Domestik - (P.06a) Koefisien yang diharapkan adalah: Permintaan Industri Ban Domestik - Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: (P.06b) 61 HMGDRt = harga minyak goreng sawit domestik tahun ke t (Rp/kg), HBANRt = harga ban domestik tahun ke t (Rp/pcs), DCPOMGt-1 = lag dari DCPOMGt, DRETIBt-1 = lag dari DRETt. 4.1.1.6.Harga Domestik Komoditi tanaman perkebunan ini ditujukan untuk ekspor sehingga perubahan harga dunia akan berpengaruh kepada harga domestik. Harga dunia secara teoritis akan mampu merangsang kenaikan jumlah yang diekspor, hal ini disebabkan peningkatan harga ekspor di negara eksportir akan merangsang eksportir memperbesar ekspornya, sehingga kuantitas di pasar domestik menjadi berkurang dan merangsang kenaikan harga domestik. Persamaan harga domestik dari masing-masing komoditi adalah sebagai berikut: Harga CPO Domestik: - (P.07a) Koefisien yang diharapkan adalah: Harga Karet Domestik: - (P.07b) Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: PCPOR t = harga ekspor CPO tahun ke t (US$/ton), 62 PRETR t = harga ekspor karet tahun ke t (US$/ton), ERR t = nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar tahun ke t, HCPOR t-1 = lag dari HCPOR t (Rp/kg), HRETR t-1 = lag dari HRETR t (Rp/kg). 4.1.1.7.Harga Ekspor Dalam menjaga kecukupan pasokan bahan baku industri domestik, pemerintah melakukan berbagai instrumen kebijakan di antaranya adalah pajak ekspor. Sesuai dengan teori yang diuraikan terdahulu, pemberlakuan pajak ekspor akan menyebabkan harga yang diterima oleh produsen menjadi lebih rendah dari harga dunia. Di samping dipengaruhi pajak ekspor harga ekspor masing-masing komoditi dipengaruhi oleh harga komoditi tersebut di pasar internasional/dunia, dan harga ekspor tahun sebelumnya. Oleh karena itu persamaan harga ekspor untuk setiap komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut: Harga ekspor CPO Indonesia - (P.08a) Koefisien yang diharapkan adalah: Harga ekspor karet Indonesia - Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: TCPO t = pajak atas ekspor CPO Indonesia tahun ke t (%), (P.08b) 63 PWCPO t = harga CPO di pasar dunia tahun ke t (cif. Rotterdam, US$/ton), PCPOR t-1 = lag dari PCPOR t (US$/ton), PRETR t-1 = lag dari PRETR t (US$/ton), PWRET t = harga karet di pasar dunia tahun ke t (cif. NewYork, US$/ton). 4.1.2. Blok Importir Utama Indonesia Negara importir utama adalah negara negara yang paling banyak mengimpor CPO dan karet alam dari Indonesia dibandingkan dengan negaranegara lainnya.Negara pengimpor utama CPO Indonesia adalah, India China, Belanda, Amerika Serikat, dan Jerman. Sedangkan negara pengimpor utama karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, China, Singapore, dan Korea Republik. Dalam blok importir utama Indonesia persamaan-persamaan yang dibangun meliputi persamaan impor dan konsumsi. Walaupun tia-tiap negara memiliki fenomena yang mungkin berbeda-beda antara satu negara dan negara lainnya, namun dalam membentuk persamaan diasumsikan sama. Persamaan Impor dan Konsumsi Negara Pengimpor CPO Indonesia. - Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: (P.09a) (P.10a) 64 CPOM t = jumlah impor CPO negara n pada tahun ke t (ribu ton), CPOCt t = jumlah konsumsi CPO negara n pada tahun ke t(ribu ton), GDP t-1 = pendapatan perkapita negara n pada tahun ke t (USD), CPOM t-1 = lag dari CPOM t, CPOC t-1 = lag dari CPOCt t, n = negara importir CPO Indonesia (India China, Belanda). Persamaan Impor dan Konsumsi Negara Pengimpor Karet Indonesia - (P.09b) (P.10b) Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: RETM t = jumlah impor karet negara n pada tahun ke t (ribu ton), RETC t = jumlah konsumsi karet negara n pada tahun ke t(ribu ton), PDK t-1 = jumlah penduduk negara n pada tahun ke t (juta jiwa), RETM t-1 = lag dari RETM t, RETC t-1 = lag dari RETC t, n = negara importir karet alam (Amerika Serikat, Jepang, China). 4.1.3. Blok Dunia Blok dunia merupakan penghubung antara blok Indonesia dengan blok importir terdiri atas dua persamaan struktural dan empat persamaan identitas. Persamaan-persamaan tersebut adalah sebagai berikut: 65 Blok Dunia Untuk Komoditi CPO Persamaan Harga CPO Dunia - (P.11a) Persamaan Stok CPO Dunia - (P.12a) Persamaan Produksi CPO Dunia (P.13a) Persamaan Konsumsi CPO Dunia ∑ (P.14a) Persamaan Ekspor CPO Dunia (P.15a) Persamaan Impor CPO Dunia ∑ (P.16a) Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: WCPOPRt = harga CPO dunia tahun ke t (US$/ton), WCPOM t = jumlah impor dunia tahun ke t (ribu ton), WCPOX t = jumlah ekspor CPO dunia tahun ke t (ribu ton), WCPOC t = jumlah konsumsi CPO dunia tahun ke t (ribu ton), WCPOS t = jumlah stok CPO dunia tahun ke t (ribu ton), RWQCPO t = jumlah produksi CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton), RWCPOC t = jumlah konsumsi CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton), 66 RWCPOX t = jumlah ekspor CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton), RWCPOM t = jumlah impor CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton), WCPOM t-1 = lag dari WCPOM t, WCPOX t-1 = lag dari WCPOX t, WCPOC t-1 = lag dari WCPOC t, WCPOS t-1 = lag dari WCPOS t. Blok Dunia Untuk Komoditi Karet: Persamaan Harga Karet Dunia (P.11b) Persamaan Stok Karet Dunia - (P.12b) Persamaan Produksi Karet Dunia (P.13b) Persamaan Konsumsi Karet Dunia ∑ (P.14b) Persamaan Ekspor Karet Dunia (P.15b) Persamaan Impor Karet Dunia ∑ Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: (P.16b) 67 WRETPR t = harga karet dunia tahun ke t (US$/ton), WRETM t = jumlah impor dunia tahun ke t (ribu ton), WRETX t = jumlah ekspor karet dunia tahun ke t (ribu ton), WRETC t = jumlah konsumsi karet dunia tahun ke t (ribu ton), WRETS t = jumlah stok karet dunia tahun ke t (ribu ton), RWQRET t = jumlah produksi karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), RWRETC t = jumlah konsumsi karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), RWRETX t = jumlah ekspor karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), RWRETM t = jumlah impor karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), WRETM t-1 = lag dari WRETM t, WRETX t-1 = lag dari WRETX t, WRETC t-1 = lag dari WRETC t, WRETS t-1 = lag dari WRETS t. 4.1.4. Blok Sisa Dunia Blok sisa dunia merupakan blok yang tidak termasuk dalam blok Indonesia dan blok importir, untuk menggambarkan perilaku pasar komoditi tanaman perkebunan (CPO dan karet alam ) secara keseluruhan. Persamaan yang dibangun meliputi persamaan produksi, konsumsi, ekspor, dan impor. Blok Sisa Dunia untuk Komoditi CPO Persamaan Produksi CPO Blok Sisa Dunia - (P.17a) Persamaan Konsumsi CPO Blok Sisa Dunia - (P.18a) 68 Persamaan Ekspor CPO Blok Sisa Dunia - (P.19a) Persamaan Impor CPO Blok Sisa Dunia (P.20a) - Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: RWWITA t = luas areal kelapa sawit sisa dunia tahun ke t (ribu ha), RWPDK t = jumlah penduduk sisa dunia tahun ke t (juta jiwa) RWQCPO t-1 = lag dari RWQCPO, RWCPOCt-1 = lag dari RWCPOC, RWCPOX t-1 = lag dari RWCPOX, RWCPOM t-1 = lag dari RWCPOM. Blok Sisa Dunia Untuk Komoditi Karet Persamaan Produksi Karet Blok Sisa Dunia - (P.17b) Persamaan Konsumsi Karet Blok Sisa Dunia - (P.18b) 69 Persamaan Ekspor Karet Blok Sisa Dunia - (P.19b) Persamaan Impor Karet Blok Sisa Dunia - (P.20b) Koefisien yang diharapkan adalah: dimana: RWRETA t = luas areal tanam karet sisa dunia tahun ke t(ribu ha), RWPDK t = jumlah penduduk sisa dunia (juta jiwa), RWQRET t-1 = lag dari RWQRET, RWRETCt-1 = lag dari RWRETC, RWRETX t-1 = lag dari RWRETX, RWRETM t-1 = lag dari RWRETM. 4.2. Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder dengan deret waktu dari tahun 1983- 2008 yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Baik dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Bank Indonesia, Bank Dunia, FAO, maupun dari informasi-informasi lain seperti jurnal-jurnal perkebunan, ekonomi, dan hasil 70 penelitian terdahulu serta internet. Data yang digunakan merupakan data tahunan dan merupakan agregasi secara nasional. 4.3. Analisis Data Dalam rangka menjawab permasalahan yang muncul dan tujuan penelitian yang hendak dicapai dilakukan beberapa tahapan analisis. Adapun tahapan analisis tersebut mencakup: (1) identifikasi model, (2) metoda pendugaan model, (3) validasi model, dan (4) simulasi kebijakan ekonomi. 4.3.1. Identifikasi Model Setelah tahap perumusan model langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk menduga model dalam bentuk persamaan simultan dengan melakukan identifikasi model (Koutsoyiannis, 1977). Identifikasi berhubungan dengan masalah estimasi model. Jika suatu persamaan tidak teridentifikasi (under identified) maka tidak ada teknik ekonometrika yang dapat dilakukan untuk pendugaan semua parameter. Jika persamaan teridentifikasi secara tepat (exactly identified, maka teknik yang paling tepat digunakan adalah Indirect Least Square (ILS), sedangkan jika teridentifikasi secara berlebihan (over identified) maka berbagai teknik dapat digunakan seperti Two Stage Least Square (2SLS), Three Stage Least Square (3SLS), Limited Information Maximum Likehood (LIML), dan Full Information Maximum Likehood (FIML). Identifikasi dilakukan dengan dua syarat yaitu: syarat keharusan (Order Condition) dan syarat kecukupan (rank condition). Syarat keharusan terpenuhi jika jumlah peubah predeterminan yang dikeluarkan dari persamaan yang 71 diperiksa lebih besar atau sama dengan jumlah peubah endogen yang dimasukkan kedalam persamaan tersebut dikurangi satu. Rumusan identifikasi model berdasarkan order condition adalah sebagai berikut: K M G 1 .................................................................................. (4.1) dimana: K = total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined, M = jumlah peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam suatu persamaan tertentu dalam model, G = total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika (K-M) lebih besar dari (G-1).maka suatu persamaan dalam model teridentifikasi berlebih, Jika (K-M) sama dengan (G-1) maka suatu persamaan dalam model teridentifikasi secara tepat: Jika (K-M) lebih kecil dari (G-1) maka suatu persamaan dalam model tidak teridentifikasi. Sementara itu, syarat kecukupan (rank condition) untuk suatu persamaan dapat diidentifikasi adalah jika dan hanya jika mungkin membentuk sekurangkurangnya satu determinan tidak nol dari (G-1) susunan dari koefisien-koefisien struktural peubah yang dikeluarkan dari persamaan yang diperiksa tersebut. Dalam penelitian ini model yang telah dirumuskan terdiri atas 62 persamaaan untuk kedua komoditi yang meliputi 44 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Sedangkan jumlah peubah (endogen dan predetermined) adalah 138 termasuk peubah endogen lag, maka berdasarkan kriteria order 72 condition maka setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over identified 4.3.2. Metoda Pendugaan Model Untuk model persamaan simultan dengan kondisi setiap persamaan yang teridentifikasi terdahulu, maka pendugaan parameternya dapat menggunakan beberapa metode yang ada seperti 2SLS, 3SLS, LIML, dan FIML Pemilihan model harus disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan koefisien peubah dari persamaan struktural secara simultan. Pendugaan parameter secara simultan akan membantu simulasi kebijakan secara tepat dan efisien. Metode 3SLS memberikan pendugaan parameter struktural yang lebih efisien secara asimptotis dibandingkan dengan metode 2SLS, karena dalam metode 3SLS digunakan informasi penuh berupa penggunaan korelasi unsur galat dalam persamaan struktural (Intriligator, 1980) tetapi 3SLS sangat sensitif terhadap perubahan spesifikasi model, di samping itu 3SLS memerlukan data sampel yang lebih besar dibandingkan dengan metode 2SLS jika semua parameter strukturalnya diduga pada waktu bersamaan. Jadi Metode yang dipilih untuk memperoleh nilai parameter dugaan pada model perkembangan ekspor komoditi tanaman perkebunan Indonesia adalah 2 SLS Estimasi nilai parameter dalam persamaan-persamaan ekonometrika tersebut dilakukan dengan menggunakan program SAS/ETS (Statistical Analysis Econometric Times Series) Uji korelasi serial dengan menggunakan Durbin-Watson Statistik tidak valid model persamaan simultan jika model mengandung lagged endogenous 73 variables. Untuk menguji apakah model mengalami korelasi serial atau tidak digunakan Durbin h statistik (Pindick and Rubinfield, 1991). T DW h 1 ............................................................... (4.2) 2 1 T Var dimana: h = angka Durbin h statistik T = jumlah pengamatan contoh Var = varians dari koefisien lagges endogenous variables DW = nilai statistik Durbin- Watson Jika nilai Var lebih besar dari satu, maka uji statistik Durbin h tidak valid. Jika statistik Durbin h lebih besar dari nilai kritis distribusi normal, maka model tidak mengalami korelasi. 4.3.3. Validasi Model Validasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut cukup valid untuk simulasi kebijakan atau tidak. Dalam validasi model, untuk melihat keragaman antara kondisi aktual yang akan diisimulasi dengan menggunakan RMSE (Root Mean Square Percent Error) dan U-Theil (Theil’s Inequqlity Coefficient) (Pindiyck dan Rubinfield, 1991) Untuk melihat keeratan arah (slope) antara yang aktual dengan yang disimulasi dengan R2 (koefisien determinan). Makin kecil RMSE, RMSPE, U, serta makin besar R2 maka model semakin valid untuk disimulasi. Nilai U berkisar antara 0 dan 1, jika U=0, maka pendugaaan model adalah sempurna. Sebaliknya jika U=1, maka pendugaan model naif. 74 Nilai statistik tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: RMSE 1 n n Yt Yt s .................................................................... (4.3) a 2 t 1 RMSPE= 1 Ys Ya n t a t Yt t 1 n 2 ................................................................. (4.4) 1 (Yt s Yt a n Ya t 1 t n U= n n (Yt s ) 2 t 1 2 n n (Yt a ) 2 t 1 ............................................................... (4.5) Dimana: Yt s = nilai simulasi dasar Yt a = nilai actual observasi n = jumlah periode simulasi 4.3.4. Simulasi Kebijakan Ekonomi Analisis simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap peubah-peubah endogen. Analisis simulasi diterapakan pada periode 1994- 2008 karena lebih lengkap dan terjamin. Analisis ini mencakup periode yang sudah lampau, sehingga simulasi ini dinamakan simulasi historis. Dengan demikian alternatif kebijakan ekonomi yang disimulasi adalah sebagai berikut: 1. Dampak penurunan 15 persen tingkat suku bunga. Skenario ini dimaksudkan sebagai insentif pada subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet dalam upaya peningkatan devisa. Permasalahan 75 yang sering mengemuka adalah tingginya tingkat suku bunga. Sedangkan penurunan tingkat suku bunga 15 persen dianggap cukup realistik. 2. Dampak peningkatan sebesar 20 persen tingkat upah rata-rata sektor perkebunan. Upah yang diterima oleh buruh di subsektor perkebunan selama ini dianggap terlalu rendah dan tidak mampu merangsang peningkatan produktivitas tenaga kerja. Tingkat upah buruh yang rendah sering dijadikan sebagai bahan unjukrasa para buruh. Peningkatan upah ini sebesar 20 persen cukup realistik untuk mengimbangi pertumbuhan ekspor industri komoditi kelapa sawit dan karet. 3. Dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar sebesar 40 persen, diharapkan dapat memacu kinerja perekonomian khususnya ekspor. Hal ini akan menguntungkan industri kelapa sawit dan karet. 4. Dampak kebijakan penurunan pajak ekspor sebesar 40 persen. Penurunan pajak ekspor sering menjadi dilema antara kepentingan untuk melindungi konsumen dalam negeri dan kepentingan untuk memperoleh devisa. Pajak ekspor yang selama diberlakukan seperti tahun 1984 sampai 1985 dan tahun 1994 sampai 1996 dirasakan sangat tinggi. Skenario ini mencoba mengevalusi efek dari alternatif kebijakan menurunkan pajak ekspor tersebut. 5. Kombinasi Skenario penurunan suku bunga 15 persen dan kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen. skenario ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan beban yang diterima oleh produsen kelapa sawit dan karet dengan adanya kenaikan harga pupuk, dengan keringanan memperoleh tambahan modal melalui kredit. 76 4.3.5. Analisis Perubahan Kesejahteraan Indikator yang dijadikan sebagai perubahan kesejahteraan masyarakat adalah surplus produsen, surplus konsumen dan penerimaan pemerintah. Indikator perubahan kesejahteraan tersebut akan digunakan sebagai dasar evaluasi dan penentu arah kebijakan yang akan diambil. Analisis perubahan kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan formula sebagai berikut (Manurung, 1993): a. Perubahan Surplus Produsen = QPb (HPb- HDs) + ½ (QPb- QPs) (HDb – HDs) b. Perubahan Surplus Konsumen = CDb (HDb – HDs) + ½ (CDb- CDs) (HDb- HDs) c. Perubahan Penerimaan Devisa = QXs* (XPb - XPs) dimana: QP = total produksi industri komoditi kelapa sawit (ribu ton), HD = harga riil industri komoditi kelapa sawit domestik ( Rp/kg), CD = total konsumsi industri kelapa sawit domestik (ribu ton), QX = total ekspor industri komoditi kelapa sawit Indonesia (ribu ton), XP = harga ekspor FOB riil industri komoditi kelapa sawit Indonesia (US$/ton), TX = besarnya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap ekspor komoditi industri kelapa sawit (persen), b = menyatakan nilai simulasi normal, s = menyatakan nilai simulasi kebijakan.