DM - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada
sekumpulan gangguan metabolik yang disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. DM adalah gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang berhubungan dengan defisiensi relatif atau absolut kerja insulin dan atau
defisiensi relatif dan absolut sekresi insulin yang ditandai dengan hiperglikemia.
Diabetes Melitus merupakan penyebab utama stadium akhir penyakit ginjal di
Amerika Serikat, amputasi non-traumatik ekstremitas bawah dan kebutaan, DM
juga merupakan predisposisi penyakit kardiovaskular. Seiring peningkatan insiden
DM di seluruh dunia, DM akan menjadi penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di masa mendatang (Powers, 2012).
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang
cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Lebih dari 170 juta orang penduduk di
dunia menderita DM, dan jumlahnya akan terus meningkat. Prevalensi DM di
dunia pada tahun 2000 sebesar 4,6% dan akan meningkat sebesar 6,4% di tahun
2030. Lima negara penyumbang prevalensi DM terbesar tahun 2000 yaitu India
(31,6 juta jiwa), Tiongkok (20,7 juta jiwa), AS (17,7 juta jiwa), Indonesia (8,4 juta
jiwa) dan Jepang (6,8 juta jiwa) (Mackay & Mensah, 2004).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Proporsi penduduk
≥15 tahun dengan DM sebesar 6,9%, sedangkan prevalensi DM yang terdiagnosis
1
2
dokter sebesar 1,5%. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1%. Prevalensi
DM yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI
Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Terjadi
peningkatan prevalensi DM dari tahun 2007 sebesar 1,1% meningkat menjadi
2,4% di tahun 2013 (KEMENKES RI, 2013).
Kasus DM setiap tahunnya memperlihatkan peningkatan kasus yang
signifikan di Kabupaten Bantul. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantul penyakit DM selalu berada di peringkat 10 besar penyakit rawat jalan di
Puskesmas Kabupaten Bantul. Jumlah penderita DM berdasarkan data rawat jalan
Puskesmas Kabupaten Bantul tahun 2011 sebesar 9.047 orang, tahun 2012 sebesar
8.068 orang dan tahun 2013 sebesar 11.446 orang. Pola kasus yang sama
ditunjukan di RS Panembahan Senopati Bantul, berdasarkan Laporan Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) Panembahan Senopati Bantul menunjukan bahwa
penyakit DM selalu berada di peringkat 10 besar. Berdasarkan data SIRS berbasis
rawat inap jumlah kasus DM pada tahun 2011 sebanyak 639 kasus dan tahun 2012
sebanyak 562 kasus. Sementara kasus DM berbasis rawat jalan pada tahun 2011
sebesar 9.653 kasus dan tahun 2012 sebanyak 11.730 kasus (Dinkes Kabupaten
Bantul; 2012, 2013, 2014).
Kontrol gula darah merupakan kunci utama dalam manajemen DM.
Perbaikan kontrol kadar gula darah dihubungkan dengan penurunan risiko
komplikasi makrovaskuler, seperti retinopati, nefropati dan neuropati (ADA,
2015). Kadar gula darah yang terkontrol dengan baik dapat memperlambat onset
3
dan menurunkan progresifitas komplikasi DM baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler (NZGG, 2003).
Lima puluh persen penyandang DM
di Indonesia diperkirakan belum
terdiagnosis, hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani
pengobatan. Penyandang DM yang menjalani pengobatan tersebut hanya
sepertiganya saja yang memiliki kontrol metabolik yang baik. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa komplikasi DM dapat dicegah dengan kontrol glikemik
yang optimal. Kontrol glikemik yang optimal sangatlah penting, di Indonesia
target pencapaian kontrol glikemik belum tercapai dengan baik, rerata HbA1c
masih 8%, masih di atas target yang diinginkan yaitu 7% (PERKENI, 2011).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari 233 orang pasien DM yang
memeriksakan HbA1c di RSUD Panembahan Senopati periode Januari-April
2016 sebesar 77,68% memiliki kendali glikemik yang buruk dengan kadar HbA1c
rata-rata sebesar 8,54%.
Penyandang DM tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita
dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang baik.
Kontrol metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada
dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan
hipoglikemia. Nilai HbA1c < 7% berarti kontrol metabolik baik; HbA1c < 8%
cukup dan HbA1c > 8% dianggap buruk (Tridjaja, 2009).
Penyakit yang dialami seseorang dapat menjadi sumber stress yang dapat
menimbulkan depresi dan kecemasan, penyakit yang banyak menyebabkan gejala
depresi dan kecemasanadalah penyakit kronis, jantung, kanker dan sebagainya
4
(Yosep & Sutini, 2014). Banyak penelitan yang menyatakan bahwa penyandang
DM terutama yang meengalami komplikasi, memiliki risiko depresi 3 kali lipat
lebih besar dibandingkan masyarakat umum (Semiardji, 2013).
Depresi pada pasien DM menunjukkan sebagai salah satu kemungkinan
yang menyebabkan kontrol metabolik yang tidak terkendali meskipun telah
mendapat pelayanan intensif medis. Beberapa studi menunjukkan tingginya angka
depresi pada pasien DM dan memperlihatkan hubungan antara gejala-gejala
depresi dan peningkatan prevalensi komplikasi klinis DM (Papelbaum et al.,
2011). Penelitian yang dilakukan de Groot et al (2001) mengenai hubungan antara
depresi dan kontrol glukosa darah DM didapatkan bahwa depresi secara signifikan
berhubungan dengan hiperglikemia pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dan terdapat
hubungan antara depresi dan komplikasi DM.
Kebugaran psikologis merupakan faktor penting dari perawatan medis dan
faktor psikososial relevan dengan hampir semua aspek manajemen DM. Pasien
dengan DM memiliki beban psikologis jangka panjang bagi diri sendiri dan
keluarganya. Menderita DM dapat dilihat sebagai faktor risiko tambahan untuk
mengembangkan problem psikologis dan prevalensi dariproblem kesehatan
mental, individu dengan DM ternyata cenderung memiliki beban psikologis lebih
bila dibandingkan dengan populasi umumnya. Fungsi psikologis yang buruk
menyebabkan penderitaan, dapat secara serius mencampuri swa-manajemen DM
harian, dan dihubungkan dengan hasil medis yang buruk dan biaya tinggi (IDF,
2012).
5
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai“Depresi sebagai Prediktor Kendali Glikemik yang Buruk pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Panembahan Senopati” pemahaman
terhadap pentingnya perawatan kondisi pisikologis diharapkan dapat menggugah
kesadaran bahwa kondisi pisikologis memiliki peran penting terhadap DM,
khususnya pengendalian kadar glikemik sehingga selain memperhatikan faktor
medis lainnya diharapkan dokter dan pasien dapat menjaga kestabilan kondisi
psikologisnya.
B. Perumusan Masalah
Perumusan
masalah
dalam
penelitian
ini
adalah
apakah
depresi
berhubungan dengan kendali glikemik yang buruk pada pasien DM tipe 2 di
RSUD Panembahan Senopati?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang berhubungan
dengan kendali glikemik yang buruk pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Panembahan Senopati.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji besarnya risiko depresi terhadap
kendali glikemik yang buruk pada pasien DM tipe 2 di RSUD Panembahan
Senopati.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang faktor
pisikologis yang berisiko terhadap kendali glikemik yang buruk pada pasien
DM tipe 2.
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor
pisikologis yang berisiko terhadap kendali glikemik yang buruk pada pasien
DM tipe 2.
2. Manfaat Praktis
a. Edukasi untuk meningkatkan kesadaran pasien bahwa kondisi pisikologis
memiliki peran terhadap DM tipe 2, terutama terhadap kendali glikemik.
b. Memberikan rekomendasi bagi rumah sakit untuk memperhatikan faktor
pisikologis dalam tatalaksana pasien DM tipe 2.
c. Memberikan bukti sebagai bahan advokasi kepada para pembuat kebijakan
mengenai peranan pisikologis terhadap kendali glikemik pada pasien DM
tipe 2.
7
E. Keaslian Penelitian
Berikut ini adalah beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan antara
lain :
Tabel 1. Penelitian-penelitian serupa yang pernah dilakukan
1. Siddiqui et al (2015)
:
Uncontrolled diabetes mellitus: Prevalence and risk factors among
people with type 2 diabetes mellitus in an Urban District of Karachi,
Pakistan
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Variabel yang ber-hubungan
V. terikat : kontrol gula darah V. bebas lainnya : Pendidikan,
dengan DM tidak terkontrol
V. bebas lainnya : umur, jenis pekerjaan, status perkawinaan,
meliputi umur <50 tahun (OR: kelamin, obesitas, depresi,
pendapaatan bulanan rumah tangga,
1,9), didiagnosa di rumah sakit aktivitas fisik, konsumsi
tempat diagnosis, tempat perawatan,
vs klinik (OR: 1,8), Informasi
makanan/minuman manis.
jenis transportasi, baiya yang
DM dari dokter atau perawat
dikeluarkan untuk perawatan,
saja vs berbagai sumber (OR:
pengetahuan DM, sumber informasi
1,8), biaya perawatan bulanan
DM.
yang lebih tinggi (OR: 1,3), dan
Desain penelitian : case control
konsumsi teh ≥3 cangkir/hari
(OR: 1,5)
2. Papelbaum et al (2011) : Depression, glycemic control and type 2 diabetes
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Pasien DM tipe 2 dengan depresi V. terikat : kontrol gula darah Pemakaian dua alat ukur untuk
memiliki kadar glycosylated
V. bebas lainnya: BMI, lama menentukan depresi, selain
hemoglobinlebih tinggi (8,6 ± 2,0 DM, depresi.
memakaai BDI pada penelitian ini
vs 7,5 ± 1,8; p = 0,05) bila
juga mamakai Structured Clinical
dibandingkan dengan mereka
Interview dari DSM-IV.
yang tidak menunjukkan
Desain penelitian yang dipakai
gangguan mood.
berupa survey dan output berupa
perbedaan median variable bebas
yang diteliti dari kelompok kontrol
glikemik tidak terkontrol di banding
kelompok kontrol glikemik
terkontrol.
3. Aditama (2011)
:
Hubungan self-care, self-efficacy dan social support terhadap
pengendalian kadar gula darah (HbA1c) penderita diabetes mellitus
tipe 2 di Puskesmas Banyudono 1 dan Ngemplak Kabupaten Boyolali
Provinsi Jawa Tengah
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Self-care merupakan faktor
V. terikat : kontrol gula darah V.bebas : self-care
protektif terhadap pengendalian V. bebas lainnya : jenis
self-efficacy, social support,
kadar gula darah (RP=0.743;
kelamin, umur, lama DM.
pekerjaan, pendapatan, pendidiikan,
CI=0.554-0.997), self-efficacy
Desain penelitian : cross
status perkawinaan.
(RP=1.72; CI=0.96- 3.07) dan
sectional
social support (RP=1.55
(CI=0.99-2.43) tidak
berhubungan terhadap
pengendalian kadar gula darah.
8
4. Khattab, et al, (2010)
Factors associated with poor glycemic control among patients with
type 2 diabetes
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Lama DM >7(OR = 1,99), tidak V. terikat : kontrol gula darah V. bebas lainnya :tingkat pendidikan,
mengikuti diet yang
V. bebas lainnya: jenis
jenis pengobatan, hipertensi,
direkomendasikan oleh ahli gizi kelamin, umur, BMI, Lama
kolesterol, trigliserida, kadar protein.
(OR = 2,98), pasien DM pasien DM.
yang mendapatkan terapi pil
kombinasi Oral
Anti DM (OAD) dan insulin
(OR = 7,50, P≤.0005)
cenderung memiliki kontrol
glikemik yang buruk.
5. Mihardja (2009)
Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada
penderita diabetes mellitus di perkotaan Indonesia
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Faktor yang berhubungan dalam V. terikat : kontrol gula darah Kontrol gula darah dinilai
pengendalian gula darah adalah
V. bebas lainnya : umur, jenis menggunakan maker labTTGO
umur, jenis kelamin,dan minum kelamin, obesitas. Desain
V. bebas lainnya : Pendidikan,
atau injeksi obat DM
penelitian : cross sectional
pekerjaan, status ekonomi,
konsumsi buah & sayur,
minum/injeksi obat, tekan darah,
obesitas sentral.
Download