BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Istilah “otonomi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah
Istilah “otonomi” berasal dari bahasa latin, yaitu “auto” yang berarti
sendiri “nomos” yang berarti aturan atau undang-undang. Menurut Encyclopedia
of Sosial Science seperti yang dikutip oleh Sarundajang (2001; 33) :
“Otonomi dalam pengertian asli adalah the legal self sufficiency body and
art actual independence. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintah,
Otonomi Daerah berarti self government atau the condition of living under
self sufficiency yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh
own laws. Namun demikian, walaupun otonomi tersebut sebagai self
government, self sufficiency, dan actual independence, keotonomian
tersebut tetap berada dalam batas yang tidak melampaui wewenang
pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada daerah”.
Dalam UU No.22/1999 juga menyebutkan penggertian dari Otonomi
Daerah dan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan UU Otonomi Daerah
untuk menghindari perbedaan persepsi dalam mengartikan pengertian dari
otonomi tersebut. Dalam ketentuan Umum UU No.22/1999 Pasal 1 huruf h dan I
menyebutkan:
“Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menutur prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sedangkan, “Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Pemberian kewenangan yang seharusnya diberikan oleh Pemerintah Pusat
kepada Pemeritah Daerah (hubungan kewenagan) adalah sebagai konsekwensi
logis untuk tercapainya maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah,
serta untuk imbalan terhadap kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan otonomi daerahnya
2.2 Akuntansi Pemerintahan
Akuntansi berkaitan dengan proses pencatatan, pengklasifikasian dan
menyimpulkan data yang berhubungan dengan transaksi perusahaan dan kejadian
lainnya. Akuntansi umum ini memiliki sejumlah lapangan-lapangan akuntansi
khusus yang telah berkembang. Salah satu dari sejumlah lapangan Akuntansi
tersebut adalah Akuntansi Pemerintahan atau Governmental Accounting.
Akuntansi Pemerintahan mencoba untuk memberikan informasi akuntansi yang
berguna bila dipandang dari aspek perusahaan dan Public Administration serta
membantu mengadakan pengawasan pengeluaran dari dana masyarakat sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2.2.1
Pengertian Akuntansi Pemerintahan
Pengertian Akuntasi Pemerintahan menurut Arinta (1996:11) adalah
sebagai berikut:
“Akuntasi Pemerintahan adalah aplikasi akuntasi dibidang keuangan
negara (public finance), khususnya pada tahapan pelaksanaan anggaran
(budget execution), termasuk segala pengaruh yang ditimbulkannya, baik
yang bersifat seketika maupun yang lebih permanen pada semua tingkat
dan unit pemerintah. Akuntansi Pemerintahan meliputi kegiatan
Penganalisaan, Pencatatan, Penyimpulan, Pelaporan dan Pengiterpretasian
transaksi-transaksi unit agensi pemerintahan”
Sementara itu menurut Baswir (2000;7), mengemukakan pengertian
Akuntansi Pemerintahan sebagai berikut :
“Akuntansi Pemerintahan dibidang Akuntansi yang berkaitan dengan
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari
laba”.
Sehubungan
dengan
pendapat
tersebut,
maka
dalam
Akuntansi
Pemerintahan tidak diperlukan pencatatan rugi laba seperti dilakukan pada
akuntasi perusahaan.
Akuntansi Pemerintahan sering dianggap sebagai laporan akuntansi yang
berdiri sendiri. Hal ini terlihat dari pendapat Arinta (1996:15) yaitu:
“Akuntansi Pemerintahan diselenggarakan bukan Cuma buat menyajikan
posisi keuangan dan hasil operasinya saja seperti pada Akuntansi
Perusahaan, namun harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku atasnya”.
Sementara itu Arinta (1996:15) juga mengemukakan kondisi yang
menbedakan antaran Akuntasi Pemerintahan dengan Akuntansi Perusahaan, yaitu:
1. Tidak diperlukannya pencatatan rugi laba, kecuali pada unit perusahaan
(individual owner ship).
2. Tidak diperlukannya pencatatan pemilikan pribadi.
3. Pencatatan tersendiri harus ada buat dana (funds) yang sebaiknya
merupakan satuan keuangan dan pembukuan lengkap.
4. Pembukuan mesti disediakan juga buat keperluan pengawasan anggaran
2.2.2
Karakteristik Akuntansi Pemerintahan
Akuntansi Pemerintahan lebih menitikberatkan pada dana (fund) sehingga
sering disebut sebagai akuntansi dana. Dalam hal ini sistem akuntansi
pemerintahan direncanakan, diorganisasikan serta dijalankan atas dasar dana.
Adapun pengertian dana dalam akuntasi pemerintahan adalah satu
sesatuan dengan seperangkat buku besar/ledger yang digunakan untuk mencatat
kas dan juga sumber-sumber keuangan yang lainnya, juga kewajiban-kewajiban
yang berkaitan disertai dengan sisa dana saldo dan perubahan-perubahan yang
dibuat secara terpisah dengan maksud melaksanakan kegiatan khusus/ mencatat
tujuan tertentu sesuai dengan peraturan-peraturan persepsi dan juga pembatasanpembatasan tertentu.
Karakteristik akuntansi pemerintahan menurut Baswir (2000;11) adalah
sebagai berikut:
1. Keinginan manajer laba tidak inklusif dibidang usaha dan kegiatan
lembaga pemerintah dan pencatatan rugi laba tidak perlu dilakukan;
2. Lembaga pemerintahan tidak dimiliki secara pribadi sebagimana
halnya perusahaan, oleh karena itu pencatatan pemilikan pribadi juga
tidak perlu dilakukan;
3. Sistem akuntansi pemerintahan suatu negara sangat dipengaruhi oleh
sistem pemerintahan negara yang bersangkutan, maka bentuk
akuntansi pemerintahan berbeda antara satu negara dengan negara
yang lain tergantung pada sistem pemerintahannya; dan
4. Fungsi akuntansi pemerintahan adalah untuk mencatat, menggolonggolongkan, meringkas dan melaporkan realisasi pelaksanaan anggaran
suatu negara, maka penyelenggaraan akuntansi pemerintahan tidak
bisa dipisahkan dari
mekanisme pengurusan keuangan dan sistem
anggaran tiap-tiap negara.
2.2.3
Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintahan
Pemerintahan, yang dalam hal ini adalah organisasi yang memegang peran
utama dalam pemberian jasa dan pelayanan kepada masyarakat mempunyai
lingkungan yang berbeda dengan sektor swasta/ perusahaan. Adapun yang
membedakan antara akuntansi pemerintahan dengan akuntansi perusahaan
menurut Gade (1998:28) adalah:
1. Perbedaan yang utama antara akuntansi pemerintahan dengan akuntansi
perusahaan yaitu terletak pada kegiatan-kegiatan pemerintah pada
umumnya tidak ditujukan untuk mencari laba sebagaimana halnya pada
kegiatan-kegiatan perusahaan
2. Pemerintah
memberikan
pelayanan
untuk
kepentingan
keamanan,
kesejahteraan, dan manfaat-manfaat umum lainnya kepada seluruh
masyarakat, sedangkan perusahaan menjual barang-barang dan jasa-jasa
yang dihasilkan.
3. Para penyumbang dana kepada pemerintah seperti wajib pajak tidak
bertindak secara sukarela dan mereka mengharapkan agar dana yang
mereka bayarkan itu diurus dengan efektif, efisien dan ekonomis untuk
memberikan pelayanan yang bermanfaat kepada seluruh rakyat, sedangkan
para pemberi modal kepada perusahaan adalah secara sukarela untuk ikut
dalam perniagaan yang mengharapkan sesuatu keuntungan langsung.
4. Hubungan antara rakyat sebagai penyedia dana dari rakyat sebagai
konsumen barang-barang dan jasa-jasa dari pelayanan tersebut tidak
langsung dan tidak terdapat pasar terbuka untuk menguji manfaat dari
barang dan jasa yang dihasilkan sedangkan hubungan antara penjual dan
pembeli dalam dunia usaha dilaksanakan pada pasar atau bursa terbuka.
5. Anggaran tahunan negara yang disiapkan oleh pemerintah merupakan
rencana operasi keuangan yang harus mendapat persetujuan dari lembaga
legislatif. Jumlah anggaran belanja yang tercantum didalam anggaran
negara tersebut merupakan batas maksimal yang wajib ditaati oleh
pemerintah. Apabila pemerintah hendak melampaui batas anggaran
belanja yang sudah disetujui oleh lembaga legislatif tersebut tentu harus
mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif itu. Pada perusahaan juga
dibuat anggaran perusahaan tahunan dan dilaksanakan oleh direksi yang
akan dipertanggungjawabkan dihadapan rapat umum pemegang saham.
6. Akuntansi pemerintahan bersifat kaku dengan banyaknya peraturanperaturan yang mengaturnya, sedangkan akuntansi perusahaan bersifat
luwes dan fleksibel.
7. Akuntansi pemerintahan tidak menyusun perhitungan laba dan rugi seperti
yang selalu dilakukan pada akuntansi perusahaan.
8. Pada akuntansi pemerintahan tidak membuat pencatatan tentang pemilikan
pribadi (individual ownership), seperti yang selalu dibuat pada akuntansi
perusahaan.
9. Pada akuntansi pemerintahan tidak melaksanakan perkiraan penyusutan
aktiva, sedangkan pada akuntansi perusahaan hal ini merupakan suatu
keharusan.
Dalam hal ini menjadi pertimbangan dalam pengembangan sistem
akuntansi pemerintahan. Prinsip-prinsip atau standar akuntansi dan pelaporan
harus dipahami dalam hubungannya dengan lingkungan dimana prinsip itu
dipergunakan dan juga dari sisi pemakai laporan keuangan.
Untuk dapat memahami akuntansi pemerintahan secara tepat, menurut
Government Finance Officeers Association yang dikutip oleh Gade (1998:25)
diperlukan pertimbangan tiga hal sebagai berikut :
1. Stuktur Pemerintahan
2. Sifat dan Sumber Daya
3. Proses Politik Memegang Peranan Penting
Sturktur pemerintahan pada umumnya diperlukan untuk melindungi dan
melayani kebutuhan-kebutuhan warga negaranya. Pada pemerintahan demokratis,
struktur pemerintahan biasanya berdasarkan sistem check and balaces yang
dilakukan dengan pemisahan fungsi pemerintah tersebut bisa memiliki
kesimpulan yang berbeda mengenai bagaimana warga negara dilayani dan
dilindungan dengan sebaik-baiknya.
Disektor pemerintahan tidak terdapat hubungan langsung antara barang/
jasa yang diberikan dengan harga yang harus dibayar pembeli seperti sektor dunia
usaha swasta. Dalam hal ini kita sulit sekali untuk mengidentifikasi hubungan
pertukaran antara pajak yang dibayar dengan jasa yang diterima. Dan sebagai
individu tidak akan pernah menerima sejumlah barang atau jasa yang sama
dengan jumlah pajak yang dibayarkan. Jadi disini pembayaran pajak bersifat
pemberi sumber dana yang tidak sukarela, dan bila diberi pilihan akan memilih
tidak membayar pajak.
Dalam
negara
demokratis,
rakyat
melalui
wakil-wakilnya
dapat
mempengaruhi pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada rakyat. Dalam
hal ini masyarakat meminta kepada pemerintah agar memberikan jasa yang
maksimum kepada mereka dengan jumlah pembayaran pajak yang minimum.
Pemerintah juga harus menginvestasikan sejumlah dana dalam aktiva yang tidak
secara langsung menghasilkan pendapatan. Hal ini menyebabkan akuntansi
pemerintahan harus terpisah dari akuntansi perusahaan.
2.2.4
Sistem Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia
Sistem akuntansi pemerintahan yang berlaku di Indonesia sampai saat ini
adalah sistem pembukuan kameral/ anggaran yang akan mengelola semua
transaksi-transaksi keuangan, sumber-sumber, kewajiban-kewajiban, dana-dana
pemerintahan dan akan menghasilkan informasi akuntansi dan laporan keuangan
yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh
badan-badan diluar pemerintah maupun berbagai tingkatan manajemen di dalam
pemerintah. Adapun tujuan dari sistem akuntansi pemerintahan ini adalah untuk
perencanaan, panganggaran, pelaksanaan dan pengendalian anggaran dan evaluasi
operasi-operasi serta untuk perumusan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan.
Secara garis besar, pembukuan kameral menurut pendapat Arinta (1996:4)
adalah sebagai berikut:
1. Tata buku kameral dimaksudkan untuk digunakan oleh badan-badan non
profit yang berlandaskan atas anggaran belanja, jadi temasuk untuk badanbadan pemerintahan.
2. Buku-buku yang digunakan terdiri dari:
a. Buku kas/ Bank Biasa/ Tabelaris, berbentuk skontro. Sisi debet (kiri)
digunakan buat penerimaan tunai dengan sekaligus mencatat sumber/
jenis/ mata anggaran yang bersangkutan. sisi kredit (kanan) digunakan
untuk mencatat pembayaran tunai dengan sekaligus mencatat jenis/
mata anggarannya.
b. Buku jenis/ mata anggaran, berbentuk daftar untuk setiap jenis/ mata
anggaran: jumlah anggaran untuk setiap jenis/ mata anggaran
diterapkan untuk satu tahun ditulis di belakang nomor dan nama jenis/
mata anggaran sebagai heading, jadi diluar pembukuan.
3. Secara periodik dan diakhiri tahun anggaran dibuat rekapitulasi (ikhtisar)
dari buku jenis/ mata anggaran tersebut.
4. Pada akhir tahun dapat juga disusun: neraca, daftar lebih/ kurang antara
anggaran dan realisasi,dan daftar hasil/ tanggungan (semacam rugi/ laba)
5. Jelas semua pembukuan bersifat tunai, jadi menggunakan cash basis of
accounting.
Dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya sistem
akuntansi pemerintahan di Indonesia berdasarkan tata cara:
1. Pembukuan Kameral
2. Menggunakan cash basis of accounting
2.3 Anggaran
2.3.1
Pengertian Anggaran
Mardiasmo (2002:61) mengemukakan pengertian anggaran sebagai
berikut:
“ Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial”
Mulyadi (2001:488) mendefinisikan anggaran sebagai berikut:
“ Anggaran adalah rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang
diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran lainnya, yang
mencakup jangka waktu satu tahun”.
Munandar (2000:1) mengemukakan definisi anggaran sebagi berikut:
“Business Budget atau Budget (Anggaran) adalah suatu rencana yang
disusun secara sistemetis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang
dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu
(periode) tertentu yang akan datang”.
Revrisond Baswir (2000; 25) menyebutkan anggaran adalah :
“Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang
mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode di masa yang
akan datang”.
Revrisond Baswir (2000; 26) juga nenyebutkan secara khusus mengenai
Anggaran Negara sebagai berikut:
“Anggaran Negara adalah suatu pernyataan tetang perkiraan pengeluaran
dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa
depan, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh
terjadi di masa yang lalu”.
Dari pengertian tersebut nampaklah bahwa suatu anggaran mempunyai
empat unsur yaitu:
1. Rencana, yaitu suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau
kegiatan yang akan dilakukan diwaktu yang akan datang. Budget juga
merupakan suatu rencana karena budget merupakan penentuan terlebih
dahulu tentang kegiatan-kegiatan diwaktu yang akan datang.
2. Meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yaitu mencakup semua aktivitas
atau kegiatan yang akan dilakukan oleh semua bagian yang ada dalam
perusahaan. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan (fungsi) perusahaan
dapat dikelompokan manjadi lima kelompok yaitu kegiatan pemasaran
(marketing),
administrasi
produksi
(production),
(administracing)
dan
pembelanjaan
(financing),
kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan dengan masalah-masalah personalia. Mengingat bahwa
anggaran adalah suatu rencana yang nantinya akan menjadi pedoman
kerja, sebagai koordinasi kerja, dan sebagai alat pengawasan kerja,
maka sudah semestinya bahwa anggaran yang tidak mencakup seluruh
kegiatan perusahaan akan dapat mengganggu kelancaran jalannya
perusahaan yang berarti pula mengganggu jalannya kegiatan untuk
merealisasikan budget itu sendiri.
3. Dinyatakan dalam unit moneter, yaitu unit (kesatuan) yang dapat
diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka ragam.
Adapun unit moneter yang beraneka ragam di Indonesia ialah
“rupiah”. Unit moneter ini sangat diperlukan mengingat bahwa
masing-masing kegiatan perusahaan yang beraneka ragam tersebut
sering mempunyai kesatuan unit yang berbeda.
4. Jangka waktu tertentu yang akan datang, menunjukkan bahwa budget
berlakunya untuk masa yang akan datang. Ini berarti bahwa apa yang
dimuat dalam budget adalah taksiran-taksiran (forecast) tentang apa
yang akan dilakukan diwaktu yang akan datang.
2.3.2
Kegunaan Anggaran
Munandar (2000:10) mengemukakan tiga kegunaan anggaran yaitu:
a. Sebagai pedoman kerja
Budget berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta
sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai oleh kegiatankegiatan perusahaan diwaktu yang akan datang.
b. Sebagai alat pengkoordinasian kerja
Budget berfungsi sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagianbagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang, saling
bekerja sama dengan baik, untuk menuju kesasaran yang telah ditetapkan,
dengan demikian kelancaran jalannya perusahaan akan lebih terjamin.
c. Sebagai pengawasan kerja
Budget berfungsi juga sebagai tolak ukur, sebagai alat pembanding untuk
menilai (evaluasi) realisasi kegiatan perusahaan nanti.
Disamping adanya kegunaan anggaran yang dapat dirasakan oleh
perusahaan, Mulyadi (2001:502) mengemukakan fungsi anggaran sebagai berikut:
1. Anggaran merupakan hasil proses penyusunan rencana kerja;
2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan
perusahaan dimasa yang akan datang;
3. Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan
manajer bawah dengan manajer atas;
4. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan
manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan;
5. Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai perbandingan
hasil operasi sesungguhnya;
6. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi
manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak efektif dan efisien.
2.3.3
Siklus Anggaran Negara Di Indonesia
Menurut Mardiasmo (2002:67), dalam rangka penyusunan anggaran
terdapat baberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu:
1. Otorisasi oleh legislatif
Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih
dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
2.
Komprehensif
Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran
pemerintah.
3. Keutuhan anggaran
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana
umum (general fund).
4. Nondiscretionary Appropriation
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara
ekonomis, efisien dan efektif.
5. Periodik
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat persifat tahunan
maupun multi tahunan.
6. Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasuki cadangan yang tersembunyi
(hidden
reserve)
yang
dapat
dijadikan
sebagai
kantong-kantong
pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan
munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran.
7. Jelas
Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak
membingungkan .
8. Diketahui publik
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
Selain prinsip-prinsip penyusunan anggaran, masalah jenis-jenis anggaran
juga perlu diperhatikan. Adapun jenis-jenis anggaran sektor publik dibagi menjadi
dua, yaitu;
1. Anggaran Operasional (operation/ recurrent budget)
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan seharihari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluran pemerintah yang dapat
dikategorikan dalam anggaran operasional adalah “Belanja Rutin”. Belanja
rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya
untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah asset atau kekayaan bagi
pemerintah. Disebut “rutin” karena sifat pengeluaran tersebut berulangulang ada setiap tahun. Secara umum, pengeluaran yang termasuk kategori
anggaran operasional antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja
Operasi dan Pemeliharaan.
2. Anggaran Modal/ Investasi (capital/ investment budget)
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan
atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan
sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan
menggunakan pinjaman. Belanja investasi/ modal adalah pengeluaran
yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan
menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemerliharaannya.
Setiap aktivitas masusia baik secara individu maupun secara kelompok
(organisasi) pasti dimulai oleh aktivitas awal dan ditutup oleh aktivitas akhir.
Rangkaian aktivitas dari awal sampai akhir itu dinamakan dengan siklus.
Dalam anggaran juga terdapat aktivitas yang sering dinamakan dengan
siklus anggaran. Pada dasarnya secara umum siklus anggaran adalah sama untuk
setiap organisasi, yang berbeda hanya pada penekanan atau skala prioritas. Siklus
anggaran umumnya terdiri dari empat tahap, seperti yang dikemukakan
Mardiasmo (2002; 70) dibawah ini:
1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)
Pada tahap ini dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran
pendapatan yang tersedia. Sebelum menyetujui taksiran pengeluaran,
terlebih dahulu dilakukan panaksiran pendapatan secara lebih akurat.
2. Tahap Ratifikasi Anggaran (Budget Ratification)
Tahap ini melibatkan proses politik yang cukup rumit dan berat, dimana
pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki manajerial skiil tetapi
juga harus mempunyai political skiil, salesmanship, dan coalition building
yang memadai. Dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mampu
memberikan argumentasi yang rasional atas semua pertanyaan-pertanyaan
dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.
3. Tahap Impelmentasi Anggaran (Budget Implementation)
Pada tahap ini yang harus diperhatikan oleh menejer keuangan publik
adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab
untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk
perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati dan bahkan
dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya.
4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi (Budget Reporting and Evaluation)
Tahap akhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran.
Tahap ini terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah
didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen
yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan
menemui banyak masalah.
Siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh
penyelenggaraan pemerintah, dalam rangka pencapaian tujuan akhir pemerintah.
Menurut Mardiasmo (2002;70) bahwa dalam siklus penyusunan anggaran
ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:
“1. Top Down
Top Down, merupakan proses penyusunan anggaran dengan arahan
dari atas ke bawah. Sistem penganggaran pada pendekatan ini sifatnya
incremental yaitu sistem anggaran pendapatan dan belanja yang
memungkinkan revisi selama tahun berjalan.
2. Bottom up
Bottom up, merupakan proses penyusunan anggaran dengan arahan
dari bawah ke atas. Sistem penganggaran pada pendekatan ini berbasis
kinerja yaitu teknik penyusunan anggaran berdasarkan pertimbangan
beban kerja (work load) dan unit cost dari setiap kegiatan terstruktur”.
2.4 Pendapatan Daerah
Didalam keuangan daerah terdapat hak-hak yang dapat dinilai dengan
uang, yang tercermin dalam hal pemungutan pendapatan daerah, dimana
pemungutan pendapatan daerah ini jika dapat direalisir akan tercipta menjadi
penerimaan daerah.
Pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan
memadai, karena dalam pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya
yang besar. Sehubungan dengan pentingnya sumber keuangan, Gade (1993;120)
mengatakan bahwa:
“Pendapatan merupakan penambahan kas pemerintah pusat yang berasal
dari berbagai sumber antara lain mencakup penerimaan pajak dan cukai,
penerimaan minyak, pendapatan yang berasal dari investasi, penerimaan
pinjaman luar negeri dari pinjaman dalam negeri serta hibah”
sedangkan pengertian pendapatan menurut Arinta (1993;31) pendapatan
dirumuskan sebagai:
“Penambahan hak milik selama periode yang telah ditentukan dan juga
sebagai penambah aktiva tanpa penambahan utang bukan pengembalian
biaya dan pembatalan utang tanpa penambahan utang lainnya/
pengurangan aktiva”
Menurut Undang-undang nomor 22 tahun 1999 pendapatan daerah yaitu:
“Semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu
yang menjadi hal atas daerah yang menjelaskan tentang jumlah anggaran
dan realisasi dari:
1. Bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;
2. Bagian pendapatan asli daerah;
3. Pendapatan dari pemerintah/instasi yang lebih tinggi;
4. Lain-lain pendapatan yang syah”.
Sedangkan menurut Halim (2004;144) pendapatan daerah mempunyai
defiansi sebagai berikut:
”Pendapatan daerah adalah peningkatan aktiva atau penurunan utang yang
berasal dari berbagai kegiatan periode berjalan akuntansi tertentu.
Kelompok pendapatan daerah meliputi pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah”.
2.4.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Halim (2004;67) pendapatan asli daerah didefinisikan sebagai
berikut:
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah
yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok Pendapatan Asli
Daerah dipesahkan menjadi 4 jenis pendapatan, yaitu: Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Milik Daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD yang Sah”.
Menurut pasal 79 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menjelaskan
bahwa sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri dari:
1. Hasil pajak daerah
Menurut pasal 1 ayat 6 UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan
atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
mengatakan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelengaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah.
Pajak merupakan sumber umum penerimaan pemerintah yang
hampir tidak berubah dan benar-benar dijaga oleh pemerintah pusat.
Pembagian hasil penerimaan ini dengan cara penyerahan atau pembagian
ada
kalanya
dicantumkan
dalam
undang-undang.
Beberapa
cara
pemerintah regional di negara kesatuan memperoleh penerimaan yang
berasal dari pajak penghasilan sebagian karena dimungkinkan oleh sistem
pajak nasionalnya dan lainnya karena perbedaan dasar pajak yang
ditetapkan. Pengaturan pembagian hasil pajak yang dimaksud antara lain
dicantumkan pada undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
yaitu pada pasal yang menerangkan tentang pembagian hasil Pajak Bumi
dan Bangunan dan memperolah hak atas bumi dan bangunan.
Sistem pajak penghasilan nasional memiliki ciri umum tertentu yang
membedakan antara pajak yang dikenal atas penghasilan orang pribadi dan
laba yang diperoleh sebuah perusahaan. Penetapan bagi pajak orang
pribadi dengan cara mengenakan pajak atas pendapatan hasil seseorang
dikurangi biaya-biaya dan potongan yang biasanya berbeda antara satu
keluarga dengan yang lainnya. Pajak perusahaan dikenakan atas laba yang
diperoleh suatu perusahaan setelah diperhitungkan dana untuk penyusutan.
Pajak penghasilan orang pribadi biasanya bersifat progresif sedangkan
tingkat pajak yang berbeda dikenakan terhadap laba suatu perusahaan yang
biasanya dimulai dari persentase yang lebih tinggi. Tingkat pajak orang
pribadi seringkali dibedakan antara pendapatan dan penghasilan yang
diperoleh seseorang akan tetapi bukan merupakan suatu pendapatan
dimana terakhir ini tingkat pajaknya dikenakan lebih tinggi. Tunjangan
yang diberikan kepada perorangan (personal allowances) adalah untuk
meringankan golongan berpenghasilan rendah. Bagi negara-negara
berkembang hal ini secara efektif memberikan keringanan untuk sebagian
terbesar dari jumlah penduduknya. Dalam hal ini administrasi pajak
pendapatan nasional secara nyata memusatkan perhatian pada gaji sektor
formal yang diterima oleh pegawai pemerintah, swasta dan laba atas
perusahaan.
Untuk itu, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang pelaksanaan pemungutan jenis-jenis pajak tertentu
oleh masing-masing daerah, yang dengan peraturan perundang-undangan
tersebut Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan dan keleluasaan
untuk mengelola sumber-sumber penerimaan pajak di daerah.
Upaya peningkatan pajak dilakukan di dalam kerangka perbaikan
sistem perpajakan secara keseluruhan. Beberapa upaya yang bisa
dilakukan menurut Sitompul (1996:278) antara lain;
1. Menghapus pajak daerah yang tidak memuaskan.
2. Memperbaiki kinerja pajak daerah yang ada.
3. Meningkatkan wewenang pemerintah daerah.
4. Meningkatkan administrasi pajak daerah.
5. Menciptakan pajak daerah yang baru konvensional.
6. Menciptakan pajak daerah yang baru non konvensional.
Sementara itu Bachrul Elmi (2002:46) mengungkapkan upaya yang
ditempuh untuk meningkatkan penerimaan dari pos pajak daerah antara
lain:
1. Upaya peningkatan penerimaan pajak melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi terhadap jenis-jenis pajak tertentu, antara lain dengan
memberi kemudahan lapangan usaha baru.
2. Peranan aprasial valuation terhadap asset-aset daerah.
3. Fungsi budgeter dari penerimaan pajak daerah, artinya meningkatkan
efisiensi dengan cara mengalokasikan penerimaan pajak untuk
membiayai kegiatan yang produktif.
2.
Retribusi Daerah
Pasal 1 ayat 26 UU No. 34 Tahun 2000 yaitu perubahan UU No. 18
Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan
Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan
Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan atau diberikan olah pemerintah daerah untuk
kepentingan pribadi atau badan.
Ibnu Syamsi (1994:221) mengatakan tentang Retribusi bahwa:
“Retribusi adalah iuran dari masyarakat tertentu (individu) yang
bersangkutan yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah
yang prestasinya ditunjuk secara langsung, dan pelaksanaannya dapat
dipaksakan. Dengan kata lain yang lebih sederhana, retribusi adalah
pungutan yang dibebankan kepada seseorang karena menikamati jasa
secara langsung”.
Untuk melaksanakan pemungutan retribusi, pasal 82 Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah menjelaskan bahwa :
1. Pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang.
2. Penentuan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Jenis-jenis perusahaan daerah sangat beragam. Di Indonesia, BUMD
yang paling seragam antara lain adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD)
dan perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pendirian BUMD
didasarkan kepada alasan:
1. Ideologi, bila satu masyarakat dan negara menganut prinsip bahwa
sarana produksi adalah milik masyarakat;
2. Melindungi konsumen dalam hal adanya monopoli alamiah;
3. Mendorong pembangunan ekonomi daerah; dan
4. Menghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah.
Menurut Ermaya Suradinata (1998:86) tentang Perusahaan Daerah :
“Perusahaan daerah adalah suatu badan usaha yang dibentuk oleh
daerah untuk mengembangkan perekonomian daerahnya untuk
menambah penerimaan daerah”.
Adapun ciri pokok perusahaan daerah adalah adanya kesatuan
produksi
(regional)
dalam
arti
luas
termasuk
memberi
jasa,
menyelengarakan kemanfaatan umum dan memupuk pendapatan.
Jenis usaha yang dikelola Pemerintah Daerah sangat beraneka ragam.
Hal ini tergantung pada kebutuhan dan kemampuan masing-masing
daerah. Semakin banyak potensi dan peluang usaha dapat dikembangkan,
maka semakin besar pula kesempatan untuk meningkatkan kontribusi laba
usaha Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah.
4. Lain-lain Pendapatan yang Sah
Lain-lain pendapatan yang sah, menurut penjelasan pasal 3 huruf d
undang-undang No. 25 Tahun 1999 adalah “ lain-lain penerimaan yang
sah, antara lain, hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dan pada
penjelasan pada 4 huruf d dikatakan bahwa “lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah, antara lain, hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa
giro”.
Dengan demikian, masing-masing daerah dapat menggali sumbersumber penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Penggalian
sumber-sumber
penerimaan
ini
dapat
dibenarkan
oleh
peraturan
perundang-undangan ini dapat dibenarkan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dana Perimbangan
Pengertian dana perimbangan menurut Halim (2004;69) adalah sebagai
berikut:
“Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan
kepada daerah unruk membiayai kebutuhan daerah”
.
Kelompok Pendapatan berupa Dana Perimbangan ini digolongkan menjadi
empat jenis pendapatan, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi hasil pajak/ bukan pajak, yang meliputi:
a. Bagi hasil pajak
b. Bagi hasil bukan pajak/ sumber daya ala,
2. Dana alokasi umum
3. Dana alokasi khusus, yang meliputi:
a. Dana alokasi khusus reboisasi
b. Dana alokasi khusus nonreboisasi
4. Bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari provinsi (untuk kabupaten/ kota)
Lain-lain Pendapatan yan Sah
Sebelum munculnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun
2002, pendapatan ini diklasifikasikan dalam dana perimbangan. Dengan adanya
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tersebut, pendapatan ini
digolongkan tersendiri. Kelompok Pendapatan ini meliputi jenis pendapatan
berikut:
1. Bantuan dana kontinjensi/ penyeimbang dari pemerintah
2. Dana darurat.
2.5 Pengeluaran/ Belanja Daerah
Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pemerintah dalam rangka
memenuhi pemenuhan tagihan-tagiahan kepadanya dan melaksanakan keadilan
sosial
yang
seluas-luasnya
diperlukan
pengeluaran-pengeluaran
daerah.
Pengeluaran-pengeluaran daerah tersebut mempunyai kaitan terhadap kewajiban
daerah yang dapat dinilai dengan uang.
Sedangkan Pengertian Belanja menurut Gade (1993;21) yaitu:
“Belanja terdiri dari penurunan kas pemerintah pusat untuk mengeluarkan
guna membayar atas barang dan jasa yang dibeli, subsidi, pembayaran
lain-lain yang telah diotorisasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Negara. Termasuk juga belanja-belanja yang dibiayai terlebih dahulu oleh
pemerintah tanpa melihat apakah pembiayaan pendahuluan tersebut akan
dibayar kembali atau tidak oleh negara donor”
Adapun
pengeluaran-pengeluaran
tersebut
adalah
pengeluaran-
pengeluaran rutin (current axpedituer) dan pengeluaran pembangunan (capital
expediture). Mengenai pengeluaran rutin dan pengeluaran pambangunan ini,
Baswir (1988:39) mengatakan:
“Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai
kegiatan sehari-hari pemerintah, sedangkan pengeluaran pembangunan
adalah peneluaran pemerintah yang bersifat investasi, dan ditujukan untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah sebagai salah satu faktor
pembangunan nasional”.
Setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
Tahun 2002 pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan berubah menjadi
pengeluaran aparatur daerah dan pengeluaran belanja publik.
Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002
dijelaskan sebagai berikut:
“Belanja Aparatur Daerah adalah bagian belanja berupa belanja
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal
dan pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan untuk
membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara
langsung dinikmati oleh masyarakat. Belanja Pelayanan publik adalah
bagian belanja administrasi umum belanja operasi dan pemeliharaan serta
belanja modal dan pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan
untuk membiayai kegiatan yang hasil manfaatnya dan dampaknya secara
langsung dinikmati oleh masyarakat.”
Selain Belanja Aparatur Daerah dan Belanja Pelayanan Publik, dalam
Belanja Daerah terdapat juga Belanja Tidak Tersangka dan Belanja Bagi Hasil
dan Bantuan Keuangan. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan berbentuk
kegiatan pengalihan uang and atau barang dari Pemerintah Daerah. Sedangkan
Belanja Tidak Tersangka menurut Halim (2004;74) adalah sebagai berikut:
“ Balanja Tidak Tersangka merupakan belanja Pemerintah Daerah untuk
Pelayanan Publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencana
sosial”.
Pembangunan adalah usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan
warganya yang dalam hal ini terutama kemajuan material.
Pengertian dari belanja pembangunan daerah adalah besarnya pengeluaran
untuk menyelenggarakan pelaksanaan pembangunan dari pendapatan daerah.
Bentuk dari pengeluaran pembangunan daerah ini dapat berupa proyek-proyek
fisik seperti pembangunan jalan, pembangunan jembatan atau gedung-gedung,
dan dapat pula berupa proyek-proyek non fisik seperti pendidikan, panataran,
pembinaan mental, masyarakat dan spiritual. Belanja pembangunan daerah ini
mempunyai ciri spesifik yaitu investment categories, dimana penggunaan biaya
untuk membiayai fungsi agent of development dan dari pengeluaran atau belanja
ini akan menghasilkan kembali produk-produk yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan kemajuan tingkat perekonomian daerah selanjutnya.
2.6 Pembiayaan
Setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun
2002, struktur APBD berubah. Struktur yang sekarang bukan hanya Pendapatan
dan Belanja Daerah tapi ada juga Pembiayaan. Menurut Halim (2004;143)
pembiayaan mempunyai definisi sebagai berikut:
“Pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja dalam satu periode
akuntansi”.
2.7 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah, APBD dapat didefinisikan sebagai
rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, di mana satu pihak
menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai
kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan
di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber
penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud (Mamesah,
1995; 20). Definisi tersebut merupakan pengertian APBD pada era orde baru.
Sebelumnya, yaitu pada era orde lama, terdapat pula definisi APBD yang
dikemukakan oleh wajong (1962; 81). Menurutnya, APBD adalah rencana
pekerjaan keuangan (financieel werkplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu
tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada
badan eksekutif (Kepala Daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan
rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag)
penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup
pengeluaran tadi.
APBD adalah suatu Anggaran Daerah. Kedua definisi APBD di atas
menunjukkan bahwa suatu Anggaran Daerah, termasuk APBD, memiliki unsurunsur sebagai berikut:
1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi
biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biayabiaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan
dilaksanakan.
3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka
4. Periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun
Setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun
2002 secara umum terdapat perubahan dalam pengelolaan anggaran daerah
(APBD), yaitu:
1. Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability
Sebelum reformasi keuangan daerah, pertanggungjawaban atas pengelolaan
anggaran daerah lebih ditujukan pada pemerintah yang lebih tinggi. Dengan
adanya reformasi, pertanggungjawaban lebih ditujukan kepada rakyat melalui
DPR.
2. Dari traditional budget menjadi performance budget
Proses penyusunan anggaran dengan system tradisional menggunakan
pendekatan
incremental
dan
“line
item”
dengan
penekanan
pada
pertanggungjawaban pada setiap input yang dialokasikan. Reformasi
keuangan daerah menurut penyusunan anggaran dengan pendekatan/ system
anggaran kinerja, dengan penekanan pertanggungjawaban tidak sekedar pada
input tetapi juga pada output dan outcome.
3. Dari pengendalian dan audit keuangan ke pengendalian dan audit keuangan
dan kinerja.
Pada era sebelum reformasi, pangendalian dan audit keuangan dan kinerja
telah ada, namun tidak berjalan dengan baik. Penyebabnya adalah karena
system anggaran tidak memasukkan kinerja. Di era reformasi, karena system
penganggaran menggunakan system penganggaran kinerja, maka pelaksanaan
pengendaliaan dan audit keuangan dan audit kinerja akan menjadi lebih baik.
4. Lebih menerapkan konsep value for money
Penerapan konsep value for money lebih dikenal dengan konsep 3E
(Ekonomis, Efisien, dan Efektif). Artinya, dalam mencari dana maupun
menggunakan dana pemeritah daerah dituntut selalu menerapkan prisip 3E
tersebut. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk selalu memperhatikan
tiap rupiah dana (uang) yang diperoleh dan digunakan.
5. Penerapan konsep pusat pertanggungjawaban
Penerapan pusat pertanggungjawaban dilakukan melalui seperti antara lain
diperlakukannya dinas pendapatan sebagai pusat pendapatan (revenue center),
bagian keuangan diperlakukan sebagai pusat biaya (expense center), dan
BUMD diperlakukan sebagai pusat laba (profit center). Pusat pendapatan
adalah unit organisasi dalam suatu organisasi yang prestasinya diukur dari
kemampuannya dalam menghasilkan pendapatan. Pusat biaya adalah unit
organisasi
dalam
suatu
organisasi
yang
prestasinya
diukur
dari
kemampuannya dalam mengefisienkan pengeluaran. Pusat laba adalah unit
organisasi
dalam
suatu
organisasi
yang
prestasinya
diukur
dari
membandingkan antara laba yang dihasilkan dengan investasi yang
ditanamkan dalam unit organisasi tersebut.
6. Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintah
Reformasi sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah merupakan
“jantung” dari reformasi keuangan daerah karena sistem inilah yang akan
menghasilkan output seperti dikehendaki PP Nomor 105/2000. Sistem
akuntansi keuangan pemeritahan yang selama ini berjalan menggunakan
sistem pencatatan tunggal (single entery system) dengan dasar pencatatan atas
dasar kas (cash basis). Di era reformasi keuangan daerah, system pencatatan
yang digunakan adalah sistem ganda (double entery system) dengan dasar
pencatatan atas dasar kas modifikasian (modified cash basis) yang mengarah
pada basis akrual.
Download