BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Istilah “otonomi” berasal dari bahasa latin, yaitu “auto” yang berarti sendiri “nomos” yang berarti aturan atau undang-undang. Menurut Encyclopedia of Sosial Science seperti yang dikutip oleh Sarundajang (2001; 33) : “Otonomi dalam pengertian asli adalah the legal self sufficiency body and art actual independence. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintah, Otonomi Daerah berarti self government atau the condition of living under self sufficiency yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws. Namun demikian, walaupun otonomi tersebut sebagai self government, self sufficiency, dan actual independence, keotonomian tersebut tetap berada dalam batas yang tidak melampaui wewenang pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada daerah”. Dalam UU No.22/1999 juga menyebutkan penggertian dari Otonomi Daerah dan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan UU Otonomi Daerah untuk menghindari perbedaan persepsi dalam mengartikan pengertian dari otonomi tersebut. Dalam ketentuan Umum UU No.22/1999 Pasal 1 huruf h dan I menyebutkan: “Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menutur prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sedangkan, “Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Pemberian kewenangan yang seharusnya diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemeritah Daerah (hubungan kewenagan) adalah sebagai konsekwensi logis untuk tercapainya maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah, serta untuk imbalan terhadap kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerahnya 2.2 Akuntansi Pemerintahan Akuntansi berkaitan dengan proses pencatatan, pengklasifikasian dan menyimpulkan data yang berhubungan dengan transaksi perusahaan dan kejadian lainnya. Akuntansi umum ini memiliki sejumlah lapangan-lapangan akuntansi khusus yang telah berkembang. Salah satu dari sejumlah lapangan Akuntansi tersebut adalah Akuntansi Pemerintahan atau Governmental Accounting. Akuntansi Pemerintahan mencoba untuk memberikan informasi akuntansi yang berguna bila dipandang dari aspek perusahaan dan Public Administration serta membantu mengadakan pengawasan pengeluaran dari dana masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2.2.1 Pengertian Akuntansi Pemerintahan Pengertian Akuntasi Pemerintahan menurut Arinta (1996:11) adalah sebagai berikut: “Akuntasi Pemerintahan adalah aplikasi akuntasi dibidang keuangan negara (public finance), khususnya pada tahapan pelaksanaan anggaran (budget execution), termasuk segala pengaruh yang ditimbulkannya, baik yang bersifat seketika maupun yang lebih permanen pada semua tingkat dan unit pemerintah. Akuntansi Pemerintahan meliputi kegiatan Penganalisaan, Pencatatan, Penyimpulan, Pelaporan dan Pengiterpretasian transaksi-transaksi unit agensi pemerintahan” Sementara itu menurut Baswir (2000;7), mengemukakan pengertian Akuntansi Pemerintahan sebagai berikut : “Akuntansi Pemerintahan dibidang Akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba”. Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka dalam Akuntansi Pemerintahan tidak diperlukan pencatatan rugi laba seperti dilakukan pada akuntasi perusahaan. Akuntansi Pemerintahan sering dianggap sebagai laporan akuntansi yang berdiri sendiri. Hal ini terlihat dari pendapat Arinta (1996:15) yaitu: “Akuntansi Pemerintahan diselenggarakan bukan Cuma buat menyajikan posisi keuangan dan hasil operasinya saja seperti pada Akuntansi Perusahaan, namun harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku atasnya”. Sementara itu Arinta (1996:15) juga mengemukakan kondisi yang menbedakan antaran Akuntasi Pemerintahan dengan Akuntansi Perusahaan, yaitu: 1. Tidak diperlukannya pencatatan rugi laba, kecuali pada unit perusahaan (individual owner ship). 2. Tidak diperlukannya pencatatan pemilikan pribadi. 3. Pencatatan tersendiri harus ada buat dana (funds) yang sebaiknya merupakan satuan keuangan dan pembukuan lengkap. 4. Pembukuan mesti disediakan juga buat keperluan pengawasan anggaran 2.2.2 Karakteristik Akuntansi Pemerintahan Akuntansi Pemerintahan lebih menitikberatkan pada dana (fund) sehingga sering disebut sebagai akuntansi dana. Dalam hal ini sistem akuntansi pemerintahan direncanakan, diorganisasikan serta dijalankan atas dasar dana. Adapun pengertian dana dalam akuntasi pemerintahan adalah satu sesatuan dengan seperangkat buku besar/ledger yang digunakan untuk mencatat kas dan juga sumber-sumber keuangan yang lainnya, juga kewajiban-kewajiban yang berkaitan disertai dengan sisa dana saldo dan perubahan-perubahan yang dibuat secara terpisah dengan maksud melaksanakan kegiatan khusus/ mencatat tujuan tertentu sesuai dengan peraturan-peraturan persepsi dan juga pembatasanpembatasan tertentu. Karakteristik akuntansi pemerintahan menurut Baswir (2000;11) adalah sebagai berikut: 1. Keinginan manajer laba tidak inklusif dibidang usaha dan kegiatan lembaga pemerintah dan pencatatan rugi laba tidak perlu dilakukan; 2. Lembaga pemerintahan tidak dimiliki secara pribadi sebagimana halnya perusahaan, oleh karena itu pencatatan pemilikan pribadi juga tidak perlu dilakukan; 3. Sistem akuntansi pemerintahan suatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan negara yang bersangkutan, maka bentuk akuntansi pemerintahan berbeda antara satu negara dengan negara yang lain tergantung pada sistem pemerintahannya; dan 4. Fungsi akuntansi pemerintahan adalah untuk mencatat, menggolonggolongkan, meringkas dan melaporkan realisasi pelaksanaan anggaran suatu negara, maka penyelenggaraan akuntansi pemerintahan tidak bisa dipisahkan dari mekanisme pengurusan keuangan dan sistem anggaran tiap-tiap negara. 2.2.3 Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintahan Pemerintahan, yang dalam hal ini adalah organisasi yang memegang peran utama dalam pemberian jasa dan pelayanan kepada masyarakat mempunyai lingkungan yang berbeda dengan sektor swasta/ perusahaan. Adapun yang membedakan antara akuntansi pemerintahan dengan akuntansi perusahaan menurut Gade (1998:28) adalah: 1. Perbedaan yang utama antara akuntansi pemerintahan dengan akuntansi perusahaan yaitu terletak pada kegiatan-kegiatan pemerintah pada umumnya tidak ditujukan untuk mencari laba sebagaimana halnya pada kegiatan-kegiatan perusahaan 2. Pemerintah memberikan pelayanan untuk kepentingan keamanan, kesejahteraan, dan manfaat-manfaat umum lainnya kepada seluruh masyarakat, sedangkan perusahaan menjual barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan. 3. Para penyumbang dana kepada pemerintah seperti wajib pajak tidak bertindak secara sukarela dan mereka mengharapkan agar dana yang mereka bayarkan itu diurus dengan efektif, efisien dan ekonomis untuk memberikan pelayanan yang bermanfaat kepada seluruh rakyat, sedangkan para pemberi modal kepada perusahaan adalah secara sukarela untuk ikut dalam perniagaan yang mengharapkan sesuatu keuntungan langsung. 4. Hubungan antara rakyat sebagai penyedia dana dari rakyat sebagai konsumen barang-barang dan jasa-jasa dari pelayanan tersebut tidak langsung dan tidak terdapat pasar terbuka untuk menguji manfaat dari barang dan jasa yang dihasilkan sedangkan hubungan antara penjual dan pembeli dalam dunia usaha dilaksanakan pada pasar atau bursa terbuka. 5. Anggaran tahunan negara yang disiapkan oleh pemerintah merupakan rencana operasi keuangan yang harus mendapat persetujuan dari lembaga legislatif. Jumlah anggaran belanja yang tercantum didalam anggaran negara tersebut merupakan batas maksimal yang wajib ditaati oleh pemerintah. Apabila pemerintah hendak melampaui batas anggaran belanja yang sudah disetujui oleh lembaga legislatif tersebut tentu harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif itu. Pada perusahaan juga dibuat anggaran perusahaan tahunan dan dilaksanakan oleh direksi yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan rapat umum pemegang saham. 6. Akuntansi pemerintahan bersifat kaku dengan banyaknya peraturanperaturan yang mengaturnya, sedangkan akuntansi perusahaan bersifat luwes dan fleksibel. 7. Akuntansi pemerintahan tidak menyusun perhitungan laba dan rugi seperti yang selalu dilakukan pada akuntansi perusahaan. 8. Pada akuntansi pemerintahan tidak membuat pencatatan tentang pemilikan pribadi (individual ownership), seperti yang selalu dibuat pada akuntansi perusahaan. 9. Pada akuntansi pemerintahan tidak melaksanakan perkiraan penyusutan aktiva, sedangkan pada akuntansi perusahaan hal ini merupakan suatu keharusan. Dalam hal ini menjadi pertimbangan dalam pengembangan sistem akuntansi pemerintahan. Prinsip-prinsip atau standar akuntansi dan pelaporan harus dipahami dalam hubungannya dengan lingkungan dimana prinsip itu dipergunakan dan juga dari sisi pemakai laporan keuangan. Untuk dapat memahami akuntansi pemerintahan secara tepat, menurut Government Finance Officeers Association yang dikutip oleh Gade (1998:25) diperlukan pertimbangan tiga hal sebagai berikut : 1. Stuktur Pemerintahan 2. Sifat dan Sumber Daya 3. Proses Politik Memegang Peranan Penting Sturktur pemerintahan pada umumnya diperlukan untuk melindungi dan melayani kebutuhan-kebutuhan warga negaranya. Pada pemerintahan demokratis, struktur pemerintahan biasanya berdasarkan sistem check and balaces yang dilakukan dengan pemisahan fungsi pemerintah tersebut bisa memiliki kesimpulan yang berbeda mengenai bagaimana warga negara dilayani dan dilindungan dengan sebaik-baiknya. Disektor pemerintahan tidak terdapat hubungan langsung antara barang/ jasa yang diberikan dengan harga yang harus dibayar pembeli seperti sektor dunia usaha swasta. Dalam hal ini kita sulit sekali untuk mengidentifikasi hubungan pertukaran antara pajak yang dibayar dengan jasa yang diterima. Dan sebagai individu tidak akan pernah menerima sejumlah barang atau jasa yang sama dengan jumlah pajak yang dibayarkan. Jadi disini pembayaran pajak bersifat pemberi sumber dana yang tidak sukarela, dan bila diberi pilihan akan memilih tidak membayar pajak. Dalam negara demokratis, rakyat melalui wakil-wakilnya dapat mempengaruhi pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada rakyat. Dalam hal ini masyarakat meminta kepada pemerintah agar memberikan jasa yang maksimum kepada mereka dengan jumlah pembayaran pajak yang minimum. Pemerintah juga harus menginvestasikan sejumlah dana dalam aktiva yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan. Hal ini menyebabkan akuntansi pemerintahan harus terpisah dari akuntansi perusahaan. 2.2.4 Sistem Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia Sistem akuntansi pemerintahan yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah sistem pembukuan kameral/ anggaran yang akan mengelola semua transaksi-transaksi keuangan, sumber-sumber, kewajiban-kewajiban, dana-dana pemerintahan dan akan menghasilkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan diluar pemerintah maupun berbagai tingkatan manajemen di dalam pemerintah. Adapun tujuan dari sistem akuntansi pemerintahan ini adalah untuk perencanaan, panganggaran, pelaksanaan dan pengendalian anggaran dan evaluasi operasi-operasi serta untuk perumusan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan. Secara garis besar, pembukuan kameral menurut pendapat Arinta (1996:4) adalah sebagai berikut: 1. Tata buku kameral dimaksudkan untuk digunakan oleh badan-badan non profit yang berlandaskan atas anggaran belanja, jadi temasuk untuk badanbadan pemerintahan. 2. Buku-buku yang digunakan terdiri dari: a. Buku kas/ Bank Biasa/ Tabelaris, berbentuk skontro. Sisi debet (kiri) digunakan buat penerimaan tunai dengan sekaligus mencatat sumber/ jenis/ mata anggaran yang bersangkutan. sisi kredit (kanan) digunakan untuk mencatat pembayaran tunai dengan sekaligus mencatat jenis/ mata anggarannya. b. Buku jenis/ mata anggaran, berbentuk daftar untuk setiap jenis/ mata anggaran: jumlah anggaran untuk setiap jenis/ mata anggaran diterapkan untuk satu tahun ditulis di belakang nomor dan nama jenis/ mata anggaran sebagai heading, jadi diluar pembukuan. 3. Secara periodik dan diakhiri tahun anggaran dibuat rekapitulasi (ikhtisar) dari buku jenis/ mata anggaran tersebut. 4. Pada akhir tahun dapat juga disusun: neraca, daftar lebih/ kurang antara anggaran dan realisasi,dan daftar hasil/ tanggungan (semacam rugi/ laba) 5. Jelas semua pembukuan bersifat tunai, jadi menggunakan cash basis of accounting. Dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya sistem akuntansi pemerintahan di Indonesia berdasarkan tata cara: 1. Pembukuan Kameral 2. Menggunakan cash basis of accounting 2.3 Anggaran 2.3.1 Pengertian Anggaran Mardiasmo (2002:61) mengemukakan pengertian anggaran sebagai berikut: “ Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial” Mulyadi (2001:488) mendefinisikan anggaran sebagai berikut: “ Anggaran adalah rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran lainnya, yang mencakup jangka waktu satu tahun”. Munandar (2000:1) mengemukakan definisi anggaran sebagi berikut: “Business Budget atau Budget (Anggaran) adalah suatu rencana yang disusun secara sistemetis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang”. Revrisond Baswir (2000; 25) menyebutkan anggaran adalah : “Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode di masa yang akan datang”. Revrisond Baswir (2000; 26) juga nenyebutkan secara khusus mengenai Anggaran Negara sebagai berikut: “Anggaran Negara adalah suatu pernyataan tetang perkiraan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa depan, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa yang lalu”. Dari pengertian tersebut nampaklah bahwa suatu anggaran mempunyai empat unsur yaitu: 1. Rencana, yaitu suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan diwaktu yang akan datang. Budget juga merupakan suatu rencana karena budget merupakan penentuan terlebih dahulu tentang kegiatan-kegiatan diwaktu yang akan datang. 2. Meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yaitu mencakup semua aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan oleh semua bagian yang ada dalam perusahaan. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan (fungsi) perusahaan dapat dikelompokan manjadi lima kelompok yaitu kegiatan pemasaran (marketing), administrasi produksi (production), (administracing) dan pembelanjaan (financing), kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masalah-masalah personalia. Mengingat bahwa anggaran adalah suatu rencana yang nantinya akan menjadi pedoman kerja, sebagai koordinasi kerja, dan sebagai alat pengawasan kerja, maka sudah semestinya bahwa anggaran yang tidak mencakup seluruh kegiatan perusahaan akan dapat mengganggu kelancaran jalannya perusahaan yang berarti pula mengganggu jalannya kegiatan untuk merealisasikan budget itu sendiri. 3. Dinyatakan dalam unit moneter, yaitu unit (kesatuan) yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka ragam. Adapun unit moneter yang beraneka ragam di Indonesia ialah “rupiah”. Unit moneter ini sangat diperlukan mengingat bahwa masing-masing kegiatan perusahaan yang beraneka ragam tersebut sering mempunyai kesatuan unit yang berbeda. 4. Jangka waktu tertentu yang akan datang, menunjukkan bahwa budget berlakunya untuk masa yang akan datang. Ini berarti bahwa apa yang dimuat dalam budget adalah taksiran-taksiran (forecast) tentang apa yang akan dilakukan diwaktu yang akan datang. 2.3.2 Kegunaan Anggaran Munandar (2000:10) mengemukakan tiga kegunaan anggaran yaitu: a. Sebagai pedoman kerja Budget berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai oleh kegiatankegiatan perusahaan diwaktu yang akan datang. b. Sebagai alat pengkoordinasian kerja Budget berfungsi sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagianbagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang, saling bekerja sama dengan baik, untuk menuju kesasaran yang telah ditetapkan, dengan demikian kelancaran jalannya perusahaan akan lebih terjamin. c. Sebagai pengawasan kerja Budget berfungsi juga sebagai tolak ukur, sebagai alat pembanding untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan perusahaan nanti. Disamping adanya kegunaan anggaran yang dapat dirasakan oleh perusahaan, Mulyadi (2001:502) mengemukakan fungsi anggaran sebagai berikut: 1. Anggaran merupakan hasil proses penyusunan rencana kerja; 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan perusahaan dimasa yang akan datang; 3. Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan manajer bawah dengan manajer atas; 4. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan; 5. Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai perbandingan hasil operasi sesungguhnya; 6. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak efektif dan efisien. 2.3.3 Siklus Anggaran Negara Di Indonesia Menurut Mardiasmo (2002:67), dalam rangka penyusunan anggaran terdapat baberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu: 1. Otorisasi oleh legislatif Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut. 2. Komprehensif Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. 3. Keutuhan anggaran Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum (general fund). 4. Nondiscretionary Appropriation Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien dan efektif. 5. Periodik Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat persifat tahunan maupun multi tahunan. 6. Akurat Estimasi anggaran hendaknya tidak memasuki cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. 7. Jelas Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan . 8. Diketahui publik Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas. Selain prinsip-prinsip penyusunan anggaran, masalah jenis-jenis anggaran juga perlu diperhatikan. Adapun jenis-jenis anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu; 1. Anggaran Operasional (operation/ recurrent budget) Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan seharihari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah “Belanja Rutin”. Belanja rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah asset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut “rutin” karena sifat pengeluaran tersebut berulangulang ada setiap tahun. Secara umum, pengeluaran yang termasuk kategori anggaran operasional antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan Pemeliharaan. 2. Anggaran Modal/ Investasi (capital/ investment budget) Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja investasi/ modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemerliharaannya. Setiap aktivitas masusia baik secara individu maupun secara kelompok (organisasi) pasti dimulai oleh aktivitas awal dan ditutup oleh aktivitas akhir. Rangkaian aktivitas dari awal sampai akhir itu dinamakan dengan siklus. Dalam anggaran juga terdapat aktivitas yang sering dinamakan dengan siklus anggaran. Pada dasarnya secara umum siklus anggaran adalah sama untuk setiap organisasi, yang berbeda hanya pada penekanan atau skala prioritas. Siklus anggaran umumnya terdiri dari empat tahap, seperti yang dikemukakan Mardiasmo (2002; 70) dibawah ini: 1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation) Pada tahap ini dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, terlebih dahulu dilakukan panaksiran pendapatan secara lebih akurat. 2. Tahap Ratifikasi Anggaran (Budget Ratification) Tahap ini melibatkan proses politik yang cukup rumit dan berat, dimana pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki manajerial skiil tetapi juga harus mempunyai political skiil, salesmanship, dan coalition building yang memadai. Dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mampu memberikan argumentasi yang rasional atas semua pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif. 3. Tahap Impelmentasi Anggaran (Budget Implementation) Pada tahap ini yang harus diperhatikan oleh menejer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi (Budget Reporting and Evaluation) Tahap akhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap ini terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemui banyak masalah. Siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh penyelenggaraan pemerintah, dalam rangka pencapaian tujuan akhir pemerintah. Menurut Mardiasmo (2002;70) bahwa dalam siklus penyusunan anggaran ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu: “1. Top Down Top Down, merupakan proses penyusunan anggaran dengan arahan dari atas ke bawah. Sistem penganggaran pada pendekatan ini sifatnya incremental yaitu sistem anggaran pendapatan dan belanja yang memungkinkan revisi selama tahun berjalan. 2. Bottom up Bottom up, merupakan proses penyusunan anggaran dengan arahan dari bawah ke atas. Sistem penganggaran pada pendekatan ini berbasis kinerja yaitu teknik penyusunan anggaran berdasarkan pertimbangan beban kerja (work load) dan unit cost dari setiap kegiatan terstruktur”. 2.4 Pendapatan Daerah Didalam keuangan daerah terdapat hak-hak yang dapat dinilai dengan uang, yang tercermin dalam hal pemungutan pendapatan daerah, dimana pemungutan pendapatan daerah ini jika dapat direalisir akan tercipta menjadi penerimaan daerah. Pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai, karena dalam pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya yang besar. Sehubungan dengan pentingnya sumber keuangan, Gade (1993;120) mengatakan bahwa: “Pendapatan merupakan penambahan kas pemerintah pusat yang berasal dari berbagai sumber antara lain mencakup penerimaan pajak dan cukai, penerimaan minyak, pendapatan yang berasal dari investasi, penerimaan pinjaman luar negeri dari pinjaman dalam negeri serta hibah” sedangkan pengertian pendapatan menurut Arinta (1993;31) pendapatan dirumuskan sebagai: “Penambahan hak milik selama periode yang telah ditentukan dan juga sebagai penambah aktiva tanpa penambahan utang bukan pengembalian biaya dan pembatalan utang tanpa penambahan utang lainnya/ pengurangan aktiva” Menurut Undang-undang nomor 22 tahun 1999 pendapatan daerah yaitu: “Semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hal atas daerah yang menjelaskan tentang jumlah anggaran dan realisasi dari: 1. Bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu; 2. Bagian pendapatan asli daerah; 3. Pendapatan dari pemerintah/instasi yang lebih tinggi; 4. Lain-lain pendapatan yang syah”. Sedangkan menurut Halim (2004;144) pendapatan daerah mempunyai defiansi sebagai berikut: ”Pendapatan daerah adalah peningkatan aktiva atau penurunan utang yang berasal dari berbagai kegiatan periode berjalan akuntansi tertentu. Kelompok pendapatan daerah meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah”. 2.4.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004;67) pendapatan asli daerah didefinisikan sebagai berikut: “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok Pendapatan Asli Daerah dipesahkan menjadi 4 jenis pendapatan, yaitu: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD yang Sah”. Menurut pasal 79 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah Menurut pasal 1 ayat 6 UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatakan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelengaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak merupakan sumber umum penerimaan pemerintah yang hampir tidak berubah dan benar-benar dijaga oleh pemerintah pusat. Pembagian hasil penerimaan ini dengan cara penyerahan atau pembagian ada kalanya dicantumkan dalam undang-undang. Beberapa cara pemerintah regional di negara kesatuan memperoleh penerimaan yang berasal dari pajak penghasilan sebagian karena dimungkinkan oleh sistem pajak nasionalnya dan lainnya karena perbedaan dasar pajak yang ditetapkan. Pengaturan pembagian hasil pajak yang dimaksud antara lain dicantumkan pada undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu pada pasal yang menerangkan tentang pembagian hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan memperolah hak atas bumi dan bangunan. Sistem pajak penghasilan nasional memiliki ciri umum tertentu yang membedakan antara pajak yang dikenal atas penghasilan orang pribadi dan laba yang diperoleh sebuah perusahaan. Penetapan bagi pajak orang pribadi dengan cara mengenakan pajak atas pendapatan hasil seseorang dikurangi biaya-biaya dan potongan yang biasanya berbeda antara satu keluarga dengan yang lainnya. Pajak perusahaan dikenakan atas laba yang diperoleh suatu perusahaan setelah diperhitungkan dana untuk penyusutan. Pajak penghasilan orang pribadi biasanya bersifat progresif sedangkan tingkat pajak yang berbeda dikenakan terhadap laba suatu perusahaan yang biasanya dimulai dari persentase yang lebih tinggi. Tingkat pajak orang pribadi seringkali dibedakan antara pendapatan dan penghasilan yang diperoleh seseorang akan tetapi bukan merupakan suatu pendapatan dimana terakhir ini tingkat pajaknya dikenakan lebih tinggi. Tunjangan yang diberikan kepada perorangan (personal allowances) adalah untuk meringankan golongan berpenghasilan rendah. Bagi negara-negara berkembang hal ini secara efektif memberikan keringanan untuk sebagian terbesar dari jumlah penduduknya. Dalam hal ini administrasi pajak pendapatan nasional secara nyata memusatkan perhatian pada gaji sektor formal yang diterima oleh pegawai pemerintah, swasta dan laba atas perusahaan. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan pemungutan jenis-jenis pajak tertentu oleh masing-masing daerah, yang dengan peraturan perundang-undangan tersebut Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk mengelola sumber-sumber penerimaan pajak di daerah. Upaya peningkatan pajak dilakukan di dalam kerangka perbaikan sistem perpajakan secara keseluruhan. Beberapa upaya yang bisa dilakukan menurut Sitompul (1996:278) antara lain; 1. Menghapus pajak daerah yang tidak memuaskan. 2. Memperbaiki kinerja pajak daerah yang ada. 3. Meningkatkan wewenang pemerintah daerah. 4. Meningkatkan administrasi pajak daerah. 5. Menciptakan pajak daerah yang baru konvensional. 6. Menciptakan pajak daerah yang baru non konvensional. Sementara itu Bachrul Elmi (2002:46) mengungkapkan upaya yang ditempuh untuk meningkatkan penerimaan dari pos pajak daerah antara lain: 1. Upaya peningkatan penerimaan pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap jenis-jenis pajak tertentu, antara lain dengan memberi kemudahan lapangan usaha baru. 2. Peranan aprasial valuation terhadap asset-aset daerah. 3. Fungsi budgeter dari penerimaan pajak daerah, artinya meningkatkan efisiensi dengan cara mengalokasikan penerimaan pajak untuk membiayai kegiatan yang produktif. 2. Retribusi Daerah Pasal 1 ayat 26 UU No. 34 Tahun 2000 yaitu perubahan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan olah pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Ibnu Syamsi (1994:221) mengatakan tentang Retribusi bahwa: “Retribusi adalah iuran dari masyarakat tertentu (individu) yang bersangkutan yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah yang prestasinya ditunjuk secara langsung, dan pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dengan kata lain yang lebih sederhana, retribusi adalah pungutan yang dibebankan kepada seseorang karena menikamati jasa secara langsung”. Untuk melaksanakan pemungutan retribusi, pasal 82 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah menjelaskan bahwa : 1. Pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang. 2. Penentuan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jenis-jenis perusahaan daerah sangat beragam. Di Indonesia, BUMD yang paling seragam antara lain adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pendirian BUMD didasarkan kepada alasan: 1. Ideologi, bila satu masyarakat dan negara menganut prinsip bahwa sarana produksi adalah milik masyarakat; 2. Melindungi konsumen dalam hal adanya monopoli alamiah; 3. Mendorong pembangunan ekonomi daerah; dan 4. Menghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah. Menurut Ermaya Suradinata (1998:86) tentang Perusahaan Daerah : “Perusahaan daerah adalah suatu badan usaha yang dibentuk oleh daerah untuk mengembangkan perekonomian daerahnya untuk menambah penerimaan daerah”. Adapun ciri pokok perusahaan daerah adalah adanya kesatuan produksi (regional) dalam arti luas termasuk memberi jasa, menyelengarakan kemanfaatan umum dan memupuk pendapatan. Jenis usaha yang dikelola Pemerintah Daerah sangat beraneka ragam. Hal ini tergantung pada kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah. Semakin banyak potensi dan peluang usaha dapat dikembangkan, maka semakin besar pula kesempatan untuk meningkatkan kontribusi laba usaha Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. 4. Lain-lain Pendapatan yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah, menurut penjelasan pasal 3 huruf d undang-undang No. 25 Tahun 1999 adalah “ lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dan pada penjelasan pada 4 huruf d dikatakan bahwa “lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain, hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro”. Dengan demikian, masing-masing daerah dapat menggali sumbersumber penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Penggalian sumber-sumber penerimaan ini dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan ini dapat dibenarkan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku. Dana Perimbangan Pengertian dana perimbangan menurut Halim (2004;69) adalah sebagai berikut: “Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah unruk membiayai kebutuhan daerah” . Kelompok Pendapatan berupa Dana Perimbangan ini digolongkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu sebagai berikut: 1. Bagi hasil pajak/ bukan pajak, yang meliputi: a. Bagi hasil pajak b. Bagi hasil bukan pajak/ sumber daya ala, 2. Dana alokasi umum 3. Dana alokasi khusus, yang meliputi: a. Dana alokasi khusus reboisasi b. Dana alokasi khusus nonreboisasi 4. Bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari provinsi (untuk kabupaten/ kota) Lain-lain Pendapatan yan Sah Sebelum munculnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, pendapatan ini diklasifikasikan dalam dana perimbangan. Dengan adanya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tersebut, pendapatan ini digolongkan tersendiri. Kelompok Pendapatan ini meliputi jenis pendapatan berikut: 1. Bantuan dana kontinjensi/ penyeimbang dari pemerintah 2. Dana darurat. 2.5 Pengeluaran/ Belanja Daerah Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pemerintah dalam rangka memenuhi pemenuhan tagihan-tagiahan kepadanya dan melaksanakan keadilan sosial yang seluas-luasnya diperlukan pengeluaran-pengeluaran daerah. Pengeluaran-pengeluaran daerah tersebut mempunyai kaitan terhadap kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Sedangkan Pengertian Belanja menurut Gade (1993;21) yaitu: “Belanja terdiri dari penurunan kas pemerintah pusat untuk mengeluarkan guna membayar atas barang dan jasa yang dibeli, subsidi, pembayaran lain-lain yang telah diotorisasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Termasuk juga belanja-belanja yang dibiayai terlebih dahulu oleh pemerintah tanpa melihat apakah pembiayaan pendahuluan tersebut akan dibayar kembali atau tidak oleh negara donor” Adapun pengeluaran-pengeluaran tersebut adalah pengeluaran- pengeluaran rutin (current axpedituer) dan pengeluaran pembangunan (capital expediture). Mengenai pengeluaran rutin dan pengeluaran pambangunan ini, Baswir (1988:39) mengatakan: “Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai kegiatan sehari-hari pemerintah, sedangkan pengeluaran pembangunan adalah peneluaran pemerintah yang bersifat investasi, dan ditujukan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sebagai salah satu faktor pembangunan nasional”. Setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan berubah menjadi pengeluaran aparatur daerah dan pengeluaran belanja publik. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 dijelaskan sebagai berikut: “Belanja Aparatur Daerah adalah bagian belanja berupa belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal dan pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat. Belanja Pelayanan publik adalah bagian belanja administrasi umum belanja operasi dan pemeliharaan serta belanja modal dan pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil manfaatnya dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat.” Selain Belanja Aparatur Daerah dan Belanja Pelayanan Publik, dalam Belanja Daerah terdapat juga Belanja Tidak Tersangka dan Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan berbentuk kegiatan pengalihan uang and atau barang dari Pemerintah Daerah. Sedangkan Belanja Tidak Tersangka menurut Halim (2004;74) adalah sebagai berikut: “ Balanja Tidak Tersangka merupakan belanja Pemerintah Daerah untuk Pelayanan Publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencana sosial”. Pembangunan adalah usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya yang dalam hal ini terutama kemajuan material. Pengertian dari belanja pembangunan daerah adalah besarnya pengeluaran untuk menyelenggarakan pelaksanaan pembangunan dari pendapatan daerah. Bentuk dari pengeluaran pembangunan daerah ini dapat berupa proyek-proyek fisik seperti pembangunan jalan, pembangunan jembatan atau gedung-gedung, dan dapat pula berupa proyek-proyek non fisik seperti pendidikan, panataran, pembinaan mental, masyarakat dan spiritual. Belanja pembangunan daerah ini mempunyai ciri spesifik yaitu investment categories, dimana penggunaan biaya untuk membiayai fungsi agent of development dan dari pengeluaran atau belanja ini akan menghasilkan kembali produk-produk yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kemajuan tingkat perekonomian daerah selanjutnya. 2.6 Pembiayaan Setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, struktur APBD berubah. Struktur yang sekarang bukan hanya Pendapatan dan Belanja Daerah tapi ada juga Pembiayaan. Menurut Halim (2004;143) pembiayaan mempunyai definisi sebagai berikut: “Pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja dalam satu periode akuntansi”. 2.7 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah, APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, di mana satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud (Mamesah, 1995; 20). Definisi tersebut merupakan pengertian APBD pada era orde baru. Sebelumnya, yaitu pada era orde lama, terdapat pula definisi APBD yang dikemukakan oleh wajong (1962; 81). Menurutnya, APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (financieel werkplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (Kepala Daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi. APBD adalah suatu Anggaran Daerah. Kedua definisi APBD di atas menunjukkan bahwa suatu Anggaran Daerah, termasuk APBD, memiliki unsurunsur sebagai berikut: 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biayabiaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka 4. Periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun Setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 secara umum terdapat perubahan dalam pengelolaan anggaran daerah (APBD), yaitu: 1. Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability Sebelum reformasi keuangan daerah, pertanggungjawaban atas pengelolaan anggaran daerah lebih ditujukan pada pemerintah yang lebih tinggi. Dengan adanya reformasi, pertanggungjawaban lebih ditujukan kepada rakyat melalui DPR. 2. Dari traditional budget menjadi performance budget Proses penyusunan anggaran dengan system tradisional menggunakan pendekatan incremental dan “line item” dengan penekanan pada pertanggungjawaban pada setiap input yang dialokasikan. Reformasi keuangan daerah menurut penyusunan anggaran dengan pendekatan/ system anggaran kinerja, dengan penekanan pertanggungjawaban tidak sekedar pada input tetapi juga pada output dan outcome. 3. Dari pengendalian dan audit keuangan ke pengendalian dan audit keuangan dan kinerja. Pada era sebelum reformasi, pangendalian dan audit keuangan dan kinerja telah ada, namun tidak berjalan dengan baik. Penyebabnya adalah karena system anggaran tidak memasukkan kinerja. Di era reformasi, karena system penganggaran menggunakan system penganggaran kinerja, maka pelaksanaan pengendaliaan dan audit keuangan dan audit kinerja akan menjadi lebih baik. 4. Lebih menerapkan konsep value for money Penerapan konsep value for money lebih dikenal dengan konsep 3E (Ekonomis, Efisien, dan Efektif). Artinya, dalam mencari dana maupun menggunakan dana pemeritah daerah dituntut selalu menerapkan prisip 3E tersebut. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk selalu memperhatikan tiap rupiah dana (uang) yang diperoleh dan digunakan. 5. Penerapan konsep pusat pertanggungjawaban Penerapan pusat pertanggungjawaban dilakukan melalui seperti antara lain diperlakukannya dinas pendapatan sebagai pusat pendapatan (revenue center), bagian keuangan diperlakukan sebagai pusat biaya (expense center), dan BUMD diperlakukan sebagai pusat laba (profit center). Pusat pendapatan adalah unit organisasi dalam suatu organisasi yang prestasinya diukur dari kemampuannya dalam menghasilkan pendapatan. Pusat biaya adalah unit organisasi dalam suatu organisasi yang prestasinya diukur dari kemampuannya dalam mengefisienkan pengeluaran. Pusat laba adalah unit organisasi dalam suatu organisasi yang prestasinya diukur dari membandingkan antara laba yang dihasilkan dengan investasi yang ditanamkan dalam unit organisasi tersebut. 6. Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintah Reformasi sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah merupakan “jantung” dari reformasi keuangan daerah karena sistem inilah yang akan menghasilkan output seperti dikehendaki PP Nomor 105/2000. Sistem akuntansi keuangan pemeritahan yang selama ini berjalan menggunakan sistem pencatatan tunggal (single entery system) dengan dasar pencatatan atas dasar kas (cash basis). Di era reformasi keuangan daerah, system pencatatan yang digunakan adalah sistem ganda (double entery system) dengan dasar pencatatan atas dasar kas modifikasian (modified cash basis) yang mengarah pada basis akrual.