A16 2 JANUARI 2011 KARYAWAN GENERASI GADGET Pekerja Gen Y kerap kali berpindah tempat kerja. Mencari pekerjaan yang lebih fleksibel secara waktu. alam waktu satu setengah tahun, Intan sudah bekerja di tiga perusahaan. Awalnya ia menjadi staf bagian keuangan di perusahaan televisi kabel, lalu sebagai administrator perusahaan ekspor-impor susu, dan terakhir menjabat analisator salah satu bank asing di Jakarta. Perempuan 25 tahun ini mengatakan perpindahannya karena belum menemukan pekerjaan yang cocok. “Masih mencari minat saya ke mana,” ujarnya saat dihubungi Rabu lalu. Tamat sebagai sarjana matematika dari perguruan tinggi negeri di Bandung, Intan memiliki banyak peluang kerja. Apalagi ia menggemari tantangan. “Saya senang dengan bidang kerja baru,” ujarnya. Namun kelemahannya adalah cepat bosan jika telah menemukan ritme kerja yang konstan. Di perusahaan terakhir, Intan belum menemukan pekerjaan yang tepat. Dia masih merasa perusahaan sekarang belum membuatnya nyaman. “Saya tidak menemukan tantangan yang besar,” ucapnya. Intan merasa model kerja dan waktu sebagai analisator sangat statis. (TODANOTICIA.COM) D (SEASONSFLOORING.COM) Hal yang hampir serupa dialami Aulia Halimatussadiah, 27 tahun. Sebelum menjadi wirausahawati, ia bekerja di suatu perusahaan. Awalnya Aulia melakoninya berbarengan. Namun ia akhirnya memilih melepas statusnya sebagai karyawati. “Lebih baik merintis usaha sendiri,” katanya saat ditemui bulan lalu. Selain karena waktu kerja yang lebih fleksibel, Aulia merasa bekerja di tempat orang membuat karya ciptanya diklaim pihak lain. “Sekarang saya menikmati hasil karya sendiri,”katanya. Principal dan pendiri Headhunter Indonesia, Haryo Utomo Suryosumarto, mengatakan tipe pekerja sekarang dikenal sebagai generasi yang menuntut fleksibilitas kerja. Generasi ini dikenal dengan istilah Gen Y. Istilah ini diperkenalkan oleh William Strauss dan Neil Howe dalam bukunya, The History of America’s Future, 1584 to 2069, yang diterbitkan 17 tahun lalu. Istilah ini menyebar secara global dan menjadi pembahasan oleh departemen sumber daya manusia perusahaan-perusahaan. Generasi Gen Y dikenal sebagai generasi yang mobile. Mereka adalah generasi yang akrab dengan kecanggihan teknologi informasi, seperti gadget. Golongan Gen Y adalah orang yang terlahir setelah 1980. Namun, menurut Haryo, Gen Y tidak dibatasi usia. Generasi ini lebih dicirikan dari karakternya. Haryo menilai generasiY dalam ruang lingkup sumber daya manusia adalah generasi yang ingin bekerja tidak terikat waktu, yang menginginkan nilai diri bertambah melalui pekerjaan. Haryo menilai Intan dan Aulia termasuk generasi dalam kategori Gen Y. Karakter positif dari generasi ini adalah semangat yang besar dan mempunyai ide-ide kreatif. Namun, karena banyak perusaha- an yang kurang adaptif dengan generasi ini, membuat mereka sering berpindah perusahaan.“Turnovernya tinggi,” ujar Haryo saat dihubungi Rabu lalu. Konsultan perekrutan karyawan ini menilai Gen Y merupakan generasi yang masih mencari minat dan bakatnya.“Mereka belum menemukan passion-nya,” tuturnya. Karakter Gen Y lebih suka bergaya dan berkostum santai. Masalah busana ini kadang pertimbangan mencari tempat bekerja yang cocok. Tak mengherankan jika perusahaan mapan yang sudah memiliki budaya dan model kerja teratur dan konstan tak menjadi pilihan generasi ini. “Mereka lebih senang perusahaan yang membolehkan bekerja mengenakan kaus dan memiliki fleksibilitas waktu,”katanya. Menurut Haryo, generasi ini harus mulai mencoba menentukan waktu, berapa lama menemukan pekerjaan yang diminati. Meski ini tidak gampang, tentu saja. Ia menyarankan salah satu jalan menemukan minat adalah dengan memperhatikan kata hati. “Kuncinya jujur kepada diri sendiri,” katanya. Keinginan yang dipendam di hati merupakan bentuk minat dan bakat seseorang. Jika minat ini sudah ada dalam benak, Haryo menyarankan agar berani mengambil keputusan. Karakter berikutnya adalah pekerja Gen Y lebih mengutamakan perusahaan yang mampu mendorong pekerjanya mendapatkan penampilan lebih oke.“Performancenya bertambah,”katanya. Dengan ciri tersebut, banyak perusahaan yang menerapkan beragam kebijakan agar pekerja GenY bisa bergabung. Namun, menurut Haryo, yang perlu dihindarkan adalah pekerja yang bekerja dalam hitungan bulan. Manajemen perusahaan bisa melakukan uji psikotes saat rekrutmen. “Tes ini harus dioptimalkan.” Haryo menambahkan, perusahaan harus adaptif. Manajemen lebih baik menciptakan suasana kerja yang mampu mendorong kinerja pegawainya. Perusahaan yang seperti ini, kata Haryo, mampu meningkatkan kepercayaan diri dan membuat karyawan lapar akan prestasi. Ia menegaskan, memberi gaji dan bonus lebih besar bukan cara ampuh menarik karyawan yang bagus. “Faktor nonmateri dianggap lebih penting bagi karyawan bertalenta bagus,”ujarnya. Jika penampilan karyawan makin optimal, akan berdampak positif bagi perusahaan. Selain kontribusi makin besar, “Karyawan lebih menghargai perusahaan,”katanya. ● AKBAR TRI KURNIAWAN