BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Kegiatan pemasaran bukan hanya sekedar penjualan, tetapi berpusat pada usaha pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia. Dalam pemenuhan kebutuhannya, setiap manusia mempunyai preferensi yang berbeda terhadap produk dan jasa yang dibutuhkan mereka. Disamping itu, semakin banyak pula pilihan yang tersedia bagi konsumen untuk memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Beberapa ahli mendefinisikan pemasaran sebagai berikut : Menurut Kotler-Keller (2007:6) mendefinisikan pemasaran sebagai berikut : Pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Sedangkan menurut Maynard dan Beckman yang dikutip oleh Alma (2008:1) : Marketing embraces all business activities involved in the flow of goods and services from physical production to consumption. Definisi pemasaran menurut Kartajaya (2006:18) adalah sebagai berikut : Pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan values dan inisiator kepada stake holdernya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola 12 13 hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya, selain itu sebagai sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan values dan inisiator kepada stake holdernya. 2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran Kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan haruslah dikelola dengan sistem manajerial yang sesuai dengan tujuan pemasaran perusahaan. Manajemen pemasaran memegang peranan penting dalam perusahaan. Manajemen pemasaran menurut Kotler (2007:6) didefinisikan sebagai berikut : Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Menurut Alma (2008:130), definisi manajemen pemasaran diuraikan sebagai berikut: Manajemen Pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasi, dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka tujuan organisasi. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu pemasaran dalam menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan antara pembeli dan penjual. 2.2 Pengertian Bauran Pemasaran Setiap perusahaan dalam menentukan strategi pemasarannya harus menentukan bauran pemasaran yang akan dijalankannya. Bauran pemasaran merupakan suatu konsep yang penting dalam pemasaran modern. Bauran pemasaran merupakan suatu elemen penting dari strategi-strategi pemasaran karena merupakan kombinasi elemen-elemen pemasaran yang dapat dikendalikan 14 oleh perusahaan. Definisi bauran pemasaran yang diungkapkan oleh ahli-ahli pemasaran, diantaranya : Menurut Kotler (2007:23) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut : Bauran pemasaran adalah sebagai perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya. Sedangkan menurut Dharmesta dan Irawan (2005:78) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut : Bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni : produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah alat-alat pemasaran yang terdiri dari sekelompok elemen-elemen (product, price, place, and promotion) yang dapat dikendalikan dan saling berkaitan satu sama lainnya yang merupakan inti sistem pemasaran. Adapun perangkat atau elemen dari bauran pemasaran menurut Kotler (2007:18) adalah product, price, place, dan promotion. Berikut ini penjelasan tentang elemen-elemen bauran pemasaran : 1. Produk (Product) Penawaran dari perusahaan kepada pasar yang mencangkup keragaman produk, kualitas produk, design, ciri, warna merek, kemasan, ukuran, garansi, dan imbalan. 2. Harga (Price) Sejumlah uang yang dibayar pelanggan untuk produk tertentu. Perusahaan menentukan harga seperti memberikan daftar harga, diskon, potongan harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit. 3. Tempat (Place) Suatu tempat yang digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran, 15 yaitu dengan menyediakan saluran pemasaran, cakupan pasar, perusahaan untuk pengelompokan, lokasi, persediaan, transportasi. 4. Promosi (Promotion) Meliputi semua kegiatan yang dilakukan mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar sasaran, meliputi promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, public relation, pemasaran langsung Menurut Yazid (2001:20) elemen-elemen bauran pemasaran untuk produk jasa perlu ditambah dengan people, physical evidence, dan process, berikut penjelasannya : 1. Orang (people), merupakan semua pelaku yang turut ambil bagian dalam penyajian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. 2. Bukti Fisik (Physical evidence), merupakan lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi. 3. Proses (process), merupakan semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana jasa yang disampaikan yang merupakan sistem penyajian atas operasi jasa. 2.3 Jasa 2.3.1 Pengertian Jasa Dalam pemasaran terdapat dua macam pemasaran, yaitu pemasaran produk dan pemasaran jasa. Pemasaran pada mulanya berkembang dari penjualan produk fisik, sementara itu pertumbuhan jasa yang luar biasa mendorong timbulnya perhatian pada industri jasa. Beberapa definisi Jasa menurut para pakar, adalah: Kotler (2005:111) menyatakan bahwa : Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik. 16 Definisi lain dari jasa menurut Zeithaml dan Bitner yang dikutip oleh Alma (2007:243) : Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud. Dari definisi tersebut Kotler menyatakan bahwa jasa pada dasarnya merupakan suatu yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam memproduksi suatu jasa dapat menggunakan bantuan suatu produk fisik tetapi bisa juga tidak. Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak suatu barang secara fisik atau nyata, jadi jika seseorang pemberi jasa memberikan jasanya kepada orang lain, maka tidak ada perpindahan hak milik secara fisik. 2.3.2 Karakteristik Jasa Jasa memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari produk berupa barang dan berdampak pada strategi mengelola dan memasarkannya. Karakteristik jasa menurut Kotler (2005:112) : 1. Tidak Berwujud (intangibility) Berbeda dari produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum dibeli. Orang yang menjalani operasi wajah tidak dapat melihat hasilnya yang sesungguhnya sebelum ia membeli jasa tersebut, dan pasien di ruang praktik psikiater tidak dapat mengetahui hasil yang sesungguhnya 2. Tidak Terpisahkan (inseparability) Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Hal ini tidak berlaku bagi barang-barang fisik, yang diproduksi, disimpan sebagai persediaan, didistribusikan melalui banyak penjual, dan dikonsumsi kemudian. 3. Bervariasi (variability) Karena tergantung pada siapa memberikannya dan kapan dan di mana diberikan, jasa sangat bervariasi. Beberapa dokter memiliki keramahan sangat baik dengan pasien, yang lain kurang sabar dengan pasien-pasiennya. 4. Tidak tahan lama (perishability) 17 Jasa tidak dapat disimpan. Sifat jasa yang mudah rusak (perishability) tersebut tidak akan menjadi masalah apabila permintaan tetap berjalan lancar. Jika permintaan berfluktuasi, perusahaan-perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit. Jadi dari pendapat Kotler di atas, dapat disimpulkan bahwa jasa memiliki karkteristik yang berbeda dengan barang berwujud. Hal ini berakibat bahwa dalam pemasarannya jasa akan memerlukan penanganan yang berbeda. 2.3.3 Klasifikasi Jasa Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang dan jasa di atas, maka sulit untuk menggeneralisir jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, di mana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria (Lovelock, 1987, dalam Evans dan Berman, 1990) yang dikutip oleh Tjiptono (2006:8) yaitu : 1. Segmen pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan pada konsumen akhir (taksi, asuransi jiwa, katering, jasa tabungan dan pendidikan) dan jasa kepada pelanggan organisasional (biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultan manajemen). Perbedaan utama di antara kedua segmen bersangkutan terletak pada alasan dan kriteria spesifik dalam memilih jasa dan penyedia jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa yang diperlukan. 2. Tingkat keberwujudan Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : • Rent goods service 18 Dalam tipe ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu spesifik. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap menyewakannya. di Contohnya tangan pihak penyewaan perusahaan mobil, video yang game, VCD/DVD, OHP (Overhead Projector), komputer, villa, dan apartemen. • Owned goods service Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara/ dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya jasa reparasi (arloji, mobil, sepeda motor, komputer dan lain-lain), pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan taman, pencucian pakaian (laundry and dry cleaning), dan lain-lain. • Non goods service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya supir, baby sitter, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli kecantikan, dan lain-lain. 3. Keterampilan penyedia jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok jasa. Pertama, Professional service (dosen, konsultan manajemen, konsultan hukum, pengacara, konsultan perpajakan, konsultan sistem informasi, dokter, fotografer profesional, akuntan, psikolog, perawat dan arsitek). Kedua non professional service ( jasa supir taksi, tukang parkir, pengantar surat, pengangkut sampah, pembantu rumah tangga dan penjaga malam) 4. Tujuan Organisasi Jasa 19 Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (penerbangan, bank dan jasa parsel) dan nonprofit service (sekolah, panti asuhan, perpustakaan dan museum). 5. Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (makelar, katering dan pengecatan rumah) 6. Tingkat intensitas karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment based service, seperti cuci mobil otomatis dan ATM (Automatic Teller Machine) dan people-based service, seperti: satpam dan jasa akuntan. People-based service masih dapat dikelompokkan menjadi kategori tidak terampil dan pekerja profesional (Kotler, 2005). Jasa yang padat karya (People-based) biasanya ditemukan pada perusahaan yang memang memerlukan banyak tenaga ahli dan apabila pemberian jasa itu harus dilakukan di rumah atau di tempat usaha pelanggan. Perusahaan juga akan bersifat padat karya bila proses penyampaian jasa kepada satu pelanggan memakan waktu sehingga perusahaan membutuhkan personil yang relatif banyak untuk melayani pelanggan yang lain. Sementara itu perusahaan yang bersifat equipment-based mengandalkan penggunaan mesin dan peralatan canggih yang dapat dikendalikan dan dipantau secara otomatis atau semi otomatis. Ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga konsistensi kualitas jasa yang diberikan. 7. Tingkat kontak penyedia jasa Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high-contact service (universitas, bank, dokter dan pegadaian) dan low contact service (bioskop). 2.3.4 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa 20 Perusahaan jasa sangat bervariasi dan kompleks, karena banyak elemen yang mempengaruhinya seperti sistem internal organisasi, lingkungan fisik, iklan dan komentar dari mulut ke mulut, dan sebagainya. Oleh karena itu Groonos yang dikutip oleh Kotler menegaskan bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal tetapi juga pemasaran internal dan interaktif. Ada beberapa strategi pemasaran yang dapat diterapkan perusahaan jasa seperti yang dikemukakan oleh Gronroos yang dikutip Kotler (2005:117) yaitu : 1. Pemasaran Eksternal Menggambarkan pekerjaan biasa untuk menyiapkan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa tesebut kepada konsumen. 2. Pemasaran internal Menggambarkan pekerjaan untuk melatih dan memotivasi karyawannya untuk melayani pelanggan dengan baik. 3. Pemasaran Interaktif Menggambarkan kemampuan karyawan dalam melayani klien. Karena klien tersebut menilai jasa bukan hanya berdasarkan mutu teknisnya tetapi juga berdasarkan mutu fungsionalnya. Gambar 2.1 Tiga Jenis Pemasaran dalam Industri Jasa Perusahaan Pemasaran internal layanan kebersihan / pemeliharan Karyawan Pemasaran eksternal layanan keuangan / perbankkan Pemasaran Interaktif Industri Restoran Pelanggan 21 2.4 Kualitas Jasa 2.4.1 Pengertian Kualitas Jasa Sebenarnya tidaklah mudah mendefinisikan kualitas dengan tepat. Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Definisi kualitas jasa menurut Wyckof (Lovelock, 1988) yang dikutip oleh Tjiptono (2006:59) yaitu : Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Definisi lain dari kualitas jasa menurut Lovelock (2007:96) yaitu sebagai berikut : Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Kualitas jasa yang baik akan menciptakan kepuasan konsumen. Kualitas jasa yang baik biasanya menampakkan hasil yang berupa semakin banyak pelanggan yang tetap bertahan serta kenaikan penjualan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu yang diharapkan dan yang dirasakan (expected service dan perceived service). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, konsumen akan meninggalkan perusahaan karena merasa tidak puas. Dengan demikian kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 2.4.2 Model Kualitas Jasa Menurut Berry, Parasuraman, dan Zeithaml yang dikutip oleh Tjiptono (2006:80-82) mengungkapkan model kualitas jasa yang diperlukan pada industri 22 jasa. Pada model tersebut mengidentifikasikan lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa KONSUMEN Komunikasi Dari Mulut ke Mulut Kebutuhan Personal Pengalaman Yang Lalu Jasa Yang Diharapkan Jasa Yang Dirasakan PEMASAR Penyampaian Jasa Komunikasi Eksternal Penjabaran Spesifikasi Persepsi Manajemen Sumber: Parasuraman, A., et al. (1985), A Conceptual Model of Service Quality and its Implications Future Research, Journal of Marketing, Vol.49 (Fall),p.44. Adanya kesenjangan-kesenjangan yang dapat mengakibatkan ketidakberhasilan pada saat penyerahan jasa. Kelima Gap/kesenjangan tersebut yaitu : 1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. 23 Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. Contohnya: pengelola catering mungkin mengira para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran makanannya, padahal para pelanggan tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan. 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh: manajemen suatu bank meminta para stafnya agar memberikan pelayanan secara 'cepat' tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat. 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya: karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain, misalnya: para juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi di sisi lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat. 4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi 24 perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya brosur suatu lembaga pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan yang terbaik, memiliki sarana kuliah, praktikum dan perpustakaan lengkap, dan staf pengajarnya profesional. Akan tetapi saat pelanggan datang dan merasakan bahwa ternyata fasilitas praktikum dan perpustakaannya biasa-biasa saja (hanya memiliki beberapa ruang kuliah, jumlah komputer relatif sedikit, judul dan eksemplar buku terbatas), maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan lembaga pendidikan tersebut telah mendistorsi harapan konsumen dan menyebabkan terjadinya, persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga tersebut. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya: seorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya untuk menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi pasien dapat menginterpretasikannya sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan penyakit yang dideritanya. 2.4.3 Penyampaian Jasa Persaingan yang sangat ketat dalam usaha menuntut perusahaan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik atau lebih unggul dari pesaingnya. Salah satu cara utama untuk mendiferensiasikan sebuah perusahaan jasa adalah dengan memberikan produk dan jasa yang lebih tinggi dari pesaing. (Kotler, 2005:474) Menurut Lovelock & Wright dalam Tjiptono (2005:33) bahwa kualitas jasa merupakan salah satu komponen dari kepuasan pelanggan. Dan diperjelas bahwa quality has a direct impact on product or service performance; thus, it is closely linked to customer value and satisfaction, kualitas mempunyai pengaruh atau dampak langsung terhadap performansi jasa, dimana terdapat hubungan yang dekat terhadap nilai pelanggan dan kepuasan pelanggan yang menimbulkan keputusan pembelian ulang bagi pelanggan. 25 Langkah pertama dalam program penilaian kualitas adalah menentukan apa yang diukur. Suatu pengukuran memang hanya akan efisien bila dipahami apa yang akan diukur sebelum bertanya bagaimana mengukurnya. Dalam hal ini tentu saja setiap perusahaan jasa memiliki pandangan sendiri-sendiri. Salah satu cara utama membedakan sebuah perusahaan jasa adalah memberikan jasa berkualitas tinggi dari pesaing secara konsisten. Dan kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas jasa pelanggan. Lima penentu mutu jasa menurut Berry, Parasuraman, dan Zeithaml yang dikutip Kotler (2005:123), kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya : 1. Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. 2. Responsiveness (Daya tanggap), yaitu kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3. Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empathy (Empati), yaitu kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus pada masing – masing pelanggan. 5. Tangibles (Berwujud), yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi. Dimensi kualitas jasa tersebut dipergunakan dalam menilai seberapa jauh antara harapan konsumen dan kenyataan yang dirasakan olehnya terhadap pelayanan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. 2.5 Loyalitas Pelanggan Perilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau ketidakpuasan akan suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana sikap pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang telah dirasakannya. 26 Setiap perusahaan pasti menginginkan konsumen yang loyal karena konsumen yang loyal akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, konsumen yang loyal merupakan tujuan akhir dari setiap perusahaan. Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2005:111) yaitu: Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Sedangkan menurut Lovelock (2007:352) loyalitas adalah: Loyalty is describe as a customers willingness to continue patronizing a firm over the long term, purchasing and using its goods and services on a repeated and preferably exclusive basis and recommending the firms product to friends and associates. Menurut Griffin dalam Alma (2008:32) loyalitas adalah: Loyalty is defined as non-random purchase expressed over time by some decision making unit. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merupakan suatu sikap positif konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang disertai dengan perilaku pembelian secara berulang dan bersikap konsisten, yang selanjutnya konsumen merekomendasikan produk atau jasa perusahaan tersebut kepada orang lain. 2.5.1 Karakteristik Loyalitas Pelanggan Konsumen yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan. Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, Tjiptono (2005:116) mengemukakan beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, diantaranya adalah: 1. Melakukan pembelian ulang yang konsisten Pelanggan membeli kembali produk yang sama yang ditawarka perusahaan. 27 2. Merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut kepada orang lain. 3. Konsumen tidak mudah beralih kepada produk pesaing Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis dari pesaing. Sedangkan menurut Griffin (2009:5–35), karakteristik loyalitas pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behavior) daripada dengan sikap. Pelanggan yang loyal adalah: 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur. 2. Membeli antar lini produk dan jasa. 3. Mereferensikan kepada orang lain. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap pesaing. 2.5.2 Tipe-tipe Loyalitas pelanggan Dalam cakupan yang lebih luas, loyalitas pelanggan dapat didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok berdasarkan sikap yang positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Definisi tersebut mencakup dua komponen yang penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen tersebut menghasilkan empat situasi kemungkinan loyalitas atau disebut juga dengan tipe loyalitas pelanggan. Tipe-tipe loyalitas pelanggan menurut Dick dan Basu dalam Tjiptono (2005:110) diantaranya adalah: 1. No Loyalty Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua penyebabnya, yang pertama sikap yang lemah (mendekati netral) dapat terjadi bila suatu produk atau jasa baru diperkenalkan atau perusahaan tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan unit produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama. 28 2. Sparious Loyalty Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah Sparious Loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku, misalnya faktor situasional. Situasi ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarity (penempatan produk yang strategis pada rak pajangan atau lokasi outlet di persimpangan jalan yang ramai). 3. Latent Loyalty Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. Contohnya, seseorang yang bersikap positif terhadap restoran tertentu, namun tetap saja berusaha mencari variasi karena pertimbangan harga atau preferensi terhadap berbagai variasi makanan. 4. Loyalty Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. 2.5.3 Konsep Loyalitas Pelanggan Istilah loyalitas sudah sering diperdengarkan oleh pakar marketing maupun praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari, tetapi menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya. Pelanggan yang benar-benar loyal, sangat potensial menjadi word of mouth advertisers, loyal pada portofolio produk perusahaan untuk jangka waktu yang lama Jacoby & Chestnut dalam (Tjiptono, 2005). Loyalitas merek memiliki sejumlah karakteristik, yaitu: 1. Bersifat bias (non random), 29 2. Merupakan respon behavioral (berupa pembelian), 3. Diekspresikan sepanjang waktu, 4. Diekspresikan oleh unit pengambilan keputusan, 5. Unit pengambilan keputusan mengekspresikan loyalitas merek berkenaan dengan satu atau lebih alternatif merek dalam serangkaian merek, dan 6. Merek merupakan fungsi dari proses-proses psikologis (pengambilan keputusan, alternatif). Berdasarkan definisi tersebut, bahwa ada kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu baik pada saat diskon maupun tidak sehingga meningkatkan pembeliannya sehingga timbulah pengambilan keputusan untuk mengekspresikan loyalitas pembelian berkenaan dengan satu atau lebih alternatif merek dalam serangkaian merek. 2.6 Hubungan Penyampaian Jasa Dengan Loyalitas Pelanggan Kepuasan konsumen merupakan tujuan akhir pemasaran di lingkungan bisnis. Tujuan pemasaran bukan lagi hanya mencari laba saja, akan tetapi menjadikan konsumen yang loyal. Dengan adanya loyalitas pelanggan, maka akan terjadi frekuensi transaksi, menggunakan produk atau jasa service yang tinggi, yang pada akhirnya akan meningkatkan laba. Loyalitas pelanggan sebagai indikator kesuksesan bisnis yang mengukur kecenderungan reaksi konsumen terhadap kualitas pelayanan di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan teori Allport dalam Suryani (2008:161) bahwa sikap merupakan suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon suatu objek dalam bentuk suka atau tidak suka. Aspek kognitif yang menjadi salah satu dasar tindakan yang menunjukkan loyalitas pada konsumen. Dengan demikian sepanjang suatu produk dapat memberikan keuntungan yang maksimal dihati konsumen, maka konsumen itu akan loyal. Loyalitas pelanggan sangat diharapkan oleh perusahaan selain dapat meningkatkan laba, juga merupakan alat promosi yang paling baik. Karena pelanggan yang loyal akan pengalamannya selama memakai produk dari perusahaan tersebut. menceritakan 30 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lo liang Kheng et.all (2010), tentang pengaruh kualitas jasa terhadap loyalitas konsumen bahwa dimensi kualitas pelayanan berperan penting terhadap loyalitas pelanggan antara lain tangible, empathy, dan assurance, sedangkan responsiveness dan reliability tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. (sumber: International Journal of Marketing Studies Vol. 2, No. 2; November 2010).