Al Quran dan Kemerdekaan Sejati Ayat al Qur’an yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril adalah perintah membaca. Ini juga sejalan dengan tahap-tahap pendekatan dalam menjalankan tugas rasulullah, fase pertama kali, tekait dengan membangun ummatnya adalah melakukan tilawah, ----yatluu alaihim ayaatihi, lagi-lagi adalah membaca. Ummat Islam diperintah untuk memahami jagad raya ini. Kegiatan membaca melibatkan beberapa anggota tubuh yang strategis, yaitu mata, syaraf dan otak. Agar berhasil melakukan kegiatan itu secara maksimal maka kekayaan instrumental manusia ini harus dalam keadaan sempurna. Mata bertugas merekam fenomena yang ada, syaraf menjadi jembatan penghubung apa yang direkam oleh mata diteruskan ke otak. Sedangkan otak dan hati, keduanya harus bersih, tajam dan cerdas agar objektif dan berhasil menangkap dan mendapatkan kebenaran. Perintah untuk membaca, mengolah informasi yang dilakukan oleh otak dan hati bukan sebatas ditujukan kepada orang-orang tertentu, melainkan kepada semua manusia. Bahkan ditegaskan, al Qur’an bukan diperuntukkan sekelompok orang tertentu, para ulama’ misalnya, melainkan kepada seluruh manusia. Al Qur’an adalah hudan linnas, petunjuk untuk manusia. Siapapun yang berkategori sebagai manusia, berhak mendapatkan petunjuk al Qur’an. Siapapun yang berusaha memonopoli dan menganggap bahwa al Qur’an hanya menjadi otoritas orang-orang tertentu adalah salah. Al Qur’an adalah petunjuk bagi setiap orang semuanya. Al Qur’an petunjuk bagi petani, pedagang, pegawai, buruh, pengusaha, pengrajin, pelaut, penerbang, ilmuwan, seniman penguasa, rakyat, atau bagi seluruh manusia, siapapun yang menghendaki dan diberi petunjuk oleh Allah swt. Cara pandang seperti itu, menuntun dan mengantarkan kita semua pada pemahaman bahwa semua manusia di hadapan Allah adalah sama. Yang membedakan antara satu dengan lain di antara umat manusia hanyalah keimanan, ilmu dan ketaqwaan. Perbedaan itu, tidak dibolehkan untuk dijadikan alasan melakukan penindasan, berlaku sombong, merasa berderajad lebih tinggi. Sebab, tatkala seseorang berlaku sombong, merasa paling bertaqwa dan luas lmu pengetahuannya, maka saat itu pula sesungguhnya orang tersebut telah terperosok dan jatuh dari penyandang identitas mulia itu. Mereka sesungguhnya sudah tidak sempurna iman, ilmu dan ketaqwaannya. Islam melarang seseorang, sekelompok orang atau siapapun menuhankan selain Allah. Tuhan pencipta alam semesta ini hanyalah Allah Yang Maha Esa. Surat al Fatehah yang harus dibaca oleh kaum musli min pada setiap sholat terdapat ayat yang mempertegas konsep tentang ini. Yaitu iyyaka nakbudu wa iyyaka nasta’in. Hanya kepada Mu kami menyembah dan hanya kepada Mu kami minta pertolongan. Sejarah kerasulan, sejak nabi Adam hingga nabi Muhammad saw, membawa risalah tentang ketuhanan ini. Manusia dengan beraneka macam warna kulit, fostur tubuh, berbangsa dan bersuku-suku, ada yang kuat dan sebaliknya ada yang lemah, semua itu tidak boleh dijadikan alasan untuk saling menindas. Di antara sesama manusia tidak boleh saling memperbudak, apalagi saling menghisap. Yang diajarkan oleh Islam antar sesama agar saling mengenal, memahami, menghargai, mencintai dan kemudian saling tolong-menolong. Suasana saling tolong menolong, menggambarkan ada posisi yang sama. Tidak ada di antaranya yang lebih rendah dan sebaliknya. Dalam tolong menolong posisi mereka sama. Dan tolong menolong di antara sesama muslim adalah tolong menolong untuk kebaikan dan bukan yang lain. Pandangan tersebut di muka menggambarkan bahwa manusia menurut ajaran Islam seharusnya menjadi pribadi yang merdeka. Manusia boleh menjadi buruh, pekerja pada orang lain, akan tetapi posisinya itu tidak selayaknya, menurut ajaran Islam, mengakibatkan jiwanya terkekang oleh majikannya. Hubungan antara majikan buruh adalah sebatas hubungan dalam pekerjaan. Seorang majiikan memiliki sejumlah pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan sendiri, dan karena itu memerlukan tenaga orang lain untuk mengerjakannya setelah disepakati lewat sebuah transaksi. Tidak boleh antara kedua posisi yang berbeda itu saling merugikan, dan bahkan dari hubungan ini, Islam mengajarkan bahwa majikan harus membayar upah buruh sebelum keringatnya kering. Agar setiap jiwa meraih kemerdekaan sejati, maka tidak boleh umat Islam dalam mencari rizki melalui jalan yang tidak terhormat, yaitu dengan cara meminta-minta. Pekerjaan meminta-minta hanya menjadikan pelakunya tidak memiliki harga diri, direndahkan oleh para pemberinya. Oleh karena itu tatkala ada seorang pengemis menghadap Rasulullah, maka diberikanlah sebilah kapak kepadanya. Diajarilah oleh Rasulullah peminta-minta tersebut, dengan kapaknya itu mencari kayu bakar ke hutan dan kemudian menjualnya. Menjual kayu bakar tidak menjadikan jiwa seseorang terkekang dan rendah, sebaliknya tidak sebagaimana jiwa seseorang yang sehari-hari hanya sebagai peminta-minta. Tatkala berbicara tentang Islam dan kemerdekaan sejati, maka adakah relevansinya dengan ibadah puasa yang saat ini kita jalankan bersama. Puasa adalah ibadah yang dimaksudkan agar pelakunya meraih derajad taqwa. Penyandang identitas taqwa, adalah manusia yang dipandang mulia oleh Allah. Orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa. Orang yang disebut sebagai telah mendapatkan derajad taqwa tidak terkait dengan jenis pekerjaan, besarnya penghasilan yang didapat, jabatan, umur, suku, bangsa dan seterusnya. Di manapun posisi orang itu, berpeluang meraihnya. Dengan pengertian ini, akan membawa siapapun pada suasana merdeka. Hambatan piskologis yang lahir dari belenggu sosial yang terkait dengan posisi dan peran seseorang di asyarakat akan terhapus karenanya. Apalagi, dengan puasa di bulan Ramadhan, orang diingatkan tentang zakat, termasuk zakat fitrah yang harus dikeluarkan oleh seluruh kaum muslimin, tanpa terkecuali.Zakat se sungguhnya adalah ajaran untuk memberi apa yang dimilikinya dengan ukuran tertentu kepada mereka yang berhak menerimanya. Artinya, Islam mengajarkan pada pemeluknya agar menjadi terhormat sekaligus terbebas dari semua hal yang membelenggunya. Inilah yang dimaksudkan agama ini mengantarkan pemeluknya meraih kebebasan pribadi yang seluas-luasnya, termasuk melalui ibadah puasa dan zakat yang hari-hari ini sedang kita jalani bersama. Allahu a’lam.