1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan energi merupakan fenomena global yang menjadi salah satu isu penting permasalahan dunia internasional saat ini. Konsumsi bahan bakar pesawat di dunia diproyeksikan terus meningkat. Konsumsi bahan bakar pesawat tahun 2007 yang hanya 2 270 000 barrel diproyeksikan menjadi sekitar 5 283 000 barrel pada tahun 2026 (Ditjen Migas 2012). Menurut Ditjen Migas, konsumsi avtur Indonesia pada tahun 2011 mencapai 20 900 barrel, sedangkan produksinya hanya 18 200 barrel. Peningkatan konsumsi avtur ini mendorong upaya pencarian bahan bakar pesawat alternatif sebagai pengganti suplai energi berbasis minyak bumi. Indonesia memiliki sumber bahan baku avtur yang berasal dari bahan terbarukan yaitu minyak sawit rafinasi (Refined Palm Oil /RPO), yang berasal dari minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) melalui proses degumming untuk menghilangkan gum dan destilasi untuk menghilangkan asam lemak bebas. Selain karena harganya yang murah, ketersediaan CPO di Indonesia sangat melimpah. Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia dengan luas lahan lebih kurang 8.4 juta Ha dan dengan produksi CPO mencapai lebih kurang 26.8 juta ton pada tahun 2011. Saat ini sebanyak 50.5% produksi minyak sawit diekspor dalam bentuk CPO, sedangkan hanya 49.5% yang diolah di dalam negeri (Ditjen Migas 2012). Bioavtur merupakan produk bahan bakar pesawat serupa avtur (aviation turbine) yakni hidrokarbon dengan komposisi utama C7-C12 (Seames dan Aulich 2008) yang dihasilkan oleh serangkaian proses konversi minyak nabati. Menurut Syahrir (2009), pembuatan bahan bakar yang dihasilkan dari minyak sawit ini telah diteliti dan hasilnya lebih ramah lingkungan karena mengurangi potensi pencemaran yang terjadi pada saat pembakaran yakni bebas nitrogen dan sulfur. Penggunaan bioavtur memiliki keuntungan dari sisi kesesuaian dengan regulasi tentang pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 5% yang dicanangkan oleh Uni Eropa. Upaya penurunan gas rumah kaca dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, mencampurkan bioavtur ke avtur sebagai bahan bakar pesawat jet komersial. Kedua, mengganti pesawat yang terbang melewati kawasan Eropa dengan pesawat tipe tertentu yang menghasilkan emisi rendah. Bahkan beberapa tahun ke depan, pesawat yang masuk ke negara Uni Eropa disyaratkan menggunakan bahan bakar bioavtur. Berbagai alasan tersebut mendorong untuk terus dilakukannya pengembangan bahan bakar alternatif untuk pesawat terbang baik pesawat terbang komersil maupun pesawat militer. Kajian konversi RPO menghasilkan bioavtur dengan menggunakan reaksi deoksigenasi dan cracking menjadi kajian utama yang meliputi penentuan kondisi operasi yang dapat menghasilkan produk dengan reaksi deoksigenasi dan cracking terbaik. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: