BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi dan perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha juga terus mengalami perubahan. Perubahan ini berdampak pada persaingan ketat yang dialami semua kalangan pelaku dalam dunia bisnis (Sinambela, 2009). Perusahaan diharapkan tidak hanya mampu beradaptasi dengan keadaan, tetapi juga dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan di tengah perubahan yang harus terjadi. Selain perubahan yang terus terjadi, kebangkrutan adalah tantangan lain yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan. Pada dasarnya setiap perusahaan didirikan dengan harapan akan menghasilkan keuntungan sehingga mampu bertahan atau berkembang dalam jangka panjang dan tidak mengalami likuidasi. Kenyataannya, asumsi tersebut tidak selalu terjadi dengan baik sesuai harapan. Seringkali perusahaan yang telah beroperasi dalam jangka waktu tertentu terpaksa bubar atau dilikuidasi karena mengalami financial distress yang berujung pada kebangkrutan. Elmabrok, et al (2012) berpendapat bahwa kebangkrutan atau kegagalan keuangan terjadi ketika jumlah kewajiban melebihi nilai wajar aset atau ketika keajiban lancar melebihi aktiva lancar. 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Kebangkrutan adalah kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk mendapatkan laba (Supardi dan Mastuti 2003). Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan menurut Darsono dan Ashari (2005) dibagi menjadi dua yaitu faktor intenal yaitu: manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang dimiliki dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen. Sedangkan faktor eksternalnya yaitu: perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan, kesulitan bahan baku, debitor yang melakukan kecurangan, persaingan bisnis yang makin ketat dan kondisi perekonomian global. Perusahaan sub sektor pakan ternak yang ada di BEI yaitu: PT. Charoen Pokphan Indonesia Tbk. (CPIN), PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), PT. Malindo Feedmill Tbk. (MAIN) dan PT. Sierad Prodece Tbk. (SIPD). Sub sektor pakan ternak merupakan bagian dari sektor industri dasar dan kimia. Pada tahun 2010-2015 sektor pakan ternak melemah dikarenakan laba perusahaan sektor ini menurun. Berikut merupakan daftar perusahaan sektor pakan ternak dan laba bersih yang dimiliki selama periode 2010-2015 : ;’ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 Tabel 1.1 Laba Bersih Perusahaan Sub Sektor Pakan Ternak Go Public Periode 2010-2015 Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 CPIN 2.210.266 2.362.97 2.680.872 2.528.690 1.746.644 1.832.598 JPFA 1.091.279 671.474 1.074.577 640.637 384.846 524.484 MAIN 179.906 204.966 302.421 241.633 (84.778) (62.097.227) SIPD 61.160 23.452 15.061 8.378 2.064 (362.030.918) Sumber: www.idx.co.id Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa laba bersih yang diperoleh 3 Perusahaan sub sektor pakan ternak mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir dari periode 2012 sampai periode 2014 yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA), Malindo Feedmill Tbk (MAIN), dan PT. Sierad Prodece Tbk (SIPD) yang mengalami penurunan selama 6 tahun. Pada suatu perusahaan go-public laporan keuangan sangat penting. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun buku yang bersangkutan (Baridwan, 1992: 17). Analisis laporan keuangan sangat dibutuhkan untuk memahami informasi laporan keuangan tersebut yang dimana nantinya akan bermanfaat untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Informasi akuntasi keuangan ditujukan secara khusus bagi pemakai eksternal, khususnya adalah pihak investor dan ;’ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 kreditor (Kuang dan Tin, 2010). Analisis keuangan yang banyak dilakukan adalah analisis rasio. Analisis keuangan hanya menekankan pada satu aspek keuangan saja. Hal tersebut menjadikan kelemahan dari analisis laporan keuangan maka dari itu memerlukan suatu alat analisis untuk menggabungkan berbagai aspek keuangan tersebut, alat tersebut merupakan analisis kebangkrutan. Penelitian mengenai alat deteksi kebangkrutan telah banyak dilakukan sehingga memunculkan berbagai model prediksi kebangkrutan yang digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kondisi perusahaan sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan (Endri, 2009). Pradhan (2011) menilai bahwa tindakan untuk memperbaiki keadaan keuangan setelah menerima peringatan dini untuk kebangkrutan tergantung pada penggunaan kapasitas sektor tertentu dan ketersediaan pilihan keuangan perusahaan tersebut. Seperti yang dinyatakan Nidhi dan Saini (2013) bahwa keadaan keuangan perusahaan dapat dinilai menggunakan rasio keuangan standar. Beberapa alat deteksi kebangkrutan yang dapat digunakan adalah yaitu model Altman Z-score (1968), model Springate (1978), dan model Zmijewski (1983). Altman Z-Score (1968) menggunakan multiple Discriminant Analysis dengan lima jenis rasio keuangan yaitu working capital to total asset, retained earning to total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total debt, sales to total asset. Rasio tersebut dapat digunakan untuk memprediksi ;’ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Model Springate dikebangkan oleh Gordon L.V. Springate (1978) dengan menggunakan empat rasio keuangan. Rasio itu terdiri dari Rasio Working Capital/Total Asset, Earning Before Interest and Taxes/Total Asset, Earning Before Taxes/Total Liabilities, Sales/Total Asset. Model Zmijewski (1984) menggunakan analisis rasio yang mengukur kinerja, laverege dan likuiditas suatu perusahaan untuk model prediksinya. Zmijewski menggunakan probit analisis yang diterapkan pada 40 perusahaan yang telah bangkrut dan 800 perusahaan yang masih bertahan saat itu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Interest Coverage Ratio dalam mengukur financial distress yang digunakan untuk membandingkan serta melihat model yang lebih akurat untuk mengukur sebuah kebangkrutan dari ketiga model kebangkrutan yaitu Altman ZScore, Springate, dan Zmijewski. Interest coverage Ratio adalah suatu rasio yang menunjukan seberapa kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran bunga hutang yang dimiliki oleh perusahaan (Gertner dan Scharfstein, 1994). Dari model prediksi kebangkrutan di atas, ditemukan perbedaan pada hasil prediksi. Penelitian Fatmawati (2012) menyatakan bahwa model Zmijewski merupakan model prediksi yang lebi akurat daripada model Z-score dan model Springate. Reza Prabowo (2015) menyatakan ;’ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 Metode prediktor delisting terbaik adalah metode Altman memiliki akurasi ketepatan 71%, Model Springate 70%, model Zmijewski 65%. Pambekti (2014), hasil penelitiannya menunjukan bahwa model Altman, model Zmijewski, Springate, dan Grover dapat digunakan untuk memprediksi financial distress karena signifikan (Sig F) menunjukan signifikan kuat. Akan tetapi model Zmijewski merupakan model yang paling tepat digunakan untuk financial distress karena memiliki tingkat signifikan paling kuat dibanding model lainnya. Sehubungan dengan masalah yang telah diuraikan diatas, adanya fenomena yang berkaitan dengan kebangkrutan dan perbedaaan alat analisisnya. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Perbandingan Tingkat Keakuratan Model Altman Z-score, Springate, Zmijewski dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Sub Sektor Pakan Ternak periode 2010-2015” dengan melihat model yang lebih akurat antara model Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski serta membandingkan hasilnya dengan perhitungan financial distress menggunakan Interest Coverage Ratio. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut : 1) Apakah ada potensi kebangkrutan pada perusahaan sub sektor pakan ternak yang terdafar di BEI periode 2010-2015 jika di prediksi dengan model Altma Z-Score, Springate, dan Zmijewski. ;’ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 2) Metode manakah yang lebih akurat antara Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan sub sektor pakan ternak yang ada di BEI. C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui potensi kebangkrutan pada perusahaan sub sector pakan ternak berdasarkan metode model Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski. 2) Prediksi terbaik dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan sub sector pakan ternak yang terdaftar di BEI, diantara model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski. dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan sub sector pakan ternak yang ada di bursa efek Indonesia periode 2010-2015 2. Kontribusi penelitian Adapun kontribusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan mengenai laporan keuangan dan cara menganalisa kebangkrutan pada suatu perusahaan b. Bagi Perusahaan ;’ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 Dengan adanya penelitian ini diharapkan perusahaan dapat mengambil keputusan yang dianggap perlu untuk meningkatkan perkembangan keuangan perusahaan di masa yang akan datang. c. Bagi Investor Bagi Investor dan calon investor, memberikan gambaran mengenai perkembangan perusahaan yang berkaitan dengan masalah keuangan yang disajikan sebagai acuan pengambilan keputusan. d. Bagi Pembaca Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber bacaan, wawasan, dan ilmu pengetahuan tentang analisis prediksi kebangkrutan pada perusahaan. ;’ http://digilib.mercubuana.ac.id/