1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan dan kawasan hutan sejak lama telah menjadi kebutuhan umat manusia, sebagai tempat mencari makan, membina kehidupan keluarga dan bermasyarakat zaman prasejarah dan zaman-zaman setelahnya. Intensitas pemanfaatan hutan dan kawasan hutan oleh manusia sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, budaya, tingkat pendidikan dan teknologi pemanfaatanya. Masa kini pemanfaatan hutan dan kawasan hutan sudah semakin maju, bahkan cenderung bersifat merusak karena tingginya intensitas pemanfaatan dan diikuti dengan kurangnya kepedulian terhadap keberadaan hutan (Syaprudin et al., 2014). Mempertahankan fungsi hutan sebagai bagian dari sistem biogeofisik tentu saja adalah dengan mempertahankan fungsi setiap komponen hutan untuk dapat berjalan sebagaimana mestinya. Humus merupakan bagian dari komponen penyusun hutan yang memiliki fungsi tersendiri dalam menjaga keseimbangan alam. Tanpa humus, maka hutan akan kehilangan fungsinya dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dan daur hara tanah (Nopandry et al., 2005). Pengambilan humus hutan oleh masyarakat pada beberapa tahun belakangan ini di kawasan Taman Hutan Raya menimbulkan gangguan terhadap kestabilan fungsi hutan. Berbagai dampak akan timbul bila permasalahan ini tidak diselesaikan. Salah satu dampak nyata dari aktivitas ini ialah degradasi lahan disekitar areal pengambilan humus setelah ditinggalkan. Degradasi lahan merupakan proses dimana kondisi lingkungan biofisik berubah akibat aktivitas manusia terhadap suatu lahan. Perubahan kondisi lingkungan tersebut cenderung merusak dan tidak diinginkan. Serasah merukan lapisan yang terdiri dari bagian tumbuhan telah mati seperti guguran daun, ranting, cabang, bunga, kulit kayu, buah serta bagian lain yang meyebar di permukaan tanah di bawah hutan sebelum bahan-bahan tersebut mengalami dekomposisi (Dephut, 1997). Serasah berfungsi sebagai penyimpanan air sementara yang secara berangsur-angsur akan melepaskannya ke tanah 1 Universitas Sumatera Utara 2 bersama dengan bahan organik yang larut, memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan kapasitas penyerapan (Arief, 1994). Laju produktivitas serasah (Litter fall) merupakan perkiraan kuantitas biomassa daun, ranting, dan material reproduksi tumbuhan (bunga dan biji) yang jatuh dari spesies pohon dalam tipe komunitas ekosistem yang berbeda (Parmenter & Schuster, 1993). Produktivitas serasah penting diketahui dalam hubungannya dengan pemindahan energi dan unsur-unsur hara dari suatu ekosistem hutan. Adanya suplai hara dari suatu ekosistem hutan yang banyak mengandung mineral akan dapat memperkaya tanah dengan membebaskan sejumlah mineral melalui dekomposisi (Darmanto, 2003). Studi tentang aspek kuantitatif jatuhan serasah akan berlangsung sebagai bagian penting dari ekologi hutan (Kusmana, 1993). Dekomposisi merupakan proses penghancuran atau penguraian bahan organik mati yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika menjadi bahanbahan mineral dan humus koloidal organik. Oleh karena itu, dekomposisi bahan organik juga sering disebut proses mineralisasi. Proses ini sangat besar peranannya dalam siklus energi dan rantai makanan pada ekosisten (Andrianto et al., 2015). Setelah mengalami penguraian atau proses dekomposisi, serasah menjadi senyawa organik sederhana dan menghasilkan hara, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Peran serasah dalam proses penyuburan tanah dan tanaman sangat tergantung pada laju produksi dan laju dekomposisinya (Aprianis, 2011). Pada lahan terdegradasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan khususnya di Deleng Macik ditemukan beberapa vegetasi dominan diantaranya Homalanthus populneus dan Macaranga hypoleuca. Semakin meluasnya kerusakan akibat aktivitas manusia maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengukuran laju produktivitas dan dekomposisi serasah di lahan terdegradasi Taman Hutan Raya untuk mengetahui kecepatan dekomposisi serasah pada lahan tersebut. Pengukuran ini untuk selanjutnya mampu mengetahui laju produktivitas serasah dan tingkat kesuburan tanah di Taman Hutan Raya dalam mendekomposisi serasah. 2 Universitas Sumatera Utara 3 1.2. Permasalahan Aktivitas pengambilan humus di Hutan Deleng Macik, Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara menimbulkan degradasi lahan, merusak kesuburan tanah dan mengganggu kestabilan siklus unsur hara bagi tumbuhan dan tanah. Serasah daun merupakan salah satu komponen serasah penyumbang hara terbesar di dalam tanah. Kestabilan dari siklus unsur hara tergantung pada kecepatan laju produktivitas dan dekomposisi serasah tersebut. Serasah daun Homalanthus populneus dan Macaranga hypoleuca merupakan jenis tegakan yang cukup banyak ditemukan dilokasi penelitian, namun demikian sampai saat ini belum ada data tentang laju produktivitas dan dekomposisi serasah daun Homalanthus populneus dan Macaranga hypoleuca, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengukuran laju produktivitas dan dekomposisi serasah daun tumbuhan tersebut. 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju produktivitas dan dekomposisi serasah Homalanthus populneus dan Macaranga hypoleuca pada lahan terdegradasi di Deleng Macik, Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan bagi Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara untuk upaya konservasi lahan terdegradasi tersebut. . 3 Universitas Sumatera Utara